Anda di halaman 1dari 12

I.

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. Sa
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sokaraja
No. Rekam Medik: 00951977
Tanggal Periksa : 10 Februari 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal pada lengan kiri bawah
Keluhan tambahan : Panas pada lengan kiri bawah
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Onset : 3 minggu SMRS
Lokasi : Lengan kiri bawah
Kronologis : Pasien mengeluhkan gatal-gatal sejak 3 minggu SMRS di
lengan kiri bawah. Awalnya pasien merasa gatal dan panas
pada lengan kiri bawah kemudian muncul bintil-bintil
kemerahan di lengan kiri bawah. Bintil-bintil kemerahan
semakin memanjang dan berkelok-kelok pada daerah yang
gatal. Keluhan gatal dan panas dirasakan terus-menerus
terutama saat malam hari sehingga pasien menggaruknya.
Sebelum keluhan gatal muncul pasien membersihkan
gudang padi tanpa menggunakan sarung tangan.
Lingkungan gudang dekat dengan kebun sayuran.
Kualitas :Pasien merasa gatal sekali sehingga mengganggu aktivitas
pasien.
Kuantitas : Keluhan gatal dirasakan terus-menerus terutama malam
Faktor memperberat: (-)
Faktor memperingan: (-)
Gejala penyerta : Keluhan gatal disertai dengan rasa panas.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Keluhan gatal yang sama saat kecil : disangkal
Asma : disangkal
Kencing manis / gula : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluhan yang sama dengan pasien : disangkal
Asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan anak. Pasien seorang ibu rumah tangga.
Pasien mengaku selalu memakai alas kaki.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis
Tanda vital : TD = 130/80; N = 89x/menit; RR = 20x/mnt; S = 36,4oC
Berat Badan = 78 kg; Tinggi Badan = 152 cm
Status Generalis
Kepala : bentuk mesochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
Telinga : simetris, discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Thoraks : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor/Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal

Status Lokalis (Dermatologis)


Regio lengan bawah sinistra
Efloresensi: Makula eritematosa disertai krusta dan kanalikuli berbatas tegas
berdiameter 2-3 mm.
D. RESUME
Pasien perempuan berusia 44 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS
dengan keluhan gatal pada lengan kiri bawah sejak 3 minggu SMRS. Pasien
mengaku gatal disertai panas yang dirasakan terus-menerus terutama saat
malam hari sehingga menggangu tidurnya. Riwayat membersihkan gudang
tanpa menggunakan sarung tangan diakui, lingkungan gudang dekat dengan
perkebunan diakui. Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan makula
eritematosa disertai krusta dan kanalikuli berbatas tegas berdiameter 2-3 mm.

E. DIAGNOSIS KERJA
Creeping Eruption

F. DIAGNOSIS BANDING
- Skabies
- Herpes Zoster
- Dermatofitosis

G. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Mencari larva dari ujung ruam

H. PENATALAKSANAAN

2
1. Non farmakologis
a. Mengenakan sarung tangan jika membersihkan gudang dan lingkungan
dekat perkebunan
b. Mengenakan alas kaki untuk mencegah kontak langsung dengan tanah
c. Edukasi tentang creeping eruption, perjalanannya dan pengobatannya.
d. Anjuran untuk tidak menggaruk bila gatal.

2. Farmakologis
a. Albendazol 400 mg 1x1 tab selama 3 hari
b. Cetirizine 1x10 mg tab

I. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad fungsionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Creeping eruption disebut juga cutaneous larva migrans (CLM)
disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nematoda di dalam epidermis.
Istilah creeping eruption digunakan pada kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing. Beberapa buku menyebutkan sebagai zoonosis, namun istilah ini
kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan pada manusia, sedangkan penyakit ini bukan panyakit hewan.
Jadi istilah penyakit parasit hewani lebih tepat. Invasi ini sering terjadi
pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang
sering berhubungan dengan tanah dan pasir. Demikian pula para petani
atau tentara sering mengalami hal yang sama.

II. EPIDEMIOLOGI
Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi di
daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab,
misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat
bagian tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India,
dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Dilaporkan adanya
outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami, Florida pada
tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan
dewasa, menderita CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari
analisa didapatkan 22 orang tersebut berain di kotak pasir selama minimal
1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang yag
terkena ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Grup
yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak
dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain orang yang
tidak memakai alas kaki di pantai, anak-anak yang bermain pasir, petani,
tukang kebun, pembersih septic tank, pemburu dan tukang kayu.
III. ETIOLOGI
Creeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan cacing
tambang dengan hospes non manusia. Penyebab utama adalah larva yang

4
berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu
Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada beberapa kasus
ditemukan Echinococcus, Strongyloides stercoralis, Dermatobia maziales
dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari
beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle
fly.

IV. SIKLUS HIDUP


Siklus hidup Ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa
dengan Ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit
dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang
hangat dan lembab. Pada kondisi kelembaban dan temperatur yang
menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh cepat menjadi larva
rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah dan berganti
buluh dua kali sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada
hospes alami binatang, larva mampu penetrasi sampai ke dermis dan
ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai ke paru-paru.
Kemudian menembus samai ke alveoli dan trakea dimana kemudian
tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru
dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup
pada tanah selama beberapa minggu.

V. PATOGENESIS
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang
binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang
terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang
ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses,
kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab.
Kemudian berdiferensiasi dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva
stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak
sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk
menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum
korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam

5
waktu beberapa hari. Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan
bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum germinativum
dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan
sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di
kulit. Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan
larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi
membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit
saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyababkan inflamasi
sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa
mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva seringkali
migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan
keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya.
Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah
beberapa hari sampai beberapa bulan.

VI. MANIFESTASI KLINIK


Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi
berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm,
dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini
menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit selama beberapa jam
atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti
benang berkelok-kelok, polisiklik, sepriginosa, menimbul dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya
lebih hebat pada malam hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang
bertambah panjang karena terdapat larva. Diameter lesi berkisar 2- 3 mm
dan panjang bervariasi mencapai 15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau
multipel, sangat gatal dan bisa juga nyeri. Tempat predileksi adalah di
tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di bagian tubuh di mana
saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Sering terjadi

6
ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Larva terbatas hanya pada
lapisan epidermis.

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan dan
penemuan lesi karakteristik. Bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan
seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat
papul atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung jalur
yang mungkin mengandung larva. Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai
tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler (infiltrat paru
yang berpindah-pindah), peningkatan IgE. Hanya sedikit pasien yang
menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE. Untuk menunjang
diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil tepat di
atas lesi menunjukkan larva (tes periodik asam schiff positif) di
terowongan suprabsalar, terowongan pada membran basalis, spongiosis
dengan vesikel intraepidermal, nekrosis keratinosit dan infiltrat kronis oleh
eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada
skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada
penyakit ini. Bila melihat bentuk yang polisiklis sering dikacaukan dengan
dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, marena itu sering
diduga insect bite. Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-
papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.

IX. PENATALAKSANAAN
Infeksi cacing tambang binatang dicegah dengan menghindari kontak kulit
langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang. Pengobatan
cacing tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal yang utama
untuk mencegah creeping eruption. Kotoran binatang harus dipindahkan
secara benar dari area aktivitas manusia. Creeping eruption bisa dicegah

7
dengan mudah dengan memakai alas kaki yang memadai setiap saat. Jika
dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diabsorbsi. Jika
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik.

1. Tiabendazol
Merupakan drug of choice. Menghambat enzim fumarat reduktase
sehingga menginhibisi pembentukan mikrotubuli. Akan terjadi gangguan
ambilan glukosa dan inhibisi malat dehidrogenase.
 Dewasa
- Topikal berupa suspensi 10-15% (kadang dicampur dengan
krim kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama
minimal 1 minggu
- Oral 25-50 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari
 Anak-anak
Dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari
3 gr/hari
Tiabendazol lebih toksik daripada benzimidazol lainnya dan
ivermectin sehingga lebih dipilih agen yang lain. Efek samping yang
sering berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Permasalahan yang
lebih jarang seperti nyeri epigastrium, kram abdomen, diare, pruritus,
nyeri kepala, mengantuk, dan simtom neuroleptik. Pernah dilaporkan
kerusakan hati yang ireversibel dan sindrom steven johnson. Tiabendazol
pada anak di bawah 15 kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak
boleh digunakan untuk ibu hamil atau yang menderita penyakit hati
maupun ginjal.

2. Ivermectin
Antiparasit semisintetik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap
nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui
pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan
drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal.
 Dewasa : 12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal
 Anak-anak
<5tahun: 150 ug/kgBB dosis tunggal
>5 tahun: sama dengan dewasa
Efek samping mencakup kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut
dan bercak kemerahan. Hindari penggunaan bersama obat yang

8
meningkatkan aktivitas GABA seperti barbiturat, benzodiazepin dan asam
valproat. Ivermectin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

3. Albendazol
Antihelmintas bersepektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan
agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazol.
 Dewasa
- 400 mg per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau
- 2x200 mg sehari selama 5 hari
 Anak-anak
<2tahun: 200 mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu
kemudian jika perlu
>2 tahun: sama seperti dewasa
Bila digunakan 1-3 hari, albendazol hampir bebas efek samping. Bisa
terjadi gejala ringan distres epigastrium, diare, sakit kepala, nausea,
pusing, lesu dan insomnia. Pada pemakaian jangka panjang harus dicek
darah dan fungsi hati. Keamanan pada ibu hamil dan anak kurang dari 2
tahun masih belum diketahui.

4. Mebendazol
Antihelmintes spektrum luas yang menginhibisi perakitan mikrotubuli dan
memblok ambilan glukosa sehingga terjadi deplesi cadangan glikogen
parasit.
 Dewasa : 200 mg per oral, 2 kali sehari selama 4 hari
 Anak-anak
<2 tahun: tidak disarankan dan >2 tahun: seperti dewasa
Efek samping obat : Bisa terjadi nausea, muntah, diare dan nyeri
abdominal. Efek samping yang jarang berupa reaksi hipersensitivitas,
agranulositosis, alopesia dan peningkatan enzim hati. Mebandazol
teratogenik pada binatang sehingga tidak disarankan untuk ibu hamil. Pada
anak kurang dari 2 tahun harus berhati-hati karena masih kurangnya
penelitian. Kadar plasma bisa berkurang pada penggunaan bersama
karbamazepin atau fenitoin. Meningkat ada penggunaan bersama
simetidin. Harus berhati-hati pada orang dengan sirosis.

X. KOMPLIKASI

9
Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh
bakteri akibat garukan. Infeksi umumnya disebabkan oleh Streptokokkus
pyogenes. Bisa juga terjadi selulitis dan reaksi alergi.

XI. PROGNOSIS
Prognosis biasanya baik. Ini merupakan penyakit yang self limited.
Manusia merupakan hospes aksidental di mana larva akan mati dan lesi
membaik dalam waktu 4-8 minggu. Dengan pengobatan progresi lesi dan
rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam. Bisa terjadi reaksi
hipersensitivitas. Sering terjadi eosinofilia perifer. Tidak terjadi imunitas
protektif sehingga bisa terjadi infeksi berulang pada pajanan berikutnya.

XII. KESIMPULAN
Creeping eruption merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh larva
cacing tambang binatang dan bersfiat self limited. Penyakit ini sering dijumpai di
daerah tropis dan subtropis. Orang yang berisiko terinfeksi adalah mereka yang
sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki. Penyebab
kelainan ini adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Penyebab
tersering adalah Ancylostoma braziliense. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit
denga tanah yang terkontaminasi. Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul
eritematosa, kadang disertai rasa nyeri, serta lesi khas yang berbentuk linear
berkelok-kelok. Dapat terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder yang umumnya
disebabkan oleh Streptokokkus pyogenes. Ditemukan eosinofilia perifer dan
peningkatan kadar IgE. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada. Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi
mengenai pencegahan. Pengobatan dapat diberikan antiheliminthes topikal
maupun oral, digunakan antihelminthes berspektrum luas. Ivermectin dosis
tunggal 12 mg, Albendazol 400 mg dosis tunggal, Tiabendazol 50 mg/kgbb dalam
2 dosis.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Peris,M. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller. CMAJ


2008;179:51-52.diunduh dari:
http//:www.cmaj.ca/cgi/content/full/179/1/51
2. Djuanda. A,Hamzah. Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keempat, cetakan pertama, Jakarta: Baai Penerbit FKUI.2007; 125-126.
3. Tierney,M, Papadakis.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Current
medical diagnosis & treatment 45th ed[ebook]. San Francisco:Mc Graw
Hill.2003.pg 1520.
4. Gerd P,Thomas J.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Fitzpatrick`s
dermatology in general medicine 6th ed[ebook]. New York:Mc Graw
Hill;2003.ch 236.
5. Ngan,V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ:New Zealand.2007.
diunduh dari: http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html
6. Lydia,M.Cutaneous larva migran. Emdeicine.2008.Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/1108784
7. Baron, S, cuatneous larva migran. Terdapat dalam: medical mirobiology
4th ed. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv
8. Carlson,Amy Olivia. Cutaneous larva migran. 2005. Diunduh dari:
http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2005/CLM

11
9. CDC. Outbreak of cutaneous larva migrans at a children`s camp—Miami
Florida, 2006. Diunduh dari:
htttp://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5649a2.htm
10. Hotez et al. Hookworm Infection. N England J Med 2004;352:799-807.
Diunduh dari: http://www.nejm.org
11. Kim,Lee Sohn. Three clinical cases of cutaneous larva migrans. Korean J
Parasitol.2006 June;44(2):145-149. Diunduh
dari:http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2532628

12

Anda mungkin juga menyukai