Anda di halaman 1dari 49

REFERAT Juni, 2018

CHOLECYSTITIS

Disusun Oleh :
NABILA AULIA RAMADHANTY
N 111 17 056

Pembimbing Klinik :
dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad
dr. Masyita, M.Kes, Sp.Rad

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN RADIOLOGI RSU ANUTAPURA PALU

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Nabila Aulia Ramadhanty
No. Stambuk : N 111 17 056
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Cholelystisis
Bagian : Radiologi

Bagian Radiologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Juni 2018

Pembimbing Klinik Ko-Assisten

dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad Nabila Aulia Ramadhanty


N 111 17 056

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 9

A. Definisi................................................................................................. 9
B. Anatomi dan Fisiologi......................................................................... 10
C. Epidemiologi........................................................................................ 13
D. Etiologi................................................................................................. 14
E. Faktor Resiko...................................................................................... 14
F. Patogenesis.......................................................................................... 15
G. Tanda dan Gejala Klinis.................................................................... 16
H. Diagnosis.............................................................................................. 17
I. Gambaran Radiologi.......................................................................... 17
1) USG................................................................................................. 17
2) Foto X-Ray..................................................................................... 20
3) CT Scan.......................................................................................... 21
4) Skitigrafi......................................................................................... 23
5) ERCP ............................................................................................. 25
J. Penatalaksanaan .................................................................................. 27
K. Diagnosis Banding................................................................................ 29
L. Komplikasi............................................................................................ 34
M. Prognosis............................................................................................... 37

BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 48

3
DAFTAR GAMBAR

NO NAMA GAMBAR/KETERANGAN GAMBAR HALAMAN


1. Gambar 1. Cholecystitis 9
2. Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu 12
3. Gambar 3. Anatomi Duktus biliarias interlobularis 13
4. Gambar 4. Patogenesis Acute Cholecystisis 15
5. Gambar 5. Kolesistitis akut. Pada pasien ini
mengeluhkan nyeri perut kuadran kanan atas dan
terdapat Murphy Sonografi Positif. Pada gambar
menunjukkan batu dan penebalan dinding 18
kandung empedu yang berukuran 5 mm.
6. Gambar 6. USG dari kolesistitis akut. Terdapat 19
penebalan dinding pada kantong empedu dan
terdapat batu di kantong empedu
7. Gambar 7. Kandung empedu dengan dinding yang 19
menebal dengan ukuran 5,5 mm
8. Gambar 8. Seorang pria berusia 75 tahun datang
dengan keluhan demam, perubahan status mental, 20
dan nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut.
Pada foto menunjukkan beberapa batu empedu.
Gambar 9.Pada pasien dengan kolesistitis akut,
9. CT menunjukkan gambaran pericholecystic yang 21
mengelilingi kantong empedu (GB).
Gambar 10. CT scan vena porta menunjukkan
10. penebalan dinding kandung empedu (panah) dan 22
terdapat cairan pericholecystic (panah
melengkung).
11. Gambar 11. Batu empedu tampak kalsifikasi (panah). 22
Gangren cholecystitis menyebabkan penipisan dinding
kandung empedu anterior membran intraluminal

4
(kepala panah).
Gambar 12. CT – scan abdomen, tampak batu–
12. batu empedu dan penebalan dinding kandung
empedu. 23
Gambar 13. Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi
13. kandung empedu setelah 40 menit.Kanan: HIDA tidak 23
mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit
Gambar 14. Normal hepatobiliary dengan
menggunakan iminodiacetic acid pada wanita 57
14. tahun dengan makan makanan yang berlemak 24
menunjukkan progresif ekskresi isotop dari
kandung empedu (panah) setelah konsumsi
makanan berlemak.
Gambar 15. Cholescintigraphy pada Wanita
berumur 72 tahun dengan kolesistitis akut
15. menunjukkan kandung empedu dengan eksresi 24
isotop yang cepat, menunjukkan akumulasi isotop
dalam usus kecil ( panah ).
Gambar 16. Gambar ERCP menunjukkan batu
16. empedu besar di kantung empedu bagian distal 25
(panah).
Gambar 17. ERCP menunjukkan kompresi
17. ekstrinsik dari saluran empedu bagian proksimal 26
(panah) dengan stenosis lumen dan dilatasi bilier
intrahepatik.
18. Gambar 18. Gambar ERCP dan EST dengan 26
ekstraksi balon CBDS
19. Gambar 19. Kalsifikasi pada dinding kandung 30
empedu akibat kolesistitis kroni (Panah). Kalsifikasi
pada dinding kandung empedu ini pada pasien yang
memiliki nyeri akibat eksaserbasi kolesistitis. Kandung

5
empedu porselein memiliki tampilan yang hampir
mirip dengan emfisematosa kolesistitis dan terdapat
peningkatan insiden kanker kandung empedu pada
pasien ini.
Gambar 20.
A : Foto X-Ray Menunjukkan kalsifikasi intramural
difus ( panah ) pada pasien dengan kandung empedu
porselein.
20. 30
B : CT-Scan menunjukkan kalsifikasi berbentuk rim
pada dinding kandung empedu ( panah ) pada pasien
dengan kandung empedu porselein.
Gambar 21. Gambar USG menunjukkan terdapat lesi
21 target (tanda panah merah). Hasil biopsi pada pasien 31
ini menunjukkan kanker empedu primer.
22 Gambar 22. USG menunjukkan terdapat hypoechoic 32
intraluminal (panah merah).
Gambar 23. Adenokarsinoma dengan diferensiasi
sedang pada wanita 70 tahun dengan nyeri perut
kuadran kanan atas dan mempunyai riwayat batu
empedu.
23. 32
(A) Gambar USG menunjukkan massa yang
terdefinisi dengan baik dalam fundus kandung empedu
yang menghasilkan Acoustic shadow bagian posterior.
(B) CT-Scan menunjukkan kalsifikasi tumor
berbentuk linear dan terdapat massa pada jaringan
lunak di dalam kantong empedu.
24. Gambar 24.CT Scan, tampak adanya dilatasi ductus 33
biliaris akibat adanya tumor
Gambar 25 . (A) Tumor Klatskin (tumor
25. berlokasi di bifurkasio duktus hepatikus), (B) 33
Gambaran radiologi ERCP, adanya dilatasi ductus
biliaris (Tanda panah putih)
26. Gambar 26. Perforasi kandung empedu. Pada 34

6
kantong empedu (GB) terdapat cairan intrahepatik
pericholecystic yang tidak beraturan.
Gambar 27. Kolesistitis dengan perforasi kandung
empedu. Pada kantong empedu (GB) terdapat
27. cairan intrahepatik pericholecystic yang tidak 34
beraturan.
Gambar 28. Pada gambar diatas, seorang pria
berumur 67 tahun dengan penyakit diabetes
28. tampak adanya gas yang berada dalam lumen 35
kandung empedu yang menggambarkan
kolesistitis emphysematous.
Gambar 29. Gambaran cholangiogram batu CBD
29. disertai pelebaran duktus sistikus yang menekan 36
CBD
Gambar 30. Terdapat gas lumen, dinding yang
30. irregular pada kandung empedu dan adanya abses 36
pericholecystic
31. Gambar 31. USG Tn.S 43

7
BAB I

PENDAHULUAN

Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut


dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas,
nyeri tekan dan demam. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya sumbatan
duktus sistikus oleh batu. Namun terdapat beberapa faktor risiko lain yang dapat
meningkatkan insidensi terjadinya kolesistitis. Umumnya kolesistitis akut
disebabkan oleh adanya batu kandung empedu. Hingga kini patogenesis penyakit
yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita,
terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Walaupun belum ada data
epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis di negara kita relatif lebih rendah
dibandingkan negara-negara barat. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan
dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan stasis aliran kandung
empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk,
insidensi kolesistitis dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara barat.1
Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang
memburuk secara progresif. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat
serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan,
nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti
kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula
kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami
anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat
mengganggu kualitas hidup pasien.1,2

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi
akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan demam.1,3

Gambar 1. Cholecystitis

Berdasarkan klasifikasi, kolesistitis dapat dibagi menjadi:


1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung
empedu yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang
timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi
inflamasi akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata
seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan,
kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu yang timbul

9
secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan
gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol. 1,3

B. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat,
ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. 4
Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7 cm hingga
10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30 ml. Kandung empedu
menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung vena
dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan
hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus,
korpus, infundibulum, dan kolum. Saluran biliaris dimulai dari
kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus
yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika
duktus sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus
hepatikus komunis, maka terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus
biliaris komunis secara umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-
0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian
menuju ampula Vateri.5
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri
sistika yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat
bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik
kanan. Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan
antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung
empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari
saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran

10
limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa
mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan
masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. 5
Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus
pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf
simpatetik dan parasimpatetik, 5
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil
bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus
bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.5

11
Gambar 2. Anatomi Kantong Empedu15

2) Fisiologi
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:
a) Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal
dari hati di antara dua periode makan.
b) Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan
turunan kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke
duodenum sehingga membantu proses pencernaan lemak.5
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari,
terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid,
bilirubin, dan senyawa organik terlarut lainnya. Kandung empedu
bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan empedu pada saat puasa.
Kira-kira 90 % air dan elektrolit diresorbsi oleh epitel kandung empedu,
yang menyebabkan empedu kaya akan konstituen organik. Di antara
waktu makan, empedu akan disimpan di kandung empedu dan
dipekatkan. Selama makan, ketika kimus mencapai usus halus,
keberadaan makanan terutama produk lemak akan memicu pengeluaran
kolesistokinin (CCK). Hormon ini merangsang kontraksi dari kandung

12
empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga empedu dikeluarkan ke
duodenum dan membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam
empedu secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya
disekresikan bersama dengan konstituen empedu lainnya ke dalam
duodenum. Setelah berperan serta dalam pencernaan lemak, garam
empedu diresorpsi ke dalam darah dengan mekanisme transport aktif
khusus di ileum terminal. Dari sini garam empedu akan kembali ke
sistem porta hepatika lalu ke hati, yang kembali mensekresikan mereka
ke kandung empedu. Proses pendaurulangan antara usus halus dan hati
ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik.5
Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan
baik, garam empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian
besar akan disimpan di usus halus. 5

Gambar 3. Anatomi Duktus biliarias interlobularis

C. Epidemiologi
Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika
Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua
kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah
komposisi lain. Angka kejadian batu saluran empedu ini nampak semaking

13
meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa sekitar 20%
pasien dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun dan 30% yang berusia lebih
dari 70 tahun menunjukkan adanya pembentukan batu saluran empedu.
Selama usia reproduksi, rasio wanita dibandingkan pria adalah sekitar 4:1,
sementara pada usia lanjut umumnya angka kejadian hampir sama pada kedua
jenis kelamin.6
Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus
sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus
kolesistitis akalkulosa. Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita
kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut.6

D. Etiologi
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering
dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies
Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies
Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut
dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin,
yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding
kandung empedu. 5
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). 5

E. Faktor Resiko
Faktor risiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan
batu empedu, termasuk hiperlipidemia, diet tinggi karbohidrat, obesitas,
diabetes melitus, hemoglobinopati, nutrisi intravena jangka waktu lama,
dismotilitas kandung empedu, mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu

14
yang panjang atau penyakit lain seperti diabetes melitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu. Faktor-faktor risiko ini meningkat
dengan bertambahnya usia seseorang. Jika dilihat dari sudut jenis kelamin,
perempuan lebih berisiko karena pengaruh hormon dan kelamin.5

F. Patogenesis
Pada kasus kolesistisis penyebab utama tersering adalah batu kandung
empedu. Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis
cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung
empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga
terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu,
mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan
kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak
faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang
merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi
inflamasi dan supurasi.5

Gambar 4.
Patogenesis Kolestitis Akut

15
G. Tanda dan Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut
di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan
suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang –
kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai
dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien
melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. 5
Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu
nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba
kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk
sewaktu palpasi subkosta kuadaran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy Sign). 2,7
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan
peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas
sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat
ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas
abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan
diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan
kadang hanya berupa mual saja. 2
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat
dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus
terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang
sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik
kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis
tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya. 2

16
H. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang
khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan
atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis
yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat
[kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima
kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 %
pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan
untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat
meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu
tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema
dan perforasi kandung empedu. 2

I. Gambaran Radiologi
1) USG ( Ultrasonography )
Pemeriksaan sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal
untuk kolesistitis akut. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu
dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis
akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung
empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. 7,8

17
Gambar 5. Kolesistitis akut. Pada pasien ini mengeluhkan nyeri perut kuadran
kanan atas dan terdapat Murphy Sonografi Positif. Pada gambar menunjukkan
batu (panah putih) dan penebalan dinding kandung empedu (kursor) yang
berukuran 5 mm.7

18
Gambar 6. USG dari kolesistitis akut. Terdapat penebalan dinding pada kantong
empedu (panah hitam) dan terdapat batu di kantong empedu (panah putih ). 8

Gambar 7. Kandung empedu dengan dinding yang menebal dengan ukuran 5,5
mm. 11

19
2) Radiografi ( X-Ray )
Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi
meski tanpa kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya
mengindikasikan kolelitiasis, dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas
sub diafragmatika tidak mungkin berasal dari saluran empedu. Bila ia ada,
berarti mengindikasikan suatu kondisi penyakit lain di luar gangguan
saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung empedu,
biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang dihasilkan
bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri streptokokus
anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang tinggi
dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis
akalkulus (non batu). 9
Kandung empedu yang terkalsifikasi difus, seringkali merupakan
suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan antara
kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain
dari pemeriksaan radiografi dapat berupa batu ginjal, obstruksi intestinal
dan pneumonia.9

Gambar 8.Seorang pria berusia 75 tahun datang dengan keluhan demam,


perubahan status mental, dan nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut. Pada
foto menunjukkan beberapa batu empedu (panah). 9

20
3) CT Scan
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan untuk memprediksi
kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini
dibandingkan ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography)
adalah sifatnya yang non invasif, namun kelemahannya adalah tidak
memiliki efek terapi serta tidak cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu
empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan adanya
kolesistitis adalah : penebalan dinidng kandung empedu (> 4 mm), cairan
di perikolesistik, edema subserosa (bila tidak ada ascites), gas intramural,
dan pengelupasan mukosa. CT Scan juga bermanfaat untuk melihat
struktur sekitar bila diagnosis yang ditegakkan tidak meyakinkan.9,11

Gambar 9.Pada pasien dengan kolesistitis akut, CT menunjukkan gambaran


pericholecystic yang mengelilingi kantong empedu (GB). 9

21
Gambar 10. CT scan abdomen fase vena porta menunjukkan penebalan
dinding kandung empedu (panah) dan terdapat cairan pericholecystic (panah
melengkung). 11

