Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat dikonsumsi untuk mengurangi rasa sakit, menghilangkan gejala

penyakit, meninggikan badan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan masih banyak

lagi. Tujuan mengonsumsi obat tentu tergantung pada penyakit yang diderita atau

jika ada tujuan lain dari seorang dokter maupun pasien tersebut (swamedikasi).

Pasien pasti berharap obat yang dikonsumsi dapat menyembuhkan penyakit

dengan segera atau dalam waktu yang cepat. Walaupun, banyak orang yang tidak

mengerti syarat cepat atau lambatnya obat memberikan efek. Beda obat akan beda

lama kerja yang dihasilkan. Bahkan pada beberapa obat yang sama namun

diproduksi oleh perusahaan yang berbeda juga memiliki perbedaan lama kerja dan

efek obat yang ditimbulkan.

Salah satu penyakit yang membutuhkan pengobatan dengan segera adalah

diabetes. Hasil riset kesehatan dasar (Riskedes) tahun 2007, diperoleh bahwa

proporsi penyebab kematian DM pada kelompok usia 45 – 54 tahun di daerah

perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah pedesaan

menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Metformin HCl merupakan salah satu obat

DM golongan biguanida dan merupakan satu-satunya biguanida yang tersedia saat

ini (IAI, 2012).

Metformin hidroklorida adalah salah satu obat antidiabetik oral golongan

biguanid yang ada di pasaran Indonesia. Metformin bekerja dengan meningkatkan

sensitivitas reseptor insulin sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer,


2

dan hanya efektif bila ada insulin tetapi tidak merangsang sekresi insulin

(Sweetman, 2009).

Dalam ilmu farmasetika dan biologi farmasi (riset) dikenal adanya jenis obat

paten dan obat generik. Obat paten adalah jenis obat pertama yang produksi oleh

perusahaan atau perorangan yang memiliki hak paten atas penemuan obat baru

tersebut. Menurut UU No 14 tahun 2001 masa berlaku obat paten di Indonesia

adalah 20 tahun. Setelah obat tersebut berhenti masa patennya, obat paten

kemudian disebut sebagai obat generik (generik adalah nama zat berkhasiat)

(Anonim, 2007).

Metformin hidroklorida dalam bentuk sediaan tablet merupakan salah satu

obat yang dapat diperoleh dalam bentuk tablet metformin hidroklorida paten dan

tablet metformin hidroklorida generik. Metformin hidroklorida mempunyai sifat

kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi mempunyai permeabilitas yang rendah

(BCS kelas III). Hanya sekitar 50% - 60% metformin hidroklorida yang

dikonsumsi secara oral diabsorpsi dari saluran pencernaan. Oleh karena itu perlu

dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding) dan uji sifat fisik untuk

mendukung validasi hasil uji disolusi tablet metformin hidroklorida yang

dilakukan (Shargel., dkk, 2005).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah tablet metformin hidroklorida generik berlogo dan generik

bermerek memiliki profil disolusi yang identik dengan produk inovator?

2. Apakah tablet metformin hidroklorida generik berlogo memiliki profil

disolusi yang identik dengan metformin hidroklorida generik bermerek?


3

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kemiripan profil disolusi antara tablet metformin

hidroklorida generik berlogo dan generik bermerek dengan produk

inovator.

2. Untuk mengetahui kemiripan profil disolusi antara tablet metformin

hidroklorida generik berlogo dengan tablet metformin hidroklorida generik

bermerek.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Profil disolusi tablet metformin hidroklorida generik berlogo dan generik

bermerek tidak identik dengan produk innovator.

2. Profil disolusi tablet metformin hidroklorida generik berlogo tidak identik

dengan tablet metformin hidroklorida generik bermerek.

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai parameter dan rujukan analisa kemiripan profil disolusi suatu tablet

generik berlogo dan generik bermerek dengan produk inovator.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metformin Hidroklorida

2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Metformin Hidroklorida

 Rumus Bangun

 Rumus Kimia : C4H11N5HCl.

 Nama lain : N,N-dimetilimidodikarbonimidik diamida.

 Berat Molekul : 165,6 mg

 Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau atau hampir tidak

berbau; higroskopik.

 Kelarutan : mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan

dalam kloroform; sukar larut dalam etanol.

 OTT (incompability) : dalam larutan yang mengandung aminofilin,

glikopironium bromida, hidrokortison sodium suksinat, hidroksizin

hidroklorida, beberapa fenotiazin, dan beberapa barbiturat terlarut.

2.1.2 Farmakologi Metformin Hidroklorida

Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan

sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin (Syarif, 2011).


5

2.2 Tablet

Salah satu sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak

mengalami perkembangan dalam formulasinya adalah tablet (Lachman, et al,

1994). Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat dengan kempa cetak, dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaannya rata atau cembung,

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

Zat tambahan yang yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat

pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah dan zat lain yang cocok

(Departemen Kesehatan R.I, 1995).

