Anda di halaman 1dari 33

LBM 4

Anakku sangat kurus

STEP 1
- Growth faltering : arah garis pertumbuhan dibawah garis baku atau kurang dari yang
diharapkan

- BGM : bawah garis merah dari KMS


- Weaning food : makanan sapihan, pemberian makanan tambahan disamping nasi pada
4-6 bulan bayi dikenalkan bebrbagai makanan padat yang dilumatkan
- KMS : Kartu menuju sehat, kartu yang digunakan untuk menilai kecukupan gizi anak.
Yang membandingkan BB dan usia.

STEP 2
1. Bagaimana hubungan antara anak diberi sapihan mulai usia 2 bulan dengan keluhan
scenario?
2. Kapan seharusnya anak boleh diberikan makanan pendamping dan apa saja makanan
yang bolh diberikan?
3. Bagaimana hubungan anak diberikan susu formula dengan keluhan pada scenario
4. Apa interpretasi dari KMS anak tersebut?
5. Apa hubungan KEP dengan sering diare dan batuk pilek ?
6. Mengapa terjadi hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi pada anak tersebut?
7. Mengapa kedua kaki atau tungkai bengkak tetapi tubuh lain tampak kurus?
8. Apa hubungan tidak pernah makan daging, ikan dan telur terhadap keluhan?
9. Mengapa anak Nampak kurus, lemah dan napsu makan kurang dan hanya suka minum
air putih?
10. Apa saja komplikasi pemberian MP ASI yang terlalu dini?
11. Sebut dan jelaskan klasifikasi dari KEP?
12. Jelaskan cara penilian status gizi pada anak?
13. Bagaimana penatalaksanaan gizi buruk menurut fase nya?
14. Apa saja komplikasi apabila pemberian ASI terlalu lama?
15. Bagaimana pertumbuhan anak sehat?
16. Apa yang dimaksud dengan growth faltering
17. Bagaimana tahapan pemberian MP ASI
18. Apa yang dimaksud dengan gizi buruk?
Bagaimana klasifikasi gizi buruk
19. Bagaimana perbedaan klinisinya?
20. Bagaimana patofisiologi terhadap system organ?
21. Bagaimana penegakan diagnosis gizi buruk?
22. Bagaimana mencegah komplikasi kematian gizi buruk?

STEP 3

1. Bagaimana pertumbuhan anak sehat?


Sumber : Tumbuh Kembang Anak dr. Soetjiningsih, Sp Ak
2. Bagaimana hubungan antara anak diberi sapihan mulai usia 2 bulan dengan keluhan
scenario?

Resiko pemberian MPASI terlalu dini


(Dirangkum & ditulis bebas oleh Luluk Lely Soraya I, 26 March 2005)

Banyak sekali pertanyaan dan kritik yang timbul mengenai pemberian MPASI di usia < 6 bl. Bahkan banyak dari
kita tidak pernah tahu mengapa WHO & IDAI mengeluarkan statement bahwa ASI eksklusif (ASI saja tanpa
tambahan apapun bahkan air putih sekalipun) diberikan pada 6 bl pertama kehidupan seorg anak. Kemudian setelah
umur 6 bulan anak baru mulai mendapatkan MPASI berupa bubur susu, nasi tim, buah, dsb.

Alasan menunda pemberian MPASI

Mengapa harus menunda memberikan MPASI pada anak sampai ia berumur 6 bl ?! Kalo jaman dulu (baca :
sebelum diberlakukan ASI eksklusif 6 bl) umur 4 bl aja dikasih makan bahkan ada yg umur 1 bl. Dan banyak yang
berpendapat gak ada masalah apa-apa tuh dg anaknya.

