Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.
Landasan Teori1. Kepuasanpasien
a.Pengertian kepuasan
Kepuasan menurut Kamus bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang : perihal (hal yang
bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan juga sebagai
perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk
atau jasad dalam mendapatkan pelayanan suatu jasa sesuai dengan harapannya .
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakan sesuai dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara
kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan
sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akanmerasa puas. Sedangkan bila
kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lampau. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap
harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan yang memberikan pelayanan dengan
baik tersebut(Oliver, dalam,Supranto,2006).
Kepuasaan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antaraa ktivitas
dan kesenangan terhadap suatu produk dengan harapannya (Nursalam : 2011 ). Kolter (dalam
Nursalam : 2011 ) menyebutkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
yang muncul setelahmembandingkan antara perseps i
http://repository.unimus.ac.id9
1). Nilai
Nilai didefinisikan sebagi pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, yang
didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah
diberikan oleh produk tersebut.
2).Daya Saing
Suatu produk dikatakan memiliki daya saing apabila produk tersebut memiliki keunggulan
produk yang dibutuhkan oleh pelanggan.Keunggulan suatu produk atau jasa terletak pada
keunikan serta kualitas pelayanan produk jasa tersebut kepada pelanggan.
3). Persepsi Pelanggan
Persepsi pelanggan didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih,mengorganisasikan,
serta mengartikan stimulus yang diterima melaluia alat inderanya menjadi suatu makna.
4). Harga
Harga yang rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tidakberkualitas. Harga yang rendah
menimbulkan persepsi pembeli tidakpercaya kepada penjual. Sebaliknya, harga yang tinggi
menimbulkan persepsi produk tersebut berkualitas dan menimbulkan penjual tidak percaya
kepada pembeli.
5).Tahap Pelayanan
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan
selama ia menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang didapatkan
pada tahap awalpelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk
tahapan pelayanan yang selanjutnya.
6).Situasi Pelayanan
Situasi pelayanan berkaitan dengan kondisi internal pelanggan sehingga mempengaruhi kinerja
pelayanan. Kinerja pelayanan ditentukan oleh pelayanan, proses pelayanan, dan lingkungan fisik
di mana pelayanan diberikan. Ketiga hal tersebut akan mempengaruhi persepsi pelanggan
terhadap suatu pelayanan.
7). Tingkat Kepentingan Pelanggan
Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelulm mencoba
atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja
produk jasa tersebut.
Sedangkan
menurut Budiastuti(dalam Nooria; 2008), faktor faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:
1). Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk
atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa dan komunikasi
perusahaan, dalam hal ini rumah
sakit dalam mengiklankan tempatnya.
2).Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan.
3). Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap rumah sakit yang
dipandang “rumah sakit mahal”.
4). Harga, semakinmahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih
tinggi pada pasien.
5). Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien cenderung
puas terhadap jasa pelayanan tersebut.Selain itu,menurut Moison, Walter dan Whit (dalam
Nooria;2008)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien,
yaitu:http://repository.unimus.ac.id111).
Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah
sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2).Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

3).Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.
Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan
kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
4).Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu
aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit.
Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau,
mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang
membutuhkan rumah sakit tersebut.
5).Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien,
misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman
dan ruang kamar rawat inap.
6).Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan
7).Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah
sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam
penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.
8).Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi
pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan
sangat senang dan memberikan pendapat yang positif
sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit
tersebut.http://repository.unimus.ac.id129)Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat
diterimaoleh perawat.Kemudian menurut Yazid (dalam Nursalam; 2011), faktor yang m
empengaruhi kepuasan pasien yaitu:
1)Kesesuaian antara harapan dan kenyataan
2)Layananselama proses menikmati jasa
3)Perilaku personel
4)Suasana dan kondisi fisik lingkungan
5)Cost atau biaya
6)Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
adalah tepat dalam pelayanan cepat memberi rasa nyaman
kualitas pelayanan, biaya perawatan,karaktristik
lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan
komunikasi.e.Aspek aspek kepuasan pasien Menurut
Griffith (1987)aspek-aspek yangmempengaruhi perasaanpuas pada seseorang yaitu :
1) Sikap pendekatan atau staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali
datang di ruamh sakit.
2) Kualitas perawat yang diterima oleh pasen yaitu apa saja yang telah dilakukanoleh pemberi
layanan kepada pasien ,seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proseskesembuhan
penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit.
3)Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimuali masuk
rumah sakit selama perawatan selama perwatan
perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit . Waktu menunggu yaitu berkaitan
dengan waktu yang
diperbolehkan untuk berkunjung maupun untuk menjaga dari http://repository.unimus.ac.id13
keluarga maupun
orang lain dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar –standar rumah sakit
antara lain :
ruang tunggu yang nyaman dan tenang fasilitas yangmemadai misalnya televisi, kursi, air minum
dan sebagainya
4)Failitas umumyang lain
seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan minuman privasi dan kunjungan .Fasilitas ini
berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan
minumanyang disediakan dan privasi ruang privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-
orang yangberkunjung di rumah sakit.
5)Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat
Fasilitas ruang inap ini disediakan berdasarkanpermintaan pasien mengenai ruang rawat inap
yang dikehendaki.
6)Hasil treatment atau hasil perawatan yang
diterima oleh pasienyaitu perawatan yang berkaitan dengankesembuhan penyakit pasien baik,
kunjungan dokter atau perawat tingkat kepuasan antara individu
satu dengan individu lain berbeda .hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari faktor jabatan ,
umur, kedudukan,sosial, tingkat
ekonomi pendidikan, jenis kelami
n , sikap mental dan kepribadian
(Sugiarto,1999)Sedangkan menurut hinshaw dan Atwod (dalamHajinezhad : 2007)aspek – aspek
yang mempengaruhi kepuasan adalah
1)Tehnik pelayanan profrsional
2)Kepercaan
3)Pendidikan pasien

Kepuasan pelanggan adalah respon emosional terhadap pengalaman-pengalaman yang berkaitan


dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku dalam
berbelanja dan perilakupembeli. Westbrook dan Relly (dalamTjiptono : 2007).
Menurut Endang (dalam Mamik : 2010)kepuasan pasien adalah evaluasi atau penilaian setelah
memakai suatu pelayanan, bahwa pelayanan yang dipilih setidak-tidaknya memenuhi atau
melebihi harapan.
Sedangkan menurut (Pohan : 2007)kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja ayanan kesehatan yang didapatnya, setelah pasien membandingkan
dengan apa yang diharapkannya.

.
Selain itu, menurut Moison, Walter dan White (dalamNooria; 2008) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:
a.Karakteristik produk,
Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan
tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
b.Harga,
Semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
c.Pelayanan,
Meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit
dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien
maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
d.Lokasi
Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang
menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit
dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang
baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.
e.Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien,
misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman dan ruang kamar rawat inap.
f.Image,
yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawatterhadap lingkungan
g.Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit
ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.
h.Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi
pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan
sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung
rumah sakit tersebut.
i.Komunikasi,
bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh perawat

