Adaptif
Mal Adaptif
2. Faktor presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.
5. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Bicara atau ketawa sendiri Mendengar suara atau
pendengaran Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Mengarahkan telinga kearah Mendengar suara yang
tertentu bercakap-cakap
Menutup telinga Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi Menujuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan,
penglihatan Ketakutan kepada sesuatu yang sinar bentuk geometris,
tidak jelas bentuk kartoon,
melihat hantu atau
monster
Halusinasi Menghidu Seperti Sedang Membaui bau-bauan
penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
Menutup hidung fases kadang-kadang bau
itu menyenangkan
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti
pengecap Muntah darah, urine atau fases
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Menyatakan ada serangga
perabaan kulit di permukaan kulit
Merasakan tersengat
listrik
6. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi
7. Gangguan sensori persepsi halusinasi
Tujuan Kriteria evaluasi Interval
Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
Mengenali pertemuan, pasien Bantu pasien mengenal
halusinasi dapat menyebutkan : halusinasi (isi, waktu
yang Isi waktu, terjadinya, frekuensi, situasi
dialaminya frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat
Mengontrol pencetus, perasaan terjadi halusinasi)
halusinasinya Mampu Latih mengontrol halusinasi
Mengikuti memperagakan dengan cara menghardik.
program cara dalam Tahapan tindakannya meliputi :
pengobatan mengontrol Jelaskan cara menghardik
halusinasi. halusinasi
Peragakan cara menghardik
Minta pasien
memperagakan ulang
Pantau penerapan cara ini,
beri penguatan perilaku
pasien
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1)
Menyebutkan Latih berbicara/bercakap
kegiatan yang dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
Memperagakan Masukkan dalam jadwal
cara bercakap- kegiatan pasien
cakap dengan
orang lain
Setelah …..x SP 3
pertemuan pasien Evaluasi kegiatan lalu
mampu : (SP2)
Menyebutkan Latih kegiatan agar
kegiatan yang halusinasin tidak muncul
sudah dilakukan Tahapannya :
Membuat jadwal Jelaskan pentingnya
kegiatan sehari- aktivitas yang teratur untuk
hari dan mampu mengatasi halusinasi
memperagakannya Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
Latih pasien melakukan
aktivitas
Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai aktivitas
yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai tidur
malam)
Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku yang ( + )
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : ( SP 1, 2, dan 3)
Menyebutkan Tanyakan program
kegiatan yang pengobatan
sudah dilakukan Jelaskan pentingnya
Menyebutkan penggunaan obat pada
manfaat dari gangguan jiwa
program Jelaskan akibat bila tidak
pengobatan digunakan sesuai program
Jelaskan akibat bila putus
obat
Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
Jelaskan pengobatan (5B)
Latih pasien minum obat
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
: pertemuan keluarga Identifikasi masalah
Merawat psien di mampu menjelaskan keluarga dalam merawat
rumah dan tentang halusinasi pasien
menjadi system Jelaskan tentang halusinasi
pendukung yang - Pengertian halusinasi
efektif untuk - Jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan ksehatan yang
bias dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
psien
Setelah…….x SP 2
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 1)
Menyelesaikan Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan RTL keluarga/jadwal
Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
Menyebutkan Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan RTL keluarga/jadwal
Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
Menyebutkan Evaluasi kemampuan pasien
kegiatan yang RTL keluarga
sudah dilakukan - Follow up
Melaksanakan - Rujukan
Follow up rujukan
B. PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM
a. Defenisi
o Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
o Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara
logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan control (Depkse RI, 2000).
o Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat,
1999).
b. Rentang respon
l. Diagnose keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
Adaptif
Maladaptif
3. Rentang respons
Kekerasan
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasan
PASIF ASERTIF AGRESIF
ISI Negatif dan Postif dan Menyombongkan
PEMBICARAAN merendahkan menawarkan diri, diri, merendahkan
diri, contohnya contohnya perkataan : orang lain,
perkataan : “saya dapat…..” “saya contohnya
“dapatkah saya?” akan …..” perkataan : “kamu
“dapatkah selalu””kamu tidak
kamu?” pernah…”
TEKANAN Cepat, lambat, Sedang Keras dan ngotot
SUARA mengeluh
POSISI BADAN Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
JARAK Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
acuh/mengabaika orang lain
n
PENAMPILAN Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenag menyerang
KONTAK MATA Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan
Sumber :Keliat (1999) dalam Fitria (2009)
4. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologic
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat membantu
mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasa.