Tablet merupakan sediaan farmasi dengan keuntungan dibandingkan dengan

bentuk sediaan farmasi lainnya seperti takaran obat cukup teliti, bentuk menarik

dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan, menutupi rasa dan bau yang tidak

menyenangkan dengan penyalutan, biaya produksi relatif murah, bentuk yang

menjamin kestabilan sifat fisik dan kimia bahan obat, mudah dalam pengemasan,

pengepakan, transportasi serta penggunaannya, pemberian tanda pengenal produk

pada tablet paling mudah dan murah (Voight, 1995).

Sediaan metformin hidroklorida dalam bentuk tablet tersedia dalam dua jenis,

yaitu obat generik berlogo dan obat generik bermerek.

a. Obat Generik Berlogo

Obat generik berlogo adalah nama obat yang sama dengan zat aktif berkhasiat

yang dikandungnya. Obat generik berlogo (OGB) umumnya diberi logo longkaran

hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik” di tengah lingkaran. Produksi

OGB tidak memerlukan riset penemuan dan pengembangan obat yang sangat
6

mahal biayanya. OGB hanya memerlukan riset formulasi agar adarnya dalam

darah atau disolusinya sebanding dengan obat originatornya.

b. Obat Generik Bermerek

Obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat

yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.

2.3 Sifat Fisik Tablet

Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari tablet

yang dihasilkan, pemeriksaan kualitas tablet meliputi :

a. Keseragaman Bobot Tablet

Ditentukan berdasarkan pada besar dan kecilnya penyimpngan bobot

tablet yang dihasilkan dibandingkan terhadap rata-rata tablet (Depkes RI,

1995). Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot

yang ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, hitung bobot rata-

ratanya tiap tablet, jika ditimbang satu persatu tidak boleh lebih dari 2

tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya

lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun

yang bobotnya menyimpang dari harga yang ditetapkan kolom B, jika

tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet: tidak satu tablet pun

yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang

ditetapkan kolom B (Depkes RI, 1995).


7

Tabel Keseragaman Bobot Tablet (Depkes RI, 1995)

Penyimpanan bobot rata-rata


dalam %
Bobot rata-rata

A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %

26 mg – 150 mg 10 % 20 %

151 mg – 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5% 10

b. Kekerasan Tablet

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet

dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi

keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan, dan pemakaian.

Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempakan.

Kekerasan tablet biasanya 4-8 kg, tablet dengan kekerasan kurang dari 4

kg akan didapatkan tablet yang cenderung rapuh, tapi bila kekerasan

tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang cenderung keras

(Sulaiman, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet

adalah tekanan pada saat pencetakan, sifat bahan yang dikempa serta

jumlah dan jenis obat yang ditambahkan saat pencetakan akan

meningkatkan kekerasan tablet (Ansel, 1989).


8

c. Kerapuhan Tablet

Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahan tablet dalam melawan

pengikisan dan goncangan, besaran yang dipakai adalah % bobot yang

hilang selama pengujian dengan alat friabilator. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk

(fines), kerapuhan di atas 1% menunjukan tablet yang rapuh dan

dianggap kurang baik (Lachman et al, 1994).

2.4 Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai parameter

dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran

kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaannya. Uji disolusi

digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi

berhubungan dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Banakar, 1992). Uji

disolusi bertujuan untuk memprediksi korelasi bioavailabilitas in vivo dari produk

obat. Uji disolusi penting sebagai :

 Petunjuk untuk pengembangan formulasi dan produk obat

 Kontrol kualitas selama proses produksi

 Memastikan kualitas bioekivalen in vitro antar batch, dan

 Regulasi pemasaran produk obat (Allen dkk., 2005).

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan

disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan

kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Ada dua jenis

alat yang dapat digunakan untuk uji disolusi dengan kecepatan 50 rpm selama 30
9

menit. Uji kesesuaian alat dilakukan pengujian masing-masing alat menggunakan

1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis diintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI

jenis bukan disintegrasi. Untuk media disolusi digunakan 1000 mL larutan dapar

fosfat pH 5,8. Panjang gelombang maksimum 232 nm. Dalam waktu 45 menit

harus larut tidak kurang dari 80 % metformin hidroklorida dari jumlah yang

tertera pada etiket (Lachman dkk., 1994).

Uji Disolusi Terbanding

Uji disolusi terbanding dapat digunakan untuk memastikan kemiripan

kualitas dan sifat-sifat produk obat dengan perubahan minor dalam formulasi atau

pembuatan setelah izin pemasaran. BPOM memberikan ketentuan untuk uji

disolusi terbanding yaitu dengan melihat nilai f2 (faktor kemiripan) antara produk

uji dengan produk pembanding (BPOM, 2004).

Uji disolusi terbanding dilakukan dengan melakukan metode basket pada

100 rpm atau metode paddle pada 50 rpm dalam media pH 1.2 (larutan HCl), pH

4,5 buffer sitrat dan pH 6,8 (buffer fosfat).

Profil disolusi dibandingkan dengan menggunakan faktor kemiripan f2 yang

dihitung dengan persamaan berikut :

100
𝑓2 = 50 log
𝑡=𝑛 2
√1 + ∑𝑡=1 [𝑅𝑡 − 𝑇𝑡 ]
𝑛

Keterangan :

Rt = persentase kuantitatif obat yang terlarut pada setiap waktu sampling

dari produk pembanding (R = reference)

Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari

produk uji (T= test)


10

 Nilai f2 50 atau lebih besar (50-100) menunjukan kesamaan atau

ekivalensi ke- 2 kurva, yang berarti kemiripan profil disolusi ke-2

produk;

 Jika produk “copy” dan produk pembanding memiliki disolusi yang

sangat cepat (> 85% melarut dalam waktu ≤ 15 menit dalam ke-3

media dengan metode uji yang dianjurkan), perbandingan profil

disolusi tidak diperlukan (BPOM, 2004).

Di samping itu harus ditunjukan bahwa eksipien dalam komposisi produk

obat sudah dikenal, bahwa tidak ada efek terhadap motilitas saluran cerna atau

proses lain yang mempengaruhi absorpsi, juga diperkirakan tidak ada interaksi

antara eksipien dan zat aktif yang dapat mengubah farmakokinetik zat aktif. Jika

digunakan eksipien baru atau eksipien yang biasa digunakan tapi dalam jumlah

yang luar biasa besar, diperlukan tambahan informasi yang menunjukan tidak

adanya dampak terhadap bioavailabilitas (BPOM, 2004).


III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan lebih kurang empat bulan di Laboratorium Teknologi

Farmasi Sediaan Steril, Laboratorium Teknologi Farmasi Sediaan Padat dan

Laboratorium Farmasi Fisika Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (OHAUS

Carat Series). Strong Cobb hardness tester (Erweka), Roche friabilator (Erweka),

desitegration tester (Erweka DT 700), spektrofotometer ultraviolet/visible (Hitachi

U-2810), stopwatch, termometer, dan timbangan.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 2 macam tablet Metformin

Hidroklorida generik bermerk 500 mg (A dari pabrik X sekaligus sebagai produk

innovator dan B dari pabrik Y) dan 3 macam tablet Metformin Hidroklorida

generik berlogo 500 mg (C dari pabrik Y, D dari pabrik Z, dan E dari pabrik T),

Metformin Hidroklorida murni, KH2PO4, NaOH, dan aquades.


12

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Uji Sifat Fisik Tablet

3.3.1.1 Alat Kekerasan Tablet

Alat yang digunakan Strong Cobb hardness tester (Erweka). Cara : Sebanyak

10 tablet yang diambil secara acak, diperiksa kekerasannya, putar alat sampai

tablet pecah, catat skala yang ditunjukkan pada saat tablet pecah.

3.3.1.2 Kerapuhan Tablet (friability)

Ditimbang 20 tablet (Wo) dan dimasukkan ke dalam alat pengukur kerapuhan

tablet (friabilator). Alat diputar sebanyak 100 putaran. Tablet dikeluarkan dari

alat, kemudian dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali (W1). Kerapuhan

Tablet dihitung dengan persamaan:


𝑊𝑜−𝑊1
Kerapuhan tablet = x 100%
𝑊𝑜

3.3.2 Penetapan Kadar Metformin Hidroklorida

Alat : spektrofotometer (Hitachi U-2810). Menurut Farmakope Indonesia

Edisi IV, tablet metformin hidroklorida mengandung metformin hidroklorida,

C4H11N5HCl tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah

yang tertera pada etiket.

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku dimenhidrinat

1. Larutan Induk Baku I

Serbuk dimenhidrinat baku ditimbang sebanyak 50 mg, dimasukkan

ke dalam labu terukur 100 mL, ditambahkan larutan NaOH 1 N, dikocok sampai

larut dan ditambahkan larutan NaOH 1 N sampai tanda batas. Konsentrasi teoritis

adalah 500 mcg/mL.


13

2. Larutan Induk Baku II

Dari larutan induk baku I dipipet 10 mL larutan, dimasukkan ke dalam

labu terukur 50 mL, diencerkan dengan NaOH 1 N, lalu dikocok homogen

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 mcg/mL.

3. Penetuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Dari larutan induk baku II dipipet 8,25 mL, lalu dimasukkan dalam

labu terukur 50 mL lalu dicukupkan dengan NaOH 1 N sampai tanda batas. lalu

dikocok homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 16,5 mcg/mL.

Diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm dan sebagai blanko

digunakan larutan NaOH 1 N.

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Metformin Hidroklorida

Dipipet larutan baku II sebanyak 3,75 mL; 6 mL; 8,25 mL; 10,5 mL;

dan 12,75 mL. Masing-masing dimasukkan dalam labu terukur 50 mL,

dicukupkan dengan NaOH 1 N sampai tanda batas. Lalu dikocok homogen

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 7,5 mcg/mL, 12 mcg/mL, 16,5

mcg/mL, 21 mcg/mL, 25,5 mcg/mL. Kemudian masing-masing larutan diukur

serapannya pada panjang gelombang 232 nm dan sebagai blanko digunakan

larutan NaOH 1 N.

5. Penetapan Kadar Metformin Hidroklorida Dalam Sampel

Ditimbang seksama 20 tablet, dicata beratnya, kemudian digerus

sampai homogen. Ditimbang seksama dengan sejumlah serbuk tablet setara

dengan lebih kurang 100 mg metformin hidroklorida, kemudian dimasukkan

dalam labu terukur 100 mL, dicukupkan dengan NaOH 1N sampai tanda batas,

Lalu dikocok homogen, disaring melalui kertas saring dan filtrat pertama lebih
14

kurang 20 mL dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung untuk pengukuran. Dari

larutan ini dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan dalam labu terukur 50 mL,

dicukupkan dengan NaOH 1N sampai tanda batas. Lalu dipipet kembali sebanyak

8,25 mL dan dimasukkan dalam labu terukur 50 mL dicukupkan dengan NaOH 1

N sampai tanda batas. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum

menggunakan NaOH 1 N sebagai blanko. Pengerjaan ini dilakukan sebanyak 6 kali.

3.3.3 Uji Disolusi

Pengujian disolusi dari tablet metformin hidroklorida dilakukan dengan

metode dayung dengan kecepatan 50 rpm. Labu diisi dengan medium disolusi

dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 900 mL dengan suhu diatur pada 37oC + 2oC.

Setelah suhu tersebut tercapai, masukkan tablet meloksikam ke dalam keranjang,

setelah itu larutan dalam labu dipipet sebanyak 5 mL pada menit ke-5, 10, 15, 30,

45, 60, 90, dan 120. Pada setiap pemipetan larutan dalam labu diganti dengan

medium disolusi dengan volume dan suhu yang sama. Masing-masing larutan

yang dipipet dimasukkan ke dalam labu ukur dan diencerkan sampai memberikan

absorban diantara 0,2-0,8 mL. Serapan diukur pada panjang gelombang

maksimum 232 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Kadar metformin

hidroklorida pada setiap pemipetan dapat ditentukan dengan bantuan kurva

kalibrasi.

3.4 Analisis Data

a. Laju disolusi obat dapat ditentukan dengan grafik antara kadar metformin

hidroklorida terhadap waktu. Konstanta laju pelepasan obat diperoleh dari

slope kemiringan garis, sesuai dengan orde masing-masing.


15

b. Analisa data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA satu

arah, dengan membandingkan efisiensi disolusi. Kemudian dilanjutkan

dengan uji Duncan.


IV JADWAL PENELITIAN

Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Bulan ke
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6

Persiapan / Pelaksanaan
1
Penelitian

2 Pengolahan data

Penulisan Skripsi/makalah
3
seminar

4 Persiapan Seminar Hasil

Penyempurnaan Skripsi dan


5
Persiapan Ujian Akhir

6 Ujian Akhir
V. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

1. Pembelian alat tulis total 15.000

2. Pembelian Bahan Kimia total 500.000

3. Biaya pembuatan dan penggandaan proposal 20.000

4. Biaya transportasi 15.000


18

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V. Jr., Popovich, N. G., and Ansel, H. C. 2005. Ansel’s Phamaceutical
Dosage Form and Drug Delivery System, Eight Edition, Lippincot Williams
and Wilkins, Philadelphia, 154-162, 238-239.
Banakar, U.V. 1992. Pharmaceutical Dissolution Testing. New York : Marcel
Dekker Inc.
BPOM. 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Available at www.Pom.go.id/ public/
hukum perundangan/pdf/HK.0005.3.1818.pdf. Jakarta: BPOM RI.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Lachman, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahkan oleh Siti
Suyatmi. Jakarta : Universitas Indonesis Press.
Martin, A, et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London : Pharmaceutical Press

Soekemi, RA, Yuanita T, Fat Aminah, Salim Usman.1987. Tablet. Mayang


Kencana.

Sweetman, Sean C.2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty sixth
edition. London : Pharmaceutical Press.
Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Fifth Edition. Terjemahan
oleh Noerono S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai