Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

Disusun Oleh:

WINDA MELATI PUSPITA ALVIANI

P1337420920110

PROFESI NERS V

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021
A. Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan


internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ). Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi :
mrasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, penghiduan.
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata ,
artinya klien menginterpretasikan sesuatu tanpa stimulus / rangsangan dari luar
(Direja, 2011).

B. Penyebab

Halusinasi disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi

a. Genetika

b. Neurobiology

c. Neurotransmitter

d. Abnormal perkembangan syaraf

e. Psikologis

2. Faktor Presipitasi

a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal

c. Adanya gejala pemicu

(Direja, 2011)
C. Manifestasi Klinik

Berikut ini manifestasi klinik dalam halusinasi adalah sebagai berikut :

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi pendengaran 1. Bicara/tertawa sendiri 1. Mendengar suara


2. Marah tanpa sebab /kegaduhan
3. Mengarahkan telinga kearah 2. Mendengar suara yang
tertentu mengajak bercakap-cakap
4. Menutup telinga 3. Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan 1. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan, sinar
2. Ketakutan kepada sesuatu yang bentuk geometris, bentuk
tidak jelas kartun, melihat hantu atau
monster

Halusinasi penghidu 1. Menghidu seperti sedang membau Membau bauan seperti bau
bau-bauan tertentu darah, urine, fases kadang-
2. Menutup hidung kadang bau itu menyenangkan

Halusinasi pengucap 1. Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,


2. Muntah urine/fases

Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk permukaan kulit Menyatakan ada serangga


diperukaan kulit, merasa
tersengat listrik

Sumber : Direja, 2011

D. Proses Terjadinya Halusinasi

Halusinasi berkembang melalui 4 fase , yaitu sebagai berikut :


1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami
stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak ,dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan ,cara ini hanya menlong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya , dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut juga fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan ,termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir
sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak
ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatkan tanda – tanda sistem syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya .
Perilaku klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda – tanda fisik beupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya .
termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam , memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut , tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik , potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang (Direja,
2011).

5. Penatalaksanaan

a. Psikofarmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-obatannya
seperti:

1) Golongan butirefenon: haloperidol, serenace, ludomer.

2) Golongan fenotiazine: chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile.

b. Terapi Somatis

Adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien walaupun yang
diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien.
Jenis terapi somatic seperti pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi.

c. Keperawatan

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi


bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan
beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya
meningkatkan kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan
tindakan keperawatan generalis dan spesialis (Iyus & Titin, 2016).

1) Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas


Kelompok Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar
asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi oleh,
maka tindakan keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan
psikomotor yang harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan halusinasi,
meliputi : 1) Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan
mengatakan stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi, 2) Cara
menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminya untuk
meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara bercakapcakap dengan
orang lain sebelum halusinasi muncul, 3) Melakukan aktititas untuk
membantu mengontrol halusinasi dan melawan kekhawatiran akibat
halusinasi seperti mendengarkan musik, membaca, menonton TV, rekreasi,
bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan ini dilakukan untuk
meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi.4) Patuh minum obat.
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien
skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu : 1) Sesi pertama mengenal
halusinasi, 2) Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik, 3)
Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas, 4) Sesi keempat mencegah
halusinasi dengan bercakap dan 5) Sesi kelima dengan patuh minum obat.

2) Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga

Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan


halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan
kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis individu,
keluarga dan kelompok yang diberikan juga melalui paket terapi Cognitive
Behavior Therapy (CBT). Tindakan keperawatan spesialis individu adalah
Cognitive Behavior Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy
(CBT) pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif
tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap
pengobatan.

3) Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)

Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk


mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.
Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi
keefektifan banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi
terapeutik itu sendiri merupakan komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan
komunikasi terapeutik membantu klien untuk menjelaskan dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan
untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang
diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
6. Pohon Masalah

Effect
Resiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori :


Core Problem
Halusinasi

Causa
Isolasi sosial

(Sumber: Iyus & Titin, 2016)

7. Asuhan Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1) Resiko perilaku kekerasan (D.0146)

Definisi : Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual


pada diri sendiri atau orang lain

Faktor Risiko: pemikiran waham/delusi, curiga pada orang lain, halusinasi,


berencana bunuh diri, disfungsi system keluarga, kerusakan kognitif,
disorientasi atau konfusi, kerusakan kontrol impuls, persepsi pada
lingkungan tidak akurat, alam perasaan depresi, riwayat kekerasan pada
hewan, kelainan neurologis, lingkungan tidak teratur, penganiayaan,
riwayat atau ancaman kekerasan, impulsive, ilusi.

2) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran (D.0085)

Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun


eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi.
Penyebab: gangguan penglihatan, pendengaran, pengiduan, perabaan,
hipoksia serebral, penyalahgunaan zat, usi lanjut, pemajanan toksin
lingkungan.

3) Isolasi sosial : menarik diri (D.0121)

Definisi: ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,


terbuka, dan interdependen dengan orang lain.

Penyebab: keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan menjalin


hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian minat dengan tahap
perkembangan, ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma, ketidaksesuaian
perilaku sosial dengan norma, perubahan penampilan fisik, perubahan
status mental, ketidakadekuatan sumber daya personal.

4) Harga Diri Rendah Situasional (D.0087)

Definisi: evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau


kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini.

Penyebab: perubahan pada citra tubuh, perubahan peran sosial,


ketidakadekuatan pemahaman, perilaku tidak konsisten dengan nilai,
kegagalan hidup berulang, riwayat kehilangan, riwayat penolakan, transisi
perkembangan.