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi,
danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut:
1. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin,
neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan
hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
3. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
4. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy
(epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
5. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
6. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang
konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku kekerasan
GPS : Halusinasi
Regimen terapeutik
inefektif
Harga diri rendah
kronis Isolasi sosial : menarik
diri
Setelah…..x SP 3
pertemuan keluarga Evaluasi SP 1 dan
mampu menyebutkan SP 2
kegiatan yang sudah Latih langsung ke
dilakukan dan mampu pasien
merawat serta dapat RTL
membuat RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga Evaluasi SP 1, 2,
mampu melaksanakan 3,
follow up dan rujukan Latih langsung ke
serta mampu pasien
menyebutkan RTL keluarga
kegiatan yang sudah - Follow up
dilakukan - Rujukan
E. HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang
lama (nanda, 2005)
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain (depkes RI, 2000)
Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan
(Townsend, 1998)
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)
2. Tanda dan gejala
Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan
harga diri rendah, fitria (2009) :
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimistis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap
lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
3. Proses terjadinya masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga
terjadi terjadi karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari
lingkunga tentang perilaku klien sebelumnya bahkan meungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu member respon negative
mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas
sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan penilaian individu terhadap diri sendiri karena
kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak member dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
4. Rentang respons
Isolasi sosial
Objektif :
Mengkriktik diri sendiri
Persaan tidak mampu pandangan hidup
pesimis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi
Berkurang selera makan
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
SP 3
Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan 2)
Memilih kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
Masukkan dalam jadwal
egiatan pasien
Keluarga mampu Setelah.…..x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga Identifikasi masalah yang
dengan HDR di mampu : dirasakan dalam merawat
rumah dan menjadi Mengidentifikasi pasien
system pendukung kemampuan yang Jelaskan proses terjadinya
yang efektif bagi dimiliki pasien HDR
pasien Menyediakan Jelaskan tentang cara
fasilitas untuk merawat pasien
pasien melakukan Main peran dalam
kegiatan merawat pasien HDR
Mendorong pasien Susun RTL
melakukan Keluarga/jadwal keluarga
kegiatan untuk merawat pasien
Memuji pasien saat SP 2
pasien dapat Evaluasi kemampuan SP1
melakukan Latih keluarga langsung
kegiatan ke pasien
Membantu melatih Menyusun RTL
pasien keluarga/jadwal keluarga
Membantu untuk merawat pasien
menyusun jadwal SP 3
kegiatan pasien Evaluai kemampuan
Membantu keluarga
perkembangan Evaluasi kemampuan
pasien pasien
RTL kleuarga
- Follow up
- Rujukan
F. DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (depkes 2000)
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (nurjannaj,
2004)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter
pery (2005)
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah,
2000).
2. Tanda dan gejala
Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi
Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, mengguanakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
Makan
Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan,
mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut,
melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman
BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor
yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami
harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun
BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka
kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial.
3. Pohon masalah
Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan
6. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
SP 3
Evaluasi kemampuan SP
2
Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
Evaluasi kemampuan
keluarga
Evaluasi kemapuan
pasien
Rencan tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan
G. RESIKO BUNUH DIRI
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. (fitria, 2009)
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang untuk mengakhiri kehidupannya
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan (stuart dan Sundeen, 1995)
2. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah p[erilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah. Tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
- Mempunyai ide untuk bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
- Implusif
- Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
- Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
- Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah, dan mengasingkan diri)
- Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang
depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
- Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
- Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
- Konflik interpersonal
- Latarbelakang keluarga
- Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
3. Rentang respons
Rentang respons protektif diri
7. Pohon masalah
Effect Bunuh diri