Penilaian pasien terhadap pelayanan perawat bersumber dari pengalaman


pasien. Aspek pengalaman pasien dapat diartikan sebagai suatu perlakuan atau tindakan dari
perawat yang sedang atau pernah dijalani, dirasakan dan ditanggung oleh seseorang yang
menggunakan pelayanan perawat. Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono; 2002), aspek-
aspek kepuasan pasien meliputi:
a.Keistimewaan,
yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara istimewa oleh perawat selama proses pelayanan.
b.Kesesuaian,
yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan perawat sesuai dengan keinginan pasien, selain itu
ada ketepatan waktu dan harga.
c.Keajegan dalam memberikan pelayanan,
artinya pelayanan yang diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain
pelayanan yang diberikan selalu konsisten.
d.Estetika,
estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian tata letak barang maupun keindahan
ruangan.
Selain itu menurut Krowinski (dalam Suryawati; 2004), terdapat dua aspek kepuasan pasien
yaitu:
a.Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik pofesi. Meliputi:
hubungan perawat dengan pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan menentukan pilihan,
pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas pelayanan dan keamanan tindakan.
b.Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Meliputi:
ketersediaan, kewajaran, kesinambungan, penerimaan, keterjangkauan, efisiensi, dan mutu
pelayanan kesehatan. Kemudian menurut Hinshaw dan Atwood (dalam Hajinezhad; 2007), aspek
kepuasan pasien yaitu:
a.Teknik pelayanan professional
b.Kepercayaan
c.Pendidikan pasien
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien adalah keistimewaan, kesesuaian, keajegan, dan estetika.

Kepatuhan
Istilah kepatuhan (compliance) menurut Pranoto (2007) adalah sikap suka,menurut perintah, taat
pada perintah. Secara sederhana kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka
menurut perintah, taat pada perintah atau aturan(Slamet,2007). Kepatuhan adalah perilaku sesuai
aturan dan berdisiplin. Kepatuhan dokter dan perawatadalah sejauh mana perilaku seorang
perawat atau dokter sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun
pihak rumah sakit (Niven & Neil, 2002).Kepatuhan terhadap kewaspadaan mengandung arti
bahwa seseorang tenagakesehatan memiliki kesadaran untuk:
(1) memahami dan menggunakan peraturan kesehatan yang berlaku;
(2) mempertahankan tertib terhadap pelayanan
kesehatan; dan
(3) menegakkan kepastian kewaspadaan standar.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan 15aturan kepatuhan yang berlaku
dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya:
(1) disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
(2) tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
(3) tidak menyinggung perasaan orang lain;
(4) menciptakan keselarasan;
(5) mencerminkan sikap sadar dan patuh;
(6) mencerminkan kepatuhan terhadap standar kesehatan
Perilaku patuh mencerminkan sikap patuh terhadap standar kewaspadaan yang harusditampilkan
dalam kehidupan sehari baik di lingkungan keluarga, masyarakat, terutama pada lingkungan
pelayanan kesehatan bangsa (Kemenkes RI, 2011).
Faktor yangMempengaruhi KepatuhanKewaspadaan Standar
Notoadmodjo(2003) merumuskan perilaku dipengaruhi
oleh dua faktor pokok
,
yakni
behavior causes
dan
non behavior
causes
. Kemudian perilaku
itu sendiri ditentukan oleh tiga
faktor yaitu
; (a) f
aktor predisposisi (
predisposing factor
)
meliputi pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai
-
nilai dan
lain
-
lain
; (b) f
aktor pendorong (
reforcing factor
) meliputi sikap
perilaku petugas kesehatan
; dan (
c) f
aktor pendukung (
enabling
factor
) meliputi lingkungan fisik yang tersedia atau tidaknya
fasilitas
-
fasilitas atau sarana kesehatan.
16
Analisa perilaku kesehatan yang bertitik
-
tolak pada
perilaku itu
merupakan
fungsi dari
; (a) a
da atau tidak adanya
informa
si tentang kesehatan (
acessebility of information
)
; (b)
n
iat seseorang untuk bertindak (
behavior intention
)
; (c)
d
ukungan sosial (
social support
)
; (d) o
tonom pribadi yang
bersangkutan dalam hal mengambil tindakan (
personal
autonomy
)
; dan s
ituasi yang memun
gkinkan untuk bertindak
atau tidak bertindak (
action situation
)
(
Notoadmodjo
,
2003)
.
Notoadmodjo (2003)
menyatakan bahwa p
erasaan dan
pemikiran
dapat diungkapkan
dalam bentuk sikap, pengetahuan,
kepercayaan, penilaian, persepsi seseorang terhadap obyek
yan
g
terdiri atas:
(1)
Sikap
,m
enggambarkan suka ataupun tidak suka
terhadap suatu obyek sikap sering diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain yang paling dekat
; (2)
Pengetahuan
,
d
iperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
;
(3)
Orang
penting sebagai referensi (
Personal reference
)
,
r
eferensi dari perilaku orang lain sebagai panutan atau yang
dianggap penting
; (4)
Kepercayaan (
Thoughts and feeling
)
,
s
eseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebi
h dahulu
; dan (5)
Culture
,
17
p
erilaku normal, nilai
-
nilai, kebiasaan, penggunaan sumber
-
sumber yang menghasilkan suatu pola hidup (
way of life
)
umumnya disebut kebudayaan. Pentingnya budaya organisasi
yang baik dalam mengimplementasikan kewaspadaan standar
m
emberikan dampak positif bagi para tenaga kesehatan yang
bekerja.
Menurut Kaur
et
al
(2008) kepatuhan dari petugas
kesehatan berhubungan dengan pengetahuan yang mereka
miliki.
Pengetahuan
inilah kemudian akan diturunkan dalam
bentuk sikap atau perilaku petugas kesehatan dalam menghadapi
pasien.
Kepatuhan
dalam kewaspadaan standar di sini
berhubungan erat dengan perilaku petugas kesehatan dalam
menghindari terjadinya infeksi saat berhadapan
dengan pasien.
Hal yang sama diungkapkan oleh
Bolaji
-
Osagie
et al
(2015)
bahwa kepatuhan akan kewaspadaan standar berhubungan erat
dengan seberapa banyak pengetahuan dan praktek yang telah
dilakukan oleh para petugas kesehatan. Seberapa banyak
petugas kes
ehatan memiliki pengetahuan akan kewaspadaan
standar, maka akan semakin patuh bagi petugas kesehatan untuk
menerapkannya. Begitu pula pendapat yang disampaikan oleh
18
Kale
et al
(2012) yang mengungkapkan bahwa kepatuhan dari
petugas kesehatan sangat tergantu
ng dari apa saja yang
diketahui oleh petugas kesehatan tentang arti penting penerapan
kewaspadaan standar dalam aktivitasnya.