5) Koping Tidak Efektif (D.0096)

Definisi: ketidakmampuan menilai dan merespon stressor dan atau


ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi
masalah.

Penyebab: ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah,


ketidakadekuatan system pendukung, ketidakadekuatan strategi koping,
ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan, ketidakcukupan persiapan
untuk menghadapi stressor, disfungsi system keluarga, krisis situasional,
krisis maturasional, kerentanan personalitas, ketidakpastian.
b. Intervensi Keperawatan

1) Resiko perilaku kekerasan (D.0146)

Luaran utama: Kontrol diri

Luaran tambahan: - Harga diri


- Orientasi kognitif
- Status orientasi
Intervensi utama: - Pencegahan perilaku kekerasan
- Promosi koping
2) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran (D.0085)

Luaran utama: Persepsi sensori

Luaran tambahan: - Fungsi sensori


- Orientasi kognitif
- Proses informasi
- Status neurologis
- Status orientasi
Intervensi utama : - Manajemen halusinasi
- Minimalisir rangsangan
- Pengekangan kimiawi

3) Isolasi sosial : menarik diri (D.0121)

Luaran utama: Keterlibatan sosial

Luaran tambahan; - Adaptasi disabilitas


- Citra tubuh
- Dukungan sosial
- Harga diri
- Interaksi sosial
- Resolusi berduka
- Status perkembangan
- Tingkat demensia
Intervensi utama: - Promosi sosialisasi
- Terapi aktivitas
4) Harga Diri Rendah Situasional (D.0087)

Luaran utama: Harga diri

Luaran tanbahan: - Citra tubuh


- Identitas seksual
- Kesadaran diri
- Ketahanan personal
- Mekanisme koping
- Penampilan peran
- Perilaku menurunkan berat badan
- Resolusi berduka
- Tingkat ansietas

Intervensi utama: - Manajemen perilaku


- Promosi harga diri
- Promosi koping
5) Koping Tidak Efektif (D.0096)

Luaran utama: Status koping

Luaran tambahan: - Dukungan sosial


- Harga diri
- Interaksi sosial
- Kesadaran diri
- Konservasi energy
- Penampilan peran
- Penerimaan
- Pola tidur
- Proses informasi
Intervensi utama: - Dukungan pengambilan keputusan

- Dukungan penampilan peran

- Promosi koping
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

Pertemuan Ke: 1

1. Kondisi Klien

- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas.
- Klien sering menyendiri dikamar dan sering tertawa tersenyum sendiri

2. Diagnosa Keperawatan

- Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

3. Tujuan Tindakan untuk pasien meliputi:

- Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya


- Pasien dapat mengontrol halusinasi
- Pasien mengikuti program pegobatan secara optimal

4. Strategi Pelaksanaan

SP 1 pasien : membantu pasien mengenali halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi.

a. Fase Orientasi

P : Selamat pagi bapak, saya … mahasiswa keperawatan poltekkes Semarang


yang akan merawat bapak pada pagi hari ini. Kalau boleh tahu nama bapak
siapa ya?

P : Bapak paling suka dipanggil dengan nama nur atau cahyo pak?

P : Bagaimana perasaan bapak hari ini pak?

P : Apa keluhan bapak saat ini”

P : Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama


ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya?
P : Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30
menit”

b. Fase Kerja

P : “Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan


suara itu?”

P : “Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling


sering dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

P : “Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

P : “Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?

P : “Bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”

P : “Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

P : “Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan!
Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

c. Fase Terminasi

P : “Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi?”

P : “Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut. bagaimana
kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien)”.
P : “Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Mau Jam berapa ? Bagaimana kalau dua
jam lagi?”

P : “Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya”

P : ”Baiklah, sampai jumpa.”

Pertemuan Ke: 2

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap


dengan orang lain

a. Fase Orientasi

P : “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini?

P : “Apakah suara-suaranya masih muncul ?”

P : “Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya


Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. “

P : “Mau di mana? Di sini saja?”

b. Fase Kerja

P : “Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan


bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
bapak. Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu,
ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latih terus ya bapak!”

c. Fase Terminasi
P : Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau
bapak mengalami halusinasi lagi.

P : Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam
berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi.

P : Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi?

P : Sampai besok ya. Selamat pagi

Pertemuan Ke: 3

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan


aktivitas terjadwal

a. Fase Orientasi

P : Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini?

P : Apakah suara-suaranya masih muncul ?

P : Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?

P : Bagaimana hasilnya ?

P : Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.

P : Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.

P : Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.

b. Fase Kerja

P : Apa saja yang biasa bapak lakukan?


P : Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan
kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya.

P : Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak
bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.

c. Fase Terminasi

P : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali.

P : Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Coba lakukan sesuai
jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai
terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)

P : Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat
yang baik serta guna obat.

P : Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi? Di ruang makan ya.

P : Sampai jumpa.”

Pertemuan Ke: 4

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

a. Fase Orientasi

P : Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini?

P : Apakah suara-suaranya masih muncul ?

P : Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ?

P : Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ?

P : Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik.


P : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?

b. Fase Kerja

P : Bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur.

P : Apakah suara-suara berkurang/hilang ?

P : Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak
minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks
dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga
harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya
bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan
dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum,
dan harus cukup minum 10 gelas per hari”

c. Fase Terminasi

P : Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat?

P : Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar).

P : Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan
lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah
makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00. sampai jumpa.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Iyus & Titin. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai