Proposal TA Ventilasi Tambang PDF
Proposal TA Ventilasi Tambang PDF
OKTOVIANUS KOIBUR
(011 064 0088)
Oleh :
OKTOVIANUS KOIBUR
NIM. 011 064 0088
Mengetahui,
Ketua Program Studi
i
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas Pertolongan serta pengasihannya penulis dapat menyelesaikan
Proposal Tugas Akhir yang berjudul ”PERMODELAN JARINGAN VENTILASI
MENGGUNAKAN SOFTWARE KAZEMARU PADA TAMBANG DOZ”
dengan baik.
Proposal Akhir ini merupakan salah satu syarat Untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan di Program Studi S1 Teknik
Pertambangan, Dan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dari Universitas.
Dalam Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Endang Hartiningsih, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Uncen.
2. Bevie Nahumury,ST.,MT selaku Ketua Program Studi (S1) Teknik
Pertambangan Uncen.
3. PT. Freeport Indonesia yang telah membantu dalam menyediakan tempat
Kerja Praktek.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk lebih
menyempurnakan isi laporan ini. Namun demikian, penulis berharap laporan ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi kasih dan pengharapan kepada
kita sekalian. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.3 KAZEMARU ......................................................................................... 37
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
1 BAB I PENDAHULUAN
1
2
1.2 PERMASALAHAAN
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakasanakannya penelitian ini yaitu mendesain sistem
jaringan ventilasi menggunakan software Kazemaru.
1.3.2 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah dengan pembuatan simulasi jaringan ini maka
dapat digunakan sebagai perencanaan distribusi aliran udara pada tambang bawah
tanah selanjutnya.
daerah Tambang Bawah Tanah DOZ (Deep Ore Zone), PT Freeport Indonesia
(PTFI) dengan posisi kordinat 733250–734250 Easthing; 951250–952250
Northing Zona UTM 53 S. Lokasi penelitian terletak di Pegunungan Jayawijaya,
Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Propinsi Papua.
1.4.2 Topografi
Wilayah kerja PT.Freeport Indonesia membentang disepanjang daerah
pegunungan Jayawijaya, suatu area dengan topografi tertinggi diantara Himalaya
di Asia dan Andes di Amerika Selatan, yang memotong pulau tepat di tengah-
tengah. Ketinggian bervariasi mulai dari daerah pantai di dataran rendah sampai
de ngan pegunungan yang curam yang terletak sekitar 80 kilometer dari area
pelabuhan. Geomorfologi yang curam ini dikarenakan proses pengikisan oleh air
hujan dalam jumlah yang sangat tinggi terhadap permukaan pegunungan yang
terus terangkat sehingga material terpindahkan.
5
1.4.3 Morfologi
Daerah yang membentang sejauh ± 125 km dari pelabuhan Amamapare
hingga daerah pabrik pengolahan memiliki morfologi yang berbeda-beda. Daerah
pelabuhan Amamapare merupakan daerah rawa bakau yang relatif datar.
Morfologi pada daerah ini
banyak dijumpai sungai-sungai kecil yang bercabang-cabang dan pepohonan
tinggi dengan akar yang menggantung.
Memasuki daerah pedalaman, dimana ketinggian semakin besar dan daerah
rawa bakau sedikit demi sedikit digantikan dengan rawa nipa atau sagu. Pada
jarak ±3–40 km, daerahnya mulai ditumbuhi oleh hutan yang lebat dengan
jurang-jurang yang terjal. Memasuki wilayah penambangan Grasberg, hutan tidak
ditemukan lagi yang kemudian digantikan tumbuhan lumut. Gletser terbentuk
pada jarak beberapa kilometer dari distrik mineral
6
Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan
perorang untuk pernafasan, yakni :
Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm
Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada pernafasan
akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum
19,5 % dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida
sebesar 0,5 % dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara
segar bagi pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini
tentunya angka 21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang
untuk pernafasan.
Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan
angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1
m3/detik per orang)
Kandungan O2
Pengaruh
Di Udara
17 % Laju pernapasan meningkat (ekuivalen dengan
ketinggian 1600 m)
15 % Terasa pusing, suara mendesing dalam telinga dan
jantung berdetak cepat
13 % Kehilangan kesadaran
9% Pucat dan jatuh pingsan
7% Sangat membahayakan kehidupan
6% Kejang-kejang dan kematian
menurut penelitian (Forbes and Grove, 1954) mempunyai kekuatan 300 kali
lebih besar dari pada oksigen dengan haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari
hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan oksidasi lapisan
batubara.
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan
karena sifatnya yang kumulatif, seperti terlihat pada gambar 2.1. Misalnya gas
CO pada kandungan 0,04 % dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru
memberikan sedikit perasaan tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat
menyebabkan rasa pusing dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan/ tidak
sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian.
Kandungan CO sering juga dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber
CO yang sering menyebabkan kematian adalah gas buangan dari mobil dan
kadang-kadang juga gas pemanas air. Gas CO mempunyai berat jenis 0,9672
sehingga selalu terapung dalam udara.
selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah
15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun
kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap
syaraf penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama waktu 15
menit, maka kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang.
5. Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa
terbakar. Merupakan gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang
terbakar. Lebih berat dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata,
hidung dan tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2
ppm (TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5
ppm.
6. Nitrogen Oksida NOX)
Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada
keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang
sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil
peledakan dan gas buang dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih
sering terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas
ditetapkan 5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk waktu 8
jam kerja. Oksida notrogen yang merupakan gas racun ini akan bersenyawa
dengan kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang dapat
merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.
7. Gas Pengotor Lain
Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas
Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas
yang biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.
c. Pengendalian Gas-Gas Tambang
Beberapa cara pengendalian berikut ini dapat dilakukan terhadap pengotor
gas pada tambang bawah tanah :
Pencegahan (Preventation)
a. Menerapkan prosedur peledakan yang benar
13
rasa asam
Bau tajam,
Nitrogen NO2 Peledakan,motor
1,5895 warna coklat, Racun 0,0005
Oksida N2O bakar
rasa pahit
Tdk berwarna,
Dapat Air pada
Hidrogen H2 0,0695 tdk berbau,tdk 4 – 74
meledak api,panas bateray
ada rasa
Radon RA 7,665 Radio aktif lapisan IWL ? -
1. Absorpsi (Absorption)
a. Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b. Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan
2. Isolasi (Isolation)
a. Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b. Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau
waktu-waktu tertentu
3. Pelarutan
a. Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
b. Pelarutan dengan aliran udara utama
Biasanya cara pelarutan akan memberikan hasil baik, tetapi sering beberapa
cara tersebut dilakukan bersama-sama.
Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mengencerkan suatu masukan
gas sampai pada nilai MAC adalah :
Dimana :
(P/w) = energi statik /head statik
(V2/2g) = energi kecepatan /head kecepatan
Z = energi potensial /head potensial
Hl = energi kehilangan /head kehilangan
Setiap suku dalam persamaan diatas pada dasarnya adalah energi spesifik
dalam satuan ft. lb/lb atau ft. Karena ft adalah ukuran head fluida, maka suku-
suku tersebut dapat dinyatakan sebagai ‘presure head’ atau ‘head’ saja.
Ht1 = Ht2 + Hl
(6)
Dan Persamaan (2) menjadi :
Hs1 + Hv1 + Hz1 = Hs2 + Hv2 + Hz3 + Hl
(7)
Dimana ;
Hs = head statik
Hv = head kecepatan
Hz = head potensial
Energi potensial dapat dihitung dengan cara memasukkan besaran
perbedaan tinggi, yakni;
P = w1 H1 = w2 H2
Dimana :
P = tekanan, dalam Pa atau lbs/sq.ft.
W1 = bobor isi udara, dalam kg/m3 atau lbs/cuft.
H = head, dalam m atau ft.
Dengan bobot isi air = 62,4 lb/ft3, pengaruh berda tinggi untuk kolom 1 inci
air pada kondisi udara standar adalah :
H1 = (w2 H2/ w1) = ((62,4 lb/ft3)(1 in)/ (0,0750 lb/ft3))
= 532 in = 69,3 ft udara
17
Jadi untuk udara diatas permukaan air laut, suatu kenaikan elevasi sebesar
69,3 ft akan menaikkan head potensial Hz sebesar 1 in dan sebagai kompensasinya
head statik akan turun juga sebesar 1 in. Dalam praktek, konversi sebesar 70 ft
udara ekuivalen dengan 1 in air.
Jika head potensial (Hz) diperhitungkan dalam persamaan (4) maka head
statik dinyatakan dalam tekanan gauge. Oleh karena itu head statik diukur dari
datum tertentu.
Gambar 4 menunjukkan perhitungan energi aliran udara untuk susunan saluran
udara yang diletakkan secara mendatar dan tegak.
Persamaan ini berlaku selama pengukuran dan perhitungan head statik didasarkan
pada tekanan gage. Namun persamaan tersebut tidak berlaku untuk ventilasi alam
dimana Hz tidak bisa diabaikan.
Head los dalam aliran udara fluida dibagi atas dua komponen, yaitu :
‘friction loss (Hf)’ dan ‘shock loss (Hx)’. Dengan demikian head loss adalah:
HL = Hf + Hx (2.9)
Friction loss menggambarkan head loss pada aliran yang linear melalui
saluran dengan luas penampang yang tetap. Sedangkan shock loss adalah
kehilangan head yang dihasilkan dari perubahan aliran atau luas penampang dari
saluran, juga dapat terjadi pada inlet atau titik keluaran dari sistem, belokan atau
percabangan, dan halangan-halangan yang terdapat pada saluran.
2. Mine Head
Untuk menentukan jumlah aliran udara yang harus disediakan untuk
mengatasi kehilangan head (head losses) dan menghasilkan aliran yang
diinginkan, diperlukan penjumlahan dari semua kehilangan energi aliran.
Pada suatu sistem ventilasi tambang dengan satu mesin angin dan satu
saluran keluar, komulatif pemakaian energi disebut ‘mine head’, yaitu perbedaan
tekanan yang harus ditimbulkan untuk menyediakan sejumlah tertentu udara ke
dalam tambang.
1. Mine statik head (mine Hs)
Merupakan energi yang dipakai dalam sistem ventilasi untuk mengatasi
seluruh kehilangan head aliran. Hal ini sudah termasuk semua kehilangan
dalam head loss yang terjadi antara titik masuk dan keluaran sistem dan
diberikan dalam bentuk persamaan:
Mine Hs = HL = (Hf + Hx)
2. Mine velocity head (mine Hv)
Dinyatakan sebagai velocity head pada titik keluaran sistem. Velocity
head akan berubah dengan adanya luas penampang dan jumlah saluran dan
hanya merupakan fungsi dari bobot iisi udara dan kecepatan aliran udara.
Jadi bukan merupakan suatu head loss komulatif, namun untuk suatu sistem
merupakan kehilangan, karena energi kinetik dari udara dilepaskan ke
atmosfer.
20
Bila sumber tekanan aliran udara ditempatkan pada bagian keluar disebut
sistem ventilasi exhaust. Penggambarannya dilakukan sama dengan sistem tekan,
kecuali bahwa bagian masuk dianggap sebagai titik mula (lihat gambar 7).
Pada sistem ‘booster’, sumber pembuat tekanan (fan) diletakkan antara
bagian masuk dan bagian keluar. Umumnya fan akan menerima udara di bawah
tekanan atmosfer dan mengeluarkan di atas tekanan atmosfer (lihat gambar 8).
22
aliran adalah bilangan Reynold (NRe). Bilangan Reynold untuk aliran laminer
adalah 2000 dan untuk turbulent di atas 4000.
NRe = ( D V )/( ) = ( D V ) / ()
(10)
Dimana:
= rapat massa fluida (lb.det2/ft4 atau kg/m3)
= viskositas kinematik (ft2/detik atau m3/detik)
= viskositas absolut (= ; lb detik/ft2 atau a.detik)
D = diameter saluran fluida (ft atau m)
V = kecepatan aliran fluida (ft/detik)
Untuk udara pada temperatur normal = 1.6 x 10-4 ft2/detik atau 14.8 x 10-6
m2/detik.
Maka:
NRe = 6.250 DV atau, NRe = 67.280 DV untuk SI
Aliran turbulen hampir selalu terjadi pada lubang bukaan tambang bawah
tanah. Pipa saluran udara dengan diameter lebih kecil 1 ft jarang dipakai di
tambang, oleh karena itu kecepatan di atas 40 fpm selalu menghasilkan aliran
turbulent.
Jadi dalam suatu sistem ventilasi distribusi head loss dapat disederhanakan
sebagai berikut :
Hs = HL
= (Hf + Hx)
Hv = Hv pada keluaran
Dan
Ht = Hs + Hv
a. Velocity head
25
Walaupun bukan merupakan suatu head loss, secara teknis dapat dianggap
suatu kehilangan. Velocity head merupakan fungsi dari kecepatan aliran udara,
yakni:
Hv = (V2)/(2g) (2.11)
Dimana:
Hv = velocity head
V = kecepatam aliran (fps)
G = percepatan gravitasi (ft/dt2)
Dari persamaan diatas, diperoleh turunan berikut :
Dimana:
L = panjang saluran
D = diameter saluran (ft)
V = kecepatan (fpm)
F = koefisien gesekan
26
Tabel 2.4 Faktor Gesek K untuk Lubang Bukaan Tambang Bawah Tanak Bukan
Batubara
c. Shock Loss
Shock loss terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan arah aliran dalam
saluran atau luas penampang saluran udara dan merupakan tambahan terhadap
friction losses. Walaupun besarnya hanya sekitar 10 % - 30 % dari head loss
total di dalam ventilasi tambang, tetapi tetap harus diperhatikan.
Berdasarkan sumber yang menimbulkan shock loss, pada dasarnya
berkurangnya tekanan sebanding dengan kuadrat kecepatan atau berbanding
lurus dengan velocity head.
Perhitungan shock loss dapat dilakukan secara langsung sebagai berikut :
Perhitungan shock loss, Hx dalam inci air dapat dihitung dari velocity head,
yakni
Hx = X Hv
Dimana;
Hx = shock loss
X = faktor shock loss
28
Formula untuk menentukan faktor shock loss ter lihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.5 Panjang Ekuivalen Untuk Berbagai Sumber Shock Loss (ft)
Sumber Le
Feet Meter
Bend, acute, round 3 1
Bend, acute, sharp 150 45
Bend, right, round 1 1
Bend, right, sharp 70 20
Bend, obtuse, round 1 1
Bend, obtuse, sharp 15 5
Doorway 70 20
Overcast 65 20
Inlet 20 6
Discharge 65 20
Contraction, gradual 1 1
Contraction, abrupt 10 3
Expansion, gradual 1 1
Expansion, abrupt 20 6
Splitting, straight branch 30 10
Splitting, straight branch (90o) 200 60
Junction, straight branch 60 20
Junction, deflected branch (90o) 30 10
Mine car or skip (20 % of airway 100 30
area) 500 150
Mine car or skip (40 % of airway
area)
29
HL = Hf + Hx
= (KP (L + Le)Q2)/ 5,2 A3
dimana ;
HL = head loss (inci air)
Le = panjang ekuivalen (ft)
K = faktor gesekan untuk density udara standar
Q = debit udara (cfm)
A = luas penampang saluran (ft2)
L = panjang saluran (ft)
6. Air Horsepower
Daya yang diperlukan untuk mengatasi kehilangan energi dalam aliran
udara disebut Air Horsepower (Pa):
Pa = pQ = 5,2 HQ lb ft/menit
Pa = 5,2 HQ / 33.000 = (HQ / 6.346) HP
7. Teori Perhitungan Jaringan Ventilasi
a. Hubungan Antara Head dan Kuantitas
Seperti sudah diketahui dari persamaan Atkinson bahwa head merupakan
fungsi kuantitas aliran udara
HL ~ Q2
HS ~ Q2
HV ~ Q2
HT ~ Q2
Oleh karenanya persamaan head loss untuk ventilasi tambang ditulis sebagai
berikut :
H ~ Q2
Dalam upaya menanggulangi masalah ventilasi perlu diketahui karakteristik
ventilasi tambang dengan cara membuat grafik antara head dan kuantitas
30
aliran udara dari suatu sistem. Yang dimaksud dengan sistem disini adalah
sebagian dari tambang atau keseluruhan tambang jika digunakan hanya 1
fan. Grafik ini disebut kurva karakteristik tambang.
Dalam pembuatan kurva, kuantitas diasumsikan dahulu, kemudian head
ditentukan dengan persamaan :
H1/H2 = (Q1/Q2)2 , atau
H2 = H1 (Q2/Q1)2
b. Tahanan Saluran Udara Tambang (Airway Resistance)
Hubungan dasar antara head dengan kuantitas aliran udata dinyatakan
pada persamaan Atkinson yang dapat dituliskan sebagai berikut :
H L = R Q2
Dimana , R = konstanta proporsionalitas.
R = KP (L + Le) / 5,2 A3
Untuk sistem ventilasi tambang, R kemudian disebut tahanan ekuivalen.
Tahanan ekuivalen serupa dengan sistem aliran listrik yang mengikuti
hukum Ohm.
Hukum Kirchoff
Ada dua dasar aturan dalam mempelajari sistem aliran listrik, yang
dapat digunakan pada sistem jaringan ventilasi.
Hukum Kirchoff 1
Bila ada aliran-aliran udara yang masuk melalui sutau titik atau disebut
juga Junction dan keluar lagi ke percabangan, maka udara keluar harus sama
dengan udara masuk (lihat gambar 10)
Q1 + Q2 = Q3 + Q4 = 0
Bila aliran udara keluar persimpangan dinyatakan positif dan yang
masuk dinyatakan negatif, maka;
Q1 + Q2 - Q3 - Q4 = 0 Atau ; Q = 0
31
Q3
Q1
Q Q4
Hukum Kirchoff 1
Penjumlahan kehilangan tekanan pada jalur tertutup sama dengan nol ;
HL = 0
Menurut gambar 4-12 jelas bahwa head loss jaringannya menjadi;
HL = Hla + HLb + HLc - HLd = 0
Hla , HLb dan HLc adalah positif karena aliran udara Q1 bergerak melalui a,
b, dan c dengan arah yang sama, sedangkan HLd adalah negatif karena
udara Q2 mengalir dengan arah berlawanan terhadap aliran lainnya.
c. Jaringan Seri
Dalam sistem ventilasi ada dua kemungkinan jaringan Seri dan Paralel
(lihat gambar 12)
Rangkaian jaringan ventilasi seri seperti tampat pada gambar 2.10 dapat
disederhanakan dalam bentuk jaringan ventilasi seri seperti ditunjukkan
pada gambar 2.11.
d. Jaringan Paralel
Bila jaringan ventilasi dihubungkan secara paralel, maka aliran udara
dibagi menurut jumlah cabang paralel, yang besarnya masing-masing
tergantung kepada tahanan salurannya. Di dalam ventilasi tambang,
percabangan paralel ini disebut sebagai ‘splitting’ sedangkan cabangnya
sendiri disebut ‘split’. Kalau jumlah aliran udara dibagi ke percabangan
paralel menurut karakteristik alamiahnya tanpa peraturan, hal ini disebut
‘natural splitting’
Sedangkan splitting terkendali berlaku bila pembagian jumlah aliran
udara diatur dengan memasang beberapa penyekat (regulator) di dalam
saluran udara yang dikehendaki.
Menurut hukum Kirchoff 1;
Q = Q1 + Q2 + Q3 + …
Maka bila aliran udara didalurkan kepercabangannya paralel maka
jumlah total aliran udara merupakan penjumlahan jumlah aliran udara setiap
saluran. Demikian juga halnya dengan head loss.
Menurut hukum Kirchoff 2 ;
HL = HL1 = HL2 = HL3 = ....
Tahanan ekuivalen saluran hubungan paralel ditunjukkan pada gambar
16. Pada gambar ini tampak bahwa aliran udara Q dibagi menjadi Q1, Q2,
dan Q3 yang masing-masing melalui tahanan saluran R1, R2, dan R3. Bila
tahanan saluran masing-masing dinyatakan dalam satu nilai atau didapat
34
f. Pencabangan Terkendali
Jika saluran udara diatur secara paralel dan jumlah udara yang mengalir
ke setiap cabangnya ditentukan, maka diterapkan percabangan terkendali
(controlled splitting). Pengendalian tersebut umumya dilakukan dengan cara
membuat tahanan buatan pada salah satu cabang. Cabang yang tidak diberi
tahanan buatan disebut ‘free split’. Tahanan buatan merupakan shock loss
yang timbul oleh alat yang disebut ‘regulator’.
Dengan cara ini jumlah aliran udara ke permuka kerja atau tempat-
tempat lainnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Namun dengan cara
ini head total serta kebutuhan daya secara keseluruhanakan meningkat dan
selanjutnya akan meningkatkan biaya.
1. Penentuan Ukuran Regulator
Untuk menentukan ukuran regulator pertama-tama harus ditentukan
besarnya shock loss yang harus ditimbulkan, hal ini ditentukan dengan
menghitung head loss untuk setiap cabang. Cabang dengan head loss
tertinggi adalah ‘free split’. Menurut hukum Kirchoff 2, pada saluran udara
paralel head loss sama. Dengan demikian besarnya shock loss pada setiap
cabang sama dengan selisih antara head loss pada free split dengan head
loss cabang yang bersangkutan.
Saluran
Q (cfm) R x 1010 HL (in) Mx (in)
Udara
1 20.000 23,50 0,940 Fre split
2 15.000 1,35 0,030 0,940-0,030 =
3 35.000 3,12 0,382 0,910
4 30.000 3,55 0,320 0,940-0,382 =
0,559
0,940-0,320 =
0,620
36
Penentuan ukuran regulator diturunkan dari rumus shock loss teoritis untuk
suatu saluran bulat dan simetris.
X = (((1/Cc) – N)/N)2
Dimana X = faktor shock loss, N = nisbah luas regulator/ luas lubang
bukaan dan Cc = koefisien kontraksi.
Cc = 1 / ( X + (2x+Z))
Dimana Z = faktor kontraksi
X = Hx / Hv
Dimana Hx = shock loss yang harus ditimbulkan oleh regulator dan Hv =
head kecepatan.
Nilai Z dapat dilihat pada tabel. Dan untuk regulator, nilai Z = 2,5 adalah
nilai yang umum di tambang bawah tanah.
N 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
Cc 0.63 0.64 0.65 0.67 0.69 0.71 0.75 0.81 0.88 1.0
X 217.97 46.38 17.03 7.61 3.67 1.78 0.81 0.30 0.07 0
Edge Z Cc X
Formed 1.05 0.975 0.0006
Round 1.50 0.785 0.05
Square 2.50 0.630 0.34
Source : McElroy, 1935.
2.3 KAZEMARU
3. Untuk m emasukkan fan cukup dengan m enekan tom bol new fan (Gambar
2.17) kemudian dimasukkan aliran udara dari fan, jum lahnya dan tekanan itu
sendiri. Untuk mengganti ataupun menghapus cukup menekan tombol chn fan
dan del fan.
40
Adapun rencana penelitian yang akan dilakukan pada tambang bawah tanah
PT. Freeport Indonesia yaitu melakukan perencanaan sistem jaringan ventilasi
tambang DOZ untuk mengetahui kebutuhan udara bersih.
42
43
5. Pengolahan data
Pengolahan data dengan beberapa perhitungan selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel-tabel, grafik atau rangkaian perhitungan dalam
menyelesaikan suatu proses tertentu.
6. Analisis pengolahan data
Analisis hasil pengolahan data dilakukan dengan tujuan memperoleh
kesimpulan sementara. Selanjutnya kesimpulan sementara tersebut akan
diolah lebih lanjut dalam bagian pembahasan.
7. Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil
pengolahan data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang teliti.
Kesimpulan ini merupakan suatu hasil akhir dari semua aspek yang telah
dibahas.
Persiapan :
Pengurusan Ijin &
persyaratan lainnya.
Studi Literatur
Pengambilan Data
Lapangan
Perancangan Ventilasi
menggunakan Kazemaru
DAFTAR PUSTAKA