Satu hal yg perlu diketahui bersama bahwa jaman terus berubah. Demikian juga dengan ilmu & teknologi. Ilmu
medis juga terus berkembang dan berubah berdasarkan riset2 yg terus dilakukan oleh para peneliti. Sekitar lebih dari
5th yg lalu, MPASI disarankan diperkenalkan pada anak saat ia berusia 4 bl. Tetapi kemudian beberapa penelitian
tahun2 terakhir menghasilkan banyak hal sehingga MPASI sebaiknya diberikan >6bl.

Mengapa umur 6 bl adalah saat terbaik anak mulai diberikan MPASI ?!

1. Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit.
Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bl belum sempurna. Pemberian MPASI dini sama saja dg membuka
pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari
peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MPASI sebelum ia berumur 6 bl, lebih banyak
terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yg hanya mendapatkan ASI eksklusif.
Belum lagi penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.

2. Saat bayi berumur 6 bl keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MPASI.

Beberapa enzim pemecah protein spt asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase, dsb baru akan diproduksi
sempurna pada saat ia berumur 6 bl.

3. Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan


Saat bayi berumur < 6 bl, sel2 di sekitar usus belum siap utk kandungan dari makanan. Sehingga makanan yg
masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.

4. Menunda pemberian MPASI hingga 6 bl melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Proses pemecahan
sari2 makanan yg belum sempurna.

Pada beberapa kasus yg ekstrem ada juga yg perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASi terlalu dini. Dan banyak
sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru boleh diperkenalkan pada anak setelah ia berumur 6 bl.

Masih banyak yg mengenalkan MPASI < 6 bl

Kalo begitu kenapa masih banyak orangtua yg telah memberikan MPASI ke anaknya sebelum berumur 6 bl ?
Banyak sekali alasan kenapa ortu memberikan MPASI < 6 bl. Umumnya banyak ibu yg beranggapan kalo anaknya
kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Meski gak ada relevansinya banyak yg beranggapan ini benar.
Kenapa ? Karena belum sempurna, sistem pencernaannya harus bekerja lebih keras utk mengolah & memecah
makanan. Kadang anak yg menangis terus dianggap sbg anak gak kenyang. Padahal menangis bukan semata2 tanda
ia lapar.

Belum lagi masih banyak anggapan di masyarakat kita spt ortu terdahulu bahwa anak saya gak papa tuh dikasih
makan pisang pas kita umur 2 bl. Malah sekrg jadi orang.

Alasan lainnya juga bisa jadi juga tekanan dari lingkungan dan gak ada dukungan spt alasan di atas. Dan gencarnya
promosi produsen makanan bayi yg belum mengindahkan ASI eksklusif 6 bl.

Aturan MPASI setelah 6 bulan : Karena < 6 bl mengandung resiko

Sekali lagi tidak mungkin ada saran dari WHO & IDAI jika tidak dilakukan penelitian panjang. Lagipula tiap anak
itu beda. Bisa jadi gak jadi masalah utk kita tapi belum tentu utk yg lain.
Misalkan, ilustrasinya sama spt aturan cuci tangan sebelum makan. Ada anak yg dia tidak terbiasa cuci tangan
sebelum makan. Padahal ia baru bermain2 dengan tanah dsb. Tapi ia tidak apa2. Sedangkan satu waktu atau di anak
yg lain, begitu ia melakukan hal tsb ia langsung mengalami gangguan pencernaan karena kotoran yg masuk ke
makanan melalui tangannya. Demikian juga dengan pemberian MPASI pada anak terlalu dini. Banyak yang merasa
”anak saya gak masalah tuh saya kasih makan dari umur 3 bulan”. Sehingga hal tsb menjadi ”excuse” atau alasan
utk tidak mengikuti aturan yg berlaku. Padahal aturan tsb dibuat karena ada resiko sendiri. Lagipula penelitan ttg hal
ini terus berlanjut. Saat ini mungkin pengetahuan dan hasil riset yg ada masih terbatas dan ”kurang” bagi beberapa
kalangan. Tapi di kemudian hari kita tidak tahu. Ilmu terus berkembang.

Dan satu hal yg penting. Aturan agar menunda memberikan MPASi pada anak < 6 bulan bukan hanya berlaku utk
bayi yg mendapatkan ASI eksklusif. Tetapi juga bagi bayi yg tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed).

Semuanya akan kembali kepada ayah & ibu. Jika kita tahu ada resiko dibalik pemberian MPASI < 6 bl, maka
mengapa tidak kita menundanya. Apalagi banyak sekali penelitian & kasus yang mendukung hal tsb.
Apapun keputusan ibu & ayah, apakah mau memberikan MPASi < 6 bl ataupun > 6bl, alangkah baiknya
dipertimbangkan dg baik untung ruginya bagi anak, bukan bagi orang tuanya. Sehingga keputusan yg diambil adalah
yg terbaik utk sang anak.

Sumber :

 Solid Food in Early Infancy increases risk of Eczema, from original source : Fergusson DM et al Early solid
feeding and recurrent childhood eczema: a 10-year longitudinal study Pediatrics 1990 Oct; 86:541-
546.[Medline abstract][Download citation]

3. Jelaskan cara penilian status gizi pada anak?

LAMPIRAN 5. MELAKUKAN PENILAIAN STATUS GIZI ANAK

Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak didasarkan pada
Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk memantau berat badan
anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk).
Pemantauan berat badan anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di sarana
pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk
kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), yang
dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.

Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang Badan
(BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).

Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median.
Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”

International Child Health


abel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku
Antropometeri WHO-NCHS
Indeks yang Batas
No Sebutan Status Gizi
dipakai Pengelompokan

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD Gizi baik

> +2 SD Gizi lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD Pendek

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD Kurus

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Sumber : Depkes RI 2004.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil
(persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak
dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”,
sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik
menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias
Abunaim,1990).

Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

Indeks yang digunakan


No Interpretasi
BB/U TB/U BB/TB

1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi


Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++

Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +

2 Normal Normal Normal Normal

Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang

Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang

3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal

Tinggi Rendah Tinggi Obese

Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai
Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang
bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan
menggunakan rumus :

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para
pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan
berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kg TB=145 cm
Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS hanya
dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun

Table weight (kg) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS


Age Standard Deviations
Yr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd
15 0 31.6 39.9 48.3 56.7 69.2 81.6 94.1
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table weight (kg) by stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHS


Stature Standard Deviations
cm -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd
145 0 24.8 28.8 32.8 36.9 43.0 49.2 55.4
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS


Stature Standard Deviations
Yr mth -3sd -2sd -1sd Median +1sd +2sd +3sd
15 0 144.8 152.9 160.9 169.0 177.1 185.1 193.2
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Jadi untuk indeks BB/U adalah


= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD
= status gizi pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD
= status gizi gemuk

Definisi Operasional Status Gizi

Sebenarnya untuk mendefinisikan operasional status gizi ini dapat dilakukan di klinik kesehatan swasta
maupun pemerintah yang menyediakan pengukuran status gizi, namun demikian yang perlu diketahui
masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari status gizi anak, selanjutnya ketika mengunjungi
klinik gizi hasilnya dapat segera diketahui termasuk upaya-upaya mempertahankan status gizi yang baik.
Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan
zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antroppometri ( Suharjo, 1996), dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks
BB/U, TB/U dan BB/TB

Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh :

1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi
sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan
benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)
2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran TB, kemudian
dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing,
dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.
a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB)
induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al,
dalam, Djuamadias, Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :
NIS  NMBR
Skor Baku Rujukan 
NSBR

Dimana : NIS : Nilai Induvidual Subjek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Hasil pengukuran dikategorikan sbb

1. Untuk BB/U
a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD
b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD
2. TB/U
a. Pendek Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Tinggi Bila SBB > +2 SD
3. BB/TB
a. Kurus Bila SSB < -2 SD
b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c. Gemuk Bila SSB > +2 SD
Dan juga status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks antropomteri, (Depkes, 2004). Dan
dikategorikan seperti yang ditunjuukan pada tabel 3

Tabel 3 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart
Baku Antropometeri WHO-NCHS)

Indeks yang digunakan


Interpretasi
BB/U TB/U BB/TB

Normal, dulu kurang gizi Rendah Rendah Normal

Sekarang kurang ++ Rendah Tinggi Rendah

Sekarang kurang + Rendah Normal Rendah

Normal Normal Normal Normal

Sekarang kurang Normal Tinggi Rendah

Sekarang lebih, dulu kurang Normal Rendah Tinggi

Tinggi, normal Tinggi Tinggi Normal

Obese Tinggi Rendah Tinggi

Sekarang lebih, belum obese Tinggi Normal Tinggi

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber: Depkes RI, 2004

4. Kapan seharusnya anak boleh diberikan makanan pendamping dan apa saja makanan
yang boleh diberikan? Bagaimana tahapan pemberian MP ASI?
Waktu Penyapihan
Masa penyapihan selama umur 6 bulan sampai 2 tahun adalah masa berbahaya bagi
anak karena risiko tidak mendapat energi dan zat gizi cukup bila anak tidak mendapat
cukup makanan pendamping ASI, makanan keluarga, dan berhenti menyusui sebelum
umur 2 tahun misalnya karena ibunya hamil lagi, sering menderita diare bila makanan
pendamping ASI atau minuman terkontaminasi kuman, sering memasukkan benda-
benda kotor ke mulut sehingga menyebabkan diare atau cacingan, bertemu anak-
anak atau orang dewasa lain sebagai sumber infeksi yang dapat menularkan penyakit,
kehilangan kekebalan yang berasal dari ASI padahal belum mampu membentuk
kekebalan sendiri.

Pemberian makanan sapihan sebaiknya berangsur-angsur mulai dari yang paling


lembut sampai yang lebih keras. Pemberian keaneka-ragaman bahan makanan,
tekstur, rasa, dan bentuk dari menunya, dimana semakin beragam bentuk tekstur,
dan rasa, semakin menguntungkan anak serta dapat menumbuhkan cita rasa anak
dari perkenalan makanan yang lebih beragam. Pada saat penyapihan yang terpenting
adalah pemberian ASI masih terus diberikan yang dapat diteruskan sampai umur
anak 2 tahun, selain anak diuntungkan oleh pemberian susu terbaiknya, sekaligus
sebagai salah satu cara ikut Keluarga Berencana, karena selama masih tetap
menyusui bayi, sel telur tidak gampang terbentuk (Samsudin.1999).

Keputusan penyapihan yang dilakukan oleh ibu biasanya dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kesibukan ibu yang bekerja, pengetahuan ibu, status kesehatan ibu dan
bayi, status gizi anak, anak dalam keadaan sakit, sedang tumbuh gigi, feeling saat
yang tepat untuk penyapihan Tetapi terkadang keputusan penyapihan dapat terjadi
kesulitan, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan anak menghadapi penyapihan,
dimana kemampuan anak menghadapi amat bervariasi, ada yang mudah dan ada
pula yang sulit. Untuk itu perlu suatu stategi dalam memutuskan penyapihan
diantaranya lakukan secara berlahan, hindari penyapihan di saat anak menyusu
digantikan ke benda lain seperti empeng, kemampuan anak menghadapi proses
penyapihan, pastikan sang anak mendapat perhatian eksklusif setiap hari serta batasi
kegiatan menyusui dengan penunjuk waktu, maka dapat disimpulkan bahwa jika
proses penyapihan dilakukan dengan baik, maka anak-anak akan tumbuh menjadi
anak yang cerdas, sehat, dan berakhlak baik karena sang ibu mendidiknya melalui
masa menyusu dan masa menyapih dengan penuh perhatian dari kedua orangtua
dan keluarga (Uci, 2007)..

