Anda di halaman 1dari 19

ENSEFALITIS PADA ANAK

Pembimbing : dr. Afaf Susilawati,spA

Disusun oleh :
Syarifah Zawani Binti Tuan Sariff
030.08.307

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOJA,JAKARTA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan, referat ILMU KESEHATAN ANAK yang berjudul

ENSEFALITIS PADA ANAK

Yang disusun oleh :

Nama :Syarifah Zawani Binti Tuan Sariff

NIM : 030.08.307

Sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode 1 April 2013- 8 Juni 2013

Jakarta, 10 Mei 2013


Tertanda,

dr. Afaf Susilawati, Sp. A

2
I. PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan
gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis.
Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik
dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat
berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan
histopatologi.
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya
ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi
anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang
terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari
istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat
dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti
kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena
gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada
kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan
masalah tingkah laku.

3
II. DEFINISI

Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan


oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan
masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang.[1,2]

Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis)
disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis
sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus
saat itu.[3]

III. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh
manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di
AS, terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine
Encephalitis, Western Equine Encephalitis , La Crosse, dan St. Louis Encephalitis.
Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota
New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan
2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000
penduduk.

Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia


(virus yang ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab
untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia
Tenggara, dan anak benua India.[4]

Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian


tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.[1]

4
IV. ETIOLOGI

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya


bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis
terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La
Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie
dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV).[5,6]
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik


a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes


zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan.

5
Klasifikasi berdasarkan penyebab
a)ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
-Patogenesis:
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media
,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam
paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma
yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
- Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
1.Demam
2.Kejang
3.Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala
yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda
deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.(2,3,4,5)

2. ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
6
2. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,virus
Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, Kesadaran
menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis dan
paralysis bulbaris.(1,2,3,4,5)

3. ENSEFALITIS KARENA PARASIT


a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel
darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama
Lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic
petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput
otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala –gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam
tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot
dan jaringan otak.

c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang
di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku
kuduk dan kesadaran menurun.
7
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa
dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva
dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan
parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar
didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya.
Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.(2,4)

4. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis.
Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)

5. RIKETSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli
yangterdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar
pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang
terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian
mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi
yang tersebar.(2,4)

8
V. PATOGENESIS

Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus
dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke
dalam tubuh virus akan menyebar dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau


organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama
kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.[5]

Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada
kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang
susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. [5]
HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson
saraf.[7]
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.[5]

Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya


terutama dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi. Korteks
serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks;

9
arbovirus cenderung mengenai seluruh otak; rabies mempunyai kecenderungan
pada struktur basal.[7]
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,
kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat
multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu
menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang.
Pada beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan
sistem imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran
darah atau melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ).
Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE)
sanpai sekarang ini masih belum jelas.
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang
mengakibatjan fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons
inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu
(nigra) dengan substansia putih (alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel
saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus
herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas
dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara
langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi
primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa
somatitis, faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan
komplikasi dari reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam
ganglia trigeminal.Beberapa tahun kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan
reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-
sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam
otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul
karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul
konvulsi dan koma.
10
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar
dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk
menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-
kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat
ditemukan indentifikasi morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau
virus herpes (badan inklusi intranuklear)

11
VI. MANIFESTASI KLINIS

Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.

Manifestasi klinis tergantung kepada :


1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri,
terutama lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan


hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran
menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi,
terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada perut.Kejang-kejang dapat bersifat umum
atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan
perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat
meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan,
rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies
memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis,
koma pada stadium paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau
subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7
hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan
kepribadian dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan

12
penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun
sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien
yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus
dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.

VI. DIAGNOSIS

1 Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang
berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-
lahan.[5]
Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf
sentral (SSS) sering didahului oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari.
Pada anak, manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia,
sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling
sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri retrobulbar.
Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan kaki,
dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti
oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen
dan parenkim serta distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut
dapat berupa gelisah, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningeal dapat
terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat juga timbul gejala dari
infeksi traktus respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi gastrointestinal
(enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes
viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic chotiomeningitis).[5,7,8]

13
2 Pemeriksaan Penunjang
1. Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum
melakukan LP (lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal.
Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural,
atau hidrosefalus.[9]
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu
minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus
temporal, namun gambaran tidak tampak tiga hingga empat hari setelah
onset.CT-scan tidak membantu dalam membedakan berbagai ensefalitis virus.
[5]

MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium


merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas
yaitu peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada
daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan
gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal
dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan bilateral.[8]
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas
lambat bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda
EEG: 1)gelombang delta aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta yang
disertai spike (gelombang paku) ;3)pola koma alpha.Pada St Louis ensefalitis
karakteristik EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang
paku tidak menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada
pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi
tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi tetap
dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak
didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis
yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.[5]

2. Laboratorium

14
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau
jaringan otak ; dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil
positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang
didominasi oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien.
Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel
polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya.
Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein
meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis ensefalitis.[8,9]
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan
serebrospinal biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody.
Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada
yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan
biposi otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di
California.PCR digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus
dan Japenese B encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:


1. Sepsis dan bakteremia
2. Kejang demam
3. Measles
4. Mumps
5. Reye Syndrome[10]

15
VIII. PENATALAKSANAAN

Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien
koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap
gangguan asam basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan
fenobarbital. Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila
pasien panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi
Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari.
Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial
yang meningkat atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan
dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa
drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik pada pasien ensefalitis yang
mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya
paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis (EHS)
dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari.
Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose untuk herpes
ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini
Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat
pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari.[5]

IX. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan


otak permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara,
kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot.[11]
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan
umur anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim
maka prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual,

16
motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga harus
dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks.[7]

X. PENCEGAHAN
• Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
• Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga
aktif menggigit.
• Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
• Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi
baru lahir
• Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis
(mumps, measles/campak)
• Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan
berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut
CDC (Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan
pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah
penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese
Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.[12]

17
XI.DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.
2. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996;hal880-2.
3. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust,
John C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International
Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
4. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor
:Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.
5. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab
SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses.
Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential . Accessed January 31,2012
7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed January 31,2012
8. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed January 31,2012
9. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html . Accessed on
January 31, 2012.
10. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16,
2011 Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_meningit
is. Accessed January 31,2012

18
11. Soldatos, Ariane MD. Encephalitis. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html . Accessed January
31,2012
12. Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available
from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm. Accessed on
January 31, 2012.
13. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
Accessed on January 31, 2012.
14. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on January 31, 2012.

19

Anda mungkin juga menyukai