Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ANGINA LUDWIG

Disusun oleh:
Asis Fitriana
132011101005

Dokter Pembimbing:
dr. Laksmi Indreswari, Sp. B

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Bedah di RSUD dr. Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... iii


BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2

II. 1. Definisi Dan Anatomi .............................................................................. 2

II. 2. Epidemiologi Dan Faktor Resiko ............................................................. 3

II. 3. Etiologi ..................................................................................................... 3

II. 4. Patofisiologi .............................................................................................. 3

II. 5. Manifestasi Klinis.................................................................................... 4

II. 6. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang .................................................. 4

II. 7. Diagnosis Banding ................................................................................... 6

II. 8. Tatalaksana ............................................................................................... 7

II. 9. Komplikasi ............................................................................................... 9

II. 10. Prognosis ................................................................................................ 9

BAB III. LAPORAN KASUS ................................................................ 10


Daftar Pustaka

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi ruang submandibular .............................................. 2

Gambar 2.2 Rute penyebaran infeksi odontogenik ....................................... 4

Gambar 2.3 Foto polos lateral Angina Ludwig .......................................... 5

Gambar 2.4 CT scan Angina Ludwig......................................................... 6

Gambar 2.5 Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig ........... 8

Gambar 2.6 Drainase pada infeksi supuratif .............................................. 9

Gambar 3.1 Gambaran Klinis................................................................... 13

Gambar 3.2 Foto thorax ........................................................................... 13

Gambar 3.3 Rawat Luka H-3 ................................................................... 17

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Ludwig's Angina dapat menjadi selulitis yang mengancam jiwa dari jaringan
lunak yang melibatkan dasar mulut dan leher. Seorang dokter Jerman, Wilhelm
Friedrich von Ludwig yang pertama kali menggambarkan kondisi ini pada tahun 1836.
Ini melibatkan 2 kompartemen di dasar mulut termasuk ruang sublingual dan
submaksila secara bilateral. Infeksi pada molar bawah adalah penyebab angina Ludwig
yang paling umum. Infeksi ini cepat progresif menyebabkan pneumonia aspirasi dan
obstruksi saluran napas1.

Mengenal tanda-tanda awal angina Ludwig sangat penting dalam manajemen


gangguan ini. Pada kasus tahap lanjut, mengamankan patensi jalan nafas dan drainase
surgical sangat penting untuk menghindari terjadinya asfiksia

Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat tatalaksana


mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotic dilakukan. Pada era sebelum
ditemukannya antibitik, tingkat kematian lebih tinggi dibandingkan dengan era saat
antibiotik telah ditemukan.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,
potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dansubmandibular.
Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang menjadi fasciitis,
dan akhirnya berkembang menjadi abses yangmenyebabkan indurasi suprahioid,
pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasiserta perubahan letak lidah ke
posterior2,4,5
Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina Ludwigini
pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang berasal dariregion
kelenjar submandibula1,2,5,6

Gambar 2.1. Anatomi dari ruang submandibular2

5
2.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Kebanyakan kasus angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat. Kondisi yang
menjadi faktor risiko yaitu diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme,anemia
aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik.
Umunya, pasien berusia antara 20-60 tahun, tetapi ada yang melaporkan kasus ini
terjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84 tahun. Laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 3:1 atau 4:12.

2.3. Etiologi
Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya dari
gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada diatas otot
milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular2.
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau
bakteroides. Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu
Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat,
termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya
yang berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa,
spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium species. Bakteri
gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species, Escherichia coli,
Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp2.
Penyebab lain non-odontogenik dari angina Ludwig yaitu sialadenitis, abses
peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus tiroglossal yang terinfeksi,
epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskopi yang menyebabkan trauma,
intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi saluran nafas bagian atas, dan
trauma pada dasar mulut 2,6

2.4. Patofisiologi
Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan
submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepatdan

6
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan
bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada
mulut2.

Gambar 2.2. Rute penyebaran infeksi odontogenik

2.5. Manifestasi Klinis


Pasien dengan angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi
sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Gejala klinis yang
ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa
gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri
pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia, odinofagia, drooling,
trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan,
penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing” position2. Stridor, kesulitan
mengeluarkan secret, kecemasan, sianosis, dan posisi duduk merupakan tanda akhir
dari adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang
alat bantu pernafasan3. Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema
pada struktur vokalis. Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya
gangguan berat pada jalan nafas2.

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan oral, elevasi dari lidah, terdapat indurasi besar di dasar mulut
dan di anterior lidah, dan pembengkakan suprahioid. Biasanya terdapat edema

7
submandibular bilateral. Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang
hyoid sering disebut dengan bull’s neck appearance2. Kewaspadaan dalam mengenal
tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen
kondisi yang serius ini2,3. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina Ludwig, yaitu2:
 Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam
 Gangrene yang disertai dengan pus
 Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar
 Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui sistem limfatik
Adanya brawny induration di dasar mulut merupakan gejala klinis sugestif bagi
klinisi untuk melakukan tindakan stabilisasi jalan nafas dengan secepatnya diikuti
dengan konfirmasi diagnostik selanjutnya2. Foto polos leher dan dada sering
menunjukkan pembengkakan soft-tissue, adanya udara, dan adanya penyempitan
saluran nafas. Sonografi telah digunakan untuk mengidentifikasi penumpukan cairan
di dalam soft-tissue. Foto panorama dari rahang menunjukkan focus infeksi pada gigi2.

Gambar 2.3. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik (tanda


panah)2
Setelah patensi jalan nafas diamankan, CT scan dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya pembengkakan soft-tissue, penumpukan cairan, dan

8
gangguan jalan nafas2. CT scan juga dapat menentukan luas abses retrofaringeal dan
dapat menolong untuk menentukan kapan alat bantu pernafasan diperlukan3. MRI
merupakan pemeriksaan lain yang dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien2.

Gambar 2.4. CT scan menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik dan adanya


udara dalam soft-tissue2
2.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik,karsinoma
lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, limfadenitis,selulitis, dan abses
peritonsil2.

9
2.8.Penatalaksanaan
Algoritma diagnosis dan managemen Angina Ludwig dapat dilihat padagambar
2.x. Karena morbiditas dan mortalitas dari angina Ludwig terutama disebabkan oleh
hilangnya patensi jalan nafas, proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas utama
dalam tatalaksana awal pasien ini2,9. Konsultasi anesthesiologist dan otolaringologis
sangat diperlukan dengan segera. Transfer pasien ke ruangoperasi harus
dipertimbangkan sebelum manipulasi jalan nafas dimulai. Pasienyang tidak
memerlukan kontrol jalan nafas segera harus dimonitor terus menerus.Pada pasien
yang sangat memerlukan bantuan pernapasan, kontrol jalan nafasidealnya dilakukan di
ruang operasi, untuk dilakukan krikotiroidotomi atautrakeostomi jika diperlukan2.
Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena secaraagresif
harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram positif dan bakteri
anaerob pada rongga mulut 2,3,10. Pemberian beberapa antibiotik harus dilakukan, yaitu
penisilin G dosis tinggi dan metronidazol, klindamisin, sefoksitin, piperasilin-
2,3
tazobaktam, amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin klavulanat . Meskipun masih
menjadi kontroversi, pemberian deksametason untuk mengurangi edema dan
meningkatkan penetrasi antibiotik dapat membantu2,6. Pemberian deksametason
intravena dan nebul adrenalin telah dilakukan untuk mengurangi edema saluran nafas
bagian atas pada beberapa kasus3. Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi
supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau
aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian terapi antibiotik2. Drainase ditempatkan di muskulus milohioid ke dalam
ruang sublingual9. Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting untuk proses drainase
yang lengkap2.

10
Gambar 2.5. Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig2.

11
Gambar 2.6. Drainase pada infeksi supuratif5
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher3. Pada infeksi lanjut, dapat terjadi
thrombosis sinus kavernosus dan abses serebri. Komplikasi lainnya yang telah
dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan rupture arteri, tromboflebitis supuratif dari
vena jugularis, mediastinitis, empiema, efusi perikard atau efusi pleura,osteomielitis
mandibula, abses subfrenikus, dan aspirasi pneumonia2,3.

2.10. Prognosis
Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan nafas
dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian pada era
sebelum adanya antibiotik sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik tingkat
mortalitas berkurang menjadi 5%2.

12
BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Wagini
Tgl. Lahir : 01-07-1950
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sumberjo 3/32 Sumberbaru Jember
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 150813
Tgl. Masuk RS : 02-05-2018
Tgl. Pemeriksaan : 02-05-2018 – 05-05-2018

3.2 Anamnesa
 Keluhan utama : pasien mengeluh bengkak pada pipi hingga
leher sebelah kanan
 Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh bengkak pada pipi sebelah
kanan sejak 6 hari yang lalu. Awalnya, bengkak kecil, kemudian semakin
membesar hingga leher selama 6 hari ini. Pasien juga mengeluh nyeri dan
berbau pada daerah yang bengkak. Pasien mengeluh sakit gigi bawah sejak 10
hari yang lalu, 3 hari kemudian menjadi bengkak. Selain itu pasien juga nyeri
saat menelan sejak pipinya bengkak. Pasien sering sakit gigi selama 4 tahun ini,
saat nyeri pasien pergi ke mantri dan diberi obat anti nyeri kemudian beberapa
hari kemudian nyeri akan hilang. Karena sulit makan dalam 2 hari, pasien oleh
keluarga dibawa ke RSD dr. S. Mual (-) mutah (-) demam (-)

13
Heteroanamnesis : Menurut keluarga pasien sering mengorek-
ngorek gigi yang sakit menggunakan jari. Pasien juga menolak jika berobat ke
dokter.
 Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi (+) tidak terkontrol ; Stroke attack 2
th yll
 Riwayat penyakit keluarga : pasien mengaku tidak ada keluarga dengan
penyakit yang sama
 Riwayat pengobatan : Kataflam dan Amoksisilin

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum Lemah
Kesadaran / GCS Alert / E4V5M6
Tekanan darah 160/80 mmhg
Heart rate 103 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Respiration rate 24 x/menit
Temperature 37.0 ºC
BB : 80 kg
TB : 160 cm
3.3.2 Pemeriksaan Fisik Umum
 Kepala
o Kepala : Normocephali
o Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
o Hidung: Deformitas (-), rhinorrhea (-)
o Telinga: Otorrhea -/-
o Gigi : tampak karies pada gigi molar 2, gingiva bewarna kemerahan
 Leher : Deviasi trakhea (-)
 Thorax

14
o Inspeksi: Terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-), iktus kordis tidak
tampak
o Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba pada ICS V midclavicula sinistra
o Perkusi: Sonor di lapangan paru
o Auskultasi:
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
o Inspeksi: Flat, Distended (-), DC (-) DS (-)
o Auskultasi: Bising usus (+) normal, borborygmus (-), metalic sound (-)
o Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar/lien
tidak teraba.
o Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen, pekak hepar (+)
 Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstrimitas atas dan bawah
Kesan atrofi pada ekstrimitas sinistra
 Genitalia eksterna : MUE (+) letak normal, discharge (-)
 Anal-perianal : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-)

3.3.3 Pemeriksaan Fisik Khusus


 Status Neurologis
- GCS 4-5-6
- N VII : Parese NVII dextra sentral
- Motorik : 55555 44444
55555 44444
- Sensorik : DBN
- Otonom : DBN

15
 Status lokalis regio mandibula dextra
Inspeksi : massa (+) luas ± 10x6 cm, hiperemis (+) trismus (+) hanya dapat
membuka mulut selebar 1 jari
Palpasi : nyeri tekan (+) VAS 7, massa padat kenyal, teraba panas

Gambar 3.1. Gambaran Klinis


3.4 Pemeriksaan Penunjang
 Thorax foto

Gambar 3.2. Foto thorax

16
 Laboratorium
Tgl. Periksa : 02-05-2018

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal

Hemoglobin 13.2 gr/dL 12.0 – 16.0 gr/dL


Lekosit 17.9 109/L 4.5 – 11.0 109/L
Hematokrit 38.1 % 36 – 46 %
Trombosit 321 109/L 150 – 450 %
GDS 134 mg/dL <200 mg/dL
SGOT 28 10-31 U/L
SGPT 24 9-36 U/L
Kreatinin Serum 0.7 0.5-1.1 mg/dL

3.4 Diagnosa Kerja


 Diagnosa Primer : Angina Ludwig + Hipertensi + riw stroke 2th yll
 Diagnosa Komplikasi : Sepsis

3.5 Planning
 Planning terapi :
 Pro Insisi drainase
 Inj Ceftriaxone 2x1
 Inj Metronidazole 3x1
 Inj Antrain 3x1

3.7 Prognosis
 Ad Vitam : Dubia ad bonam
 Ad Functionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad malam

17
3.8 Laporan Operasi
 Tgl. Operasi : 02-04-2018
 Diagnosa Pre-op : Angina Ludwig
 Diagnose post-op : Angina Ludwig
 Tindakan operasi : Insisi drainase
 Anastesi : Lokal Anestesi
 Persiapan operasi : Informed consent
 Desinfeksi : Povidone iodine
 Deskripsi operasi :
Dilakukan : dilakukan insisi drainase dengan menggunakan PZ+H2O2
Spesimen yang diambil: pus pada mandibula dextra
 Hasil operasi : Pus ±400 cc

