Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
(7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA)

OLEH :
RARASINTA LOTU
P07120421071

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2021/2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI

A. Defenisi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien


mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan.

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus


yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
stimulus/rangsangan dari luar.

B. Rentang respon

Adaptif Mal Adaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses
dengan  Ilusi emosi
pengalaman
 Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Perilaku cocok
 Perilaku yang terorganisasi
 Hubungan sosial
tidak biasa  Isolasi sosial
harmonis
 Menarik diri

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


C. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobilogi
c. Meurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu

D. Proses Terjadinya Halusinasi

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :

a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan.Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik.Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik
ringan.Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


E. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif


Halusinasi  Bicara atau ketawa  Mendengar suara atau
pendengaran sendiri kegaduhan
 Marah-marah tanpa  Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
 Mengarahkan telinga  Mendengar suara yang
kearah tertentu menyuruh melakukan
 Menutup telinga sesuatu yang berbahaya

Halusinasi  Menujuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar


penglihatan kearah tertentu bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan kepada kartoon, melihat hantu
sesuatu yang tidak jelas atau monster

Halusinasi  Menghidu Seperti Membaui bau-bauan seperti


penghidu Sedang Membaui bau- bau darah, urine, fases
bauan tertentu kadang-kadang bau itu
 Menutup hidung menyenangkan

Halusinasi  Sering meludah Merasakan rasa seperti


pengecap  Muntah darah, urine atau fases

Halusinasi  Menggaruk-garuk Menyatakan ada serangga di


perabaan permukaan kulit permukaan kulit
Merasakan tersengat listrik

F. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi

C. Gangguan sensori persepsi halusinasi

Tujuan Kriteria Interval


evaluasi
Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
 Mengenali pertemuan, pasien dapat  Bantu pasien
halusinasi yang menyebutkan : mengenal halusinasi
dialaminya  Isi waktu, frekuensi, (isi, waktu terjadinya,
 Mengontrol situasi pencetus, frekuensi, situasi
halusinasinya perasaan pencetus, perasaan
 Mengikuti  Mampu saat terjadi
program memperagakan cara halusinasi)
pengobatan dalam mengontrol  Latih mengontrol
halusinasi. halusinasi dengan
cara menghardik.
Tahapan tindakannya
meliputi :
 Jelaskan cara
menghardik
halusinasi
 Peragakan cara
menghardik
 Minta pasien
memperagakan ulang

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


 Pantau penerapan
cara ini, beri
penguatan perilaku
pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1)
 Menyebutkan  Latih
kegiatan yang sudah berbicara/bercakap
dilakukan dengan orang lain
 Memperagakan cara saat halusinasi
bercakap-cakap muncul
dengan orang lain  Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Setelah …..x pertemuan SP 3
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan lalu (SP2)
kegiatan yang sudah  Latih kegiatan agar
dilakukan halusinasin tidak
 Membuat jadwal muncul
kegiatan sehari-hari Tahapannya :
dan mampu  Jelaskan pentingnya
memperagakannya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien
melakukan aktivitas
 Susun jadwal
aktivitas sehari-hari
sesuai aktivitas yang
telah dilatih (dari
bangun pagi sampai

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


tidur malam)

Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perilaku yang ( + )
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu ( SP 1, 2,
 Menyebutkan dan 3)
kegiatan yang sudah  Tanyakan program
dilakukan pengobatan
 Menyebutkan  Jelaskan pentingnya
manfaat dari program penggunaan obat
pengobatan pada gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila
tidak digunakan
sesuai program
 Jelaskan akibat bila
putus obat
 Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan
(5B)
 Latih pasien minum
obat
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Keluarga mampu : Setelah ……x SP 1
Merawat psien di pertemuan keluarga  Identifikasi masalah
rumah dan menjadi mampu menjelaskan keluarga dalam
system pendukung tentang halusinasi merawat pasien
yang efektif untuk  Jelaskan tentang
pasien halusinasi
- Pengertian
halusinasi
- Jenis halusinasi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


yang dialami
pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat
pasien halusinasi (
cara
berkomunikasi,
pemberian obat,
dan pemberian
aktivitas kepada
pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan
ksehatan yang
bias dijangkau
- Bermain peran
cara merawat
- Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat
psien
Setelah…….x SP 2
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 1)
 Menyelesaikan  Latih keluarga
kegiatan yang sudah merawat pasien
dilakukan  RTL keluarga/jadwal
 Memperagakan cara keluarga untuk
merawat pasien merawat pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
 Menyebutkan  Latih keluarga
kegiatan yang sudah merawat pasien
dilakukan  RTL keluarga/jadwal
 Memperagakan cara keluarga untuk
merawat pasien serta merawat pasien
mampu membuat

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


RTL
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
 Menyebutkan  Evaluasi kemampuan
kegiatan yang sudah pasien
dilakukan  RTL keluarga
 Melaksanakan - Follow up
Follow up rujukan - Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERUBAHAN PROSES PIKIR
WAHAM

A. Defenisi

Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara


kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Abdul Muhith, 2015).

