Aryan Ade LBM 4 Tumbang
Aryan Ade LBM 4 Tumbang
STEP 1
- Growth faltering : arah garis pertumbuhan dibawah garis baku atau kurang dari yang
diharapkan
STEP 2
1. Bagaimana hubungan antara anak diberi sapihan mulai usia 2 bulan dengan keluhan
scenario?
2. Kapan seharusnya anak boleh diberikan makanan pendamping dan apa saja makanan
yang bolh diberikan?
3. Bagaimana hubungan anak diberikan susu formula dengan keluhan pada scenario
4. Apa interpretasi dari KMS anak tersebut?
5. Apa hubungan KEP dengan sering diare dan batuk pilek ?
6. Mengapa terjadi hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi pada anak tersebut?
7. Mengapa kedua kaki atau tungkai bengkak tetapi tubuh lain tampak kurus?
8. Apa hubungan tidak pernah makan daging, ikan dan telur terhadap keluhan?
9. Mengapa anak Nampak kurus, lemah dan napsu makan kurang dan hanya suka minum
air putih?
10. Apa saja komplikasi pemberian MP ASI yang terlalu dini?
11. Sebut dan jelaskan klasifikasi dari KEP?
12. Jelaskan cara penilian status gizi pada anak?
13. Bagaimana penatalaksanaan gizi buruk menurut fase nya?
14. Apa saja komplikasi apabila pemberian ASI terlalu lama?
15. Bagaimana pertumbuhan anak sehat?
16. Apa yang dimaksud dengan growth faltering
17. Bagaimana tahapan pemberian MP ASI
18. Apa yang dimaksud dengan gizi buruk?
Bagaimana klasifikasi gizi buruk
19. Bagaimana perbedaan klinisinya?
20. Bagaimana patofisiologi terhadap system organ?
21. Bagaimana penegakan diagnosis gizi buruk?
22. Bagaimana mencegah komplikasi kematian gizi buruk?
STEP 3
Banyak sekali pertanyaan dan kritik yang timbul mengenai pemberian MPASI di usia < 6 bl. Bahkan banyak dari
kita tidak pernah tahu mengapa WHO & IDAI mengeluarkan statement bahwa ASI eksklusif (ASI saja tanpa
tambahan apapun bahkan air putih sekalipun) diberikan pada 6 bl pertama kehidupan seorg anak. Kemudian setelah
umur 6 bulan anak baru mulai mendapatkan MPASI berupa bubur susu, nasi tim, buah, dsb.
Mengapa harus menunda memberikan MPASI pada anak sampai ia berumur 6 bl ?! Kalo jaman dulu (baca :
sebelum diberlakukan ASI eksklusif 6 bl) umur 4 bl aja dikasih makan bahkan ada yg umur 1 bl. Dan banyak yang
berpendapat gak ada masalah apa-apa tuh dg anaknya.
Satu hal yg perlu diketahui bersama bahwa jaman terus berubah. Demikian juga dengan ilmu & teknologi. Ilmu
medis juga terus berkembang dan berubah berdasarkan riset2 yg terus dilakukan oleh para peneliti. Sekitar lebih dari
5th yg lalu, MPASI disarankan diperkenalkan pada anak saat ia berusia 4 bl. Tetapi kemudian beberapa penelitian
tahun2 terakhir menghasilkan banyak hal sehingga MPASI sebaiknya diberikan >6bl.
1. Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit.
Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bl belum sempurna. Pemberian MPASI dini sama saja dg membuka
pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari
peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MPASI sebelum ia berumur 6 bl, lebih banyak
terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yg hanya mendapatkan ASI eksklusif.
Belum lagi penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.
2. Saat bayi berumur 6 bl keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MPASI.
Beberapa enzim pemecah protein spt asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase, dsb baru akan diproduksi
sempurna pada saat ia berumur 6 bl.
4. Menunda pemberian MPASI hingga 6 bl melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Proses pemecahan
sari2 makanan yg belum sempurna.
Pada beberapa kasus yg ekstrem ada juga yg perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASi terlalu dini. Dan banyak
sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru boleh diperkenalkan pada anak setelah ia berumur 6 bl.
Kalo begitu kenapa masih banyak orangtua yg telah memberikan MPASI ke anaknya sebelum berumur 6 bl ?
Banyak sekali alasan kenapa ortu memberikan MPASI < 6 bl. Umumnya banyak ibu yg beranggapan kalo anaknya
kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Meski gak ada relevansinya banyak yg beranggapan ini benar.
Kenapa ? Karena belum sempurna, sistem pencernaannya harus bekerja lebih keras utk mengolah & memecah
makanan. Kadang anak yg menangis terus dianggap sbg anak gak kenyang. Padahal menangis bukan semata2 tanda
ia lapar.
Belum lagi masih banyak anggapan di masyarakat kita spt ortu terdahulu bahwa anak saya gak papa tuh dikasih
makan pisang pas kita umur 2 bl. Malah sekrg jadi orang.
Alasan lainnya juga bisa jadi juga tekanan dari lingkungan dan gak ada dukungan spt alasan di atas. Dan gencarnya
promosi produsen makanan bayi yg belum mengindahkan ASI eksklusif 6 bl.
Sekali lagi tidak mungkin ada saran dari WHO & IDAI jika tidak dilakukan penelitian panjang. Lagipula tiap anak
itu beda. Bisa jadi gak jadi masalah utk kita tapi belum tentu utk yg lain.
Misalkan, ilustrasinya sama spt aturan cuci tangan sebelum makan. Ada anak yg dia tidak terbiasa cuci tangan
sebelum makan. Padahal ia baru bermain2 dengan tanah dsb. Tapi ia tidak apa2. Sedangkan satu waktu atau di anak
yg lain, begitu ia melakukan hal tsb ia langsung mengalami gangguan pencernaan karena kotoran yg masuk ke
makanan melalui tangannya. Demikian juga dengan pemberian MPASI pada anak terlalu dini. Banyak yang merasa
”anak saya gak masalah tuh saya kasih makan dari umur 3 bulan”. Sehingga hal tsb menjadi ”excuse” atau alasan
utk tidak mengikuti aturan yg berlaku. Padahal aturan tsb dibuat karena ada resiko sendiri. Lagipula penelitan ttg hal
ini terus berlanjut. Saat ini mungkin pengetahuan dan hasil riset yg ada masih terbatas dan ”kurang” bagi beberapa
kalangan. Tapi di kemudian hari kita tidak tahu. Ilmu terus berkembang.
Dan satu hal yg penting. Aturan agar menunda memberikan MPASi pada anak < 6 bulan bukan hanya berlaku utk
bayi yg mendapatkan ASI eksklusif. Tetapi juga bagi bayi yg tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed).
Semuanya akan kembali kepada ayah & ibu. Jika kita tahu ada resiko dibalik pemberian MPASI < 6 bl, maka
mengapa tidak kita menundanya. Apalagi banyak sekali penelitian & kasus yang mendukung hal tsb.
Apapun keputusan ibu & ayah, apakah mau memberikan MPASi < 6 bl ataupun > 6bl, alangkah baiknya
dipertimbangkan dg baik untung ruginya bagi anak, bukan bagi orang tuanya. Sehingga keputusan yg diambil adalah
yg terbaik utk sang anak.
Sumber :
Solid Food in Early Infancy increases risk of Eczema, from original source : Fergusson DM et al Early solid
feeding and recurrent childhood eczema: a 10-year longitudinal study Pediatrics 1990 Oct; 86:541-
546.[Medline abstract][Download citation]
Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak didasarkan pada
Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk memantau berat badan
anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk).
Pemantauan berat badan anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di sarana
pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk
kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), yang
dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang Badan
(BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median.
Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil
(persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak
dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”,
sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik
menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias
Abunaim,1990).
Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai
Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang
bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan
menggunakan rumus :
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para
pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan
berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kg TB=145 cm
Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS hanya
dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun
Sebenarnya untuk mendefinisikan operasional status gizi ini dapat dilakukan di klinik kesehatan swasta
maupun pemerintah yang menyediakan pengukuran status gizi, namun demikian yang perlu diketahui
masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari status gizi anak, selanjutnya ketika mengunjungi
klinik gizi hasilnya dapat segera diketahui termasuk upaya-upaya mempertahankan status gizi yang baik.
Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan
zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antroppometri ( Suharjo, 1996), dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB
1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi
sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan
benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)
2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran TB, kemudian
dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing,
dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.
a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB)
induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al,
dalam, Djuamadias, Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :
NIS NMBR
Skor Baku Rujukan
NSBR
1. Untuk BB/U
a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD
b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD
2. TB/U
a. Pendek Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Tinggi Bila SBB > +2 SD
3. BB/TB
a. Kurus Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Gemuk Bila SSB > +2 SD
Dan juga status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks antropomteri, (Depkes, 2004). Dan
dikategorikan seperti yang ditunjuukan pada tabel 3
Tabel 3 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart
Baku Antropometeri WHO-NCHS)
4. Kapan seharusnya anak boleh diberikan makanan pendamping dan apa saja makanan
yang boleh diberikan? Bagaimana tahapan pemberian MP ASI?
Waktu Penyapihan
Masa penyapihan selama umur 6 bulan sampai 2 tahun adalah masa berbahaya bagi
anak karena risiko tidak mendapat energi dan zat gizi cukup bila anak tidak mendapat
cukup makanan pendamping ASI, makanan keluarga, dan berhenti menyusui sebelum
umur 2 tahun misalnya karena ibunya hamil lagi, sering menderita diare bila makanan
pendamping ASI atau minuman terkontaminasi kuman, sering memasukkan benda-
benda kotor ke mulut sehingga menyebabkan diare atau cacingan, bertemu anak-
anak atau orang dewasa lain sebagai sumber infeksi yang dapat menularkan penyakit,
kehilangan kekebalan yang berasal dari ASI padahal belum mampu membentuk
kekebalan sendiri.
Keputusan penyapihan yang dilakukan oleh ibu biasanya dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kesibukan ibu yang bekerja, pengetahuan ibu, status kesehatan ibu dan
bayi, status gizi anak, anak dalam keadaan sakit, sedang tumbuh gigi, feeling saat
yang tepat untuk penyapihan Tetapi terkadang keputusan penyapihan dapat terjadi
kesulitan, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan anak menghadapi penyapihan,
dimana kemampuan anak menghadapi amat bervariasi, ada yang mudah dan ada
pula yang sulit. Untuk itu perlu suatu stategi dalam memutuskan penyapihan
diantaranya lakukan secara berlahan, hindari penyapihan di saat anak menyusu
digantikan ke benda lain seperti empeng, kemampuan anak menghadapi proses
penyapihan, pastikan sang anak mendapat perhatian eksklusif setiap hari serta batasi
kegiatan menyusui dengan penunjuk waktu, maka dapat disimpulkan bahwa jika
proses penyapihan dilakukan dengan baik, maka anak-anak akan tumbuh menjadi
anak yang cerdas, sehat, dan berakhlak baik karena sang ibu mendidiknya melalui
masa menyusu dan masa menyapih dengan penuh perhatian dari kedua orangtua
dan keluarga (Uci, 2007)..
4. Petunjuk penyapihan
Petujuk penyapihan dapat dilakukan dengan cara pada saat jam makan dapar
memberikan anak makanan padat terlebih dahulu kemudian susu formula, sehingga
anak makan selagi lapar dan minum sebagai pelepas rasa hausnya. Memulai
memperkenalkan makanan baru dengan cara memberikan satu atau 2 sendok teh
setiap makan. Tambahkan sedikit demi sedikit menjadi 3-5 sendok teh. Memberikan
makanan padat dari mangkuk atau piring, jangan mencampur sereal dengan ASI atau
susu formula dalam botol susu. Anak harus selalu diajarkan perbedaan apa yang
dimakan dan apa yang diminum. Perhatikan baik-baik isyarat sang anak, bila masih
lapar akan membuka mulut jika sudah kenyang akan mendorong atau membelakangi
makanan. Bersabarlah dengan anak anda pada saat memperkenalkan makanan
padat, kadang-kadang anak perlu waktu untuk membiasakan diri dengan makanan
atau cara makan yang baru.
ASI atau susu formula yang diperkaya zat besi berupa makanan diberikan sedikit tapi
sering, 4-6 kali perhari atau 30-32 gram perhari 3-5 kali perhari atau 30-32 grm
perhari. Sereal bayi yang diperkaya zat besi diberikan 2-5 sendok makan perhari),
dicampur ASI atau susu formula. Sereal bayi atau sereal panas lain (5-8 sendok makan
perhari) berupa potongan kecil roti bagel atau biskuit. Pemberian jus buah diberikan
2-8 gram perhari. Sayur berwarna kuning, orange dan hijau yang disaring atau
dihaluskan, ½-1 botol berukuran 10 cc atau ½ cangkir perhari. Buah segar dan matang
yang disaring atau dihaluskan, ½-1 botol berukuran 50 gram atau ½ cangkir perhari.
Semua buah segar, dikupas dan dibuang bijinya ½ cangkir perhari. Pilihlah buah yang
sesuai dengan balita yaitu tidak berbau merangsang. Pemberian protein berupa
Yoghurt polos (bisa dicampur dengan buah atau saus apel) pure daging 3-4 sendok
makan perhari. Daging tanpa lemak, ayam, ikan (disaring atau dalam potongan kecil
halus), kuning telur, yoghurt, keju lembut. Potongan kecil dan halus dari daging, ayam
atau ikan, telur, keju, mentega 4-5 sendok makan perhari
Dehidrasi : Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari
berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bl belum sempurna. Pemberian MPASI dini
sama saja dg membuka pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan
higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MPASI
sebelum ia berumur 6 bl, lebih banyak terserang diare. Karena diare
Disebabkan karena diare yang menyebabkan nutrient hilang , penurunan asupan
makanan.
Diare : akut,persisten
Akut : >3x sehari kurag dari 14 hari
Persisten: 14 hari
Diare dengan gizi buruk
Kadar air pada 0-6 bulan normalnya 0,7 L perhari didapatkan air dari ASI
6-12 bulan 0,8 L perhari dari ASI +Makanan tambahan
Karena bayi dikasih air putih saja maka air akan meningkat sehingga mengikat Natrium
yang nanti akan dikeluarkan oleh ginjal dehidrasi
- Adanya diare → menyebabkan kehilangan cairan, elektrolit dan basa dehidrasi → menyebabkan
syok
- Adanya diare → malabsorbsi / anoreksia / protein lossing / kehilangan nutrien lain → timbul gangguan
gizi. (Hipoglikemia)
Hipoglikemia proses metabolisme menurun anak kekurangan energi dan terjadi penurunan
produksi panan Hipotermi dan letargi
Sumber : IDAI
6. Mengapa kedua kaki atau tungkai bengkak tetapi tubuh lain tampak kurus?
KEP ALBUMIN MENURUN TEKANAN ONKOTIK MENURUN TEKANAN
HIDROSTATIK MENINGKAT EKSRAVASASI CAIRAN KE JARINGAN EDEMA
Didaerah tungkai berkaitan dengan gaya gravitasi
Sumber :
http://medicastore.com/artikel/247/Mengetahui_Status_Gizi_Balita_Anda.html
7. Mengapa anak Nampak kurus, lemah dan napsu makan kurang dan hanya minum air
putih?
Hipoglikemia proses metabolisme menurun anak kekurangan energi dan terjadi
penurunan produksi panan Hipotermi dan letargi
Sumber : IDAI
10. Apa hubungan tidak pernah makan daging, ikan dan telur terhadap keluhan?
Sedikitnya asupan protein KEP timbulnya berbagai macam manfes
11. Apa saja komplikasi pemberian MP ASI yang terlalu dini?
DAMPAK MEMBERIKAN MP-ASI TERLALU DINI
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut
- anemia
- diare.
b. Marasmus:
c. Marasmik-Kwashiorkor:
1. KEP ringan
Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk
penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi
sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan
status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.
2. KEP sedang
a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian makanan dengan
tambahan energi 20–50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau
kenaikan berat badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.
b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap
sampai dengan energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG)
dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberi vitamin
dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP
ringan atau sedang, rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.
Yang dimaksud dengan gizi buruk pada buku ini adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau
adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau < -3SD*), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus atau marasmik-kwashiorkor)
Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus kwashiorkor berbeda tetapi
tatalaksananya sama.
Catatan: isi buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB), Buku I dan II Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2003, 2005, 2006) tidak bertentangan dengan isi bab ini.
*) SD = skor Standard Deviasi atau Z-score. Berat badan menurut tinggi atau panjang badan (BB/TB-PB)
-2 SD menunjukkan bahwa anak berada pada batas terendah dari kisaran normal, dan < -3SD
menunjukkan sangat kurus (severe wasting). Nilai BB/TB atau BB/PB sebesar -3SD hampir sama dengan
70% BB/TB atau BB/PB rata-rata (median) anak. (Tentang cara menghitung dan tabel, lihat Lampiran 5).
Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak didasarkan pada
Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk memantau berat badan
anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk).
Pemantauan berat badan anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di sarana
pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk
kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), yang
dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang Badan
(BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median.
Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut
- anemia
- diare.
d. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare
e. Marasmik-Kwashiorkor:
1. KEP ringan
Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk
penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi
sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan
status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.
2. KEP sedang
b. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian makanan dengan
tambahan energi 20–50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau
kenaikan berat badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.
b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap
sampai dengan energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG)
dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberi vitamin
dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP
ringan atau sedang, rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis terdiri dari anamnesis
awal dan anamnesis lanjutan.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani):
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi
dengan menggunakan BB/TB-PB (lihat lampiran 5).
Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status dehidrasi pada
gizi buruk).
Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun.
Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Pembesaran hati dan ikterus
Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya suara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal splash)
Catatan:
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati
untuk menghindari robeknya kornea.
Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak sangat pucat.
Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan berdasarkan tanda bahaya dan tanda
penting (syok, letargis, dan muntah/diare/ dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan menjadi 5 kondisi
klinis dan diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang sesuai.
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi
buruk apabila:
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus
(visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,
lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema (lihat gambar).
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga
tidak terlihat sangat kurus.
Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang
berat.
Sumber : International Child Health
18. Bagaimana penatalaksanaan gizi buruk menurut fase nya?
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai tanda adanya
infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia ( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C).
Pemberian makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.
Pemantauan :
- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari
atau tumit setelah 2 jam.
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan glukosa
10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran menurun.
Pencegahan :
- Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada
dikoreksi.
- Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi buruk
menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di atas.
Pemantauan:
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai pemanas ukur
setiap 30 menit
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
- Raba suhu anak
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
- Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
- Sepanjang malam selalu beri makan
- Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
- Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).
LANGKAH KE-3: PENGOBATAN/PENCEGAHAN DEHIDRASI
Jangan menggunakan “jalur intravena / i.v.” untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari
beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan kegawatan).
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang kalium untuk
digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai pengganti, berikan larutan
garam/elektrolit khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition atau
penggantinya, lihat lampiran 6).
Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi buruk dengan
diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:
- Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara oral
atau lewat pipa nasogastrik.
- Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus
diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan
cairan melalui tinja dan muntah.
- Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah
yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak mulai kencing.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama,
kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
- denyut nadi
- pernafasan
- frekwensi kencing
- frekwensi diare/muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang,
perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada KEP
berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai.
Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya
infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan
kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan
nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk
pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretikum)
Berikan :
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada
makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan
K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara pembuatan larutan).
LANGKAH KE-5: PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI
Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak.
Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila ada
syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai
tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa usus dan
mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri
anaerobik dalam usus halus.
Atau
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit,
saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan Amoksisilin
secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin
50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.
Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai.
Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.
Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi,
kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan
dengan benar.
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena keadaan faali anak
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus
disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24).
Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase
stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan
makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik.
Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai masukan
makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50 g/minggu. Awal fase rehabilitasi
ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara
perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal
ke formula khusus lanjutan :
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula
khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48
jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi
dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya
pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi:
frekwensi nafas
frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam pemantauan
setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa dijumpai,
jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan
berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal
dapat memperburuk keadaan infeksinya.
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, < 6 bulan :
50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan
terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi.
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan:
- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak
sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
penderita dipulangkan.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- terapi bermain terstruktur.
Sarankan: