Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Data dari Global Status Report On Non Communicable

Diseases menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus di

dunia pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada

tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat

menjadi 552 juta pada tahun 2030. Diabetes Mellitus telah menjadi

penyebab dari 4,6 juta kematian di dunia (World Health Organization,

2011).

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh badan penelitian dan

pengembangan kesehatan kementrian kesehatan RI dalam laporan

hasil riset kesehatan dasar didapatkan bahwa prevalensi penderita

diabetes di Indonesia berpotensi mengalami kenaikan drastis dari 8,4

juta orang pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita di tahun 2030

nanti. Lonjakan penderita itu bisa terjadi jika negara kita tidak serius

dalam upaya pencegahan, penaganan dan kepatuhan dalam

pengobatan penyakit (Trisnawati, 2013).

Data riset kesehatan dasar dalam jurnal perilaku self-

management pasien diabetes melitus di Jawa Barat (2007) prevalensi

penderita diabetes melitus sebanyak 1,3% dari jumlah prevalensi

nasional 1,1%. Angka ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

secara signifikan penderita DM di Jawa Barat. (Depkes, 2014).

1
Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota Cimahi pada tahun

2016, bahwa total penderita diabetes melitus di seluruh puskesmas

ialah 8.518 kasus dan hasil rekapitulasi mulai dari bulan Januari –

Desember jumlah penderita diabetes melitus terbanyak ialah di

Puskesmas Cimahi Tengah sebanyak 2.073 kasus, tercatat dari nilai

tertinggi - terendah di daerah kota Cimahi yang terbagi dalam 13

wilayah kerja puskesmas (Dinkes kota Cimahi, 2016).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular

yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi

terhadap peningkatan angka kematian akibat penyakit tidak menular

(Soegondo, 2009).

Ada beberapa faktor penyebab diabetes melitus yaitu

diantaranya pola makan. Masyarakat masa kini, cenderung memiliki

kesadaran yang rendah terhadap pola makan yang sehat. Ketika

memilih makanan, orang lebih mencari makanan yang enak rasanya

dari pada yang kaya akan nutrisinya. Padahal, makanan yang enak

biasanya memiliki kadar nutrisi yang rendah, terlalu banyak lemak,

tinggi kolestrol, terlalu banyak gula, terlalu banyak garam,

menggunakan bahan pengawet, dan sebagainya. Dari kebiasaan-

kebiasaan menyantap makanan yang rendah nutrisi dan, nantinya akan

membuat tubuh seseorang mengalami kondisi kekurangan nutrisi

(Sutanto, 2013).

2
Kelompok umur yang paling banyak menderita diabetes melitus

adalah kelompok umur 45-52. Peningkatan diabetes risiko diabetes

seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun,

disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan

intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan

berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin.

Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan

aktivitas mitokondria di sel-sel otot. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar lemak di otot dapat memicu terjadinya resistensi

insulin (Trisnawati, 2013). Berdasarkan penjelasan diatas bahwa pada

usia dewasa madya yaitu dari usia 40 – 60 tahun telah mengalami

penurunan kemampuan sel β pankreas sehingga pada usia tersebut

rentan terkena penyakit diabetes melitus.

Pemeriksaan kadar glukosa puasa memberikan petunjuk terbaik

mengenai homeostasis glukosa keseluruhan, dan sebagian besar

pengukuran rutin harus dilakukan pada sampel puasa. Keadaan -

keadaan yang dapat mempengaruhi kadar glukosa (misalnya: diabetes

melitus, kegemukan, akromegali, penyakit hati yang parah, dsb.)

mencerminkan kelainan pada berbagai mekanisme pengendalian

glukosa (Misnadiarly, 2006).

Salah satu upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah

pengaturan pola makan yang baik. Berbagai penelitian telah

menunjukkan, mengganti jenis makanan yang dikonsumsi efektif untuk

3
mengontrol kadar glukosa darah, salah satunya adalah dengan

mengganti nasi putih dengan nasi merah (National Center for

Biotechnology Information, 2011).

Nasi merah yang memiliki tekstur kesat, pera, dan tidak pulen

membuat nasi merah kurang diminati sehingga masyarakat tidak

mengenal nasi ini secara memadai. Padahal kandungan gizi dan

manfaat nasi merah lebih baik dari nasi putih. Dari sisi nutrisi nasi

merah bergizi tinggi dan baik untuk kesehatan tubuh. Selain itu dilihat

dari sentra produksinya, padi beras merah banyak ditanam terutama di

daerah Asia Selatan, Italia dan Yunani. Salah satu daerah penghasil

beras merah di Indonesia adalah provinsi Jawa Barat (N.Munawar

Khalil, 2016).

Konsumsi nasi merah secara rutin dalam jangka panjang

umumnya dapat membantu mengatasi beragam gangguan kesehatan

Efek-efek menguntungkan kesehatan tersebut antara lain sebagai

berikut: menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL), mencegah penyakit

jantung koroner, membantu menyehatkan jantung, melancarkan

sirkulasi darah dan menurunkan risiko diabetes dan meningkatkan

kondisi diabetes (Subroto, 2008).

Hasil penelitian secara ilmiah yang sudah dilakukan oleh Tiana

Martalia pada tahun 2013 mengenai perbedaan nilai gula darah puasa

sebelum dan sesudah pemberian nasi merah pada mahasiswa

beresiko diabetes melitus dengan sampel yang digunakan dalam

4
penelitian ini adalah 20 responden, dengan pemberian nasi merah 150

gram serta dilengkapi catatan harian, telah menunjukkan bahwa hasil

Dari analisis data dapat dilihat bahwa nilai rata-rata gula darah puasa

peserta kelompok eksperimen adalah 89 mg/dL dan nilai rata-rata gula

darah puasa kelompok kontrol adalah 78,2 mg/dL dan nilai rata-rata

gula darah puasa sesudah pemberian nasi merah adalah 80,7 mg/dL

dan nilai rata rata sesudah pemberian nasi putih adalah 82,7 mg/dL

sehingga disimpulkan bahwa nasi merah mampu menurunkan kadar

gula darah puasa sebesar 8,3 mg/dL.

Peneliti melakukan studi pendahuluan dengan wawancara

pada tanggal 23 Maret 2017 terhadap 10 pengunjung posbindu di RW

10 kelurahan Karang Mekar, Puskesmas Cimahi Tengah dimana

masing - masing usianya antara 40 - 60 tahun, ditemukan bahwa 8

pengunjung mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui manfaat dari

nasi merah, makanan sehari - hari mereka adalah nasi putih dan

mereka kurang memperhatikan porsi makanan yang mereka makan,

mereka sering makan makanan yang manis selain itu mereka juga

jarang melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga karena malas,

mereka lebih senang menonton tv dipagi hari. Sedangkan 2

pengunjung sudah mengetahui manfaat dari nasi merah hanya saja

belum mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari, namun

mereka sering melakukan jalan santai setiap pagi selama 15 – 30

menit.

5
Berdasarkan uraian di atas, dikarenakan belum dikenalnya

nasi merah sebagai sumber karbohidrat kompleks, dan banyaknya

masyarakat khususnya kalangan dewasa madya yang memiliki gaya

hidup kurang baik seperti tidak memperhatikannya pola makan sehat

dan aktivitas fisik yang kurang sehingga dapat memicu terjadinya

penyakit diabetes melitus apalagi bagi mereka yang memiliki riwayat

keluarga penderita diabetes melitus sangat beresiko untuk terkena

diabetes melitus, dengan demikian peneliti tertarik untuk mengetahui

“Perbedaan nilai gula darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi

nasi merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di Posbindu RW 10

Kelurahan Karang Mekar wilayah kerja Puskesmas Cimahi Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini

peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut “ Apakah ada

perbedaan nilai gula darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi nasi

merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di Posbindu RW 10

Kelurahan Karang Mekar Puskesmas Cimahi Tengah?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

perbedaan nilai gula darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi

nasi merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di Posbindu RW 10

Kelurahan Karang Mekar Puskesmas Cimahi Tengah.

6
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui rerata gula darah puasa sebelum konsumsi nasi

merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di Posbindu RW 10

Kelurahan Karang Mekar Puskesmas Cimahi Tengah.

b. Mengetahui rerata nilai gula darah puasa sesudah konsumsi

nasi merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di Posbindu

RW 10 Kelurahan Karang Mekar Puskesmas Cimahi Tengah.

c. Mengetahui rerata nilai gula darah puasa sebelum dan sesudah

konsumsi nasi merah (Oryza Nivara) pada dewasa madya di

Posbindu RW 10 Kelurahan Karang Mekar Puskesmas Cimahi

Tengah.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan menambah khasanah ilmu, khususnya

terkait pengetahuan yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu

keperawatan guna memahami timbulnya penyakit diabetes melitus

2. Manfaat Praktis

a. Bagi responden

Sebagai bahan pengetahuan dan memberikan kesadaran

terhadap pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada

7
dewasa madya di Posbindu RW 10 Kelurahan Karang Mekar

Puskesmas Cimahi Tengah.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai informasi dan masukan tentang perbedaan nilai

gula darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi nasi merah

(Oryza Nivara) pada dewasa madya dan dijadikan bahan

perbandingan dalam penelitian selanjutnya dengan topik dan

populasi yang berbeda.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dewasa Madya

1. Pengertian

Masa dewasa pertengahan (madya) atau yang disebut juga usia

setengah baya Dewasa madya adalah pada umumnya usia madya atau

usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 - 60 tahun.

Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan

jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan

kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat (Hurlock,

1980).

2. Batasan Usia

Hurlock (1980), mengatakan bahwa masa dewasa madya dibagi

menjadi dua, yaitu:

a. Usia Dewasa Madya Dini

Seseorang yang berusia antara 40 - 50 tahun.

b. Usia Dewasa Madya Lanjut

Seseorang yang berusia antara 50 - 60 tahun.

3. Perubahan pada Kesehatan

9
Feldman (1996), mengatakan usia dewasa madya ditandai

dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya

kesehatan. Di mulai pada usia empat puluh tahunan terdapat

peningkatan ketidakmampuan dan ketidakabsahan yang berlangsung

dengan cepat dan seterusnya.

Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup

kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot,

kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung (konstipasi,

asam lambung dan sendawa), kehilangan selera makan, serta insomnia.

Bagaimana usia madya mempengaruhi kesehatan individu,

tergantung pada banyak faktor, seperti faktor keturunan, riwayat

kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan kemauan

untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi

jasmani. Misalnya: orang yang agresif dan ambisi mungkin dapat

mengelak dari permasalahan kesehatan selama masa dewasa dini, akan

tetapi setelah berusia empat puluh tahun mereka tampaknya lebih

banyak yang mengalami serangan jantung dari pada mereka yang relatif

santai dan melakukan sedikit pekerjaan.

4. Dinamika Perkembangan Fisik

Hurlock, (1980) mengatakan baik pria maupun wanita selalu

mengalami ketakutan, dimana penampilannya pada masa ini akan

menghambat kemampuannya untuk mempertahankan pasangan mereka,

atau mengurangi daya tarik laean jenis.

10
Selain itu sebuah penelitian dalam Nowark (1997) sebagaimana

yang dikutip oleh Jhon F. Santrock (1995), menemukan bahwa

perempuan berusia dewasa madya lebih memfokuskan perhatiannya

pada daya tarik wajah dari pada perempuan yang lebih muda atau tua.

Dalam penelitian ini, wanita dewasa madya lebih mungkin menganggap

tanda – tanda penuaan sebagai pengaruh negatif terhadap penampilan

fisiknya.

Adapun beberapa perubahan fisik mulai tampak lebih awal di usia

30 tahun, tetapi pada beberapa titik atau bagian yang terjadi pada masa

dewasa madya antara lain:

a. Timbulnya uban

b. Kulit mulai keriput

c. Gigi yang menguning

d. Tubuh semakin lama semakin pendek karena otot – otot melemah

e. Punggung orang dewasa melemah karena piringan sendi fi tulang

belakang mengalami penurunan

f. Tulang - tulang bergeser lebih dekat antara yang satu dengan yang

lainnya, misalnya, seorang laki-laki yang tingginya 5 kaki 10 inci pada

usia 30 tahun barang kali akan menjadi 5 kaki 9 7/8 inci di usia 50

tahun, dan mungkin akan menjadi 5 kaki 9 1/4 pada usia 60 tahun.

g. Sulit melihat objek-objek yang dekat. Daya akomodasi mata,

kemampuan untuk memfokuskan dan mempertahankan gambar pada

11
retina mengalami penurunan paling tajam pada usia 40 dan 59

tahun.

h. Penurunan pada sensitivitas pendengaran.

i. Menopause pada usia dewasa madya ini mereka akan mengalami

periode menopause, dimana pada periode ini haid dan kemampuan

bereproduksi akan berhenti secara keseluruhan, sehingga dapat

menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan bagi wanita, seperti

hot flushses, mual, letih, dan cepatya denyut jantung. hal ini

disebabkan oleh menurunnya produksi hormon estrogen oleh indung

telur.

j. Penurunan kebugaran fisik masalah kesehatan utama pada masa

dewasa madya antara lain penyakit kanker, kardivaskuler, dan

obesitas.

B. Konsep Kadar Gula Darah

1. Pengertian

Glukosa darah adalah glukosa yang terdapat dalam darah

terbentuk dari karbohidrat dalam makanan lalu di simpan sebagai

glikogen di hati dan otot rangka. Glukosa adalah bahan bakar yang

diubah menjadi monosakarida dan diabsorbsi terutama dalam duodenum

dan jejenum proksimal. Setelah diabsorbsi, kadar glukosa darah akan

meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke

kadar semula (Andriyani, 2014).

