Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam Urat sering dialami oleh banyak orang sekarang ini. Bahkan,
orang yang masih tergolong muda sering ditimpa penyakit ini. Di
masyarakat beredar mitos yang mengatakan bahwa ngilu sendi berarti asam
urat. Pengertian ini perlu diluruskan karena tidak semua keluhan dari nyeri
sendi disebabkan oleh asam urat. Penyakit rematik banyak jenisnya. Tidak
semua nyeri sendi atau sendi yang bengkak itu berarti asam urat. Untuk
memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium. Sebenarnya yang
dimaksud dengan asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang
merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan
nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang tersedia di inti
sel-sel tubuh. Secara alamiah, purin ada dalam tubuh kita dan dijumpai pada
semua makanan dari sel hidup, yaitu makanan dari tanaman (sayur, buah,
kacang kacangan) atau pun hewan (daging, jut, ikan sarden) (Ahmad, 2011).

Penyebab tingginya kadar asam urat tersebut dapat disebabkan oleh


pola makan responden yang tinggi purin, seperti jeroan, alkohol, sarden,
burung dara, unggas, dan emping. Kenaikan kadar asam urat dalam darah
pada responden juga dipengaruhi antara lain usia, pola makan yang tidak
terkontrol, kebiasaan merokok, alkohol, genetis, obesitas, aktivitas tubuh
yang berat, dan gaya hidup yang salah (Maryati, Syabrullah, & Affandi,
2014).

Di Amerika Serikat menunjukkan bahwa Gout artritis menyerang


lebih dari 3 juta pria dengan usia 40 tahun atau lebih, dan 1.7 juta wanita
dengan usia 40 tahun atau lebih (Widyanto, 2014). Pada tahun 2000 jumlah
lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020
menjadi sebesar 11.43% hampir 8% orang yang berusia 50 tahun keatas
mempunyai keluhan nyeri sendi, yang disebabkan oleh penyakit Gout
artritis. Di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas 2013 tidak diketahui pasti
prevalensi Hiperurisemia, namun diketahui prevalensi penyakit sendi yang
salah satunya disebabkan oleh Gout artritis (Darmawan, Kaligis, & Assa,
2010). Gout arthritis menduduki urutan kedua setelah Osteoarthritis,
prevalensi di Indonesia sendiri diperkirakan 1.6 - 13,6/100.000 orang.
Prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Lumunon ,
Bidjuni , & Hamel , 2015). Penderita Gout arthritis usia 15 tahun ke atas di
Indonesia mencapai 677,888 orang (Nainggolan. 2009). Prevalensi Gout
arthritis di Jawa Timur sebesar 17%,(Astuti & Tjahjono, 2013). Penyakit
Gout arthritis (asam urat) merupakan salah satu penyakit yang banyak
dijumpai pada laki-laki usia antara 10 - 40 tahun. Sedangkan pada wanita
umur 55 - 70 tahun insiden wanta jarang kecuali setelah menopause
(Lumunon , Bidjuni , & Hamel , 2015).

Penyakit asam urat dapat mengganggu produktivitas penderitanya.


Penyakit ini mampu menimbulkan nyeri yang sangat hebat pada persendian
yang mengalami pengkristalan akibat penumpukan asam urat. Rasa nyeri
biasanya disertai dengan bengkak, kemerahan, kekakuan, bahkan kerusakan
sendi. Pada tahap yang lebih lanjut, bagian sendi yang terkena pengkristalan
akan menimbulkan benjolan putih atau kuning yang disebut tofi (jamak:
tofus). Tofi ini disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat di bawah
kulit. Tofi biasanya tidak menimbulkan nyeri, namun jika terjadi serangan
asam urat maka tofi dapat meradang, bengkak, dan terasa sakit, bahkan
melukai permukaan kulit. Selain dapat mengganggu penampilan, tofi juga
menimbulkan infeksi di sekitar sendi, kerusakan sendi, dan membuat
penderitanya kesulitan beraktivitas (Sari & Syamsiyah, 2017).