2.
Kewaspadaan
Standar Pelayanan Kesehatan Gigi
a.
Istilah Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar, yaitu tindakan pengendalian
infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi
resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada
prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dar
i pasien maupun
petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Menurut WHO
dikutip
Nasronudin
(2007),
kewaspadaan
standar
merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh
The
Centers for Disease Control and Prevention
(
CDC
)
dan
T
he Occupational Safety and Health
Administration
(OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit
yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas
pelayanan kesehatan
(Kaplan, 2010)
.
19
Prinsip kewaspadaan standar (
Standard precaution
s
)
pelayanan kesehatan adalah menjaga
hygiene
i
ndividu,
hygiene
sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini
penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi viru
s
lewat darah seperti HIV dan H
B
V
tidak menunjukan gejala
fisik. Kewaspadaan standar diterapkan untuk melindungi
setiap orang (pasi
en dan petugas kesehatan) apakah
mereka
terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan standar berlaku untuk
darah, sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit
dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk
mengurangi risiko penularan mikroorganisme
yang berasal
dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui
(misalnya
,
pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik
be
kas pakai dan spuit) di dalam si
stem pelayanan
kesehatan.
Menurut
Nursalam (2007) menyebutkan bahwa
universal precaution
s
perlu diterapkan dengan tujuan
berikut ini:
Pertama
,
mengendalikan infeksi secara
konsisten
universal
precaution
s
merupakan
upaya
pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam
24
kebersihan tangan mereka dengan mencuci tangan.
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling
penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi
(WHO, 2009). Tujuan mencuci tangan adalah untuk
memb
uang kotoran dan organisme yang menempel dari
tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total
pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia
dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora
residen dan flora transien. Flora residen adalah
mikrorg
anisme yang secara konsisten dapat diisolasi
dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Flora transien yang flora
transit atau flora kontaminasi, yang jenisnya tergantung
dari l
ingkungan tempat bekerja.
Mikroorganisme ini
dengan mud
a
h dapat dihilangkan dari permukaan
dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun
atau detergen.
Hand hygiene
memiliki peran yang penting
dalam berhubungan dengan perawatan pasien (
James
e
t
al
.
,
1997
). Dalam
hand hygiene
terdapat langkah
-
25
langkah yang penting yang harus diperhatikan oleh
petugas kesehatan agar saat berinteraksi dengan pasien
segala sesuatunya dapat terjaga dan arena tangan
merupakan bagian tubuh yang sering berinteraksi
langsung de
ngan pasien maka menjaga kebersihan
tangan merupakan hal penting untuk dilakukan. Hal ini
sesuai dengan pendapat
Pronovost
(2015) yang bahwa
proses yang berlangsung dalam
health treatment
adalah
pencegahan terjadinya infeksi dan tangan merupakan
bagian tub
uh yang langsung melakukan kontak dengan
pasien, maka kebersihan tangan merupakan hal penting
yang tidak boleh dilewatkan.
Salah
satu cara yang
dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan
adalah dengan rutin melakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah m
elakukan kontak terhadap pasien.
Cuci tangan harus dilakukan dengan benar
sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan
wal
a
upun memakai sarung tangan atau alat pelindung
lain
untuk
menghilangkan
atau
mengurangi
mikrorganisme yang ada di tangan sehingga
penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan
26
terjaga dari infeksi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatanmendefinisikan; Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksudtenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan
atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam
menjalankan pelayanan kesehatan(Depkes RI, 1992).
Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari; (1) Tenaga medis
terdiri dari dokter dan dokter gigi; (2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan; (3)
Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker(Depkes RI, 1996).

Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk menyatakan kegiatan yang
terkait membersihkan tangan (WHO, 2009). Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang
dari mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden kejadian infeksi
nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan atau disinfeksi tangan
merupakan (Akyol, 2007). Salah satu cara terpenting dalam rangka pengontrolan infeksi agar
dapat mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan cara melaksanakan hand hygiene , baik
melakukan cuci tangan ataupun hand rubbing (Mani, dkk., 2010).

World Health Organization (WHO, 2009) memperkenalkan konsep five moments hand hygiene
sebagai evidence-based untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial yang harus
dilaksanakan sesuai dengan seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa memperhatikan apakah
petugas kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak. WHO telah mengembangkan moment
untuk kebersihan tangan yaitu Five Moments for Hand Hygiene, yang telah diidentifikasi sebagai
waktu kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan pasien,
sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien,
dan setelah kontak dengan lingkungan pasien (WHO, 2009)

WHO (2009) menetapkan indikasi five moments hand hygiene yang dimaksud meliputi:
1)Sebelum menyentuh pasien Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien
bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus
melawan infeksi dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Contoh tindakan dari
indikasi ini adalah:
a. Sebelum berjabat tangan dengan pasien.
b. Sebelum membantu pasien melakukan aktivitas pribadi: bergerak, mandi, makan.
c. Sebelum melakukan perawatan dan tindakan non-invasif lainnya: pemasangan masker
d. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa nadi, memeriksa tekanan
darah,ECG.
2)Sebelum melakukan prosedur bersih/ aseptik Hand hygiene yang dilakukan sebelum
melakukan prosedur bersih/ aseptik bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan
infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada di dalam tubuh pasien. Contoh tindakan
dari indikasi ini adalah:
aSebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata, pemeriksaan vagina atau rektal,
memeriksa mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa instrumen, memasukkan suppositori, dan
melakukan suction mukus.
b)Sebelum membalut luka dengan atau tanpa insrumen, pemberian salep pada kulit,
danmelakukan injeksi perkutan.
c)Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul, Nasogastric Tube (NGT), Endotracheal
Tube (ETT), periksa urin, kateter, dan drainase), melepas/ membuka selang peralatan medis
(untuk makan, pengobatan, pengaliran, penyedotan, dan pemantauan).
d)Sebelum mempersiapkan makanan, pengobatan, dan peralatan steril.
Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan
cairan tubuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari infeksi oleh kuman
berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di lingkungan perawatan pasien.
Contoh tindakan dari indikasi ini adalah:
a)Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang tidak utuh.
b)Setelah melakukan injeksi; setelah pemasangan dan pelepasan alat medis invasif (akses ke
pembuluh darah, kateter, selang, dan drainase); setelah melepas dan membuka selang yang
terpasang dalam tubuh.
c)Setelah melepaskan peralatan medis invasif.
d)Setelah melepas alat perlindungan (serbet, gaun, dan handuk pengering).
e)Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik, setelah membersihkan ekskresi
dan cairan tubuh lainnya, setelah membersihkan benda atau peralatan yang terkontaminasi (sprei
tempat tidur yang kotor, gigi palsu, instrumen, dan urinal).
4)Setelah menyentuh pasien
Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas
kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien dan melindungi lingkungan perawatan pasien
dari penyebaran kuman. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah :
a)Setelah berjabat tangan.
b)Setelah membantu pasien melakukan aktivitas pribadi: bergerak, mandi, makan, dan
berpakaian.
c)Setelah melakukan perawatan dan tindakan non-invasif lainnya: pemasangan masker oksigen
dan melakukan masase.
d) Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa
nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam
ECG.
5)
Setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien
Hand hygiene
yang dilakukan setelah menyentuh peralatan di
sekitar pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari
kuman yang berada di tubuh pasien yang kemungkinan juga berada
di permukaan/ benda-benda di sekitar pasien dan untuk melindungi
lingkungan perawatan dari penyebaran kuman. Contoh tindakan dari
indikasi ini adalah:
a)
Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien: mengganti sprei
tempat tidur, memegang rel tempat tidur, dan membereskan
meja yang berada di sebelah tempat tidur pasien.
b)
Setelah melakukan aktivitas perawatan: mengatur kecepatan
perfusi, dan membenahi alarm monitor.
Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
20
c)
Setelah kontak dengan permukaan atau benda lainnya
(sebaiknya hindari aktivitas yang tidak diperlukan).

Enam Langkah Hand Hygiene


Prinsip dari 6 langkah hand hygiene
antara lain :
1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau
dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah sakit akan menyediakan
kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien secara merata.
2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.
3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
WHO (2009) menyatakan 6 langkah prosedur hand hygiene, yaitu:
1. Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.
2. Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya.
3. Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
4. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
5. Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
6. Gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
secara umum petugas kesehatan peduli terhadap pentingnya hand hygiene untuk pencegahan
infeksi, namun pemenuhan hand hygiene sesuai prosedur masih rendah. Akyol(2007) dalam
jurnalnya yang berjudul “Hand hygiene among Nurses in Turkey : Opinions and Practices”,
menuliskan bahwa kepatuhan petugas kesehatan masih endah, biasanya di bawah 50% untuk
melaksanakan hand hygiene sesuai aturan. Pernyataan yang sama juga terdapat dalam jurnal
Mani, dkk. (2010), yaitu pemenuhan hand hygiene masih di bawah 50% dari yang seharusnya
yaitu pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Karabay,dkk. (2008), dalam jurnal dengan judul “Compliance and Efficacy of Hand Rubbing
during In-Hospital Practice”mengungkapkan mengenai faktor rendahnya pelaksanaan hand
hygiene yaitu karena waktu yang terbatas, meningkatnya beban kerja, menurunnya jumlah
tenaga, keyakinan bahwa menggunakan sarung tangan sudah tidak membutuhkan hand hygiene
, jauh untuk mencapai bak cuci, ketidakpedulian dan tidak setuju perawat terhadap aturan.
Alasan yang hampir serupa seperti tidak terdapat fasilitas cuci tangan, iritasi dan kering pada
kulit, telah menggunakan sarung tangan, kurangnya motivasi, tidak memikirkan tentang
hand hygiene atau alasan terlalu sibuk, juga ditemukan pada jurnal Akyol (2007) yang berjudul “
Hand hygiene among nurses in Turkey : opinions and practices.”Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat menurut Lankford, et Al. (2009) meliputi
usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, ketersediaan fasilitas untuk mencuci
tangan, kondisi pasien dan kebijakan rumah sakit.

1. Usia
Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap
perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap
mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin
bertambah usia, maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu
prosedur akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Semakin cukup usia
seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak (Saragih dkk, 2010).
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan
rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi,
2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku perawat
dalam melakukan hand hygiene (Asmadi, 2010). Dengan demikian pendidikan yang tinggi
dari seorang perawat akan mempengaruhi perawat dalam memberikan teknik pelayanan
pelaksanaan hand hygiene yang optimal.
3. Masa Kerja
Masa kerja (lama kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang akan menentukan
pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat
prestasi semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik.
Hidayat (2009), menyatakan bahwa seseorang yang telah lama bekerja mempunyai
wawasan yang lebih luas dan mempunyai pengalaman lebih banyak dalam peranannya
pembentukan petugas perilaku kesehatan. Masa kerja yang berorientasi pada permasalahan
dasar dan berorientasi pada tugas dapat meningkatkan ketaatan dalam melakukan hand
hygiene. Dengan demikian masa kerja mempengaruhi tingkat seorang perawat dalam
pelaksanaan prosedur hand hygiene, dalam hal ini adalah sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien (Siagian, 2008)
4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa
pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesis dan
evaluasi. a)Tahu (know) Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c)Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d)Analisa (analysis) Analisa
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen
komponen tetapi
masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
e)Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian bagian di dalam keseluruhan yang baru. f)Evaluasi
(evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Berdasarkan uraian
tersebut di atas dapat disimpulkan faktor rendahnya pengetahuan perawat tentang
pelaksanaan hand hygiene diantaranya adalah karena ketidaktahuan perawat tentang
bagaimana mencegah terjadinya kontaminasi pada tangan, kurang
mengerti tentang teknik melakukan hand hygieneyang benar dan ketidaktahuan perawat
terhadap pentingnya program hand hygienesebagai sebuah langkah efektif untuk
mencegah HAIs.
5. Ketersediaan Fasilitas Untuk Mencuci tangan
Kurangnya ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan hand hygiene
perawat meliputi tidak tersedianya fasilitas wastafel serta jarak yang jauh untuk menuju
tempat cuci tangan. Damanik, dkk. (2010) menyatakan bahwa salah satu kendala dalam
ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan hand hygiene adalah sulitnya mengakses tempat cuci
tangan atau persediaan alat lainnya yang digunakan untuk melakukan hand hygiene.
Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan hand hygiene, bak
cuci tangan, sabun atau alkohol jell adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan
menjadi optimal sesuai standar.
6. Kebijakan Rumah Sakit
Salah satu langkah dari pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawat
adalah dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi secara periodik terhadap pelaksanaan
hand hygiene. Karena pelatihan dan sosialisasi dapat memberikan dampak yang positif
terhadap sikap perawat dalam melakukan hand hygiene. Hal ini sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa pelatihan merupakan melakukan perubahan perilaku afektif yang
meliputi perubahan sikap seseorang terhadap sesuatu. Disisi lain pelatihan dapat
memberikan informasi kepada perawat untuk membentuk sikap positif dan meningkatkan
keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sehingga dapat menjadi masukan bagi
pihak rumah sakit dalam menerapkan prosedur hand hygiene untuk mencegah terjadinya
HAIs dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan menurunkan resiko
kejadian HAIs serta pelaksanaan hand hygiene diharapkan dapat memperpendek hari
perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit (Lankford, et. Al. 2009)

Anda mungkin juga menyukai