Gizi Ibd
Gizi Ibd
Pembimbing :
dr. Fitriyani Nasution, M.gizi, Sp.GK
Oleh :
Denny Japardi 140100119
M.Chairul Akbar Nst 130100402
Ashila Pritta Siregar 140100030
Namira Friliandita 140100147
Nisrina Sari 140100004
Pembimbing :
dr. Fitriyani Nasution, M.gizi, Sp.GK
Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan
makalah dengan judul “Nutrisi pada Inflammatory Bowel Disease (IBD)”.
Sejujurnya penulis menyatakan bahwa selesainya makalah ini tentu saja tidak
telepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang turut membantu, khususnya kepada dr. Fitriyani Nasution, M.gizi,
Sp.GK selaku dosen pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca, sehingga makalah ini dapat disempurnakan lagi
pada masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah suatu penyakit radang menahun yang
mengenai saluran pencernaan terutama usus halus dan kolon. Kelainan ini terdiri dari 2
penyakit yang dikenal dengan kolitis ulseratif / ulcerative colitis (UC) dan penyakit Crohn
/ Crohn disease (CD).1
Insidensi dan prevalensi tertinggi IBD adalah di Eropa utara, Inggris, dan
Amerika utara. Dilaporkan terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi IBD di
Eropa tengah dan selatan, Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Insidensi IBD di area
Asia masih rendah, namun angkanya menunjukkan peningkatan bila dibandingkan
dengan 20 tahun yang lalu.1
Pasien yang menderita IBD dapat mengalami malnutrisi sebagai akibat dari
malabsorpsi, penurunan asupan makanan, pengobatan, atau hilangnya bagian usus.
Oleh sebab itu penting untuk dilakukan penilaian status nutrisi dan risiko malnutrisi
pada penderita IBD.2
Penilaian status nutrisi dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain dengan
menggunakan kuesioner, dan dengan pengukuran antropometri. Pengukuran
antropometri untuk menilai status nutrisi dapat menggunakan indeks massa tubuh
atau lingkar lengan atas (LLA). Pada kondisi saat pengukuran indeks massa tubuh
tidak mungkin untuk dilakukan dapat digunakan pengukuran LLA sebagai
penggantinya.2
1.2 TUJUAN MAKALAH
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit
Inflammatory bowel disease.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus makalah ini adalah untuk mengetahui terapi nutrisi yang
diberikan pada penderita Inflammatory bowel disease.
1
2
2.2 Epidemiologi
Crohn’s disease (CD) dan Ulcerative colitis (UC) mewakili dua bentuk berbeda
dari peradangan kronis pada saluran pencernaan, dengan demikian, memiliki
penyebab dan mekanisme patogen yang berbeda. Namun, faktor-faktor yang
mendasari terjadinya CD dan UC kira-kira sama, seperti perubahan yang progresif
di lingkungan, kecenderungan genetik intrinsik, keberadaan flora enterik, dan
reaktivitas imun abnormal yang pada akhirnya bertanggung jawab dalam merusak
usus dan menyebabkan munculnya manifestasi klinis.3
3
4
perubahan dari gaya hidup dengan paparan mikroba yang tinggi ke gaya hidup
dengan paparan mikroba yang rendah. Kurangnya antigen mikroba di awal
kehidupan akan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan akan
menghasilkan respon imun yang tidak efektif di kemudian hari. Meskipun
berkontribusi terhadap menurunnya kejadian penyakit infeksi, namun pada saat
bersamaan menciptakan lonjakan pada penyakit alergi dan autoimun.3
Berbagai faktor lingkungan dianggap sebagai faktor risiko IBD, termasuk
merokok, diet, obat-obatan, geografis dan status sosial, stress, flora enterik,
perubahan permeabilitas usus, dan appendectomy.3
jelas berbeda. CD telah lama dianggap didorong oleh respon Th1 dan UC dikaitkan
dengan respon Th2 non-konvensional. Sel-sel Th17 juga terlibat dalam respon
inflamasi IBD.4
Imunitas bawaan
Respon imun bawaan dimediasi oleh berbagai macam tipe sel yang berbeda
termasuk sel epitel, neutrofil, sel dendritic, monosit, makrofag, dan sel NK. Bentuk
imunitas ini diinisiasi dengan adanya antigen mikroba yang dimediasi oleh reseptor
pengenal seperti toll like receptors (TLRs) pada permukaan sel dan NOD-like
recepstors di sitoplasma. Studi terbaru menemukan bahwa adaya perubahan yang
signifikan dari TLRs dan protein NOD pada pasien dengan IBD.4
IL-23 merupakan sitokin penting dalam imunitas bawaan dan adaptif, dan
memiliki peran sentral dalam mendorong respon awal terhadap mikroba.
Polimorfisme IL23R telah dikaitkan dengan CD dan UC, menunjukkan bahwa IL-
23 mewakili molekul inflamasi dalam peradangan usus kronis. IL-23 telah terbukti
menginduksi sitokin Th17 dari sel limfoid bawaan (ILC).4
Autophagy adalah salah satu mekanisme untuk mempertahankan homeostasis
seluler dan dianggap sangat penting untuk pertahanan host terhadap
mikroorganisme intraseluler. Biasanya, autophagy diinduksi oleh efek bakterisidal
dan presentasi antigen endogen, dan proses ini terganggu pada pasien dengan
mutasi pada NOD2 atau Atg16L1. Terkait erat dengan autophagy dan kekebalan
bawaan, disregulasi respon protein yang tidak dilipat juga dapat berkontribusi
terhadap patogenesis IBD. Respons ini diinduksi oleh stres retikulum endoplasma
dan akhirnya menginduksi kematian sel apoptosis dan menyebabkan IBD.4
Imunitas Adaptif
Th1, sedangkan UC dianggap sebagai penyakit yang dimediasi Th2. Namun, ada
juga pengamatan yang berbeda tentang sitokin Th1 dan Th2 di IBD. Baik biopsi
UC dan CD yang dikultur in vitro melepaskan IFN-γ dalam jumlah yang tinggi dan
sebanding. Tingkat IL-13 yang lebih rendah ditemukan di mukosa kolon pasien UC
dibandingkan dengan pada pasien CD dan subyek dari kelompok kontrol.4
Sel Th17 adalah subset sel T yang ditandai dengan produksi IL-17A, IL-17F,
IL-21 dan IL-22. Mereka diinduksi oleh kombinasi IL-6 dan mentransformasikan
faktor pertumbuhan (TGF) -β, dan ekspansinya dipromosikan oleh IL-23.4
tidaknya perdarahan per anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaan
endoskopi serta penilaian keadaan umum pasien.6
2.5 Diagnosis
Tes pertama yang mungkin dilakukan adalah tes darah dan tes feses, termasuk:
- Hitungan CBC dapat mencakup pemeriksaan jumlah sel darah putih (WBC)
dan jumlah sel darah merah (RBC). Jumlah WBC yang tinggi mungkin
merupakan tanda bahwa ada peradangan di suatu tempat di dalam tubuh.
Hitung RBC yang rendah bisa menjadi tanda bahwa ada perdarahan di suatu
tempat di dalam tubuh (jika tidak jelas dari darah yang terlihat di tinja) atau
bahkan menunjukkan berapa banyak darah yang hilang jika dibandingkan
dengan tingkat jumlah RBC sebelumnya.7
- tes elektrolit untuk mengukur tingkat natrium, kalium, klorida, dan karbon
dioksida dalam tubuh. Diare kronis dapat menyebabkan elektrolit-elektrolit
ini mencapai tingkat abnormal rendah.7
- Tes fungsi hati (LFT) untuk mengukur alanine transaminase (ALT),
aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP), albumin, total
protein, dan kadar bilirubin total dan langsung. Tingkat abnormal dapat
disebabkan oleh malnutrisi karena saluran pencernaan tidak menyerap
nutrisi sebagaimana mestinya.7
- fecal occult blood test (juga disebut feses guaiac atau hemoccult test)
digunakan untuk memeriksa tinja untuk jejak darah yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. feses juga dapat diuji untuk mengetahui adanya
infeksi bakteri yang dapat menyebabkan gejala.7
Pemeriksaan lainnya :
- X-ray, pemeriksaan yang cepat, murah, non-invasif, dan rontgen abdomen
juga bisa menunjukkan apakah terdapat obstruksi atau dilatasi usus.7
- Barium enema (juga disebut seri gastrointestinal bagian bawah) adalah jenis
sinar-X khusus yang menggunakan barium sulfat dan udara untuk
8
Pengobatan umum
Terapi Medikamentosa
ASA tersedia dalam bentuk oral, supositoria, maupun enema.1 Penggunaan 5-ASA
pada penyakit Chron’s memiliki hasil rata-rata untuk mencapai masa remisi, tetapi
tidak memperlihatkan hasil yang efektif dalam mempertahankan masa remisi.8,9
Agen antiinflamasi yang digunakan pada penyakit Chron’s adalah antibiotik
golongan metronidazol dan ciprofloxacin. Antibiotik ini dapat digunakan atas
berbagai indikasi seperti penyakit perianal, fistula, dan peradangan massa
intraabdomen. Dosis Metronidazole 1 - 1,5 gr/hari atau Ciprofloxacin 2 x 500
mg/hari cukup bermanfaat pada penyakit Chron’s dalam menurunkan derajat
penyakit Chron’s.9
Efek samping penggunaan antibiotik pada penyakit Chron’s adalah mual,
anoreksia, diare, kandidiasis, dan neuropati perifer. Sedangkan pada kolitis ulseratif
pemberian antibiotik jarang dilakukan, karena berisiko menyebabkan kolitis
klostridium.8,9
2. Terapi kortikosteroid
3. Terapi imunosupresif
Obat golongan imunosupresif dapat dipakai bila pemberian golongan
aminosalisilat dan kortikosteroid gagal mecapai remisi. Obat imunosupresan yang
dipakai untuk pengobatan IBD diantaranya adalah 6-mercaptopurin (6-MP),
azathioprine, siklosporin, methotrexate, dan obat golongan anti-tumor necroting
factor. 8
Azathioprine dan 6-MP adalah golongan analog purin yang efektif untuk
mencapai dan mempertahankan remisi pada penyakit Chron’s serta dapat
menyembuhkan fistulasi dan meminimalisasi penggunaan steroid. Penggunaan
golongan analog purin ini terbatas apda kasus penyakit Chron’s derajat sedang-
berat yang tidak memberikan respon terhadap terapi aminosalisilat dan steroid. 1
Dosis standar azathioprine pad apenyakit Chron’s adalah 2 – 2,5 mg/kg/hari dan
dosis 6-MP adala 1 – 1,5 mg/kg/hari. Efektifitas pemberian golongan analog purin
pada kolitis ulseratif belum banyak diteliti. Methotrexate adalag inti metabolit folat
yang dapat menginduksi remisi pada penyakit Chron’s dengan dosis 25 mg/minggu
yang diberikan secara intramuskular atau subkutan. Dosis maintenance
methotrexate pada penyakit Chron’s adalah 15 mg/minggu. 8
Obat golongan siklosporin juga dapat digunakan dalam terapi IBD. Siklosporin
digunakan secara terbatas, sebagai alur akhir penatalaksaan IBD yang refrakter
terhadap obat golongan lainnya. Efek terapetik siklosporin pendek dan memiliki
toksisitas yang berat sehingga tidak dainjurkan untuk penggunaan jangka panjang.8
Efek samping pemberian obat golongan imunosupresan ini adalah terjadinya
infeksi sekunder, skrining penyakit laten seperti tuberkulosis atau hepatitis perlu
dilakukan. 8
Sebelumnya terapi nutrisi pada pasien IBD hanya berperan sebagai terapi
adjuvan. Baru-baru ini diketahui pemberian bahan makanan tertentu dapat
membantu mengatasi komplikasi berupa defisiensi berbagai zat nutrisi pada pasien
IBD dan mempertahankan masa remisi penyakit.11
Saat ini terapi nutrisi pada IBD juga termasuk ke dalam sebagai salah satu
pendekatan terapi untuk mencapai dan mempertahankan remisi.11 Meskipun belum
12
ada penelitian yang mengemukakan hubungan diet dengan kejadian IBD dan
hubungan konsumsi makanan tertentu dengan eksaserbasi IBD.9
Terdapat tiga indikasi untuk melakukan terapi nutrisi yang intensif pada pasien
IBD. Pertama untuk mengkoreksi atau menghindari malnutrisi dan menfasilitasi
pertumbuhan. Kedua sebagai terapi primer dari inflamasi usus aktif pada penyakit
Chron’s tapi tidak begitu berperan pada kolitis ulseratif. Ketiga termasuk proporsi
kecil untuk pasien penyakit Chron’s yang memerlukan support nutrisi jangka
panjang karena short bowel syndrome dan perluasan penyakit aktif.11,12
Meskipun terapi diet pada pasien dengan kolitis ulseratif tidak memiliki peran
yang tidak begitu signifikan, pemberian diet tertentu pada pasien dengan kolitis
ulseratif dapat membantu meringankan gejala kolitis. Diet rendah residu dianggap
menguntungkan bagi pasien dengan kolitis ulseratif karena membantu mengurangi
pergerakan usus.9
Sebaliknya, derajat inflamasi pada pasien dengan penyakit Chron’s sangat
terantung pada diet. Puasa atau pemberian diet elemental dapat membantu
mengurangi derajat inflamasi pada dinding usus. Diet enteral elemental dianggap
lebih superior daripada diet dengan makanan biasa untuk mengurangi inflamasi
pada penyakit Chron’s. permasalahan yang dapat muncul dengan pemberian diet
elemental cair adalah kurangnya kandungan kalori dalam bentuk tersebut sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan kalori pasien.9,11
1. Diet enteral
Diet enteral pada pasien IBD dapat diberikan dalam 2 bentuk, yaitu: 11
- Diet elemental yang mengandung nutrisi dalam bentuk sederhana
yang dapat langsung diserap tanpa melalui proses pencernaan
mekanik maupun kimiawi.
- Diet polimerik yang mengandung protein dan karbohidrat dalam
bentuk yang lebih kompleks.
Diet elemental diketahui dapat membantu mencapai fase remisi dan
penyembuhan mukosa usus pada penyakit Chron’s. Hal ini terutama bermanfaat
pada pasien pediatri untuk mengurangi dan menghindari penggunaan kortikosteroid
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.11,12
13
parenteral pasien memulai bowel rest. Secara rasional terapi bowel rest dilakukan
sebagai manuver terapetik untuk menghindari asupan oral karena adanya gejala-
gejala obstruksi usus atau berharap adanya perbaikan gejala klinis IBD sebagai
hasil dari penurunan aktivitas mekanis, fisik dan kimia dari usus.12
Pemberian diet parenteral total biasanya diberikan pada pasien penyakit
Chron’s derajat sedang hingga berat, pasien IBD yang tidak mencapai remisi
dengan diet enteral, rute enteral tidak memungkinkan untuk dilakukan, obstruksi
intestinal, short bowel syndrome, fistula dan malnutrisi berat yang tidak dapat
dikoreksi dengan diet enteral. Diet parenteral total juga dapat diberikan pada
pasien-pasien penyakit Chron’s yang menjalani operasi anastomosis. Diet
parenteral total diakitkan dengan biaya perawatan yang lebih tinggi dan risiko
sepsis. Pemberian nutrisi parenteral total dinilai kurang bermanfaat untuk pasien
dengan kolitis ulseratif.9,11,12
Akan tetapi diet parenteral mempunyai beberapa efek samping yaitu penurunan
permukaan absorbtif usus dan menurunkan aktivitas enzimatik usus. Lebih
jauh lagi ternyata bowel rest dapat menyebabkan translokasi bakteri,
transmigrasi endotoksin, terutama pada kondisi seperti IBD, dimana telah terjadi
disrupsi epitel usus.12
2.7 Komplikasi
Komplikasi IBD dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu komplikasi intestinal
dan komplikasi ekstraintestinal.. Komplikasi intestinal antara lain yaitu :13
1. Keterlibatan organ saluran pencernaan proksimal
Hal ini terjadi terutama pada pasien anak atau pada beberapa orang dewasa dengan
etnis tertentu (keturunan Afrika), namun paling banyak adalah anak – anak dengan
riwayat pemeriksaan gastroskopi sebagai pemeriksaan awal rutin
2. Perdarahan
Perdarahan masif pada ulkus terjadi pada UC, sementara pada CD jarang terjadi.
3. Perforasi
Perforasi usus lebih umum terjadi pada CD, namun hal ini juga bisa mengenai
keduanya (UC dan CD) bila terdapat adanya megacolon
4. Abses intraabdomen
15
2.8 Prognosis
Malnutrisi menjadi risiko untuk perburukan prognosis, angka kejadian
komplikasi, mortalitas, dan kualitas hidup pada pasien dengan IBD. Hal ini
terutama lebih banyak terjadi. Hal ini terutama lebih mudah terjadi pada kasus CD
daripada UC. Seluruh pasien IBD sebaiknya dilakukan skrining untuk menilai
status gizinya. Pasien dengan IBD aktif, terutama yang tidak responsif terhadap
terapi medis, umumnya memiliki risiko yang tinggi mengalami gizi buruk.14
Secara keseluruhan, angka kematian akibat IBD telah menurun seiring
berjalannya waktu menjadi dibawah 5%. UC bisa disembuhkan dengan
proctolectomy dan ileostomy, sementara pada CD bisa ditangani dengan reseksi
dan anastomosis, namun rekurensi bisa terjadi.14
BAB 3
KESIMPULAN
Meskipun pasien dengan penyakit radang usus (IBD) memiliki minat yang kuat
dalam modifikasi diet sebagai bagian dari manajemen terapi mereka, saran diet
hanya memainkan bagian kecil dalam pedoman yang diterbitkan. Literatur ilmiah
menunjukkan bahwa faktor makanan dapat mempengaruhi risiko pengembangan
IBD, bahwa diet dapat berfungsi sebagai pengobatan simptomatik untuk gejala
seperti sindrom iritasi usus besar pada IBD. Peran nutrisi dalam IBD digaris bawahi
oleh efek berbagai terapi diet. Pada pasien anak-anak dengan Crohn's disease (CD)
enteral nutrition (EN) mencapai tingkat remisi yang mirip dengan steroid. Pada
pasien dewasa, bagaimanapun, EN lebih rendah daripada kortikosteroid. EN tidak
efektif pada kolitis ulserativa (UC). Nutrisi parenteral total pada IBD tidak lebih
baik daripada steroid atau EN. Penggunaan probiotik spesifik pada pasien dengan
IBD hanya dapat direkomendasikan dalam situasi klinis khusus.9
18
DAFTAK PUSTAKA
16(1): 112-24.
2012]. http://www.medscape.com
19
11. Forbes A, Escher J, Hebuterne X, et al. ESPEN Guideline: Clinical
Nutrition in Inflamatory Bowel Disease. Clinical Nutrition. 2016;36(1):
321-47.
12. Forbes, A., Escher, J., Hébuterne, X., Kłęk, S., Krznaric, Z., Schneider, S.,
... & Bischoff, S. C. (2017). ESPEN guideline: Clinical nutrition in
inflammatory bowel disease. Clinical nutrition, 36(2), 321-347.
13. Rothfuss, K. S., Stange, E. F., & Herrlinger, K. R. (2006). Extraintestinal
manifestations and complications in inflammatory bowel diseases. World
journal of gastroenterology: WJG, 12(30), 4819.
14. Sales, D. J., & Kirsner, J. B. (1983). The prognosis of inflammatory bowel
disease. Archives of internal medicine, 143(2), 294-299.
20