Gangguan yang terjadi pada pasien gout arthritis lebih besar


kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan
pasien. Gout arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya
menimbulkan gangguan, kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit gout arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak
jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek
sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ atau
mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah,
perubahan citra diri serta gangguan tidur. Lebih lanjut awitan keadaan
ini bersifat akut dan perjalanan penyakitnya dapat ditandai oleh periode
remisi (suatu periode ketika gejala penyakit berkurang atau tidak
terdapat) dan eksaserbasi (suatu periode ketika gejala penyakit terjadi
atau bertambah (Nasution, 2017)

Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari


maupun tidak terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau
sekarang mengenai ukuran, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang
kontak secara terus menerus, baik masalalu maupun sekarang. Citra tubuh
harus realistis karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai
tubuhnya ia akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga
harga dirinya akan meningkat. (Nihayati, 2015,). Dampak dari gangguan
citra tubuh menurut Soegih dan Wiramiharja (2009) yaitu harga diri rendah,
isolasi sosial, keputuasaan, dan risiko bunuh diri. Jika seseorang mengalami
gangguan citra tubuh dan tidak diatasi atau dibiarkan saja, akan berdampak
buruk bagi diri seseorang tersebut.

Peran perawat dalam mengatasi masalah gangguan citra diri yang


terjadi pada pasien Gout Arhtritis yaitu memberikan Asuhan Keperawatan
secara komperhensif, untuk meningkatkan citra tubuh pasien. Menurut NOC
yaitu Gangguan Citra Tubuh: Citra Tubuh dengan kriteria hasil dapat
mendeskripsikan bagian tubuh yang terkena (dampak), sikap terhadap
menyentuh bagian tubuh yang terkena (dampak),penyesuaian terhadap
perubahan fungsi tubuh (Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013 ).

Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan citra


tubuh: Peningkatan harga diri yang meliputi monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri, fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan
meningkatkan harga diri, bantu pasien untuk menerima ketergantungan
terhadap orang lain dengan tepat, buat pernyataan positif mengenai pasien
(Bulechek, Butcher, Docherman, & Wagner, 2013).
Dari latar belakang di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Gangguan citra diri pada pasien Gout Artrittis di
puskesmas Sampung Ponorogo”.

1.1 Batasan Masalah

Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Gout Arthritis


dengan Gangguan Citra diri di Puskesmas Sampung Ponorog

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Gout


Arthritis dengan Gangguan Citra diri di Puskesmas Sampung Ponorogo?

1.3 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan


Keperawatan pada klien yang mengalami Gout Arthritis dengan
Gangguan Citra Diri di Puskesmas Sampung Ponorogo.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada klien yang mengalami Gout Arthritis


dengan Gangguan Citra Diri di Puskesmas.

2. Menetapkan diagnosa pada klien yang mengalami Gout Arthritis


dengan Gangguan Citra Diri di Puskesmas.

3. Menyusun intervensi keperawatan pada klien yang mengalami


Gout Arthritis dengan Gangguan Citra Diri di Puskesmas.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami


Gout Arthritis dengan Gangguan Citra Diri di Puskesmas.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang mengalami Gout


Arthritis dengan Gangguan Citra Diri di Puskesmas.
1.4 Manfaat Penulisan

1.5.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah referensi dalam pendidikan dan teori


mengenai klien Gout Arthritis dengan Gangguan Citra Diri.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi pasien dan keluarga

Dapat meningkatkan harga diri pasien Gout Arthritis yang


mengalami penurunan akibat perubahan bentuk tubuh dan
mendapat perawatan yang tepat dan benar sehingga tidak
mengakibatkan gangguan pisikologi yang lain. Memberikan
pengetahuan dan wawasan pada keluarga pasien agar keluarga
mampu mencegah serta mengatasi terjadinya penyakit Gout
Arthritis.

2. Bagi Perawat

Meningkatkan dan mengembangkan profesi perawat untuk


menjadi perawat professional khususnya dalam menangani pasien
gout arthritis dengan gangguan citra tubuh.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam


memberikan Asuahan Keperawatan pada klien Gout Arthritis.
Memberi gambaran informasi bagi penulis studi kasus berikutnya
tentang penyakit gout arthritis dengan gangguan citra diri

4. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan informasi dan masukan dalam rangka


meningkatkan status kesehatan serta untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik dan optimal, berhubungan dengan gangguan
psikologis khususnya gangguan citra diri.

5. Bagi Peneliti

Memberikan saran untuk menambah pengetahuan, wawasan


dan pengalaman bagi penulis agar penulis dapat memberikan
asuhan keperawatan secara tepat dan benar agar tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut, serta menjunjung harga diri pasien.

Anda mungkin juga menyukai