12
2. Pengaturan Gula Darah

Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar

bergantung pada hati yang mengekskresi glukosa, mensintesis glikogen,

dan melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan

perifer otot dan adipose juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai

sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam

mempertahankan kadar glukosa darah (Sylvia A. Prince, 2014).

Jumlah glukosa yang diambil dan yang dilepas oleh hati dan yang

digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada keseimbangan

fisiologis beberapa hormon yaitu hormon yang merendahkan kadar

glukosa darah, atau hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah.

Karbohidrat yang ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan di

absorpsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah

diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu

dan akhirnya kembali lagi ke kadar semula (Sylvia A Prince, 2014).

Guyton (2012), menjelaskan kadar glukosa darah yang sedang

berpuasa biasanya antara 80-90 mg/dL darah yang diukur pada waktu

sebelum makan pagi. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120-140 mg/dL

selama jam pertama atau lebih setelah makan, tetapi sistem umpan balik

yang mengatur kadar glukosa darah dengan cepat mengembalikan

13
konsentrasi glukosa ke nilai kontrolnya, biasanya terjadi dalam 2 jam

sesudah absorpsi karbohidrat terakhir. Sebaliknya pada waktu kelaparan,

fungsi glukoneoginesis dari hati menyediakan glukosa yang dibutuhkan

untuk mempertahankan kadar glukosa darah sewaktu puasa.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Gula Darah

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai gula darah yaitu: pola

makan, hormon, aktivitas, obesitas dan obat-obatan.

a. Pola Makan

Rahajeng (2013) menjelaskan bahwa ketika mengkonsumsi

makanan manis secara berlebih, maka metabolism akan bekerja lebih

banyak. Glukosa yang diterima secara berlebih dapat meningkatkan

asupan insulin dan pengeluaran energy menurun sehingga

menyebabkan obesitas dan dapat memacu kepada diabetes.

Syaifuddin (2009) mengatakan bahwa setelah makan, tubuh

akan menstimulasi sel beta untuk memproduksi insulin. Insulin yang

diproduksi oleh sel beta membuat gula darah berdifusi ke dalam sel

dan akan dipakai sebagai energi dan mengubah gula darah menjadi

glikogen didalam hati atau menjadi lemak dijaringan adipose. Jika

kadar gula darah dalam tubuh menurun, maka produksi insulin juga

akan menurun.

b. Hormon

Tandra (2008) menjelaskan bahwa hormone esterogen dan

progesteron memiliki pengaruh yang antagonis terhadap kadar gula

14
darah. Esterogen bertugas membuat sel tubuh menjadi sensitif

terhadap insulin menyebabkan penurunan gula darah, sedangkan

progesteron menyebabkan kekebalan insulin sehingga gula darah

dapat meningkat.

c. Aktivitas

Aktivitas fisik seseorang seperti berolahraga dapat

meningkatkan metabolisme sel untuk menyerap dan menyimpan

glukosa darah sehingga penumpukan kadar gula darah dalam darah

tidak terjadi. Sirkulasi darahpun menjadi lancer. Selai itu olahraga

juga dapat mengurangi stress yang merupakan pemicu kenaikan

glukosa darah.

d. Obesitas

Setiyo (2008) menjelaskan bahwa timbunan lemak dalam

tubuh dapat mempengaruhi cara kerja insulin dalam hal mengontrol

kadar gula dara. Meskipun jumlah insulin dalam tubuh mencukupi

atau tidak ada masalah dengan produksi kadar insulin, insulin yang

ada tetap tidak akan bekerja secara optimal. Hal ini karena timbunan

lemak cenderung menyebabkan ketidakseimbangan hormon

sehingga insulin tidak dapat bekerja maksimal dalam mengontrol

kadar gula darah.

4. Jenis Pengukuran Glukosa Darah

Untuk mengetahui kadar glukosa darah diperlukan pengukuran

terhaddap kadar gula darah. Pengukuran kadar gula darah ini adalah

15
untuk memantau apakah terjadi hiperglikemia atau hipoglikemia yang

biasa terjadi pada penderita diabetes. Dalam mengukur kadar gula darah,

ada dua sampel yang dapat diperiksa, yaitu glukosa darah dan glukosa

urin. Pemeriksaan glukosa pada penderita diabetes biasanya dilakukan

tiga kali sehari sedangkan glukosa urin hanya dilakukan pada saat

pemeriksaan rutin. Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, biasanya

diambil dari ujung jari atau lengan yang ditusukkan alat, dan untuk urin

bisa diambil kapan saja saat buang air kecil (Legawa, 2012).

Henrilson (2009) menjelaskan bahwa aa beberapa tipe

pemeriksaan glukosa darah, yaitu:

a. Pemeriksaan gula darah puasa

Prosedur pengambilan darah dilakukan setelah puasa selama

delapan jam sebelumnya.

b. Pemeriksaan gula darah post prandial

Prosedur pengambilan gula darah dilakukan dua jam setelah

makan.

c. Pemeriksaan gula darah sewaktu

Prosedur pengambilan gula darah tidak tergantung pada

kapan terakhir makan atau puasa.

d. Toleransi Glukosa Oral

Prosedur pengambilan diperiksa kadar gula darah puasa dan

setelah itu, klien akan diberikan larutan glukosa sebanyak 75 gram.

16
e. Hemoglobin Glikosilat

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kerja gula darah

dalam tubuh selama 2-3 bulan. Biasanya tes ini dilakukan pada

penderita Diabetes Melitus.

5. Nilai Kadar Gula Darah

Legawa (2012) menjelaskan setelah melakukan tes makan nilai

gula darah dapat membantu menentukan keadaan seseorang apakah

terkena diabetes atau tidak. Nilai kadar gula darah sesuai Asosiasi

Diabetes Amerika adalah:

a. Nilai Gula Darah Puasa

Normalnya rentang 70-99 mg/dL. Bila berkisar 100-125 mg/dL

menunjukkan gula darah puasa terganggu atau pradiabetes melitus.

Jika kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dL menunjukkan klien

tersebut diabetes melitus.

b. Tes Toleransi Gula Oral

Prosedurnya dialkukan dua jama setelah mengkonsumsi 75

gram larutan gula maka nilai gula yang normal adalah kurang dari

140 mg/dL. Pradiabetes melitus 140-200 mg/dL, dan diabetes melitus

lebih dari 200 mg/dL.

6. Prosedur Pemeriksaan Gula Darah

Kozier & Erb (2009) menyebutkan bahwa spesimen darah kapiler

sering diambil untuk mengukur glukosa darah bila diperlukan

pemeriksaan yang sering atau bila fungsi vena tidak dapat dilakukan.

17
Teknik ini menimbulkan nyeri yang sedikit dibanding fungsi vena dan

lebih mudah dilakukan.

Perkembangan alat pengukuran glukosa di rumah dan strip

reagen telah memudahkan pemeriksaan glukosa darah seta sangat

membantu penatalaksanaan perawatan di rumah pada klien diabetes.

Sebagian besar alat pengukur memerlukan darah antara 20 dan 600

mg/dL atau 100 ml. spesimen darah kapiler biasanya diambil dari bagian

lateral tau sisi jari orang dewasa. Tempat itu menghindari ujung syaraf

dan area kalus pada ujung jari. Cuping telinga dapat digunakan bila klien

syok atau jari mengalami edema.

Cara pengukuran kadar gula darah kapiler menurut Kozier & Erb

(2009) yaitu dengan cara:

a. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi lainnya

yang sesuai (mis. memakai sarung tangan).

b. Persiapan alat

Ambil strip reagen dari wadahnya dan letakkan di atas handuk

kertas yang bersih, kering. Kelembaban dapat mengubah strip

reagen, sehingga mengganggu hasil pengukuran. Kalibrasi alat

pengukuran dan ambil sampel kontrol sesuai instruksi pabrik.

c. Pilih dan siapkan tempat penusukan yang memiliki pembuluh darah

Pilih tempat penusukan (mis. ujung jari). Hindari tempat

penusukan di samping tulang. Pegang satu jari dengan posisi

tergantung dan pijat kea rah tempat penusukan. Tindakan ini akan

18
meningkatkan aliran darah ke daerah yang akan ditusuk, memastikan

specimen cukup dan mengurangi kebutuhan untuk melakukan

penusukan ulang. Bersihkan daerah penusukan dengan swab

antiseptik dan biarkan sampai kering karena alkool dapat

mempengaruhi keakuratan.

d. Ambil spesimen darah

Letakan injektor, pada tempat penusukan, dan lepaskan

jarum, agar jarum menembus kulit. Pastikan lanset tegak lurus

terhadap tempat penusukan. Lanset dirancang untuk menembus kulit

dengan kedaleman tertentu bila di tempatkan relative tegak lurus

terhadap kulit.

Tusuk daerah penusukan dengan lanset atau jarum gunakan

gerak cepat. Hapus tetesan darah yang pertama keluar dengan

kapas. Darah pertama keluar biasanya berisi proporsi cairan serosa

yang lebih besar, yang dapat mengubah hasil pemeriksaan. Secara

perlahan tekan (tapi jangan disentuh) daerah penusukan sampai

terbentuk tetesan yang besar. Pegang strip reagen di bawah

penusukan sampai darah cukup menutupi kotak indikator. Bantalan

indikator akan mengabsorpsi darah dan reaksi kimia akan terjadi.

Jangan memulas darah. Minta klien untuk menekan tempat

penusukan dengan kapas untuk membantu hemostasis.

e. Pajankan darah pada strip reagen sesuai dengan waktu dan cara

yang ada pada petunjuk pabrik.

19
Ikuti petunjuk dari pabrik dan pantau waktu sesuai yang

diindikasikan oleh pabrik (mis., 60 detik). Darah harus tetap kontak

dengan bantalan alat sesuai waktu yang ditentukan untuk

mendapatkan hasil yang akurat. Bila diindikasikan, letakan strip

reagen di atas handuk kertas atau samping timer. Strip reagen harus

dijaga agar tetap datar sehingga darah tidak akan berkumpul hanya di

satu bagian bantalan.

f. Ukur glukosa darah

Masukkan strip reagen ke dalam alat sesuai petunjuk pabrik.

Beberapa peralatann menginginkan kertas reagen dihapus atau

dikeringkan setelah periode waktu yang telah ditentukan sebelum

dimasukkan ke dalam alat. Strip reagen lain tidak memerlukan

pengeringan atau penghapusan. Rujuk ke petunjuk pabrik yang

spesifik untuk prosedur khusus.

Setelah periode waktu yang ditentukan, sebagian besar alat

pengukur glukosa darah secara otomatis. Waktu yang benar

menjamin hasil yang akurat. Matikan alat dan buang strip reagen

serta kapas.

C. Beras Merah

1. Pengertian

Gomo (2010) menjelaskan bahwa nasi merah (Oryza Nivara)

adalah pengolahan lanjutan dari beras merah yang telah melalui proses

20
pemasakan dari beras merah. Seperti jenis nasi lainnya, nasi merah juga

merupakan sumber karbohidrat, antioksidan, fitonutrien, mineral,

mangan, magnesium, tiamin, fosfor dan vitamin B. Nasi merah memiliki

zat antosianin yang tidak dimiliki oleh nasi putih.

2. Morfologi

Marlina, 2010 menjelaskan dalam bukunya bahwa beras merah

(Oryza nivara) termasuk jenis tumbuhan berbunga yang menghasilkan

biji. Indonesia memiliki beragam varietas beras merah local dengan

kandungan gizi berbeda sesuai dengan tempat tumbuhnya. Beras merah

termasuk tumbuhan tropik yang sangat mampu melakukan penyesuaian

dengan keadaan kawasan. Tumbuhan beras merah dapat ditemukan di

sawah-sawah, dengan keadaan yang cukup lembab, terutama untuk

tumbuhan beras organik lebih cocok di daerah tropis di kawasan

pegunungan dengan ketinggian di atas 800 mdpl. Secara alami, tanaman

beras merah memiliki akar serabut sehingga mudah roboh. Akar serabut

tersebut dimiliki oleh semua jenis tanaman beras, batang dari beras

merah teak lurus dan bercabang daun. Tiap ruas hampir selalu ditumbuhi

kuncup.

Pada umumnya, tanaman beras merah berbunga setelah berumur

sekitar 4 bulan. Bunga beras merah berukuran kecil, biji beras merah

berwarna merah kehitaman dan berbau harum. Tanaman beras merah

yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat

menghasilkan ribuan biji. Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan

21
mahkota akan membuka, kemudian segera terjadi penyerbukan. Setelah

itu bunga akan berkembang menjadi biji. Buah beras merah terdiri ari

kulit buah dan biji. Buah beras merah terdiri dari kulit buah dan biji. Biji

bua terdiri dari tiga bagian yaitu lapisan kulit luar, lapisan dalam buah,

dan lapisan kulit tanduk yang tipis, tetapi keras. Besar biji kira-kira 0,3 x

0,5 cm dan bertangkai pendek.

3. Kandungan

Beras merah adalah salah satu jenis beras yang tidak digiling dan

termasuk padi - padian alamiah. Pada tahap pemrosesan beras merah,

hanya bagian terluar yaitu sekam yang dibuang sehingga beras merah

masih mengandung kulit ari yaitu aleuron. Beras merah mampu

menurunkan risiko untuk terkena diabetes melitus Tipe 2. Hal ini

disebabkan karena kandungan magnesium dalam aleuron beras merah

mampu meningkatkan metabolisme glukosa dalam darah dengan

meningkatkan sekresi dari hormon insulin. Magnesium mampu bertindak

sebagai kofaktor untuk meningkatkan enzim yang membantu proses

sekresi insulin. Selain itu kandungan serat yang tinggi pada beras merah

juga mampu memperlambat absorbsi gula ke dalam darah dan

meningkatkan sensitivitas dari hormon insulin (National Center for

Biotechnology Information (NCBI), 2011).

Serat juga di dalam usus akan menghambat aktivitas dari enzim

alfa amilase yang berfungsi untuk mencerna pati sehingga kadar gula

yang diabsorbsi jumlahnya lebih sedikit. Kandungan Gamma Amino

22
Butiric Acid (GABA) yang lebih tinggi di dalam beras merah dibandingkan

dengan beras putih mampu menstimulasi sel beta pankreas untuk

menghasilkan insulin berlebih (Ito, Y., Mizukuchi, A., & Kise, M., (2010).

Penelitian juga menunjukkan bahwa kadar indeks glikemik dari

beras merah lebih rendah dari beras putih. Hal inilah yang menyebabkan

beras merah tidak meningkatkan kadar glukosa darah setinggi beras

putih (National Center for Biotechnology Information (NCBI), 2011).

4. Manfaat Beras Merah untuk Kesehatan

N. Munawar Khalil, (2016) menjelaskan manfaat beras merah

untuk kesehatan cukup banyak. Warna merah pada beras merah

merupakan pigmen antosianin yang berperan sebagai antioksidan. Beras

merah yang berkualitas dapat dilihat dari permukaan butiran yang masih

terselimuti warna gelap merah hati dan masih utuh. Semakin banyak

terkelupas berarti semakin sedikit kandungan nutrisinya.

Oleh Karena zat-zat yang terkandung di dalamnya, beras merah

sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mengobati berbagai

penyakit. Dibandingkan dengan beras putih, kandungan karbohidrat

beras merah sebesar 75,5 gr lebih rendah dari beras putih sebesar 78,9

gr, akan tetapi nilai energi yang dihasilkan beras merah justru lebih tinggi

dari beras putih, yaitu 353kkal untuk beras merah dan 349 kkal untuk

beras putih. Selain itu beras merah juga lebih kaya protein, yaitu sebesar

8,2 gr, sementara beras putih hanya 6,8 gr. Hal ini karena kandungan

23
tiamin dalam beras merah lebih tinggi dari pada beras putih. Kekurangan

tiamin dapat mengganggu sistem saraf dan jantung.

Beberapa manfaat beras merah untuk kesehatan, antara lain:

a. Dari aspek pemrosesan, beras merah tidak mengalami penggilingan

secara sempurna seperti beras putih sehingga beras merah memiliki

kandungan serat yang lebih tinggi dari beras putih, serta mengandung

karbohidrat kompleks yang sangat baik bagi kesehatan. Kandungan

serat yang tinggi dalam beras merah sangat cocok bagi penderita

diabetes.

b. Beras merah mengandung indeks glikemik yang rendah. Indeks

glikemik merupakan angka yang menunjukkan potensi meningkatnya

gula darah yang berasal dari karbohidrat. Dengan mengonsumsi

beras merah maka kita akan mampu mengatur kadar gula dalam

tubuh dan produksi insulin menjadi relatif stabil.

c. Beras merah kaya akan asam amino. Asam amino dalam beras

merah berguna untuk pembentukan sel membran, menurunkan

kolesterol, membentuk anti bodi, menyelaraskan enzim dan hormon,

dan memperbaiki jaringan.

d. Beras merah juga kaya dengan zat Besi atau Mangan yang berperan

penting dalam produksi energi bagi tubuh. Zat besi merupakan

komponen penting dari enzim dan merupakan antioksidan yang dapat

melindungi tubuh dari radikal bebas yang umumnya terbentuk saat

energi diproduksi.

24
e. Beras merah juga kaya akan Zinc, yaitu mineral yang membantu

mepercepat penyembuhan luka dan menjaga sistem imun dalam

tubuh agar berfungsi dengan baik. Sama halnya dengan zat besi atau

mangan, zinc juga kaya antioksidan yang melindungi tubuh dan

radikal bebas yang dapat merusak sel-sel dan jaringan dalam tubuh.

f. Kandungan zat besi dalam beras merah juga sangat bermanfaat

karena senyawa antioksidan tersebut akan membantu tubuh dalam

menangkal bahaya radikal bebas. Hasil penelitian dari Cornell

University menyatakan bahwa beras merah mengandung zat anti

kanker berupa serat selenium dan senyawa fitokimia fenolat dan

lignin yang mampu menangkal radikal bebas. Radikal bebas

merupakan penyebab munculnya penyakit degenerative seperi

kanker dan jantung koroner.

g. Beras merah juga kaya akan vitamin B6 yang sangat baik untuk

menjaga produksi hormon serotonin, membantu pembentukkan sel-

sel DNA serta mempertahankan kestabilan sel darah merah. Dengan

mengonsumsi satu porsi nasi merah setiap hari akan dapat

memenuhi 23 persen dari vitamin B6, jumlah yang dibutuhkan untuk

menjalankan fungsi organ.

h. Bagi anda yang menginginkan jantung yang sehat, rajin-rajinlah

mengonsumsi beras merah. Hal ini karena beras merah mengandung

magnesium yang sangat baik untuk kesehatan jantung.

25
i. Beras merah dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat

yang pada umumnya dialami orang diatas usia 40 tahun. Hal ini dapat

diatasi dengan mengonsumsi beras merah yang membantu

mengurangi kadar kolesterol jahat dan meningkatkan kolesterol baik

bagi tubuh kita.

5. Pengolahan

Subroto, M. A. (2008) mengatakan untuk mendapatkan manfaat

kesehatan beras merah secara optimal, proses memasaknya harus

diperhatikan agar tidak banyak menghilangkan komponennutrisi yang

penting. Berikut petunjuk memasak beras merah yang baik:

a. Cuci beras merah dengan air mengalir dan bersihkan kotoran yang

bercampur di dalamnya.

b. Rendam beras merah tersebut semalam dengan air bersih dengan

perbandingan 2 bagian air : 1 bagian beras merah. Rasio bisa jadi

bervariasi, tergantung varietas padinya. Gunakan air secukupnya

sedemikian rupa sehingga ketika sudah matang semua air terserap

oleh beras merah. Jika terdapat kelebihan air yang harus dibuang

berarti ada komponen nutrisi dalam air yang akan hilang.

c. Masak campuran beras merah dan air hingga mendidih, kecilkan api,

tutup rapat panci, dan biarkan sekitar 45 menit.

d. Cek isi panci dan cicipi nasi untuk memastikan kematangannya. Jika

belum matang tetapi airnya sudah habis terserap, tambahkan sedikit

air dan masak beberapa menit lagi hingga matang.

26
6. Hasil Penelitian Mengenai Nasi Merah

Hasil penelitian secara ilmiah yang sudah dilakukan oleh Tiana

Martalia pada tahun 2013 mengenai perbedaan nilai gula darah puasa

sebelum dan sesudah pemberian nasi merah pada mahasiswa beresiko

diabetes melitus dengan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 20 responden, dengan pemberian nasi merah 150 gram serta

dilengkapi catatan harian, telah menunjukkan bahwa hasil Dari analisis

data dapat dilihat bahwa nilai rata-rata gula darah puasa peserta

kelompok eksperimen adalah 89 mg/dL dan nilai rata-rata gula darah

puasa kelompok kontrol adalah 78,2 mg/dL dan nilai rata-rata gula darah

puasa sesudah pemberian nasi merah adalah 80,7 mg/dL dan nilai rata

rata sesudah pemberian nasi putih adalah 82,7 mg/dL sehingga

disimpulkan bahwa nasi merah mampu menurunkan kadar gula darah

puasa sebesar 8,3 mg/dL.

Berdasarkan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Christian

Yonathan dan Adrian Suhendra yang berjudul perbandingan nasi putih

dengan nasi merah terhadap kadar gula darah, penelitian ini

menggunakan metode eksperimental quasi. Subjek penelitian sebanyak

30 orang dewasa muda. Masing-masing diukur kadar glukosa darah

27
puasa dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial. Pada penelitian

digunakan darah kapiler. Analisis data menggunakan uji “t” berpasangan

dengan α = 0,05. Hasil rerata kadar glukosa darah 2 jam post prandial

pada orang setelah mengonsumsi nasi merah adalah 101,77 mg/dL

berbeda sangat signifikan dengan setelah mengonsumsi nasi putih

sebesar 115,13 mg/dL dengan p < 0,01, sehingga dapat disimpulkan

bahwa kadar glukosa darah pada orang yang mengonsumsi nasi merah

lebih rendah dibandingkan dengan yang mengonsumsi nasi putih.

7. Kerangka teori

Dewasa madya

Faktor - Faktor Yang


Mempengaruhi Kadar
Gula Darah:
Konsumsi nasi
- Pola Makan Kadar Gula Darah beras merah
- Hormon kandungan
- Aktivitas antosianin
- Obesitas
Nilai Gula Darah
- Puasa

Gambar 2.2 : Kerangka Teori


Sumber: Hurlock, (1980)., Susianti, (2013)., Gomo, (2010)., N.Munawar Khalil, (2016).

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian adalah pola pikir yang menunjukkan

hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus

mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab

melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merupakan hipotesis, jenis

dan jumlah hipotesis, dan tehnik analisis statistik yang akan digunakan

(Sugiyono, 2017).

Glukosa darah adalah glukosa yang terdapat dalam darah yang

terbentuk dari karbohidrat dalam makanan lalu di simpan sebagai

glikogen di hati dan otot rangka.

Beras merah adalah salah satu jenis beras yang tidak digiling dan

termasuk padi-padian alamiah. Pada tahap pemrosesan beras merah,

hanya bagian terluar yaitu sekam yang dibuang sehingga beras merah

masih mengandung kulit ari yaitu aleuron. Beras merah mampu

menurunkan risiko untuk terkena diabetes melitus Tipe 2. Hal ini

disebabkan karena kandungan magnesium dalam aleuron beras merah

mampu meningkatkan metabolisme glukosa dalam darah dengan

29
meningkatkan sekresi dari hormon insulin. Magnesium mampu bertindak

sebagai kofaktor untuk meningkatkan enzim yang membantu proses

sekresi insulin. Selain itu kandungan serat yang tinggi pada beras merah

juga mampu memperlambat absorbsi gula ke dalam darah dan

meningkatkan sensitivitas dari hormon insulin (National Center for

Biotechnology Information (NCBI), 2011).

Penelitian juga menunjukkan bahwa kadar indeks glikemik dari

beras merah lebih rendah dari beras putih. Hal inilah yang menyebabkan

beras merah tidak meningkatkan kadar glukosa darah setinggi beras

putih (National Center for Biotechnology Information (NCBI), 2011).

Berikut ini adalah kerangka konsep penelitian yang menjadi

patokan peneliti untuk mencari perbedaan nilai gula darah puasa

sebelum dan sesudah pemberian nasi merah terhadap dewasa madya.

Kerangka konsep

Variabel Confonding:
Keterangan: - Usia
- Jenis Kelamin
- Aktivitas
= Tidak diteliti
- Pola makan
= Diteliti
Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian Nasi Nilai Glukosa


Merah Darah Puasa

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

30
2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi peneliti

untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian (Riyanto,

2011).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quasi eksperiment dengan pendekatan purposive sampling yang

merupakan tehnik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat – sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Riyanto, 2011).

Berikut ini skema rancangan penelitian quasi eksperiments

dengan pendekatan purposive sampling.

Variabel dependen: Variabel dependen:

Nilai Gula Darah Puasa Nilai Gula Darah Puasa


Dewasa Madya Dewasa Madya

Variabel Independen:
Pre Test Post Test
Pemberian Nasi Merah
Selama 3 Hari

31
Gambar 3.2 Rancangan Penelitian one-grup pre-post test

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap

pertanyaan penelitian berdasarkan dugaan peneliti, sedangkan hipotesis

statistik adalah jawaban sementara terhadap uji statistik. Sedangkan

hipotesis statistik yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah :

a. Hipotesis Nol (Ho) : tidak ada perbedaan nilai gula darah puasa

sebelum dan sesudah konsumsi nasi merah pada dewasa madya di

Posbindu RW 10 Kelurahan Karang Mekar wilayah kerja Puskesmas

Cimahi Tengah.

b. Hipotesis Alternatif (Ha) : ada perbedaan nilai gula darah puasa

sebelum dan sesudah konsumsi nasi merah pada dewasa madya di

Posbindu RW 10 Kelurahan Karang Mekar wilayah kerja Puskesmas

Cimahi Tengah.

4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu bentuk atribut atau sifat nilai dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

(Sugiyono, 2017).

a. Variabel bebas (Variabel Independen)

32
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel dependen (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini yang

termasuk variabel bebas adalah konsumsi nasi merah.

b. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017).

Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat adalah nilai gula

darah pada dewasa madya.

5. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang

akan diteliti secara operasional di lapangan untuk mengarahkan kepada

pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel tersebut serta

untuk pengembangan instrumen. Dengan definisi operasional yang tepat

maka ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diteliti menjadi

terbatas dan peneliti akan lebih fokus (Riyanto, 2011).

33
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Definisi Alat Hasil Skala


Konseptual Operasional Ukur Pengukuran

Variabel Pemberian nasi Memberikan Timban - -


Bebas merah merupakan konsumsi nasi gan
salah satu merah sebagai makan
pengendalian nilai pilihan alternatif an
Pemberian gula darah pengganti nasi
nasi merah putih 150 gram
sebanyak 3 kali
yang dimakan
pada pukul
07.00, 12.00 dan
17.00

Variabel Jumlah atau Menilai Gluko mg/dL Rasio


Terikat konsentrasi metabolisme meter
glukosa yang karbohidrat pada merk
Kadar terdapat dalam dewasa madya Auto
glukosa darah saat puasa yang diukur saat Check
darah puasa (Qurratuaeni, puasa dengan
2009) batas nilai
sedang hingga
buruk yaitu >110
mg/dL.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

34
1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek yang akan di teliti dan

memenuhi karakteristik yang di tentukan (Riyanto, 2011). Populasi dalam

penelitian ini adalah dewasa madya di 13 wilayah kerja Puskesmas

Cimahi Tengah. Adapun jumlah populasi dewasa madya dalam tahun

2016 adalah 240 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau representatif populasi (Riyanto, 2011). Tehnik pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu

tehnik penentuan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017).

Menurut Dahlan (2013), rumus besar sampel pada penelitian analisis

numerik berpasangan:

(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆 2
𝑛1 = 𝑛2 = ( )
𝑥1 − 𝑥2

Keterangan:

n1=n2 = Besar sampel

Zα = Alfa, kesalahan tipe 1

Zβ = Beta, kesalahan tipe 2

S = Simpangan baku dari selisih nilai antar kelompok

x1 – x2 = Effect size (perbedaan rerata)

35
Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti memasukkan angka

perbedaan rata-rata kelompok dan standar deviasi berdasarkan penelitian

yang dilakukan Jevi Novita Sari, (2014). Didapatkan nilai selisih rata-rata

yaitu 65,59 dan selisih dari standar deviasi yaitu 131,18 dan Zα satu arah

dengan tingkat kesalahan 10% yaitu Zα = 1,282, Zβ satu arah dengan

tingkat kesalahan 20% yaitu Zβ = 0,842, berikut rumus besar sampel yang

diperoleh sebagai berikut:

(𝑍𝛼+𝑍𝛽)×𝑆 2
𝑛1 = 𝑛2 = 𝑋1−𝑋2

(1,282 + 0,842) × 131,18 2


= 188,58 − 254,17

(2.124)×131,18 2
= 65,59

278,62 2
= 65,59

2
= 4,247 = 18,03 = 18 orang

Besar sampel pada penelitian ini terdiri 18 sampel kelompok

intervensi. Untuk mencegah sampel dropout dari penelitian dapat

ditambah 10% sehingga besar sampel minimal dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :


𝑛
𝑛′ =
(1 − 𝑓)

Keterangan :

n’ = besar sampel setelah dikoreksi

36
n = jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya

f = prediksi presentase sampel dropout 10%

𝑛
𝑛′ =
(1 − 𝑓)

18
=
(1 − 0,1)

18
=
(0,9)

= 20

Maka sampel yang diperlukan dalam penelitian ini sebanyak 20

responden pada kelompok intervensi. Dalam pengambilan sampel

tersebut peneliti menentukan kriteria yang diinginkan, kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian

pada populasi target dan sumber (Riyanto, 2010). Adapun kriteria

inklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1) responden yang berusia 40 – 60 tahun.

2) responden yang terdiri dari pria dan wanita.

3) responden yang kurang aktifitas fisik

4) responden yang pola makannya kurang mengkonsumsi serat

5) responden yang bertempat tinggal di RW 10 Karang Mekar.

b. Kriteria ekslusi

37
Kriteria ekslusi merupakan kriteria dari subjek penelitian yang

tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria ekslusi maka

subjek harus dikeluarkan dari penelitian (Riyanto, 2010). Adapun

kriteria ekslusi dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1) responden yang mengalami pindah rumah.

2) responden yang secara tiba-tiba tidak bersedia menjadi subjek

penelitian.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti, adapun

tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan dari

penelitian dan melakukan informed concent kepada responden.

b. Responden diminta untuk berpuasa pada malam hari dari pukul 22.00

WIB hingga pukul 07.00 WIB

c. Pada saat penelitian, dilakukan pengukuran kadar gula darah puasa

(pre test) pada semua responden pada pukul 07.00 WIB

menggunakan alat glukometer.

d. Responden diberikan nasi merah oleh peneliti 150 gram sebanyak 3

kali sehari dari pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 intervensi ini diberikan

selama 5 hari berturut - turut.

38
e. Pada hari ke-6, dilakukan pengukuran nilai gula darah puasa (post

test) menggunakan alat glukometer. Hasilnya di catat di lembar

observasi.

f. Pengukuran dilakukan dengan cara mengumpulkan responden di

tempat posbindu selama 5 hari berturut-turut.

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Sugiyono, 2017). Instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan beberapa alat ukur yang

telah distandar atau dikalibrasi yaitu:

a. Glukometer merk auto check, untuk mengukur glukosa darah

responden

b. Panci khusus yang digunakan untuk memasak nasi

c. Timbangan dapur analog merk Lion Star, untuk mengukur jumlah

beras dan nasi yang diberikan.

d. Instrument lain yang digunakan adalah lembar skrinning wawancara

mengenai data umum dan kondisi kesehatan responden.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji validitas instrumen adalah suatu uji untuk mengetahui sejauh

mana suatu alat (instrumen) dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur, sehingga dapat mencapai sasaran, validitas dapat diartikan alat

39
untuk mengukur suatu ketepatan atau akurasi. Dalam penelitian ini

peneliti tidak melakukan uji validitas karena glukometer baru.

D. Prosedur Penelitian

Agar penelitian direspon dapat memenuhi syarat penelitian yaitu

sistematis, terencana, dan mengikuti konsep ilmiah. Melalui langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Mencari fenomena dan masalah penelitian yang terjadi tanggal 1

Maret 2017

b. Menentukan lahan penelitian dan melakukan studi pendahuluan pada

tanggal 23 Maret 2016

c. Melakukan studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan tanggal

18 Maret 2016

d. Menyusun proposal penelitian tanggal 2 Maret 2017

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengurus perizinan melaksanakan penelitian di kampus STIKes

Jenderal Achmad Yani Cimahi.

b. Mengurus perizinan melaksanakan penelitian di Dinas Kesehatan

Kota Cimahi.

c. Mengurus perizinan melaksanakan penelitian di Puskesmas Cimahi

Tengah.

40
d. Mengurus perizinan melaksanakan penelitian ke kader di wilayah

kerja Puskesmas Cimahi Tengah di RW 10 Karang Mekar.

e. Melakukan pengumpulan data responden yang akan dilakukan

penelitian.

f. Melakukan penelitian.

3. Tahap Akhir

a. Penyusunan laporan penelitian.

b. Penyajian atau presentasi hasil penelitian.

E. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Adapun cara pengolahan data penulis menggunakan tahap-tahap

sebagai berikut (Riyanto, 2011):

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan data nilai

kadar gula darah yang dikumpulkan sudah diisi dengan lengkap dan

jelas (Riyanto, 2011)

b. Processing / Entry Data

Peneliti melakukan entry data atau memasukkan data dari

lembar observasi data menggunakan program computer untuk

kemudian di analisa. Data yang dimasukan berupa nilai dari hasil

pengukuran nilai kadar gula darah dalam bentuk numerik.

c. Cleaning

41
Peneliti mengecek kembali data yang sudah di entry apakah

ada kesalahan atau tidak.

2. Analisa Data

Analisa data dilakukan terhadap hasil observasi atau pengukuran

variabel penelitian dengan menentukan jumlah atau frekuensi dan

distribusi (Riyanto, 2011). Analisis data yang telah dipakai dalam

penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik yang meliputi:

a. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang menggambarkan suatu

data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok

(Riyanto, 2011).

Tujuan analisa univariat ini untuk menggambarkan konsumsi

nasi merah pada dewasa madya sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi.

Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan

diinterprestasikan dengan mencantumkan mean (rata-rata) dan

standar deviasi.

1) Rata-rata (mean)

∑ 𝑥𝑖
𝑀𝑒𝑎𝑛 =
𝑛

Keterangan:

∑xi = jumlah tiap data

n = jumlah data

42
b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara

variabel independen dan dependen, apakah variabel tersebut

mempunyai pengaruh yang signifikan atau hanya pengaruh secara

kebetulan (Riyanto, 2011). Pada tahap ini peneliti menganalisis

perbedaan nilai gula darah puasa sebelum dan sesudah diberikan

intervensi nasi merah pada dewasa madya. Sebelum menguji

hipotesis peneliti melakukan uji normalitas data (Shapiro-wilk) karena

sampel <50 responden. Uji normalitas data berguna untuk

menentukan hipotesis yang akan dipilih.

Setelah melakukan uji normalitas data sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi pemberian nasi merah pada dewasa madya,

dilakukan uji statistik sesuai dengan normal atau tidak nya data dan

apabila data berdistribusi normal maka dilakukan uji statistik

menggunakan T test dependent (uji T berpasangan), apabila data

berdistribusi tidak normal maka yang dilakukan adalah uji wilcoxon

(uji non parametrik).

Rumus paarametrik uji T test dependent (uji T berpasangan)

(Riyanto, 2011) :

𝑡 𝑑
ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔=
𝑆⁄√𝑛

Keterangan :

43
df = n-1

d (debar) = Rata-rata selisih/deviasi pengukuran pertama dan

kedua

S = Standar deviasi dari nilai d

n = Jumlah sampel

F. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapat adanya

rekomendasi dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian untuk mencegah

timbulnya masalah etika, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut:

(Notoatmodjo, 2010).

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Saat penelitian berlangsung, peneliti memberikan lembar

persetujuan dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian pada

responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and convidentiality)

Saat penelitian berlangsung, peneliti berusaha menghormati

privasi dan kerahasiaan responden dengan cara merahasiakan data

44
ataupun hasil data responden kepada masyarakat lainnya dengan

menggunakan nama inisial pada lembar observasi.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati – hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,

yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini

menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan

keuntungan yang sama, tanpa membedakan gendre, agama, etnis dan

sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm dan benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek dengan cara menanyakan riwayat penyakit dan

melakukan observasi keadaan pasien setiap harinya. Keuntungan dari

penelitian ini adalah membantu klien dewasa madya yang beresiko

terkena diabetes melitus tipe 2 untuk mengontrol kadar gula darah

dengan mengkonsumsi nasi merah. Dalam penelitian ini tidak ada

responden yang mengalami cedera ataupun mengganggu aktivitas klien.

45
G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Posbindu RW 10 Kelurahan Karang

Mekar wilayah kerja Puskesmas Cimahi Tengah.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2017

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, S. (2013).Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika.

Depkes R. I. (2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dinkes Kota Cimahi. (2017). Hasil Laporan Kesehatan Tahun 2016. Cimahi:
Dinas Kesehatan Kota Cimahi.
Guyton Arthur C. (2012). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi III.
Jakarta: EGC.
Ito, Y., Mizukuchi, A., & Kise, M., (2010). Postprandial Blood Glucose and Insulin
Responses to Pre-germinated Brown Rice in Healthy Subjects.
Kemenkes R. I. . (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Kozier & Erb. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Edisi 5. Jakarta:
EGC.
N. Munawar Khalil. (2016). Raja Obat Alami Beras Mengatasi Berbagai Penyakit
Degeneratif, seperti Diabetes, Kanker, dan Jantung Koroner. Yogyakarta:
Ani Offset.
Marlina, E. (2010). Mengenal Makanan Pokok. Bekasi: CV. Jabal Rohmat.

46
Martalia, Triana. (2013). Perbedaan Nilai Gula Darah Puasa Sebelum Dan
Sesudah Pemberian Nasi Merah Pecah Kulit (Oryza Nivara) Pada
Mahasiswa Di Asrama Putri Universitas Advent Indonesia Bandung, 1-9.
Misnadiarly. (2006). Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Melitus. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Nadjib B.M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
National Center for Biotechnology Information (NCBI). (2011, January 20).
Retrieved January 16, 2017, from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
/articles /PMC3024208/).
Notoatmodjo, S, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Prihaningtyas, Rendi Aji. (2013). Hidup Manis dengan Diabetes Panduan


Lengkap Berkawan dengan Diabetes. Jakarta: Media Pressindo.
Qurratuaeni. (2009). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Terkendalinya
Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah.
Rakhmadany, dkk. (2010). Makalah Diabetes Melitus. Jakarta: Universitas Islam
Negeri.
Riyanto. (2011). Pengolahan dan analisa data kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

._______. (2011). Aplikasi metodologi kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.


Soegondo, dkk. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
FKUI.
Soewondo, P. (2002). Pemantauan Pengendalian Diabetes Melitus dalam
Pelaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI.
Subroto, M. (2008). Real Food True Health Makanan Sehat Untuk Hidup Lebih
Sehat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Sugiyono. (2017). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sutanto. (2013). Faktor – Faktor Penybab Diabetes Melitus. Online Available :


http://2015-1-1-14201-841411056-bab1-23072015091347.pdf/ 22 Maret
2017.

Syafril, S. (2009). Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sylvia A. Prince. (2014). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Volume 2.
Jakarta: EGC.

47
Trisnawati, Shara K, dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, Vol.5 No.1:1-11.

Waspandji, Sarwono. (2002). Indeks Glikemik Bahan Makanan dalam Pedoman


Diet Diabetes Melitus Pusat Diabetes dan Lipid RSCM. Jakarta: FKUI.
WHO. (2011). Global Status Report On Non Communicable Disease. Jakarta:
World Health Organization.

48

Anda mungkin juga menyukai