4. Petunjuk penyapihan
Petujuk penyapihan dapat dilakukan dengan cara pada saat jam makan dapar
memberikan anak makanan padat terlebih dahulu kemudian susu formula, sehingga
anak makan selagi lapar dan minum sebagai pelepas rasa hausnya. Memulai
memperkenalkan makanan baru dengan cara memberikan satu atau 2 sendok teh
setiap makan. Tambahkan sedikit demi sedikit menjadi 3-5 sendok teh. Memberikan
makanan padat dari mangkuk atau piring, jangan mencampur sereal dengan ASI atau
susu formula dalam botol susu. Anak harus selalu diajarkan perbedaan apa yang
dimakan dan apa yang diminum. Perhatikan baik-baik isyarat sang anak, bila masih
lapar akan membuka mulut jika sudah kenyang akan mendorong atau membelakangi
makanan. Bersabarlah dengan anak anda pada saat memperkenalkan makanan
padat, kadang-kadang anak perlu waktu untuk membiasakan diri dengan makanan
atau cara makan yang baru.

5. Panduan pemberian makanan untuk penyapihan dalam tahun


pertama khususnya anak umur 6-12 bulan

ASI atau susu formula yang diperkaya zat besi berupa makanan diberikan sedikit tapi
sering, 4-6 kali perhari atau 30-32 gram perhari 3-5 kali perhari atau 30-32 grm
perhari. Sereal bayi yang diperkaya zat besi diberikan 2-5 sendok makan perhari),
dicampur ASI atau susu formula. Sereal bayi atau sereal panas lain (5-8 sendok makan
perhari) berupa potongan kecil roti bagel atau biskuit. Pemberian jus buah diberikan
2-8 gram perhari. Sayur berwarna kuning, orange dan hijau yang disaring atau
dihaluskan, ½-1 botol berukuran 10 cc atau ½ cangkir perhari. Buah segar dan matang
yang disaring atau dihaluskan, ½-1 botol berukuran 50 gram atau ½ cangkir perhari.
Semua buah segar, dikupas dan dibuang bijinya ½ cangkir perhari. Pilihlah buah yang
sesuai dengan balita yaitu tidak berbau merangsang. Pemberian protein berupa
Yoghurt polos (bisa dicampur dengan buah atau saus apel) pure daging 3-4 sendok
makan perhari. Daging tanpa lemak, ayam, ikan (disaring atau dalam potongan kecil
halus), kuning telur, yoghurt, keju lembut. Potongan kecil dan halus dari daging, ayam
atau ikan, telur, keju, mentega 4-5 sendok makan perhari

5. Mengapa terjadi hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi pada anak tersebut?

Dehidrasi : Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari
berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bl belum sempurna. Pemberian MPASI dini
sama saja dg membuka pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan
higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MPASI
sebelum ia berumur 6 bl, lebih banyak terserang diare. Karena diare
Disebabkan karena diare yang menyebabkan nutrient hilang , penurunan asupan
makanan.
Diare : akut,persisten
Akut : >3x sehari kurag dari 14 hari
Persisten: 14 hari
Diare dengan gizi buruk
Kadar air pada 0-6 bulan normalnya 0,7 L perhari didapatkan air dari ASI
6-12 bulan 0,8 L perhari dari ASI +Makanan tambahan
Karena bayi dikasih air putih saja maka air akan meningkat sehingga mengikat Natrium
yang nanti akan dikeluarkan oleh ginjal  dehidrasi
- Adanya diare → menyebabkan kehilangan cairan, elektrolit dan basa  dehidrasi → menyebabkan
syok

- gangguan defisit elektrolit→ gangguan keseimbangan elektrolit → iso, hiper,/ hipotonik

- Adanya diare → malabsorbsi / anoreksia / protein lossing / kehilangan nutrien lain → timbul gangguan
gizi. (Hipoglikemia)

