Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang


mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan
jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133
juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah
rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.1
Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain
dari segiepidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great
imitator. Hal ini disebabkanpenyakit DM mampu menyebabkan kerusakan
organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional.2 Komplikasi
kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular,
mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak,
glaukoma dan sistem muskulo skeletal.3
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
penyakit kronik
yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes
Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai
gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat
karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan,
kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia
lanjut.4

1
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia
serta pelayanan
kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit
diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang
segala lapisan umur dansosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis
di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia
lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan
prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan
prevalensi 5,7%.4
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih
tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan
DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang
dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia akan
menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes
sebanyak 12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun
1995.

2
Dari angka - angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka
waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan

peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 – 138%

yang disebabkan oleh karena faktor demografi, gaya hidup ke barat-baratan,


berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi, meningkatnya pelayanan
kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan gangguan fungsi insulin.1
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.

4
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care
inDiabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe
yang disajikan dalam :
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh

adanya destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi

insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya
kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa

faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan

genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan
akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS
dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau
dialami selama masa kehamilan.

2.3 Patofisiologi
2.3.1 Diabetes Melitus tipe 2

5
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya
disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling
sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun
terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai
insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi
organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.Sebagian besar
pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi
genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan
sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.
Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya
obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein
yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika
terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda.
Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada
metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan
protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung
menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.5

2.4. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

6
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.

2.4.1. Diagnosis diabetes melitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti keluhan
klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae
pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 gr
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dL.
Tabel 3. Kriteria diagnosis DM

7
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan
kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif.1
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa
terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan
tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan
faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari.6
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.1
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring
dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

8
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk
menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa
darah puasa terganggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis
diabetes melitus, TGT dan GDPT.

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1. Tujuan penatalaksanaan
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

9
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.7
2.5.2. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
 Gejala yang timbul.
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C
dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM.
 Pola makan, status nutrisi dan riwayat perubahan berat badan.
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan.
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia dan hipoglikemia).
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi dan traktus
urogenitalis serta kaki.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll).
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status ekonomi.
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.

10
Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
serta anklebrachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain
 Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 A1C
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL dan
trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-x dada
2.5.3. Evaluasi medis secara berkala
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,
atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
• Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
o Jasmani lengkap

11
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin/globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi
2.5.4. Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan
secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.7
1.Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
2.Terapi Nutrisi Medis

12
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
- Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 gr/hari tidak dianjurkan.
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.

13
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
- Protein
 Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
gr/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
- Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
- Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat karena mengandung vitamin,
mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/hari.
- Pemanis alternatif
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

14
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
 Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI).
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb:
 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
 Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 BB Normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : < BBI - 10 %
 Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:


IMT = BB(kg)/
TB(m2)

Klasifikasi IMT*

15
 BB Kurang < 18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0
Keterangan:
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o ObesII > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20% di atas usia 70 tahun.

3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan


Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.

4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal
perhari untuk pria.

16
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-
3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.7
5. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit, sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive
training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal
(220/umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya
joging.1
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
- Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.


E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

17
badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatansekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) danNateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengancepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasihiperglikemia post
prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatureseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan
ini mempunyai efek menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengangagal jantung
kelas I-IV karena dapat memperberatedema/retensi cairan dan juga pada gangguan
faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perludilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat Glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati
(glukoneogenesis), di samping jugamemperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakaipada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin
>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untukmengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saatatau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan

18
bahwapemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaanakan
memudahkan dokter untuk memantau efek sampingobat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadarglukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yangmasuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligussebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upayayang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktifmerupakan hal rasional dalam
pengobatan DM tipe 2.Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan
pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau
memberikan hormon asli atauanalognya (analog incretin=GLP-1 agonis).Berbagai
obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4
sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan
mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.
2. Suntikan
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat

19
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

- Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• Insulin kerja pendek (short acting insulin)
• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• Insulin kerja panjang (long acting insulin)

- Efek samping terapi insulin


• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
•Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
2. Agonis GLP-1

20
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakanpendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulinyang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan denganinsulin ataupun sulfonilurea.
Agonis GLP-1 bahkan mungkinmenurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1
yang lainadalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahuiberperan pada
proses glukoneogenesis. Pada percobaanbinatang, obat ini terbukti memperbaiki
cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obatini
antara lain rasa sebah dan muntah. (PERKENI,2011)
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulaidengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secarabertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah.Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatanjasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHOtunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHOkombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalambentuk
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat darikelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bilasasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
puladiberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbedaatau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yangdisertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidakmemungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tigaOHO
dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi
kombinasi insulin. (PERKENI,2011)

21
2.6. Komplikasi
2.6.1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut
darikonsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi
karena kadar insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal berikut:
(Boon et.al 2006)
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatanlipolisis
dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam
plasmamengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban
ion hidrogendan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga
dapat mengakibatkandiuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi dan mengalami syok. (Price et.al 2005)
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi,
karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya
komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

Tabel : Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik

22
23
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi
2. Hipotensi (postural atau supine)
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
4. Takikardi
5. Kusmaul breathing
6. Nafas bau aseton
7. Hipotermia
8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
11. Mual-muntah
12. Kaki kram
13. Pandangan kabur
14. Koma (10%)

24
B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderitadiabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif,hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai
berikut: (Price et.al 2005)
· Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
· Dehidrasi berat
· Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segeraditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama
antara HHNKdan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yangterpenting adalah: Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosissetengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3unit/jam. (Boon et.al 2006)
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunanglukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengankejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan
hipoglikemik oralgolongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian
di RSCM 1990-1991yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan
episode hipoglikemiasebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar
daripada pria, dan sebesar65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia
sering pula terjadi pada pengobatandengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidakmemperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya. (Soegondo,2005)

25
Penyebab Hipoglikemia
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipunreaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang
lebih tinggi.Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada
setiap orang. (Soegondo, 2005)
Tanda-tanda Hipoglikemia
1) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitanmenghitung
sederhana.
3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,bibir atau
tangan, berdebar-debar.
4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat
stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oralataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin
bisadiperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
· Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
· Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
· P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

26
Penatalaksanaan Hipoglikemia

27
2.7.2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati7

–Retinopati, katarak : penurunan penglihatan

–Nefropati :gagal ginjal

– Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak

– Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis

– Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

– Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard

– Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok

–Sirkulasi :claudication, iskemik

2.7. Masalah-Masalah Khusus Pada Diabetes


2.7.1. Diabetes dengan Infeksi
Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadappengendalian glukosa
darah. Infeksi dapat memperburukkendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah
yang tinggimeningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi.Infeksi yang
banyak terjadi antara lain:
 Infeksi saluran kemih (ISK)
 Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru
 Infeksi kulit: furunkel, abses
 Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi
 Infeksi telinga: otitis eksterna maligna
 ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulitdikendalikan.
Dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis danseptikemia. Kuman
penyebab yang sering menimbulkan infeksiadalah: Escherichia coli dan
Klebsiella. Infeksi jamur spesieskandida dapat menyebabkan sistitis dan

28
abses renal. Pruritusvagina adalah manifestasi yang sering terjadi akibat
infeksijamur vagina.
 Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh:streptokokus,
stafilokokus, dan bakteri batang gram negatif.Infeksi jamur pada
pernapasan oleh aspergillosis, danmucormycosis juga sering terjadi.
 Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru.Pemeriksaan
rontgen dada, memperlihatkan pada 70%penyandang diabetes terdapat
lesi paru-paru bawah dankavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering
disertai denganadanya resistensi obat-obat Tuberkulosis.
 Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yangsering
mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakankuman penyebab
utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanyamelibatkan banyak mikro
organisme, yang sering terlibat adalahstafilokokus, streptokokus, batang
gram negatif dan kumananaerob.
 Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandangdiabetes dan
sering mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjagakebersihan rongga mulut
dengan baik merupakan hal yangpenting untuk mencegah komplikasi
rongga mulut.
pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kalitidak
terdeteksi sebagai penyebab infeksi.

2.7.2. Diabetes dengan Nefropati Diabetik


Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik
 Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299mg/24 jam
(albuminuria mikro) merupakan tanda dini nefropatidiabetik
 Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubahmenjadi
albuminuria makro ( >300 mg/24 jam), pada akhirnyasering berlanjut
menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.
Diagnosis

 Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar


albumin > 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali

29
pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan, tanpa penyebabal
buminuria lainnya.
Penatalaksanaan
 Kendalikan glukosa darah
 Kendalikan tekanan darah
 Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi
ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 –0,8
gram/kg BB per hari.
 Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II,penghambat
ACE, atau kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi
terhadap penyekat ACE ataureseptor angiotensin, dapat diberikan
antagonis kalsium nondihidropiridin.
 Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi
ikutdilibatkan
 Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah
merupakanindikasi terapi pengganti (dialisis, transplantasi).
2.7.3. Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE)

 Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup


tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan
problem psikis.
 DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes,tetapi jarang
disampaikan kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat
konsultasi.
 Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah
senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko DE lain seperti
dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi.
 Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien
yangberpengaruh mterhadap timbulnya atau memberatnya DE.
 Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oralantara lain
sildenafil dan vardenafil.

30
2.7.4. Diabetes dengan Kehamilan/Diabetes Melitus Gestasional

 Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguantoleransi


karbohidrat (TGT, GDPT, DM) yang terjadi ataudiketahui pertama kali
pada saat kehamilan sedangberlangsung.
 Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjunganpertama
untuk pemeriksaan kehamilannya
 Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat
pernahmengalami DMG, glukosuria, adanya riwayat keluarga
dengandiabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayidengan
cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat >4000 gram, dan adanya
riwayat preeklamsia. Pada pasiendengan risiko DMG yang jelas perlu
segera dilakukanpemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa
darahsewaktu ≤ 200 mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dLyang
sesuaidengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan
pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi.Pasien hamil dengan
TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.
 Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukandengan
memberikan beban 75 gram glukosa setelah berpuasa8–14 jam. Kemudian
dilakukan pemeriksaan glukosa darahpuasa, 1 jam dan 2 jam setelah
beban.

31
BAB III
RIWAYAT PENYAKIT
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 14.92.98


Nama Lengkap : Ny.
Tanggal Lahir : Umur : Tahun Jenis Kelamin :
Alamat : No. Telepon :
Pekerjaan : Status: Kawin
Pendidikan : - Jenis Suku : Agama :

Dokter :
Dokter : dr. Wilson Sp.PD
Tanggal Masuk :

ANAMNESIS

Autoanamnese Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


KeluhanUtama : Lemas
Deskripsi : Pasien datang ke RS HKBP Balige dengan keluhan
lemas. Hal ini dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien Juga merasakan sakit di ulu hati (+), mual
(+), muntah (+), selera makan menurun (+), gelisah (+),
pusing (+), Demam (-).
RPO: -
RPT: DM

32
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi
- - -

RIWAYAT KELUARGA: -

RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi Riwayat Imunisasi
Tahun Bahan / obat Gejala Tahun Jenis imunisasi
- - -
- -

Hobi : (-)
Olah Raga : (-)
Kebiasaan makan : Tidak teratur
Merokok : (-)
Minum Alcohol : (-)
Hubungan Seks : Tidak ditanyakan

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum : Tampak sakit sedang Abdomen : Nyeri ulu hati (+)

Kulit: Turgor menurun Ginekologi: Tidak ada keluhan


Kepala dan leher: kepala : pusing, Alat kelamin : Tidak ada keluhan
leher : Tidak ada keluhan
Mata : Pandangan kabur Ginjal dan Saluran Kencing: Tidak normal
Telinga: Tidak ada keluhan Hematology: Tidak ada keluhan
Hidung: Tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik: Terganggu
Mulut dan Tenggorokan: Tidak ada Musculoskeletal: Tidak ada keluhan
keluhan

33
Pernafasan : Tidak ada keluhan System syaraf: Tidak ada keluhan
Payudara: Tidak ada keluhan Emosi : stabil
Jantung: Tidak ada keluhan Vaskuler: Tidak ada keluhan

DESKRIPSI UMUM

Kesan Sakit : Ringan Sedang Berat

TANDA VITAL
Kesadaran Compos mentis Deskripsi:

Nadi Frekuensi 100 x/menit regular, t/v cukup


Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan: 180/90 mmHg Lengan kanan: tidak dilakukan
Lengan kiri : (tidak Lengan kiri : (tidak
dilakukan) dilakukan)
Temperatur Aksila: 36,5 °C
Pernafasan Frekuensi: 22x/menit Deskripsi : reguler
SpO2 : 98 % FA

KULIT : Turgor menurun

KEPALA DAN LEHER : Dalam batas normal Rambut: Dalam batas


normal
TVJ R - 2 cmH20, trakea medial, pembesaran KGB (-) struma tidak ada

TELINGA: Meatus aurikula externus (Dalam batas normal)

HIDUNG: Dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN : Dalam batas normal

34
MATA
Conjunctiva palpebra inferior, Pucat (-)/(-) , sclera ikterik (-),
Refleks Cahaya (+)/(+) Pupil isokor kiri=kanan, diameter 3 mm

TORAKS
Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiform Simetris fusiform
Palpasi SF : Ka=Ki, kesan normal SF : Ka=Ki, kesan normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SP: Vesikuler SP: Vesikuler
ST: - ST: -

JANTUNG
Batas Jantung Relatif:
Atas : ICR II midclavikularis sinistra
Kanan : ICR V Parasternalis dextra
Kiri : ICR VI 1 cm kearah medial midclavicularis sinistra
Jantung : HR: 100 x/menit, M1>M2, A2 >A1, P2 >P1, A2>P2, gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Simetris fusiform
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal: Tidak teraba, nyeri tekan (+),
undulasi(-)
Perkusi : Tympani, pekak hati (+), pekak beralih (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, double sound (-)

PUNGGUNG
tapping pain (-)

EKSTREMITAS:

35
Superior: (-) oedem
Inferior: (-) oedem

ALAT KELAMIN: Tidak ada dilakukan


REKTUM: Tidak ada dilakukan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : Tidak ada dilakukan
Refleks Patologis : Tidak ada dilakukan

BICARA: kooperatif

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah rutin Hasil pemeriksaan Nilai normal


WBC 7.8 x 103 u/L 4000-10000 u/L
HGB 12.2 g/dL 12-18 g/dL
HCT 35,7% 41-53 %
MCV 80.5 fL 80-100 fL
MCH 29.0 fL 26-34 fL
MCHC 34.2 fL 31-37 fL
PLT 364 x 103 u/L 250000 u/L
GDP 429
GDP 2 jam PP 419

36
RESUME DATA DASAR

(Diisi dengan Temuan Positif)

Dokter : Yolanda Arden Andora Sembiring


Nama Pasien : No. RM :

1. KELUHAN UTAMA : Lemas


2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat
Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)
Lemas (+), Nyeri ulu hati (+), pusing (+), mual (+), Muntah(+), selera makan menurun (+).
RPO:
RPT:
3. VITAL SIGN :
 Pulse : 100 x/I
 RR : 22 x/i
4. PEMERIKSAAN FISIK :
 Kulit : Turgor Menurun
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hematokrit rendah (35.7 %)

37
RENCANA AWAL
Nama Penderita : No. RM. :
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa, penatalaksanaan
dan edukasi)
No. Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Rencana Edukasi
Monitoring
1. Lemas  DM Tipe II  BED REST  DPL
 Hipertensi  Diet MII  KGDS
 IVFD RL 20 gtt/I  KGD 2 jam pp
 Inj. Ranitidine 1 amp/12jam  KGD Puasa
 Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam
 Amlodipin

38
P
Tanggal S O A
Therapy Diagnostics
27/09/2015 Lemas Sens: CM Hipertensi  BED REST
TD: 150/100mmHg DM Tipe II  Diet DM 1900 kkal
HR: 78 x/i  IVFD RL 30 gtt/I
RR: 29x/i  Inj. Ranitidin l amp/12 jam
0
T: 36, 3 C  Inj. Ondansentron 4 mg/8
SpO2 : 97 % FA jam
 Amlodipin 1 x 5 mg
Urinalisa :  Candesartan 1 x 8 mg
 Protein urine 2+
 Nucral Syr 3 x 1 cth
 Glukosa Urine
 Lantus 0-0-10
2+
 Urobilinogen +
 Darah samar
urine +

RFT :

39
 Ureum 69
 Creatinin 0,8

LFT :
 SGOT 22
 SGPT 9
28/09/2015 Lemas Sens: CM Hipertensi  IVFD RL 20 tpm
TD: 140/60mmHg DM Tipe II  Inj. Ranitidin 1 amp/jam
HR: 89x/i  Inj. Ondansentron 1
RR: 20x/i amp/8jam
0
T: 36,1 C  Amlodipin 1 x 5 mg
SpO2 98%  Candesartan 1 x 8 mg
 Nucral Syr 3 x 1 cth
 Cholesterol 381  Lantus 0-0-12
 Trigleserida 129
 Novorapid 10-10-12
 HDL 95
 LDL 261
 KGDp 254
 KGD 2jam pp

40
682

29/09/2015 Lemas Sens: CM DM Tipe II  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


TD: 140/80mmHg Hipertensi  Inj. Ranitidin 1 amp/jam
HR: 89x/i  Inj. Ondansentron 1
RR: 18x/i amp/8jam
0
T: 35,5 C  Amlodipin 1 x 5 mg
SpO2 93%  Candesartan 1 x 8 mg
 Nucral Syr 3 x 1 cth
 KGDp 254  Lantus 0-0-12
 KGD 2jam pp
 Novorapid 10-10-10
628

41
30/09/2015 Lemas Sens: CM DM Tipe II  Diet DMII
TD: 150/80mmHg Hipertensi  IVFD RL 20 tpm
HR: 81x/i  Inj. Ranitidin 1 amp/jam
RR: 19x/i  Inj. Ondansentron 1
0
T: 36,7 C amp/8jam
SpO2 94%  Amlodipin 1 x 5 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
 KGD 2 jam pp  Nucral Syr 3 x 1 cth
369
 Lantus 0-0-12
 Novorapid 10-10-10
01/09/2015 Lemas Sens: CM DM Tipe II  Diet DM 1900 kkal
TD: 120/90mmHg Hepertensi  Lansoprazole 2 x 1
HR: 100x/i  Donperidone 3 x 1
RR: 20x/i  Amlodipin 1 x 5 mg
0
T: 36,2 C  Candesartan 1 x 8 mg
SpO2 96%  Nucral Syr 3 x 1 cth
 Lantus 0-0-12
 Novorapid 10-10-10

42
02/09/2015 Lemas Sens: CM DM Tipe II  Lansoprazole 2 x 1
TD: 160/80mmHg Hipertensi  Donperidone 3 x 1
HR: 73x/i  Amlodipin 1 x 5 mg
RR: 20x/i  Candesartan 1 x 8 mg
0
T: 35,7 C  Nucral Syr 3 x 1 cth
SpO2 97%  Lantus 0-0-12
 Novorapid 10-10-10
 KGDp 138
 Ciprofloksaxin 2 x 500 mg
 KGD 2jam pp
65

43
BAB IV

TINJAUAN KHUSUS

4.1. Resume

Seorang perempuan berumur 71 tahun, Pasien datang ke RSUD


Kudungga dengan keluhan lemas. Hal ini dialami sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien Juga merasakan sakit di ulu hati (+), mual (+), muntah (+),
selera makan menurun (+), gelisah (+), pusing (+), Demam (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan turgor kulit menurun. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan penurunan kadar Hematokrit menurun 35, 7 % dan
KGDp 254 dan KGD 2jam pp 682

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini ialah :


 Lansoprazole 2 x 1
 Donperidone 3 x 1
 Amlodipin 1 x 5 mg
 Candesartan 1 x 8 mg
 Nucral Syr 3 x 1 cth
 Lantus 0-0-12
 Novorapid 10-10-10
 Ciprofloksaxin 2 x 500 mg

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. JilidIII, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-
HillCompanies. 2008.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks &
Atlas BerwarnaPatofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
6. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 :
PERKENI 2011
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.

9. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi


KonsepKlinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005

45

Anda mungkin juga menyukai