3.9 Follow Up
 Tgl. 03-05-2018
S/ nyeri pada luka operasi, mual (-), muntah (-), demam (-)
O/ ku : cukup TD : 160/90 RR : 18x/mnt
Kes : alert HR : 80x/mnt Tax : 36,6 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mandibula dextra
I : dressing +, rembesan (+) pus (+) darah (+)
P : nyeri tekan (+) pus (+)
A/Angina Ludwig post insisi drainase H0 + sepsis + Hipertensi
P/ Inf. KaenMg3 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxon 2x1 H2

18
Inj. Antrain 3x1
Inj. Metronidazol 3x500mg H2
Amlodipine 10 mg 0-0-1
Valsartan 80 mg 0-0-1
Oral hygiene betadine gargle 4x1
Rawat luka
Mobilisasi setengah duduk
Diet BH
Susu 5x200 cc

 Tgl. 04-05-2018
S/ nyeri pada luka operasi, pasien mulai mau makan, mual (-), muntah (-), demam
(-) nyeri kepala (-)
O/ ku : cukup TD : 170/100 RR : 18x/mnt
Kes : alert HR : 80x/mnt Tax : 36,8 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mandibula dextra
I : edema (+) hiperemis (+) dressing +, rembesan (+) pus (+)
P : nyeri tekan (+) pus (+)
A/ Angina Ludwig post insisi drainase H1+Sepsis membaik + hipertensi
P/ Inf. KAENMG3 1500 cc/24 jam
Inj Ceftriaxon 2x1 H3
Inj Antrain 3x1
Inj Metronidazol 3x500mg H3
Amlodipine 10 mg 0-0-1

19
Valsartan 80 mg 0-0-1
Susu 5x200 cc
Oral hygiene betadine gargle 4x1
Rawat luka
Mobilisasi setengah duduk
Diet BH

 Tgl. 05-05-2018
S/ nyeri pada luka operasi, makan baik
O/ ku : cukup TD : 140/80 RR : 18x/mnt
Kes : alert HR : 80x/mnt Tax : 36,1 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mandibula dextra

Gambar 3.3. Rawat Luka H-3

20
I : edema (-) hiperemis (-) dressing +, rembesan (+) pus (+)
P : nyeri tekan (+) pus minimal
A/ Angina Ludwig post insisi drainase H2+Sepsis membaik + hipertensi
P/
Asam mefenamat 3x500 mg
Cefixime 2 x 200 mg
Amlodipine 10 mg 0-0-1
Valsartan 80 mg 0-0-1
Oral hygiene betadine gargle 4x1
Susu 5x200 cc
Rawat luka
KRS
 Rawat luka sehari sekali di Puskesmas Sumberbaru
 2 hari sekali kontrol poli

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ugboko V, Ndukwe K, Oginni F. 2005. Ludwig’s Angina: An Analysis of Sixteen


Cases in a Suburban Nigerian Tertiary Facility. African Journal of oralHealth. Volume
2 Numbers 1 & 2 2005: 16-232.Lemonick DM. 2002. Ludwig’s Angina: Diagnosis and
Treatment.Hospital Physician. p. 31-37
3. Kulkarni AH, Pai SD, Bhattarai B, Rao ST, Ambareesha M. 2008.Ludwig’s Angina
and Airway Considerations: A Case Report. Cases Journal2008, 1:19
4. Grupta AK, Dhulkhed VK, Rudagi BM, Gupta A. 2009. Drainage of Ludwig’
Angina under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient.Anestesia
Pediatrica e Neonatale, Vol. 7, N. 3
5. Cossio PI, Hinojosa EF, Cruz MAM, Perez LMG. 2010. Ludwig´s anginaand
ketoacidosis as a first manifestation of diabetes mellitus. Med Oral PatolOral Cir Bucal.
2010 Jul 1;15 (4):e624-7
6. Srirompotong S. 2003. Ludwig’s angina: a clinical review. Eur
ArchOtorhinolaryngol (2003) 260 : 401–403
7. Moorhead K, Guiahi M. 2010. Case Report: Pregnancy Complicated by Ludwig’s
Angina Requiring Delivery. Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology Volume
2010, Article ID 158264, 3 pages
8. Heavey J, Gupta N. 2008. Ludwig’s Angina. The New England Journal of Medicine.
359;14
9. Telian SA, Schmalbach CE. 2003. Chronic Otitis Media. Dalam: Snow JB,Ballenger
JJ. 2003. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.16th edition. BC
Decker: Spain. P. 1039
10. Probst R, Grevers G, Iro H. 2006. Basic Otorhinolarylology: A Step byStep
Learning Guide. Georg Thieme Verlag: Stuttgart. p. 84-85

22

Anda mungkin juga menyukai