Hipoglikemia  proses metabolisme menurun  anak kekurangan energi dan terjadi penurunan
produksi panan  Hipotermi dan letargi

Sumber : IDAI

6. Mengapa kedua kaki atau tungkai bengkak tetapi tubuh lain tampak kurus?
KEP  ALBUMIN MENURUN  TEKANAN ONKOTIK MENURUN TEKANAN
HIDROSTATIK MENINGKAT  EKSRAVASASI CAIRAN KE JARINGAN  EDEMA
Didaerah tungkai  berkaitan dengan gaya gravitasi
Sumber :
http://medicastore.com/artikel/247/Mengetahui_Status_Gizi_Balita_Anda.html
7. Mengapa anak Nampak kurus, lemah dan napsu makan kurang dan hanya minum air
putih?
Hipoglikemia  proses metabolisme menurun  anak kekurangan energi dan terjadi
penurunan produksi panan  Hipotermi dan letargi

Sumber : IDAI

8. Apa interpretasi dari KMS anak tersebut?


Bawah garis merah : KEP sedang

9. Apa hubungan KEP dengan sering diare dan batuk pilek ?


Kekurangan energy dan protein  system imun berkurang  mudah sakit ( batuk pilek)

10. Apa hubungan tidak pernah makan daging, ikan dan telur terhadap keluhan?
Sedikitnya asupan protein  KEP  timbulnya berbagai macam manfes
11. Apa saja komplikasi pemberian MP ASI yang terlalu dini?
DAMPAK MEMBERIKAN MP-ASI TERLALU DINI

a. Risiko jangka pendek


Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan
bayi, yang akan merupakan risiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI.
Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI
sehingga menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.
Resiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena
mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini memang membuat lambung penuh, tetapi memberi nutrient
lebih sedikit daripada ASI sehingga kebutuhan gigi/nutrisi anak tidak terpenuhi.
Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat.
Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak
Defluk atau kolik usus yaitu istilah yang digunakan bagi kerew
elan atau tangisan yang terus menerus bagi bayi yang dipercaya karena adanya kram di dalam usus.

Risiko jangka panjang


1.Obesitas
Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko utama dari pemberian makanan yang terlalu dini
pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah terjadi kelebihan berat badan ataupun
kebiasaan makan yang tidak sehat.
2.Hipertensi
Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml). Namun, masukan dari diet bayi
dapat meningkatkan drastis jika makanan telah dikenalkan. Konsekuensi dikemudian hari akan
menyebabkan kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya gangguan/hipertensi.
3.Arteriosklerosis
Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan diet yang mengandung tinggi energi dan kaya
akan kolesterol serta lemak jenuh, sebaliknya kandungan lemak tak jenuh yang rendah dapat
menyebabkan terjadinya arteriosklerosis dan penyakit jantung iskemik.
4.Alergi Makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap
makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi gangguan gastrointestinal, dermatologis, dan
gangguan pernapasan, dan sampai terjadi syok anafilaktik.(Cox, 2006)

12. Sebut dan jelaskan klasifikasi dari KEP?


a. Kwashiorkor

- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut
- anemia
- diare.

b. Marasmus:

- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit


- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare

c. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor


dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.

1. KEP ringan

Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk
penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi
sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan
status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.

2. KEP sedang
a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian makanan dengan
tambahan energi 20–50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau
kenaikan berat badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.

b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap
sampai dengan energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG)
dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberi vitamin
dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP
ringan atau sedang, rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.

3. KEP berat/Gizi buruk


Bilamana ditemukan anak dengan KEP berat/Gizi buruk harus dirawat inap, dilaksanakan
sesuai dengan pedoman

13. Apa yang dimaksud dengan growth faltering ?


Kegagalan Pertumbuhan atau growth faltering adalah suatu kondisi ketika bayi tidak tumbuh
pada tingkat yang diharapkan. Kegagalan pertumbuhan dapat mempengaruhi tinggi, berat
badan dan lingkar kepala dengan nilai yang lebih rendah dari yang diharapkan. Anak yang
mengalami kegagalan pertumbuhan memiliki tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala yang
kurang dari anak yang memiliki pertumbuhan yang normal
(www.smanutrition.co.uk).
14. Apa yang dimaksud dengan gizi buruk?

Yang dimaksud dengan gizi buruk pada buku ini adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau
adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau < -3SD*), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus atau marasmik-kwashiorkor)

Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus kwashiorkor berbeda tetapi
tatalaksananya sama.

Catatan: isi buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB), Buku I dan II Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2003, 2005, 2006) tidak bertentangan dengan isi bab ini.

*) SD = skor Standard Deviasi atau Z-score. Berat badan menurut tinggi atau panjang badan (BB/TB-PB)
-2 SD menunjukkan bahwa anak berada pada batas terendah dari kisaran normal, dan < -3SD
menunjukkan sangat kurus (severe wasting). Nilai BB/TB atau BB/PB sebesar -3SD hampir sama dengan
70% BB/TB atau BB/PB rata-rata (median) anak. (Tentang cara menghitung dan tabel, lihat Lampiran 5).

LAMPIRAN 5. MELAKUKAN PENILAIAN STATUS GIZI ANAK

Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak didasarkan pada
Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U dilakukan untuk memantau berat badan
anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk).
Pemantauan berat badan anak dapat dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di sarana
pelayanan kesehatan (misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk
kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), yang
dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.

Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang Badan
(BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).

Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median.
Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”

15. Bagaimana klasifikasi gizi buruk dan Bagaimana perbedaan klinisinya?


a. Kwashiorkor

- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut
- anemia
- diare.

d. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare

e. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor


dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.

1. KEP ringan

Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk
penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi
sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan
status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.

2. KEP sedang

b. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian makanan dengan
tambahan energi 20–50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau
kenaikan berat badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.

b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap
sampai dengan energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG)
dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberi vitamin
dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP
ringan atau sedang, rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.

3. KEP berat/Gizi buruk


Bilamana ditemukan anak dengan KEP berat/Gizi buruk harus dirawat inap, dilaksanakan
sesuai dengan pedoman

16. Bagaimana patofisiologi terhadap system organ?

17. Bagaimana penegakan diagnosis gizi buruk?

Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis terdiri dari anamnesis
awal dan anamnesis lanjutan.

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul


 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
 Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta
harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah
kedaruratan ditangani):

 Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit


 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Berat badan lahir
 Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
 Riwayat imunisasi
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan fisis

 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi
dengan menggunakan BB/TB-PB (lihat lampiran 5).
 Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status dehidrasi pada
gizi buruk).
 Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun.
 Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
 Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
 Sangat pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya suara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal splash)

 Tanda defisiensi vitamin A pada mata:


o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk jamur).
 Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
 Tanda dan gejala infeksi HIV (lihat bab 8).

Catatan:

 Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati
untuk menghindari robeknya kornea.
 Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak sangat pucat.
 Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan berdasarkan tanda bahaya dan tanda
penting (syok, letargis, dan muntah/diare/ dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan menjadi 5 kondisi
klinis dan diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang sesuai.
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi
buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-
kwashiorkor: BB/TB <-3SD

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus
(visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu,
lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema (lihat gambar).

Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga
tidak terlihat sangat kurus.
Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang
berat.
Sumber : International Child Health
18. Bagaimana penatalaksanaan gizi buruk menurut fase nya?

SEPULUH LANGKAH UTAMA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK


LANGKAH KE-1: PENGOBATAN/PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai tanda adanya
infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia ( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C).
Pemberian makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.

Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:

1. 50 ml “bolus” (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10%


(1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian
dari jatah untuk 2 jam)
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5)
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6)

Pemantauan :

- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari
atau tumit setelah 2 jam.
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan glukosa
10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran menurun.

Pencegahan :

- Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada
dikoreksi.
- Selalu memberikan makanan sepanjang malam.

Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi buruk
menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di atas.

LANGKAH KE-2: PENGOBATAN/PENCEGAHAN HIPOTERMIA

Bila suhu ketiak <36C :


periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia
termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer
biasa, anggap anak menderita hipotermia.

Bila suhu dubur <36C :


- Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti
(metoda kanguru).
- Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

Pemantauan:
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai pemanas ukur
setiap 30 menit
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
- Raba suhu anak
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan:
- Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
- Sepanjang malam selalu beri makan
- Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
- Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).
LANGKAH KE-3: PENGOBATAN/PENCEGAHAN DEHIDRASI

Jangan menggunakan “jalur intravena / i.v.” untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari
beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan kegawatan).
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang kalium untuk
digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai pengganti, berikan larutan
garam/elektrolit khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition atau
penggantinya, lihat lampiran 6).
Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi buruk dengan
diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:

- Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara oral
atau lewat pipa nasogastrik.

- Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus
diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan
cairan melalui tinja dan muntah.

- Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah
yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.

- Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).

Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak mulai kencing.

Pemantauan

Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama,
kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:

- denyut nadi
- pernafasan
- frekwensi kencing
- frekwensi diare/muntah.

Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang,
perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada KEP
berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai.
Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya
infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan
kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan
nilai kembali setelah 1 jam.

Pencegahan:

- Bila diare encer berlanjut:


- Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
- Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali buang air
besar cair
- Bila masih mendapat ASI, teruskan.

LANGKAH KE-4: KOREKSI GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT

Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk
pemulihan.

Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretikum)
Berikan :

- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)


- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada
makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan
K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara pembuatan larutan).
LANGKAH KE-5: PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak.
Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila ada
syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.

Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai
tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa usus dan
mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri
anaerobik dalam usus halus.

Pilihan antibiotik spektrum luas:


Bila tanpa komplikasi:
Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan
< 4 Kg)

Atau
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit,
saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan Amoksisilin
secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin
50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.

Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.

Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai.
Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.

Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi,
kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan
dengan benar.

LANGKAH KE-6: MULAI PEMBERIAN MAKANAN

Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena keadaan faali anak
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.

Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :


Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.

Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus
disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24).
Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.

Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase
stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan
makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik.
Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.

Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya


- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada penderita
dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru
kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab
diare persisten.

LANGKAH KE-7: FASILITASI TUMBUH KEJAR

Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai masukan
makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan  50 g/minggu. Awal fase rehabilitasi
ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara
perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal
ke formula khusus lanjutan :

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula
khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48
jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi
dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya
pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi:

 frekwensi nafas
 frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam pemantauan
setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:

- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.


- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan protein
ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Pemantauan setelah periode transisi:

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :


- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu

Bila kenaikan BB:

- kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh :


cek apakah asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
- Baik ( 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan

LANGKAH KE-8: KOREKSI DEFISIENSI MIKRO NUTRIEN

Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa dijumpai,
jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan
berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal
dapat memperburuk keadaan infeksinya.

Berikan setiap hari:

- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, < 6 bulan :
50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan
terakhir. Bila ada tanda/gejala defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi.

LANGKAH KE-9: BERIKAN STIMULASI SENSORIK DAN DUKUNGAN EMOSIONAL

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan:

- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

LANGKAH KE-10: TINDAK LANJUT DI RUMAH

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak
sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
penderita dipulangkan.

Peragakan kepada orangtua :

- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- terapi bermain terstruktur.

Sarankan:

- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:


 bulan I : 1x/minggu
 bulan II : 1x/2 minggu
 bulan III : 1x/bulan.
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

19. Bagaimana mencegah komplikasi kematian gizi buruk?


Dengan penatalaksanaan yang baik

Anda mungkin juga menyukai