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,


tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control .

Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian


realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan
eksetrnal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999).

B. Rentang respon

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Gangguan isi


 Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Perubahan proses
dengan  Ilusi
emosi
pengalaman  Emosi berlebihan
 Perilaku tidak
 Perilaku yang
 Perilaku sesuai terorganisasi
tidak biasa
 Hubungan sosial  Menarik diri  Isolasi sosial

Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber Keliat,


1999.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


C. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham
adalah sebagai beriku :

1. Menolak makan
2. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3. Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
4. Gerakan tidak terkontrol
5. Mudah tersinggung
6. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
7. Menghindar dari orang lain
8. Mendominasi pembicaraan
9. Berbicara kasar
10. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan

D. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menakan perasaannya sehingga
pengamatan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap
kenyataan
4. Faktor biolgis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertical di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


5. Faktor genetik

E. Faktor presipitasi
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok
2. Faktor biokimia
Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

F. Jenis waham
1. Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus
atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“saya ini pejabat di kementrian kesehatan”
“saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..”
2. Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba putih
dan mengalungkan tasbih setiap hari”
“ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


3. Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh :
“saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya
kerna mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya”
4. Waham somatic
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu atau
terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Contoh :
“saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel
kenker pada tubuhnya)
5. Waham nihilistic
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”

a. Status mental
Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin terlihat
eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan
terhadap orang lain. Klien biasanya cerdik ketika dilakukan pemeriksaan
sehingga dapat memanipulasi data.Selain itu perasaan hatinya konsisten
dengan isi waham.

b. Sensori dan kognisi


Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham
spesifik terhadap orang, tempat, dan waktu.Daya ingat atau kognisi
lainnya biasanya akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh,
atau melakukan kekerasan pada orang lain.
Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan adanya
riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak.
Bias dikerenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung
terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila
berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian
mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan
timbul sebagai manifestasi ketidak mampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung terhadap
perilakunya dimungkinkan akan timbul risiko perilaku kekerasan pada
orang lain.

G. Pohon masalah

Effect Risiko perilaku kekerasan

Core problem Perobahan sensori waham

Causa Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis

H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


I. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan prose pikir : Subjektif :
waham  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah
orang yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
Objektif :
 Klien terlihat terus ngoceh tentang
kemampuan yang dimilikinya
 Pembicaraan klien cenderung berulang
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan

J. Diagnose keperawatan

Perubahan proses pikir : waham

K. Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ……..x SP 1
 Berorientasi kepada pertemuan, pasien  Identifikasi kebutuhan
realitas secara dapat memenuhi pasien
bertahap kebutuhannya  Bicara konteks realita
 Mampu (tidak mendukung
berinteraksi dengan atau membantah
orang lain dan waham pasien)
lingkungan  Latih pasien untuk
 Menggunakan obat memenuhi
dengan prinsip 6 kebutuhannya “dasar”
benar  Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah …….x SP 2

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


pertemuan, pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan
Menyebutkan kegiatan yang lalu (SP1)
yang sudah  Identifikasi
dilakukan potensi/kemampuan
Mampu menyebutkan yang dimiliki
serta memilih  Pilih dan latih
kemampuan yang potensi /kemampuan
dimiliki yang dimiliki
 Masukkan dalam
jadual kegiatan
pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
dapat menyebutkan yang lalu (SP1 2)
kegiatan yang sudah  Pilih kemampuan
dilakukan dan mampu yang dapat dilakukan
memilih kemampuan  Pilih dan latih
lain yang dimiliki potensi /kemampuan
lain yang dimiliki
 Masukkan dalam
jadual kegiatan
pasien
Keluarga mampu : Setelah …… x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
waham pasien mampu keluarga dalam
 Memfasilitas mengidentifikasi merawa pasien
pasien untuk masalah dan  Jelaskan proses
memenuhi menjelaskan cara terjadinya waham
kebutuhannya merawat pasien  Jelaskan tentang cara

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


 Mempertahankan merawat pasien
program waham
pengobatan pasien  Latih (stimulasi) cara
secara optimal merawat
 RTL keluarga/jadwal
merawat pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP1)
 Menyebutkan  Latih keluarga cara
kegiatan yang merawat pasien
sesuai dilakukan (langsung ke pasien)
 Mampu  RTL Keluarga
memperagakan cara
merawat pasien
Setelah……x SP 3
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu yang lalu (SP2)
mengidentifikasi  Evaluasi kemampuan
masalah dan mampu pasien
menjelaskan cara  RTL Keluarga
merawat pasien - Follow up
- Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian

kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguang interpersonal


yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan
perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial.(Teori and Roy 2019)

Menurut Balitbang, merupakan upaya menghindari suatu hubungan


komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.
Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup berbagi pengalaman.

Menurut Stuart dan Sundeen, kerusakan interaksi sosial adalah suatu


gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan
mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial.

Menurut Towsend, kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan


dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan
kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya
mengarah pada menarik diri.

Menurut Rawlins, menarik diri merupakan percobaan untuk


menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain.

B. Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di


antaranya perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar
dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.

C. Faktor Predisposisi
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.

Tahap perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan
jenis atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara
orang tua dan teman, mencari pasangan,
menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosial
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi
otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
D. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

E. Tanda dan gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
1. Kurang spontan
a. Apatis (acuh terhdap lingkungan)
b. Ekspresi wajah kurang berseri
c. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
d. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
e. Mengisolasi diri
f. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urine dan feses
i. Aktivitas menurun
j. Kurang energy (tenaga)
k. Rendah diri
l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila
dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi
dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka
akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan
resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang
tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi
aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan
untuk melakukan perawatan secara mandiri.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal
(koping individu tidak efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam
mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena
itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak
efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri
rendah.

F. Rentang respons

Adaptif Maladaptif

 Menyendiri  Merasa  Menarik diri


 Otonomi sendiri  Ketergantunga
 Bekerjasama  Depedensi  Manipulasi
 Interdependen  Curiga  Curiga

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi
sosial :
1. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap
yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menpaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respons maladaptif
a. Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari
norma sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah
perilaku yang termasuk respons maladaptif.
b. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
c. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya dirisehingga tergantung dengan orang lain.
d. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai
objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam
e. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.

G. Pohon masalah

Risti mencederai diri, orang lain dan


lingkungan

Defisit perawatan diri GPS : Halusinasi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Defisit perawatan diri
8. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan

I. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Isolasi sosial Subjektif :
 Klien mengatakan malas bergaul
 Klien mengatkan dirinya tidak ingin
dietmani perawat dan meminta untuk
sendirian
 Klien mengatakan tidak mau berbicara
dengan orang lain
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya didapat dari
keluarga yang mengetahui keterbatasan
klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau
teman dekat).

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


Objektif :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi
verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman
terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap
fetus atau janin (khususnya pada posisi
tidur).

J. Diagnose keperawatan
Isolasi sosial

K. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah …..x SP 1
 Menyadari pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab isolasi mampu : penyebab
sosial  Membina  Siapa yang satu
 Berinteraksi dengan hubungan saling rumah dengan
orang lain percaya pasien
 Menyadari  Siapa yang dekat
penyebab isolasi dengan pasien
sosial, keuntungan  Siapa yang tidak
dan kerugian dekat dengan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


berinteraksi dengan pasien
orang lain. Tanyakan keuntungan
 Melakukan dan kerugian
interaksi dengan berinteraksi dengan
orang lain secara orang lain
bertahap  Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan
berintraksi dengan
orang lain.
 Tanyakan apa yang
menyebabkan
pasien tidak ingin
berintraksi dengan
orang lain
 Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
bnaykan teman dan
bergaul akrab
dengan mereka
 Diskusikan
kerugian bila pasien
hanya mengurung
diri dan tidak
bergaul dengan
orang lain
 Jelaskan pengaruh
isolasi sosial
terhadap kesehatan
fisik pasien
Latih berkenalan
 Jelaskan kepada
klien cara
berinteraksi dengan
orang lain
 Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
 Berikan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


kesempatan pasien
mempraktekkan
cara berinteraksi
dengan orang lain
yang dilakukan
dihadapan perawat.
 Mulailah bantu
pasien berinteraksi
dengan satu orang
teman/anggota
keluarga
 Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan,
tingkatan jumlah
interaksi dengan 2,
3, 4 orang dan
seterusnya.
 Beri kemajuan
untuk setiap
interaksi yang telah
dilakukan oleh
pasien
 Siap mendegarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar
pasien tetap
semangat
meningkatkan
interaksinya.
 Masukkan jadwal
kegiatan pasien

