Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

KANKER KANTUNG EMPEDU

Untuk Memenuhi Tugas Belajar Mata Kuliah Evidence Based Practice Yang Diampu Oleh
Dosen Danang Tri Yudono., S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 2

M Iqbal Ramadhan : 190106096


Muhammad Jarod : 190106097
Nabila Azizah Yurindani : 190106102
Nanda Aisyia Pontoh : 190106103
Novaldi Fhajerin : 190106108
Novi Yulianti Nuraeni : 190106109
Panji Wicaksono Aji : 190106113

PRODI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, 12 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang .................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5

C. Tujuan ................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

A. Pengertian kanker kantung empedu ..................................................... ..7

B. Operasi Kolesistektomi laparoskopi ...................................................... 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

A. Kesimpulan .......................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker kandung empedu tetap merupakan keganasan yang relatif


jarang dengan presentasi yang sangat bervariasi. Kanker kandung empedu
merupakan keganasan saluran empedu yang paling umum dengan prognosis
keseluruhan yang terburuk. Dengan munculnya laparoskop, dibandingkan
dengan kontrol historis, penyakit ini sekarang lebih sering didiagnosis secara
kebetulan dan pada tahap awal. Namun, bila gejala penyakit kuning dan nyeri
muncul, prognosisnya tetap suram. Dari perspektif pembedahan, kanker
kandung empedu dapat dicurigai sebelum operasi, diidentifikasi secara
intraoperatif, atau ditemukan secara kebetulan pada patologi bedah akhir.
Kanker saluran empedu adalah adenokarsinoma invasif yang muncul
dari lapisan epitel kandung empedu dan saluran empedu intrahepatik dan ekstra
hati. Meskipun secara anatomis keganasan ini terkait dan memiliki pola
metastasis yang serupa, masing-masing memiliki gambaran klinis, patologi
molekuler, dan prognosis yang berbeda
Kolesistektomi laparoskopik dilakukan dengan membuat sayatan kecil
sebesar lubang kunci pada kulit, sebagai jalur masuk alat laparoskop. Alat
laparoskop yang berupa selang tipis dengan kamera di ujungnya ini akan
menampilkan kondisi kandung empedu yang akan diangkat.
Dibandingkan dengan operasi konvensional (bedah terbuka), sayatan
pada kolesistektomi laparoskopik jauh lebih kecil. Oleh karena itu, nyeri yang
muncul setelah operasi angkat kandung empedu dengan laparoskopi lebih
ringan dan perawatan setelah operasinya juga lebih singkat.
A. Rumusan Masalah

1. Apa itu kanker kantung empede?


2. Apa itu kolesistektomi laparoskopik?
3. Bagaimanakah anestesi kolesistektomi laparoskopik?
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu kanker kantung empede


2. Untuk mengetahui apa itu kolesistektomi laparoskopik
3. Untuk mengetahui bagaimanakah anestesi pada kolesistektomi
laparoskopik

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kanker kantung empedu

Kanker saluran empedu adalah adenokarsinoma invasif yang muncul


dari lapisan epitel kandung empedu dan saluran empedu intrahepatik dan ekstra
hati. Meskipun secara anatomis keganasan ini terkait dan memiliki pola
metastasis yang serupa, masing-masing memiliki gambaran klinis, patologi
molekuler, dan prognosis yang berbeda .
Kanker saluran empedu atau cholangiocarcinoma adalah penyakit
kanker yang terjadi pada saluran empedu (bile duct). Kanker saluran empedu
ini akan menimbulkan gejala penyakit kuning, walaupun pada awalnya tidak
menimbulkan gejala.
Cholangiocarcinoma merupakan penyakit yang jarang terjadi dan
biasanya dialami oleh orang berusia 50 tahun ke atas. Penyebabnya sendiri
belum diketahui, tetapi kanker saluran empedu lebih berisiko terjadi pada
seseorang yang menderita kelainan saluran empedu atau menderita penyakit
liver.
B. Operasi Kolesistektomi Laparoskopi
Laparoskopi telah digunakan dalam kolesistektomi operasi sejak 1988
pada pasien dengan gejala cholelithiasis atic, dan telah menjadi pilihan pertama
metode bedah dengan waktu. Teknik ini memiliki lebih disukai karena kurang
invasif, tinggal di rumah sakit lebih pendek dan lebih pendek kembali ke harian
aktivitas, dan mengurangi nyeri pasca operasi .
Sementara kasus laparoskopi biasanya dilakukan di bawah anestesi
umum studi terbaru menunjukkan bahwa blok neuroaksial mungkin merupakan
alternatif yang baik. penduduk asli dalam operasi ini.
Studi telah melaporkan pencapaian anestesi antara T4 sampai T6 tingkat
blok neuroaksial sudah cukup untuk ini operasi 3,4 . Selain itu memiliki anestesi
spinal terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari anestesi umum dalam hal

6
pasca operasi sakit tive, komplikasi, dan biaya prosedural Namun, selama
pneumoperitoneum pada pasien memiliki anestesi spinal beberapa efek
samping yang dilawan terkait dengan insufflations of the abdomi-rongga akhir.
Nyeri bahu adalah salah satu dari komplikasi ini. lipatan yang
disebabkan oleh iritasi daerah subdiafragmatik dengan CO 2 , dan dilaporkan
ke terlihat pada 25% kasus laparoskopi yang dilakukan di bawah anestesi tulang
belakang. Daerah ini dipersarafi oleh berasal saraf frenikus dari 3 rd sampai 5
th serviks akar saraf. Biasanya level ini tidak diblokir, dan rasa sakit tidak dapat
dicegah dalam pertemuan aplikasi anestesi spinal.
Pascaoperasi nyeri tive adalah masalah lain pada pasien ini. Itu
Penyebab nyeri ini multifaktorial tetapi visceral nyeri menonjol. Bisa jadi
analgesia preemptif disediakan dengan mengurangi sensitisasi sentral nox
rangsangan yang kuat dengan anestesi spinal. Transisi ke anestesi umum
dilaporkan tidak bisa dihindari dalam 3,4% kasus. Namun, studi tentang efek
anestesi spinal dalam operasi kolesistektomi operasi belum memberikan hasil
yang memuaskan.
1. Pra operasi
Sebelum menjalani operasi angkat kandung empedu, dokter akan
melakukan tanya jawab mengenai riwayat kesehatan pasien dan memeriksa
kondisi fisik pasien secara menyeluruh. Dokter juga akan menjalankan
beberapa tes, seperti tes darah dan foto Rontgen.
Pasien perlu memberi tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat,
suplemen, atau produk herbal. Jika diperlukan, dokter akan meminta pasien
untuk menghentikan konsumsi obat atau suplemen tersebut.
Beberapa hal lain yang juga harus dilakukan pasien sebelum
menjalani kolesistektomi laparoskopik adalah:
a) Tidak makan dan minum beberapa jam sebelum prosedur dilakukan
b) Mandi dengan sabun antiseptik
c) Meminta keluarga atau teman untuk menemani pada selama operasi dan
perawatan pascaoperasi
d) Mengonsumsi obat pencahar untuk membersihkan kotoran atau feses di

7
dalam usus.
2. Prosedur Operasi Angkat Kandung Empedu dengan Laparoskopi
Sebelum menjalani operasi, pasien perlu mengganti pakaiannya
dengan pakaian khusus yang telah disediakan oleh rumah sakit. Dokter
kemudian akan memberikan obat anestesi umum (bius total), sehingga
pasien tertidur dan tidak merasakan nyeri selama operasi.
Setelah obat bius bekerja, dokter akan memulai proses
kolesistektomi laparoskopi. Berikut ini adalah tahapan-tahapan prosedur
kolesistektomi laparoskopi:
Pasien dibaringkan dengan posisi telentang, dokter membuat empat
sayatan kecil pada kulit di perut pasien, dekat dengan kandung empedu.
Melalui sayatan tersebut, dokter memasukkan alat laparoskop yang akan
menampilkan gambaran kondisi kandung empedu pada monitor.
Kemudian gas disalurkan ke dalam rongga perut, sehingga rongga
perut pasien menggembung dan area yang akan dioperasi tidak tertutup oleh
jaringan lain. Dengan bantuan monitor, dokter akan memasukkan alat-alat
yang dibutuhkan selama operasi ke dalam perut pasien.
Setelah alat-alat tersebut berada di posisi yang tepat, dokter akan
memotong dan mengangkat kandung empedu. Jika ada kelainan pada
kandung empedu, dokter akan memperbaiki kelainan tersebut.
Setelah kandung empedu diangkat, dokter akan memeriksa kondisi
organ di sekitar kandung empedu dengan foto Rontgen Prosedur ini disebut
kolangiografi.
Jika tidak ada masalah lainnya, dokter akan menutup dan menjahit
sayatan pada kulit. Apabila terjadi masalah atau komplikasi sewaktu
kolesistektomi laparoskopik berlangsung, dokter dapat beralih ke
kolesistektomi konvensional, yaitu dengan membuat sayatan yang lebih
besar untuk membuka rongga perut. Operasi angkat kandung empedu
dengan laparoskopi biasanya berlangsung sekitar 1–2 jam. Pasien yang
sudah selesai menjalani operasi akan dibawa ke ruang perawatan untuk
pemulihan. Setelah Operasi Angkat Kandung Empedu dengan Laparoskopi.

8
Usai operasi, pasien dapat langsung pulang atau perlu menginap di
rumah sakit, tergantung pada kondisinya. Pada pasien yang sudah
diperbolehkan pulang, dokter akan mengatur jadwal kontrol untuk
memantau pemulihan setelah operasi. Dokter juga dapat meresepkan obat
pereda nyeri dan antibiotik untuk mencegah infeksi. Penyembuhan luka
bekas operasi kolesistektomi laparoskopik umumnya berlangsung sekitar 1
minggu. Bila dilakukan kolesistektomi konvensional, penyembuhannya bisa
lebih lama.
a. General anestesi
Pasien dirawat terlebih dahulu dengan midazolam (25-30 µg /
kg IV) di grup GA untuk pemasangan kateter intravena. Menggunakan
2-2,5 mg / kg propofol dan 0,6 mg / kg rocuronium bromida iv untuk
induksi anestesi setelah preoxygenasi dengan 100% O 2 selama 2-3
menit. Pasien diventilasi dengan volume tidal 7 ml / kg dan frekuensi
12 / menit.
b. Anestesi Umum
Anestesi umum dipertahankan dengan campuran 50% O 2 /
udara dalam 5-6% desflurane dan remifentanil iv infus dengan dosis 0,5
µg / kg / menit. Untuk kelompok anestesi spinal; Untuk posisi yang
tepat, 15 mg Bupivacaine disuntikkan ke dalam ruang subarachnoid
dari Tingkat L2-3 dengan jarum spinal berujung pensil 25 G. (Egemen
International, Izmir, Turki) di bawah steril kondisi.
Pasien ditempatkan di supinus dan pada posisi kepala 15-30
derajat ke bawah untuk sekitar 7-10 menit, dan tingkat analgesia adalah
diharapkan naik ke level T4 di kontrol dengan tes tusukan jarum. Pasien
kemudian ditempatkan di posisi head-up ringan, dan sedasi dengan 25-
30 µg / kg iv midazolam, dan 1 µg / kg fentanil iv dilakukan sebagai
analgesia preemptive, dan operasi prosedur gical dimulai. Efedrin (10
mg) direncanakan untuk diberikan jika terjadi hipotensi (MAP <60
mmHg), dan diulangi setelah 5 menit jika terus berlanjut. Atropin sulfat
(0,5 mg iv) adalah rencananya akan diberikan jika terjadi bradikardia

9
(HR<40 bpm).
Usia, jenis kelamin, kelompok risiko ASA, operasi waktu,
konsumsi efedrin dan atropin direkam. Pengukuran hemodinamik
(SAP, DAP dan MAP), saturasi oksigen, sisi efek, dan nyeri bahu
dicatat sebelumnya prosedur (setelah intubasi di Grup GA dan setelah
pemberian obat di Grup SA) dan di Interval 5 menit selama operasi.
Dalam hal nyeri bahu tambahan fentanil 1 µgr / kg adalah direncanakan
untuk diberikan secara intravena, dan response telah direkam.
Pada pasien yang membutuhkan anestesi spinal kateterisasi
nasogastrik, perkembangan kerusakan organ, perdarahan atau nyeri
bahu, dan kurangnya respon meskipun ada penambahan fentanil
dianggap sebagai indikasi transisi untuk anestesi umum. Tramadol 1,5
mg / kg iv dan metoclopramide iv diberikan untuk gen pasien kelompok
anestesi eral 10 menit sebelumnya akhir operasi. Skala analog visual
(VAS) Skor tercatat di pascaoperasi 0 th , 1 st , 4 th , 8 th , 12 th dan 24
th jam pada kedua kelompok. Dalam periode pasca operasi tenoxicam
iv (Oksamen-L 20 mg, Mustafa Nevzat Pharmaceuticals, Istanbul,
Turki) diberikan sebagai obat analgesik untuk klien dengan nilai VAS
di atas 4 pada kedua kelompok. Pasien ditindaklanjuti untuk
perkembangannya mual dan muntah pasca operasi (PONV).
Karena retensi urin diharapkan setelah tulang belakang anestesi,
pasien di Grup SA mengikuti diturunkan untuk komplikasi ini selama
pasca operasi lima periode. Untuk pengukuran kepuasan pasien isfaksi
pada jam ke- 24 pasca operasi , pasien pada kedua kelompok diminta
untuk menilai kepuasan tingkat tion antara 0 dan 10 dalam hal anestesi
teknik. Para ahli bedah juga diminta memberi skor antara 0 dan 10
untuk setiap kelompok dalam istilah prosedur dan kenyamanan
pembedahan, dan baik dari ahli bedah maupun pasien direkam. Untuk
analisis statistik, NCSS (Number Cruncher Sistem Statistik) 2007
(Kaysville, Utah, USA) Program digunakan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker kandung empedu adalah keganasan saluran empedu yang paling
umum, mewakili 80-95% dari kanker saluran empedu di seluruh dunia. Ini
menempati urutan kelima di antara kanker gastrointestinal. Tingkat global
untuk kanker kandung empedu menunjukkan perbedaan, mencapai tingkat
epidemi untuk beberapa wilayah dan etnis. Kanker kandung empedu memiliki
insiden yang sangat tinggi di Chili, Jepang, dan India utara. Dasar untuk varian
ini kemungkinan terletak pada perbedaan dalam paparan lingkungan dan
kecenderungan genetik intrinsik terhadap karsinogenesis. Untuk kanker
kandung empedu, beberapa kondisi yang terkait dengan peradangan kronis
dianggap sebagai faktor risiko, yang meliputi penyakit batu empedu, kandung
empedu porselen, polip kandung empedu, infeksi Salmonella kronis, kista bilier
kongenital, dan sambungan duktus pankreatikobiliaris abnormal. menderita
kanker kandung empedu setelah kolesistektomi sederhana untuk dugaan
penyakit batu kandung empedu adalah 0,5-1,5% . Dalam kebanyakan kasus,
kanker kandung empedu berkembang selama 5 sampai 15 tahun, ketika
metaplasia berkembang menjadi displasia, karsinoma in situ, dan kemudian,
invasif kanker.
Hasil yang memuaskan tergantung pada diagnosis dini dan reseksi
bedah. Terlepas dari potensi penyembuhan ini, kurang dari 10% pasien
memiliki tumor yang dapat dioperasi pada saat itu operasi, sementara hampir
50% memiliki metastasis kelenjar getah bening.
B. Saran
Tidak ada gading yang tidak retak. Namun dari keretakan itulah nampak
keasliannya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini,
masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami
harapkan sebagai tolak ukur motivasi dalam pembuatan makalah yang lebih
baik lagi dikemudian hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rakić M, Patrlj L, Kopljar M, KličekR, Kolovrat M, Loncar B, Busic Z. Kanker


kandung empedu. Hepatobiliary Surg Nutr 2014; 3 (5): 221-226. doi: 10.3978
/j.issn.2304-3881.2014.09.03 paparan. J Natl Cancer Inst 199; 87: 817-27. 27.
Darby SC, Whitley E, Howe GR, dkk. Radon dan kanker selain kanker paru-paru
pada penambang bawah tanah: analisis kolaboratif dari 11 studi. J Natl Cancer Inst
1995; 87: 378-84. 28.
Jain K, Sreenivas V, Velpandian T, dkk. Faktor risiko untuk kanker kandung
empedu: studi kasus-kontrol. Int J. Cancer 2013; 132: 1660-6.

12

Anda mungkin juga menyukai