Gambar 11.Batu empedu tampak kalsifikasi (panah). Gangren cholecystitis


menyebabkan penipisan dinding kandung empedu anterior membran
intraluminal (kepala panah). 9

22
Gambar 12. CT – scan abdomen, tampak batu – batu empedu
dan penebalan dinding kandung empedu. 9

4) Skintigrafi
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA
atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan ketepatan
yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran
kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi
sangat menyokong kolesistitis akut.9

Gambar 13.
Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu setelah 40 menit.
Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit. 11

23
Gambar 14.Normal hepatobiliary dengan menggunakan iminodiacetic acid pada
wanita 57 tahun dengan makan makanan yang berlemak menunjukkan progresif
ekskresi isotop dari kandung empedu (panah) setelah konsumsi makanan
berlemak. 11

Gambar 15..Cholescintigraphy pada Wanita berumur 72 tahun dengan


kolesistitis akut menunjukkan kandung empedu dengan eksresi isotop yang cepat,
menunjukkan akumulasi isotop dalam usus kecil ( panah ). 11

24
5) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP ) adalah
teknik yang menggabungkan penggunaan endoskopi dan fluoroskopi
untuk mendiagnosa dan mengobati masalah tertentu dari empedu atau
sistem duktus pankreas dengan kanul yang dimasukan ke dalam duktus
koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan
ke dalam duktus tersebut. Melalui endoskopi, dokter dapat melihat bagian
dalam lambung dan duodenum, dan menyuntikkan media kontras ke
dalam saluran di saluran empedu dan pankreas sehingga dapat dilihat
dengan sinar-X. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung
stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal. selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk
menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat.3

Gambar 16.Gambar ERCP menunjukkan batu empedu besar di kantung


empedu bagian distal (panah). 11

25
Gambar 17.
ERCP menunjukkan kompresi ekstrinsik
dari saluran empedu bagian proksimal
(panah) dengan stenosis lumen dan
dilatasi bilier intrahepatik. 11

Gambar 18. ERCP dan EST dengan ekstraksi balon CBDS. 14

26
J. Penatalaksanaan
1) Terapi Konservatif
Pengobatan umum termasuk istirahat total,
p e r b a i k i status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,
koreksi elektrolit, o b a t penghilang rasa nyeri seperti
petidin dan anti spasmodik. Pemberian antibiotik
pada fase awal sangat penting untuk mencegah
komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup
m e m a d a i u n t u k m e m a t i k a n k u m a n – k u m a n ya n g u m u m
terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klebsiela,
namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan
pemberian antibiotik kombinasi.1,2
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan
ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin
generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu
diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus – kasus yang sudah lanjut
dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat
mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik atau dipasang
nasogastrik tube. P e m b e r i a n C C K s e c a r a i n t r a v e n a d a p a t
membantu merangsang p e n g o s o n g a n kandung empedu dan
mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien d e n g a n
kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak
d i p u l a n g k a n h a r u s dipastikan tidak demam dengan tanda –
tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda obstruksi pada
hasil laboratorium dan USG, penyakit – penyakit lain ya n g m e n ye r t a i
(seperti diabetes mellitus) telah terkontrol. Pada saat
p u l a n g , pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti
Levofloxasin 1 x 500 mg PO danMetronidazol 2 x 500 mg PO, anti-
emetik dan analgesik yang sesuai.1,2

27
2) Terapi Bedah
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih
diperdebatkan, a p a k a h s e b a i k n ya d i l a k u k a n s e c e p a t n y a ( 3
h a r i ) a t a u d i t u n g g u 6 – 8 m i n g g u setelah terapi konservatif dan
keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % k a s u s a k a n
m e m b a i k t a n p a t i n d a k a n b e d a h . A h l i b e d a h ya n g p r o
operasi dini menyatakan, timbul gangren dan komplikasi
kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama
perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya d a p a t
ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan,
o p e r a s i d i n i a k a n menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga
peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses infalamasi
akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi . 1,2,3
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu
dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau
perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien
tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau
ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan
(dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak
meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding
kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin
sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis
keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan
(2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan. 1,2,3
Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian
besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka
mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3 %, sementara resiko
mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada
pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat

28
seiring dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan
adanya komplikasi jangka pendek atau jangka panjang penyakit kandung
empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya
lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase selang terhadap
kandung empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada
lain waktu. 1,2,3
Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di
Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat –
pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka
90% dari seluruh kolesitektomi. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan
kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan
seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. 1,2,3

K. Diagnosis Banding
1. Porcelein Gallblader
Istilah kantong empedu porselen (PGB) sering digunakan untuk
menggambarkan kalsifikasi dinding kantung empedu. Ketika terjadi
infiltrasi yang meluas akibat deposito kalsium maka dinding kandung
empedu bisa menjadi rapuh, dan tampak kebiruan sehingga menggambarkan
tampilan “Porselein”. Terdapat dua jenis klasifikasi PGB yaitu : kalsifikasi
mukosa selektif dan kalsifikasi intramural difus. Dilaporkan pasien dengan
PGB kelangsungan hidupnya berkisar 5 tahun dan rata-rata tingkat kematian
dalam 1 tahun PGB adalah 5% dan 88%.16
Diantara 44 pasien dengan PGB didapatkan gejala nonspesifik hanya
nyeri perut (47%), nyeri perut, mual dan muntah ( 16%), nyeri perut dan
demam (9%), nyeri perut dan ikterus ( 5%) dan anoreksi, mual, muntah
(5%). Namun 18% pasien tidak menunjukkan gejala. 16

29
Gambar 19.Kalsifikasi pada dinding kandung empedu akibat kolesistitis
kroni (Panah). Kalsifikasi pada dinding kandung empedu ini pada pasien yang
memiliki nyeri akibat eksaserbasi kolesistitis. Kandung empedu porselein
memiliki tampilan yang hampir mirip dengan emfisematosa kolesistitis dan
terdapat peningkatan insiden kanker kandung empedu pada pasien ini.9

Gambar 20
A : Foto X-Ray Menunjukkan kalsifikasi intramural difus ( panah ) pada pasien
dengan kandung empedu porselein.16
B : CT-Scan menunjukkan kalsifikasi berbentuk rim pada dinding kandung
empedu ( panah ) pada pasien dengan kandung empedu porselein. 16

30
2. Kanker Kandung Empedu
Kanker kandung empedu atau Gallblader Carcinoma (GBC) adalah
keganasan yang sangat langka terjadi, akan tetapi keganasan yang paling
umum dari saluran empedu. Insiden kanker kandung empedu di AS adalah
1,2 per 100.000 penduduk. Kanker kandung empedu diagnosis ketika pasien
mengalami kolesistisis. (1) Diagnosis GBC jika diagnosis pada usia lanjut
mengalami prognosis yang buruk, (2) Beberapa faktor resiko GBC seperti
pada wanita paling umum, batu empedu, usia lanjut, polip kandung empedu,
kista kandung empedu, paparan karsinogen terus menerus pada kandung
empedu. Faktor resiko tambahan yang dapat menyebabkan GBC seperti
merokok, obesitas, diabetes melitus, infeksi kronis (Salmonella dan
H.Pylori) dan obat-obatan.17

Gambar 21. Gambar USG menunjukkan terdapat lesi target (tanda panah
merah). Hasil biopsi pada pasien ini menunjukkan kanker empedu primer.17

31
Gambar 22. USG menunjukkan terdapat hypoechoic intraluminal (panah
merah).17

Gambar 23. Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang pada wanita 70 tahun


dengan nyeri perut kuadran kanan atas dan mempunyai riwayat batu empedu. 18
(A) Gambar USG menunjukkan massa yang terdefinisi dengan baik dalam fundus
kandung empedu yang menghasilkan Acoustic shadow bagian posterior.18
(B) CT-Scan menunjukkan kalsifikasi tumor berbentuk linear dan terdapat massa
pada jaringan lunak di dalam kantong empedu. 18

3. Kolangiocarcinoma
Kolangiokarsinoma adalah suatu tumor ganas dari
epithelium duktus biliaris intrahepatik atau ekstrahepatik. Tumor keras
dan berwarna putih,dan sel-sel tumor mirip dengan epitel saluran empedu.
Lebih dari 90% kasus merupakan adenokarsinoma dan sisanya adalah
tumor sel squamosa. Sekitar 2/3 kolangiokarsinoma berlokasi di regio

32
perihilar, dan 1/4 lainnya berlokasi di duktus ektrahepatik dan sisanya
berlokasi di duktus intrahepatik. CT-Scan L a n g k a h p e m e r i k s a a n
radiologi ya n g b e r i k u t n ya u n t u k mendiagnosis
kolangiokarsinoma adalah dengan pemeriksaan CT-Scan. CT-Scan
dengan kontras dapat memperlihatkan lesi massa intrahepatik, duktus
intrahepatikus yang berdilatasi, limfadenopati yang terlokalisasi dan
metastasis e k s t r a h e p a t i k . 1 0

Gambar 24. CT Scan, tampak adanya dilatasi ductus biliaris akibat adanya tumor.19

Gambar 25 . (A) Tumor Klatskin (tumor berlokasi di bifurkasio duktus


hepatikus), (B) Gambaran radiologi ERCP, adanya dilatasi ductus biliaris
(Tanda panah putih).19

33
L. Komplikasi
1) Emphysema cholesysititis
Empisema terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu
yang tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi
toksin dan ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis.
Adanya empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara
laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.7

Gambar 26. Kolesistitis dengan perforasi kandung empedu. Pada kantong empedu
(GB) terdapat cairan intrahepatik pericholecystic yang tidak beraturan (panah). 7

Gambar 27. Pada gambar diatas, seorang pria berumur 67 tahun dengan penyakit
diabetes tampak adanya gas yang berada dalam lumen kandung empedu yang
menggambarkan kolesistitis emphysematous. 7

34
2) Sindrom Mirrizi
Komplikasi yang paling umum dari penyakit batu empedu kronis adalah
kolesistitis akut, pankreatitis akut, dan kolangitis akut. Komplikasi jinak
lainnya yang tidak biasa, antara lain termasuk Sindrom Mirizzi dan ileus
batu empedu. Sindrom Mirizzi adalah bentuk ikterus obstruktif, pertama
kali dijelaskan oleh Mirizzi pada tahun 1948 disebabkan oleh batu yang
berimpaksi pada leher kandung empedu atau duktus sistikus, sehingga
duktus hepatikus menyempit. Tergantung pada derajat penyempitan dan
kondisi kronisnya penyakit, mungkin juga adanya pembentukkan fistula
kolesistokoledokus. Komplikasi dari batu empedu ini sangat langka, terjadi
pada sekitar 0,1% sampai 0,7% dari pasien yang memiliki batu empedu.
Risiko terkena kanker kandung empedu bahkan lebih besar ditemukan
pada pasien yang menderita batu empedu, lebih dari 25%.12

Gambar 28. Gambaran USG lesi hiperekhoik dengan Accoustic Shadow pada
kandung empedu disertai pelebaran CBD. 12

35
Gambar 29. Gambaran cholangiogram batu CBD disertai pelebaran duktus
sistikus yang menekan CBD. 12

3) Gangren Kolesistisis
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan
nekrosis jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara
lain adalah distensi berlebihan kandung empedu, vaskulitis,
diabetes mellitus, empiema atau torsi y a n g men yebabk an
oklusi arteri. Gangren biasan ya merupakan
p r e d i s p o s i s i perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga
dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan
sebelumnya abses.7,9

Gambar 30.
Terdapat gas lumen, dinding
yang irregular pada kandung
empedu dan adanya abses
9
pericholecystic.

36
M. Prognosis
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi,
perbaikan gejala dapat terlihat dalam 1 – 4 hari bila dalam
penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan didapatkan pada 85%
kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,fibro tik,
penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula,
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi
kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10 – 15%
kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat m e n c a p a i 5 0 – 6 0 % .
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
y a n g adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut
akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah
pada pasien tua (>75 tahun) m e m p u n y a i p r o g n o s i s y a n g j e l e k d i
s a m p i n g k e m u n g k i n a n b a n y a k t i m b u l komplikasi pasca bedah.1,2

37
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl.Padangjakaya Lrg.Asam
Agama : Islam
Ruangan : Rajawali Bawah

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri Perut Kanan Atas

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang
dialami kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri menjalar
hingga kebelakang, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus
dirasakan pasien dan tidak terdapat perbaikan dengan cara berbaring.
Menurut pasien nyeri perut dirasakan setalah pasien makan makanan
berbuka puasa, nyeri perut dirasakan lama kelamaan semakin hebat disertai
dengan mual hingga pasien dibawa oleh keluarganya ke UGD Anutapura
Palu. Demam (-), batuk (-), muntah (-), BAK (+) berwarna putih dan
berdempul tadi malam, BAB (+) lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat OAT (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Hipertensi (-)

38
- Asam Urat (-)
- Kolesterol (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan Umum :
● Kondisi : Sakit Sedang
● Gizi : Baik
● Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

Tanda Vital
● Tekanan Darah : 120/80 mmHg
● Nadi : 75 kali/menit
● Suhu : 36,8oC
● Pernapasan : 20 kali/menit

Kepala :
Wajah : Simetris, tidak ada pembengkakan
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal

Mata :

Konjugtiva : Anemis (-/-)

Skelera : Ikterik (-/-)

Pupil : Isokor (+), diameter (2,5 cm/2,5 cm), RCL (+/+),


RCTL (+/+)

Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-)

39
Leher :

Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran

Tiroid : Tidak ada pembesaran

JVP : 5 (+2) cm H20

Massa lain : Tidak ada

Dada :

Paru-paru

Inspeksi : Simetris bilateral

Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor (+)

Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

Batas Atas : SIC III linea parasternalis sinistra

Batas Kanan : SIC V linea midclavicularis dextra

Batas Kiri : SIC VI linea midcalvicularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2, murmur (-)

40
Perut

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : Tymphani (+)

Palpasi : Terdapat nyeri tekan (+) pada kanan atas, Murphy


Sign (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Anggota gerak :

Atas : Akral hangat (+), edema (-)

Bawah : Akral hangat (+), edema (-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


a. Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

WBC 13,7 109/L (4,8 – 10,8)

RBC 4,7 1012/L (4,7 – 6,1)

HGB 13,9 g/dl (14 – 18)

HCT 39,6 % (42 – 52)

PLT 235 109/L (150 – 450)

41
b. Fungsi Ginjal

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Urea 16 mg/dL 18 – 55

Creatinin 0,79 mg/dL 0,50 – 1,20

c. Pemeriksaan Urin Lengkap


NO PEMERIKSAAN URIN HASIL NILAI RUJUKAN
1. PH 7,5 4,8 – 8,0
2. BJ 1.015 1,003 – 1,022
3. Protein Negatif Negatif
4. Reduksi Negatif Negatif
5. Urobilinogen Negatif Negatif
6. Bilirubin Negatif Negatif
7. Keton Negatif Negatif
8. Nitrit Negatif Negatif
9. Blood Negatif Negatif
10. Leukosit Negatif Negatif
11. Vitamin C Negatif Negatif
12. Sedimen
Leukosit 1–2 0–5
Eritrosit 0–1 1–3
Kristal Negatif Negatif
Granula Negatif Negatif
Epitel Sel + Negatif
Hyfa Negatif Negatif

42
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambar 31.USG Pasien TN.S

USG Abdomen
Hepar : Ukuran dan echo parenkim normal, tidak tampak dilatasi
vaskuler maupun bile duct, SOL (-)
GB : Dinding menebal , tidak tampak echo batu

43
Lien : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak
tampak echo mass.
Pankreas : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak
tampak echo mass maupun cyst.
Ginjal Kanan : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak
tampak dilatasi PCS, echo batu maupun cyst
Ginjal Kiri : Bentuk, ukuran dan echotekstur dalam batas normal, tidak
tampak dilatasi PCS, echo batu maupun cyst
VU : Dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak bayangan
batu

Kesan :
- Cholecystitis

VI. DIAGNOSIS
Cholecystitis

VII. TERAPI
- IVFD RL : Futrolit 20 tpm
- Ceftriaxone 2 gr/24jam/IV
- Omeprazol Inj/12 Jam/IV
- Ketorolac 1 amp/8 Jam/IV

VIII. ANALISA KASUS


Pada anamnesis didapatkan pasien laki-laki masuk rumah sakit
dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dialami kurang lebih 8 jam
sebelum masuk rumah sakit, nyeri menjalar hingga kebelakang, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus dirasakan pasien dan tidak
terdapat perbaikan dengan cara berbaring. Menurut pasien nyeri perut
dirasakan setalah pasien makan makanan berbuka puasa, nyeri perut
dirasakan lama kelamaan semakin hebat disertai dengan mual hingga

44
pasien dibawa oleh keluarganya ke UGD Anutapura Palu. Demam (-),
batuk (-), muntah (-), BAK (+) berwarna putih dan berdempul tadi malam,
BAB (+) lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu sakit sedang, gizi
baik dan kesadaran composmentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 75 kali/menit, suhu 37,8
derajat celcius dan pernafasan 20 kali/menit. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan insepksi tampak datar, auskultasi peristatlik (+) kesan normal,
perkusi tympahani (+), dan pada palpasi didapatkan nyeri tekan (+) pada
perut kanan atas disertai dengan Murphy Sign (+) dan tidak didapatkan
hepatosplenomegali.
Pada pemeriksaan penunjang untuk darah rutin didapatkan Pada
pasien dilakukan pemeriksaan USG dan didapatakan WBC 13,7 x 109/L
(meningkat), HGB 13,9 g/dl (menurun ) dan HCT 39,6 % (menurun), pada
pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan urin lengkap didapatkan
hasilnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan radiologik dilakukan
pemeriksaan USG didapatkan hasil galdbllader, dinding menebal dan tidak
tampak echo batu, dan organ lain dalam pemeriksaan USG dalam batas
normal tidak ditemukan adanya kelainan. Sehingga kesan pada
pemeriksaan USG adalah cholesystitis.
Pada pasien ini dilakukan terapi konservatif yaitu pemberian cairan
infus IVFD RL : Futrolit 20 tpm, Ceftriaxone 2 gr/24jam/IV diberikan
sebagai antibiotik golongan cephalosporin yang berspektrum luas untuk
membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif, Omeprazol Inj/12
Jam/IV diberikan karena pasien mengeluhkan sering mual, kerja obat
omperazol ini dengan menghambat pompa proton (proton pump inhibitor /
PPI) yang mempunyai tempat kerja dan bekerja langsung pada pompa
asam (H+ K+ ATPase) yang merupakan tahap akhir proses sekresi asam
lambung dari sel – sel parietal di lambung dan diberikan Ketorolac 1
amp/8 Jam/IV untuk menghilangkan nyeri perut yang dialami pasien.

45
Penanganan pada pasien yang di diagnosis cholecystitis yaitu terapi
konservatif dan terapi pembedahan. Terapi kosnervatif meliputi
i s t i r a h a t t o t a l , p e r b a i k i status hidrasi pasien, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit,o b a t p e n g h i l a n g r a s a
nyeri seperti petidin dan anti spasmodik.
Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting
untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis
dan septisemia. Golong an ampisilin, sefalosporin dan
metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman –
k u m a n ya n g u m u m terdapat pada kolesistitis akut. Bila terdapat
mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik atau dipasang
nasogastrik tube. P e m b e r i a n C C K s e c a r a i n t r a v e n a d a p a t
m e m b a n t u m e r a n g s a n g p e n g o s o n g a n kandung empedu dan
mencegah statis aliran empedu lebih lanjut.

46
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut


dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam, berdasarkan klasifikasi terbagi menjadi kolestitis kalkulus
yang disebabkan oleh batu empedu dan kolestitis akalkulus yang tidak
disebabkan oleh batu.
2. Organisme yang paling sering menyebabkan inflamasi pada kandung empedu
adalah klebisella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies
Clostridium.
3. Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan trias nyeri perut
kuadran kanan atas, nyeri tekan dan demam, pada pemeriksaan lab
didapatkan leukositosis dan peningkatan alkali fosfatase biasanya meningkat
pada 25% pasien dengan kolesistisis.
4. Pada pemeriksaan USG didapatkan cairan perikolestik, dinding menebal > 4
mm dan tanda sonographic murphym dan pada CT Scan didapatkan
penebalan dinding kandung empedu ( > 4mm ), cairan perikolestik, edema
subserosa dan pengelupasan mukosa.
5. Pada penatalaksaaan dapat dilakukan terapi konservatif dan terapi
pembedahan.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Firmansyah, A. 2015. Diagnosis dan tata laksana kolesistisis akalkulus akut.


SMF Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Kota Tangerang, Vol.28, No 2. Pg 30-37.
Diakses tanggal 24 Mei 2018.
2. Pridady & Lesmana, L.A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Edis
V. Interna Publishing Jakarta. Pg 718-722
3. Gruber PJ, Silverman RA, Gottesfeld S, et al. 2018. Cholecystitis. Radiologi
info.org. Pg 1-4. Diakses tanggal 24 Mei 2018
4. Girsang, Hiswani, Jemadi. 2013. Karateristik Penderita Kolelitiasis yang di
Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada Tahun 2010-2011.
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Pg. 1-9. Diakses tanggal 24 Mei 2018.
5. Sherwood, L. 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edis 6. EGC ;
Jakarta
6. Kereh.DS, Lampus.H, Sapan,H, Loho.L. 2015. Hubungan antara jenis batu
dan perubahan mukosa kandung empedu pada pasien batu kandung empedu.
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Madano. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3.
Page 41-41. Diakses tanggal 25 Mei 2018.
7. Rubens, D.J. 2004. Hepatobiliary Imaging and Its Pitfalls. Departements of
radiology and Surgery, University of Rochester Medical Center. USA. Pg247-
278. Diakses Tanggal 25 Mei 2018.
8. Howlett,D & Ayers,B. 2008. The Hands-on Guide to Imaging. Blackweel-
Pubhlishing. USA. Pg.105-108
9. Schwarts, David. 2008. Emergency Radiology Case Studies. MC Graw-Hill,
Medical Publishing Division. NewYork. Pg.213-217
10. Kumar, Abbas, Aster. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Elsevier
Saunders. Pg 634-635

48
11. Connor, O,J & Maher, M.M. 2011. Imaging of Cholecystitis. Departement of
Radiology, Cork Universitiy Universal, Universitiy College Cork, Wilton,
Cork, Ireland. Pg 367-373. Diakses tanggal 28 Mei 2018.
12. Putra, dkk, 2015. Pendekatan diagnosis dan tatalaksana Sindrom Mirrizi.
Departeman Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. Pg. 183-189. Diakses tanggal 28
Mei 2018.
13. Lichtenstein,D.A. 2005.General Ultrasound in the Critically ill. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg. Germany.
14. Glomsaker,T. 2013.Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) in Norway. Departement of Surgical Sciences, University of Bergen,
Bergen, Norway. http://erepo.unud.ac.id/17275/3/1014028111-3-
BAB%202.pdf. Diakses tanggal 2 Juni 2018.
15. Paulsen,F & Waschke, J. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Edisi
23. EGC ; Jakarta
16. Machado, N. 2016. Porcelain Gallbladder. Sultan Qaboos University
Medical Jurnal, Vol 16. Departement of Surgery, Sultan Qaboos University
Hospital, Muscat, Oman. Diakses tanggal 5 Juni 2018.
17. Graff, et all, 2016. Gallbladder Carcinoma, the Difficulty of Early Detection :
A Case Report. Case Report, Cureus 8(2) ; e4933. Radiation Oncology, Walter
Reed National Military Medical Center, University of Health Sciences. Diakses
tanggal 5 Juni 2018.
18. Levy et all, 2001. Gallbladder Carcinoma : Radiological-Pathlogic
Correlation. Departement of Radiology Pathology and Hepatic Gastrointestinal
Pathology ; Washington DC. Diakses tanggal 5 Juni 2918.
19. Suwani & Kaprisyah. 2014. Laporan Kasus Kolangiokarsinoma. Bagian
Penyakit Dalam RSUD dr. Soesraso, Fakultas Kedokteran, Universitas
Tanjungpura ; Pontianak.

49

Anda mungkin juga menyukai