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


SP 2
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
 Latih berhubungan
sosial secara
bertahap
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1dan
SP 2)
 Latih cara
berkenalan dengan
2 orang atau lebih
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien

Keluarga mampu Setelah ……x SP 1


merawat pasien pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
dengan isolasi sosial di mampu menjelaskan yang dihadapi
rumah tentang : dalam merawat
 Masalah isolasi pasein
sosial dan  Penjelasan isolasi
dampaknya pada sosial
pasien  Cara merawat
 Penyebab isolasi pasien isolasi sosial
sosial  Latih (stimulus)
 Sikap keluarga  RTL
untuk membantu Keluarga/jadwal
pasien mengatasi keluarga untuk
isolasi sosialnya merawat pasien
 Pengobatan yang SP 2
berkelanjutan dan  Evaluasi
mencegah putus kemampuan SP 1
obat  Latih (langsung ke
 Tempat rujukan pasien)
dan fasilitas  RTL

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


kesehatan yang Keluarga/jadwal
tersedia bagi keluarga untuk
pasien merawat pasien
SP 3
 Evaluasi
kemampuan SP 2
 Latih (langsung ke
pasien)
 RTL
Keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
 Evaluasi
kemampuan
keluarga
 Evaluasi
kemampuan pasien
 Rencana tindak
lanjut keluarga
- Follow up
- Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Nurwijayanti et al. 2019)

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain.
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-
barang.
Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara
verbal dan fisik.

B. Tanda dan gejala


1. Fisik
Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, ketus
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

C. Rentang respons

Respons Adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi Pasif Agresif


Kekerasan

Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control

Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan


agresif/kekerasan

PASIF ASERTIF AGRESIF


ISI Negatif dan Postif dan Menyombongka
PEMBICARAAN merendahkan menawarkan diri, n diri,
diri, contohnya merendahkan
contohnya perkataan : “saya orang lain,
perkataan :“d dapat…..” contohnya
apatkah “sayaakan …..” perkataan :
saya?” “kamu
“dapatkah selalu””kamu
kamu?” tidak pernah…”
TEKANAN Cepat, Sedang Keras dan
SUARA lambat, ngotot
mengeluh
POSISI BADAN Menundukka Tegap dan santai Kaku, condong
n kepala ke depan
JARAK Menjaga Mempertahankan Siap dengan
jarak dengan jarak yang jarak akan
sikap nyaman menyerang
acuh/mengab orang lain
aikan
PENAMPILAN Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
dapat tenag posisi
menyerang
KONTAK Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot
MATA sekali tidak kontak mata dan
sesuai dengan dipertahankan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


hubungan
D. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologic

2. Faktor sosial budaya

Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya


secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


kemungkinan terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan
ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.

Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima


perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa.

3. Faktor biologis

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian


stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi,
danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.

Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut:

a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis


mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin, neropineprin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan hormone
androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan GABA (6
dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi
penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.

E. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising
hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan
antara lain sebagai berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

F. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang
konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeks i, represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi
HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat,
tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis
dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


G. Pohon masalah

Perilaku kekerasan
                 GPS : Halusinasi

Regimen terapeutik
inefektif
Harga diri rendah
kronis
Isolasi sosial : menarik
diri

Koping keluarga tidak Berduka disfungsinoal


efektif

H. Masalah keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


I. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perilaku kekerasan Subjektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata
kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalhkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan


antara lain sebagai berikut :
1. Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol

J. Diagnose keperawatan
Perilaku kekerasan

K. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Asuhan Intervensi


Pasien mampu : Setelah …….x SP 1

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab dan tanda mampu : penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan  Menyebutkan gejala serta akibat
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan gejala, dan akibat  Latih cara fisik 1 :
yang pernah dilakukan perilaku kekerasan tarik nafas dalam
 Menyebutkan akibat  Masukkan dalam
dari perilaku jadwal harian pasien
kekerasan yang
Setelah ……..x SP 2
dilakukan
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan cara
mampu : yang lalau (SP1)
mengontrol perilaku
 Menyebutkan  Latih fisik 2 : pukul
kekerasan
kegiatan yang sudah kasur/bantal
 Mengontrol perilaku
dilakukan  Masukkan dalam
kekerasannya dengan
 Memperagakan cara jadwal harian pasien
cara :
fisik untuk
- Fisik
mengontrol perilaku
- Sosial/verbal
kekerasan
- Spiritual
Setelah……x SP3
- Terapi
pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan
- Psikofarmaka (obat
mampu : yang lalu (SP 1dan
 Menyebutkan 2)
kegiatan yang sudah  Latih secara
dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan cara  Menolak dengan
sosial/verbal untuk baik
mengontrol perilaku  Meminta dengan
kekerasan baik
 Mengungkapkan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ……x SP 4
pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1, 2,
 Menyebutkan dan 3)
kegiatan yang sudah  Latih secara
dilakukan spiritual
 Memperagakan cara  Berdoa
spiritual  Sholat
 Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
Setelah ….x SP 5
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1, 2,
 Menyebutkan 3 dan 4 )
kegiatan yang  Latih patuh obat :
sudah dilakukan  Minum obat secara
 Memperagakan prinsip 5 B
cara patuh obat  Susun jadwal
minum obat secara
teratur
 Masukkan dalam
jadwal hariam
pasien
Keluarga mampu : Setelah…….x SP 1
Merawat pasien di rumah pertemuan, keluarga  Identifikasi
mampu menkjelaskan masalah yang

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


penyebab, tanda dan dirasakan keluarga
gejala, akibat serta dalam merawat
mampu pasien
memperagakan cara  Jelaskan tentangg
merawat perilaku
kekerasan :
- Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
 Latih cara merawat
 RTL
keluarga/jadwal
untuk merawat
pasien
Setelah…..x SP 2
pertemuan keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang sudah  Latih (stimulus) 2
dilakukan dan mampu cara lain untuk
merawat serta dapat merawat pasien
membuat RTL  Latih Langsung ke
pasien
 RTL
keluarga/jadwal
untuk merawat
pasien
Setelah…..x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi SP 1 dan
mampu menyebutkan SP 2
kegiatan yang sudah  Latih langsung ke

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dilakukan dan mampu pasien
merawat serta dapat  RTL
membuat RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga  Evaluasi SP 1, 2,
mampu melaksanakan 3,
follow up dan rujukan  Latih langsung ke
serta mampu pasien
menyebutkan  RTL keluarga
kegiatan yang sudah - Follow up
dilakukan - Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama.
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain.(Therapy et al. 2019)
Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

B. Tanda dan gejala


Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan harga
diri rendah:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap
lawan bicara
9. Lebih banyak menunduk
10. Bicara lambat dengan nada suara lemah

C. Proses terjadinya masalah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari
harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi
terjadi karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari lingkunga

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


tentang perilaku klien sebelumnya bahkan meungkin kecenderungan
lingkungan yang selalu member respon negative mendorong individu menjadi
harga diri rendah.
Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas sehingga timbul
pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi
dan peran adalah kondisi diri rendah situasional, jika lingkungan tidak
member dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara
terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah
kronis.

D. Rentang respons

ResponAdaptif Respons Maladaptif

aktualisasi konsep diri Harga diri keracunan depersonalisasi


diri positif rendah identitas

Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor,


dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment. Depresi
adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna
patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasive
dan muncul bersama penyakit lain.
Tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilkau telah
dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu lama
dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah,
kontak mata kurang/tidak ada. Selalu mengatakan ketidak mampuan/
kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak
asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak
umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negtaif mengenai
dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien
harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara
dari krisis, missalnya pemakian obat-obatan, kerja keras, nonton TV
terus menerus.Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut
kelompok sosial, keagamaan dan politik.Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau konteks
popularitas.Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara,
seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka
panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu
cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang
berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
Identitas negative, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering
diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi,
mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga
dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis,
psikologis, sosial dan cultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang
dapat mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar
serotonim yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dan pada pasien depresi kecenderungan haga diri rendah kronis semakin
besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak
berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus
harga diri rendahh kronis adalah :
1. System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien
dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan
terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus
2. Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena
melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan
lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam
melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama
dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan
latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
3. Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur
arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk
mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan
harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka
arus informasi snesori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negative
yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien
4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang
dapat digunakan adalah :
1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat
wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan
menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


4. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio computer untuk
mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat
mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh
atau otak. Beberapa posedur menggunakan kontras gadolinium
untuk meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan
ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti :
1. Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami
penurunan
2. Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan
orientasi, mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan
memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan
depresi.
3. Serotonim, mengatur status mood, mengalami penurunan yang
mengakibatkan klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative
dan tidak berdaya
4. Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang
kurang energy, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan
diagnose medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan
adanya penurunan glutamate
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang
adapat diguanakan adalah :
1. PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran dari bahan
kimia radioktif yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran
darah untuk mengasilkan gambarandua atau tiga dimensi melalui
distribusi dari bahan kimia tersebut di dalam tubuh dan otak.pet
dapat memperlihatkan gambaran aliran darah,oxygen, metabolism
glukosa dan kosentrasi obat dalam jaringan otak. Yang

