Anda di halaman 1dari 2

Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam tujuh sap tangga dari

tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut
sebagai berikut :

Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)

Jroning suko kudu eling lan waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)

Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai
cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)

Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)

Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan mem-peroleh keheningan dan dalam
keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).

Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima
waktu)

Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono
busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar
orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya-rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada
orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)

Bagi penulis, 7 tahapan yang dikonsep mbah sunan Drajat tersebut bisa kita terapkan dalam
pembelajaran / pendidikan / sekolah. Kalau direnungi dan dihayati tujuan akhir pendidikan adalah
seperti yang tertulis dalam sap / tahap ke 7, membentuk manusia yang cerdas / kompeten (teken
atau tongkat, menggambarkan teknologi / ilmu / pengetahuan untuk menuntun manusia yang
“buta”), peduli pada orang lain / menyejahterakan (memberi makanan / mangan), ber-etika,
beradab (busono, pakaian simbol kesusilaan, ajining raga) dan perlindungan / keselamatan (ngiyup,
berteduh).

Pada tahap pertama / sap 1, Sunan Drajat telah merumuskan model yang simple untuk mencapai
tujuan yang besar. Dimulai dari membuat orang lain “senang”. Pendidikan, sekolah tidak
disampaikan dengan wajah yang seram, membuat orang takut, tapi dengan kabar gembira, dengan
harapan – harapan yang menginspirasi anak – anak. Sekolah dikonsep, dikelola dengan ramah.

Filosofi yang tertulis pada sap dua sampai dengan enam dapat dijadikan pedoman dalam proses
pendidikan. Ketika belajar, kita tidak disarankan bersenang – senang yang berlebihan. Kalau pun kita
mendapat atau merasakan sesuatu yang sangat menyenangkan, kita sebagai pelajar / pembelajar
harus tetap ingat (iling) kepada Yang maha kuasa dan waspada, berhati – hati, tidak terlalu berlarut
larut dalam kegembiraan.
Selanjutnya, seorang pelajar harus kuat tekadnya agar tercapai apa yang dicita – citakannya. Kuatnya
tekad ini juga akan mampu menahan godaan, pringga baya, sepanjang proses pembelajaran.

Di sap ke empat, kita dianjurkan untuk tidak memperturutkan hawa nafsu. ini tentunya sangat tepat
dilakukan oleh siapa saja yang sedang menuntut ilmu, yg sedang bekajar. Mbah sunan Drajat
menggunakan kata “meper” untuk mengalahkan hawa nafsu yang jalan masuknya adalah panca
indra. “Meper” dalam bahasa jawa artinya menumpulkan, menjadikan pisau yang semula tajam
menjadi rapuh, bukan mengalahkan atau menghilangkan.

Pada sap ke lima kita dibimbing agar mempunyai hati yang tenang apabila sedang dalam kegiatan
belajar. Filsafat Heneng, Hening, Henung, adalah filsafat tentang pengendalian diri. Heneng, artinya
adalah diam, sabar, pasrah serta tawakal dalam menerima kehendak Allah. Hening, kondisi berdoa
(mengheningkan cipta) dalam pengertian sederhananya adalah mensucikan hati serta menjernihkan
pikiran dengan bertafakur dan berdzikir kepada Allah. Henung, merenung, mengandung makna
bahwasanya kita mesti menggunakan akal kita, memanfaatkan pikiran kita untuk selalu merenung,
berfikir , menganalisa serta mentafakuri keindahan-keindahan karya cipta Allah.

Sedangkan pada sap ke enam kita diingatkan betapa pentingnya menjalankan ibadah (salat, dan
ibadah lainnya) selama perjalanan mencari ilmu atau belajar.

Referensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat

Anda mungkin juga menyukai