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut
tetang fisiologi dan neuro – kimiawi otak.
2. Transcranial magnetic stimulations (TMS)dikombinasikan dengan
MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari
otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan
dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan
perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat
berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan
peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang
tua,harapan orang tua yang tidak realitas,orang tua yang tidak percaya
pada anak,tekanan teman sebaya peran yang tidak susai dengan jenis
kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi
proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain
kemiskinan,tempat tinggal di daerah kumuh dan rawan kultur social
yang berubah missal ukuran keberhasilan individu.
Faktor cultural : tuntutan pada sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita
sudah harus menikah jika umur sudah mencapai dua puluhan,
perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga
diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi
dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain
ketengangan peran,koflik peran yang tidak jelas,peran
berlebihan,perkembngan transisi, situasi transisi peran dan trransisi
peran sehat – sakit.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


E. Faktor predisposisi

Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah penolakan


orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang
tidak realistis

F. Faktor Presipitasi
Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri
: harga diri rendah kronis in dapat terjadi secara situasional maupun kronik.

G. Pohon masalah

Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core problem Harga diri rendah kronis

Causa Koping individu tidak efektif

H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Harga diri rendah kronis
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


5. Risiko tinggi perlaku kekerasan

I. Data yang perlu dikaji

Masalah Data yang perlu dikaji


keperawatan
Harga diri rendah Subjektif :
kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk
beraktivitas atau bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas melakukan
perawatan diri (mandi, berhias, makan atau
toileting)

Objektif :
 Mengkriktik diri sendiri
 Persaan tidak mampu pandangan hidup pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

J. Diagnose keperawatan
Harga diri rendah kronis

K. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Criteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah….x pertemuan, SP 1
 Mengidentifikasi pasien mempu :  Identifikasi
kemampuan dan  Mengidentifikasi kemampuan positif
aspek positif yang kemampuan aspek yang dimiliki

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dimiliki postitf yang dimilik - Diskusikan
 Menilai kemampuan  Memiliki bahwa pasien
yang dapat kemampuan yang masih
digunakan dapat digunakan memiliki
 Menetapkan/  Memilih kegiatan sejumlah
memilih kegiatan sesuai kemampuan kemampuan
yang sesuai dengan  Melakukan kegiatan dan aspek
kemampuan yang sudah dipilih positif seperti
 Melatih kegiatan  Merencanakan kegiatan di
yang sudah dipilih, kegiatan yang sudah rumah adanya
sesuai kemampuan dilatih keluarga dan
 Merencanakan lingkungan
kegiatan yang sudah terdekat pasien
dilatihnya. - Beri pujian
yang realitas
dan hindarkan
setiap kali
bertemu
dengan pasien
penilaian yang
negative
 Nilai kemampuan
yang dapat
dilakukan saat ini
- Diskusikan
dengan pasien
kemampuan
yang masih
digunakan saat
ini
- Bantu pasien
menyebutkann
ya dan
memberi
penguatan
terhadap
kemampuan
diri yang
diungkapkan
pasien

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


- Perlihatkan
respon yang
kondusif dan
menjaadi
pendegar yang
aktif.
 Pilih kemampuan
yang akan dilatih
 Diskusikan dengan
pasien beberapa
aktivitas yang
dapat dilakukan
dan dipilih sebagai
kegiatan yang
akan pasien
lakukan sehari-hari
 Bantu pasien
menetapkan
aktivitas mana
yang dapat pasien
lakukan secara
mandiri
- Aktivitas yang
memerlukan
bantuan
minimal dari
keluarga
- Aktivitas apa
saja yang
perlu bantuan
penuh dari
keluarga atau
lingkungan
terdeekat
pasien
- Beri contoh
cara
pelaksanaan
aktifitas yang
dapat

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


dilakukan
pasien
- Susun bersama
pasien
aktivitas atau
kegiatan
sehari-hari
pasien
 Nilai kemampuan
pertama yang telah
dipilih
- Diskusikan
dengan pasien
untuk
menetapkan
urutan
kegiatan (yang
sudah dipilih
pasien) yang
akan
dilatihkan
- Bersama
pasien dan
keluarga
memperagaka
n beberapa
kegiatan yang
akan
dilakukan
pasien
- Beri dukungan
atau pujian
yang nyata
sesuai
kemajuan
yang
diperlihatkan
pasien
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


pasien
- Beri
kesempatan
pada pasien
untuk
mencoba
kegiatan
- Beri pujian
atas
aktifitas/kegiat
an yang dapat
dilakukan
pasien setiap
hari
- Tingkatkan
kegiatan
sesuai dengan
toleransi dan
perubahan
sikap
- Susun daftar
aktifitas yang
sudah
dilatihkan
bersama
pasien dan
keluarga
- Berikan
kesempatan
mengungkapk
an
perasaannya
setelah
pelaksanaan
kegiatan.
Yakinkan
bahwa
keluarga
mendukung
setiap aktifitas

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


yang
dilakukan pasi

Sp 2
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP1)
 Pilih kemampuan
kedua yang dapat
dilakukan
 Latih kemampuan
yang dipilh
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP
1dan 2)
 Memilih
kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
 Masukkan dalam
jadwal egiatan
pasien
Keluarga mampu Setelah.…..x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga  Identifikasi
dengan HDR di rumah mampu : masalah yang
dan menjadi system  Mengidentifikasi dirasakan dalam
pendukung yang kemampuan yang merawat pasien
efektif bagi pasien dimiliki pasien  Jelaskan proses
 Menyediakan terjadinya HDR
fasilitas untuk  Jelaskan tentang
pasien melakukan cara merawat
kegiatan pasien
 Mendorong pasien  Main peran dalam
melakukan kegiatan merawat pasien
 Memuji pasien saat HDR

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


pasien dapat  Susun RTL
melakukan kegiatan Keluarga/jadwal
 Membantu melatih keluarga untuk
pasien merawat pasien
 Membantu SP 2
menyusun jadwal  Evaluasi
kegiatan pasien kemampuan SP1
 Membantu  Latih keluarga
perkembangan langsung ke
pasien pasien
 Menyusun RTL
keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluai
kemampuan
keluarga
 Evaluasi
kemampuan
pasien
 RTL kleuarga
- Follow up
- Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri.
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.Poter pery.
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan dirinya.

B. Tanda dan gejala


1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau
menukar pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, mengguanakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi
makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan
aman
4. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah BAB/BAK dengan
tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor
yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami
harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun
BAB dan BAK.Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka
kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial.

C. Pohon masalah

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core problem defisit perawatn diri

Causa Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif

D. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risiko tinggi isloasi social

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


E. Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya
malas mandi karena airnya
dingin atau di RS tidak tersedia
alat mandi
 Klien mengatakan dirinya
malas berdandan
 Klien mengatakan inigin
disuapi makan
 Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK mupun BAB

Objektif :
 Ketidakmampuan
mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor,
gigi kotor, kulit berdaki, dan
berbau, serta kuku panjang dan
kotor
 Ketidakmampuan
berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan.
Pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai tidak
bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
 Ketidakmampuan makan secra
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak
pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK
secara mandiri ditandai
BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


diri dengan baik steleh
BAB/BAK.

F. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri

G. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Seteleh …..x SP 1
 Melakukan pertemuan, pasien  Identifikasi kebersihan
kebersihan diri dapat menjelaskan diri, berdandan, makan,
sendiri secara pentingnya : dan BAB/BAK
mandiri  Kebersihan diri  Jelaskan pentingnya
 Melakukan  Berdandan/berhias kebersihan diri
berhias/berdanda  Makan  Jelaskan alat dan cara
secara baik  BAB/BAK kebersihan diri
 Melakukan  Dan mampu  Masukkan dalam jadwal
makan dengan melakukan cara kegiatan pasien
baik merawat diri
 Melakukan SP 2
BAB/BAK  Evaluasi kegiatan yang
secara mandiri lalu (SP1)
 Jelaskan pentingnya
berdanda
 Latih cara berdandan
- Untuk pasien laki-
laki meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


- Untuk pasien
perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1 dan 2)
 Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
- Jelaskan cara
menyiapkan
makanan
- Jelaskan cara
merapikan perlatan
makan setelah makan
dan sesudah makan
- Praktek makan sesuai
tahapan makan yang
baik
 Latih kegiatan makan
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu (SP 1,
2, dan 3)
 Latih cara BAB dan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


BAK yang baik
 Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK
Setelah…….x SP 1
pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
mampu meneruskan keluarga dalam merawat
melatih pasien dan pasien dengan masalah
mendukung agar kebersihan diri,
kemampuan pasien berdandan, makan,
dalam perawatan BAB/BAK
dirinya meningkat  Jelaskan defisit
perawatan diri
 Jelaskan cara merawat
kbersihan diri,
berdandan, makan dan
BAB/BAK
 Bermain peran cara
merawat
 Rencana tindak lanjut
keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien,
kebersihan diri, dan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


berdandan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien

SP 3
 Evaluasi kemampuan SP
2
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemapuan
pasien
 Rencan tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RISIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang untuk mengakhiri kehidupannya
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan.

B. Tanda dan gejala


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah p[erilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
1. Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
2. Wawancara
3. Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah. Tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Implusif
e. Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


g. Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah, dan mengasingkan diri)
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang
depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
j. Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karier)
k. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
l. Konflik interpersonal
m. Latarbelakang keluarga
n. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

C. Rentang respons
Rentang respons protektif diri

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Peningkatan berisiko destruktif diri pencederaan


Bunuh diri
diri Destruktif tidak langsung diri

1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


2. Berisiko deskruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
segharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Deskruktif diri tidak langsung
Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya, karena apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

D. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi
penganiayaan.

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


2. Perilaku
Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (premisive).
4. Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan

E. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab yang
lain. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.

F. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping allternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme
koping.Ancaman bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya
terkahir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah.Bunuh

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada
diri seseorang.

G. Pohon masalah

Effect Bunuh diri

Core problem Risiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko bunuh diri
2. Bunuh diri
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis

I. Data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko bunuh diri Subjektif :
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh
diri sebelumnya dari keluarga
 Berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


 Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasaan saat kecil.

Objektif :
 Implusif
 Menujukkan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi),
psikosis, dan penyalahgunaan alcohol
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit
kronis, atau penyakit terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja,
kehilangan pekerjaan, atau kegagalan
dalam karier0
 Status perkawinan yang tidak haromins

J. Diagnose keperawatan
Risiko bunuh diri
K. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah……x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab dan tanda mampu : penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan  Menyebutkan gejala serta akibat
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan gejala, akibat  Latih secara fisik 1 :
yang pernah perilaku kekerasan tari nafas dalam
dilakukan  Memperagakan  Masukkan dalam
 Menyebutkan akibat cara fisik 1 untuk jadwal harian pasien
dari dari perilaku mengontrol
kekerasan yang perilaku kekerasan
dilakukan Setelah…….x SP 2
 Menyebutkan cara pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mengontrol perilaku mampu : yang lalu (SP1)
kekerasan  Menyebutkan  Latih cara fisik 2 :

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


 Mengontrol perilaku kegiatan yang pukul kasur /bantal
kekerasannya sudah dialkukan  Masukkan dalam
dengan cara :  Memperagakan jadwal harian pasien
- Fisik cara fisik untuk
- Sosial/verbal mengontrol
- Spiritual perilaku kekerasan
- Terapi Setelah …….x SP 3
- Psikofarmaka pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
(obat) mampu : yang lalu (SP 1dan
 Meneybutkan 2)
kegiatan yang  Latih secara
sudah dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan  Menolak dengan
cara sosial/verbal baik
untuk mengontrol  Meminta dengan
perilaku kekerasan. baik
 Mengungkapkan
dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU


DAFTAR PUSTAKA

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa : Teori Dan Aplikasi.


Yogyakarta : ANDI OFFSET
Zaini, Mad. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Dipelayanan
Klinis Dan Sosial. Yogyakarta : Deepublish
Chandra, I Wayan, Dkk. 2017. Psikologi Landasan Keilmuan Praktik
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : ANDI
Nurwijayanti, Andriyani Mustika, Muhammad Khabib, Burhanuddin Iqomh, and
Kecamatan Weleri. 2019. “Hubungan Antara Usia Dan Pendidikan Dengan
Perilaku Verbal Relationship Between Age And Education With Abuse
Verbal Behavior By Family.” 7(3): 337–42. diunduh pada tanggal 11
January 2020
Teori, D A N, and Adaptasi Roy. 2019. “Penerapan Assertiveness Training Dan
Terapi Kelompok Application Of Assertiveness Training And Supportive
Group Therapy Using Theory Of Stress Adaptation Stuart And Theory Of
Roy Adaptation Approach.” 7(3): 275–80. diunduh pada tanggal 11 January
2020
Therapy, Nursing, Toward The, Coping Of, and Famillies Of. 2019. “Terapi
Keperawatan Terhadap Koping Keluarga Pasien Nursing Therapy Toward
The Coping Of Famillies Of Schizophrenic.” 7(3): 253–56. diunduh pada
tanggal 11 January 2020

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

Anda mungkin juga menyukai