Setelah perkiraan kebutuhan tenaga kerja selesai dilakukan demikian pula perkiraan
penyediaan tenaga kerja, maka selanjutnya dilakukan perbandingan antara kedua perkiraan
tersebut. Dalam melakukan perbandingan antara perkiraan penyediaan tenaga kerja dengan
perkiraan kesempatan kerja pada umumnya dilakukan secara total. Hal ini disebabkan sangat
sukar untuk diperkirakan apakah seseorang yang masuk pasar kerja akan menawarkan tenaga
kerjanya di lapangan usaha mana, apalagi ditinjau dari jenis jabatannya. Yang mungkin untuk
dilakukan adalah melihat tingkat pengangguran menurut pendidikan yaitu dengan
membandingkan perkiraan persediaan tenaga kerja menurut pendidikan dengan perkiraan
kebutuhan tenaga kerja juga menurut pendidikan. Namun demikian dalam tulisan ini tidak
akan dibuat/dipraktekkan cara membuat perkiraan penyedian tenaga kerja menurut
pendidikan, tetapi akan dibahas hanya secara konseptual cara yang dapat dilakukan.
Jika angkatan kerja pada tahun 1998 diperkirakan berjumlah 1.740.319 orang di
Provinsi Bali, dan Angkatan Kerja (AK) pada tahun 1997 berjumlah 1.691.281 orang, maka
dapat dihitung ketidakseimbangannya dengan membandingkanya dengan perkiraan
kesempatan kerja pada tahun 1998 seperti yang telah dihitung. Dari hasil perhitungan jumlah
perkiraan kesempatan kerja total tahun 1998 di Provinsi Bali beljumlah 1.627.381 orang.
Dengan demikian akan dapat dihitung jumlah penganggurannya sebagai berikut.
1. Jumlah Penganggur total Tahun 1998.
Jumlah penganggur total pada tahun 1998 adalah sebanyak 1.740.319 1.627.381 =
112.938 orang. Ini dilakukan dengan mengurangkan Angkatan Kerja tahun 1998
dengan perkiraan Kesempatan Kerja tahun 1998 dari hasil perhitungan yang telah
dibuat.
2. Penganggur akibat krisis ekonomi tahun 1998.
Perkiraan kesempatan kerja tahun 1998 sebanyak 1.627.381 orang, sedangkan
kesempatan kelja tahun 1997 sebanyak 1.641.281 orang. Dengan demikian jumlah
penganggur akibat krisis ekonomi pada tahun 1998 adalah 1.641.281 1.627.381 =
13.900 orang.
3. Penganggur kronis pada tahun 1998.
Jumlah angkatan kerja (AK) tahun 1997 sebanyak 1.691.281 orang dan jumlah
kesempatan kerja pada tahun yang sama adalah 1.641.281 orang. Dengan denaikian
jumlah penganggur kronis pada tahun 1998 adalah 1.691.281 1.641.281 orang =
50.000 orang.
4. Penganggur karena kenaikan AK baru pada tahun 1998.
Jumlah AK tahun 1998 adalah 1.740.319 orang dan AK tahun 1997 1.691.281 orang,
maka jumlah penganggur akibat kenaikan AK baru tahun 1998 adalah 1.740.319
1.691.281 = 49.038 orang. Jika semua jenis penganggur tersebut dijumlahkan, maka
itu akan sama dengan jumlah penganggur secara total pada tahun 1998. Total
penganggur akibat krisis ekonomi, penganggur kronis dan menganggur akibat
kenaikan AK baru adalah 13.900 + 50.000 + 49.038 = 112.938 orang. Jumlah ini
adalah sama dengan jumlah penganggur total pada tahun 1998 seperti yang telah
dihitung sebelumnya.
Jika angkatan kerja pada tahun 2008 diperkirakan berjumlah 2.099.278 orang di Provinsi
Bali, dan Angkatan Kerja (AK) pada tahun 2007 berjumlah 2.059.711 orang, maka dapat
dihitung ketidakseimbangannya dengan membandingkanya dengan perkiraan kesempatan
kerja pada tahun 2008 seperti yang telah dihitung. Dari hasil perhitungan jumlah perkiraan
kesempatan kerja total tahun 2008 di Provinsi Bali berjumlah 2.029.730 orang. Dengan
demikian akan dapat dihitung jumlah penganggurannya sebagai berikut.
1. Perkiraan kesempatan kerja menurut pendidikan seperti pendekatan MRP ' yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pada metode ini diasumsikan bahwa proporsi kesempatan
kerja menurut pendidikan relatif sama untuk beberapa periode waktu, sehingga
proporsi kesempatan kerja menurut pendidikan dimasa yang lalu digunakan untuk
mendistribusikan kesempatan kerja yang diperoleh dari hasil proyeksi.
2. Perkiraan yang dilakukan dengan melihat rasio jumlah penduduk dengan tenaga-
tenaga tertentu yang dibutuhkan. Misalnya tenaga dokter, tenaga di bidang kepolisian
(Sudarwan Danim, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa para perencanaan
berasumsi bahwa terdapat sedikit fleksibilitas dalam memperkirakan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan, misalnya jumlah insinyur dan ahli teknik, tamatan universitas
atau tamatan sekolah menengah yang harus dididik dan dihasilkan untuk mencapai
target produksi atau meningkatk an pertumbuhan ekonomi. Dengan fleksibilitas yang
rendah maka perkiraan harus dilakukan dengan cermat.
Mereka yang dropout baik di tingkat SD, SLTP, SLTA, dan di PT pasti akan
masuk pasar kerja, demikian juga mereka yang tamat SD, SLTP, SLTA, yang tidak
melanjutkan sekolahnya juga akan .masuk pasar kerja. Demikian pula mereka yang
sudah tamat perguruan tinggi pasti juga akan masuk pasar kerja. Mereka-mereka itu
akan menambah persediaan tenaga kerja yang sebelumnya ada. Dengan
membandingkan perkiraan kebutuhan tenaga kerja menurut pendidikan dan perkiraan
persediaan tenaga kerja menurut pendidikan maka akan dapat dirancang perencanaan
pendidikan dan latihan di masa yang akan datang.
Para ahli menyadari bahwa menyusun perencanaan tenaga kerja memang tidak
mudah. Pada saat penduduk yang bersekolah/mengikuti pendidikan meningkat
dengan cepat di satu sisi, dan di sisi lain pertumbuhan ekonomi/pekerjaan tidak
mengalami kenaikan maka upaya untuk mengkaitkan antara kebutuhan dan
penyediaan tenaga kerja cenderung gagal dipadukan (Sudarwan Danim, 2003) .
Selanjutnya dikatakan bahwa hasil proyeksi para pakar tentang kebutuhan tenaga
kerja di masa yang akan datang memiliki potensi tidak selalu cocok dengan
kemampuan lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada dalam usaha memenuhi
kebutuhan jumlah tenaga kerja yang telah diproyeksikan oleh para pakar tersebut.
Ada beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebabnya yaitu :
1. Data dan informasi mengenai kebutuhan tenaga kerja tidak mudah didapat
dan kalaupun didapat seringkali reliabilitas dari data/informasi tersebut
rendah.
2. Lembaga penyedia kecil kemungkinannya untuk taat dalam memenuhi
pesanan kecuali kalau diorganisasikan dalam format pendidikan
kedinasan yang ketika lulus langsung dipekerjakan/memasuki sektor
produktif.
3. Asumsi-asumsi yang digunakan kecil kemungkinannya selalu cocok
dengan begitu banyaknya variabel yang berpengaruh pada proyeksi
kebutuhan tenaga kerja..
4. Ketika menjalani proses pendidikan dan latihan, ada kemungkinana
mereka berubah pikiran, sehingga pada saat telah selesai mengikuti
pendidikan dan latihan tersebut mereka mencari karir alternatif yang lain,
yang tidak sesuai dengan aspirasi awal. Misalnya bermigrasi,
berwirausaha, menjalankan usaha keluarga dan sebagainya.
Menurut Sudarwan Danim (2003), ada banyak hal yang dapat mempengaruhi
ketidakakuratan proyeksi/perkiraan kebutuhan dan perkiraan penyediaan tenaga
kerja. Jika banyak variabel tidak dapat diperkirakan secara valid maka akan rendah
maknanya (manfaatnya rendah) menyusun perkiraan kebutuhan tenaga kerja
dikaitkan dengan pendidikan dan pelatihan yang akan direncanakan. Beberapa hal
yang dapat mempengaruhi ketidakakuratan tersebut adalah sebagai berikut.
a) Dinamika kependudukan
b) Pemekaran wilayah
c) Perubahan struktur pemerintahan
d) Kestabilan politik
e) Runtuhnya kekuasaan (rezim)
f) Pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif
g) Dinamika pasar global
h) Pergeseran nilai-nilai masyarakat, termasuk perubahan persepsi masyarakat
terhadap pekerjaan.
i) Prioritas orientasi pembangunan oleh pemerintah
j) Kemampuan kuangan negara
k) Bencana alam atau krisis multidimensi
Bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti juga Indonesia, banyak bukti yang
menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan/latihan yang dibuat tidak tepat dengan
kebutuhan tenaga kerjanya. Hal ini antara lain
Kesempatan kerja adalah jumlah yang menunjukan berapa orang yang telah atau dapat
tertampung dalam suatu perusahaan. Kesempatan kerja dapat diwujudkan dengan tersedianya
lapangan kerja yang memungkinkan dilaksanakannya bentuk aktivitas yang dinamakan
bekerja tesebut. Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas
tenaga kerja.
Penyediaan tenaga kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang sedang dan siap
untuk bekerja dan pengertian kualitas usaha kerja yang diberikan. Secara umum, penyediaan
tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah penduduk, tenaga kerja, jam
kerja, pendidikan, produktivitas, dan lain-lain. Penyediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh
jumlah penduduk dan struktur umur. Semakin banyak penduduk dalam umur anak-anak,
semakin kecil jumlah yang tergolong tenaga kerja.
Kenyataan juga menunjukkan bahwa tidak semua tenaga kerja atau penduduk dalam usia
kerja siap untuk bekerja, karena sebagian mereka masih bersekolah, mengurus rumah tangga
dan golongan lain-lain sebagai penerima pendapatan. Dengan kata lain, semakin besar jumlah
orang yang bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin kecil penyediaan tenaga
kerja. Jumlah yang siap kerja dan yang belum bersedia untuk bekerja dipengaruhi oleh
kondisi masing-masing keluarga, kondisi ekonomi dan sosial secara umum, dan kondisi pasar
kerja itu sendiri.
Penyediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lamanya orang bekerja setiap minggu.
Lamanya orang bekerja setiap minggu tidak sama. Ada orang yang bekerja penuh. Akan
tetapi banyak juga orang yang bekerja hanya beberapa jam seminggu atas keinginan dan
pilihan sendiri atau karena terpaksa berhubung terbatasnya kesempatan untuk bekerja penuh.
Oleh sebab itu, analisa penyediaan tenaga kerja tidak cukup hanya dengan memperhatikan
jumlah orang yang bekerja, akan tetapi perlu juga memperhatikan berapa jam setiap orang
itu bekerja dalam seminggu.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Provinsi Bali, 2006-2017
Kelompok 2016 2017
Usia yang
Bekerja Menurut Kelompok Usia (Orang) Bekerja Menurut Kelompok Usia
Bekerja
(Orang)
Laki-laki Perempuan Laki-Laki Laki- Perempuan Laki-Laki +
+ laki Perempuan
Perempuan
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis
Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu, 2008-2018
2017
Tidak/belum pernah
3 807 374 62 984 3 870 358 98,37
sekolah
Tidak/belum tamat SD 15 947 147 404 435 16 351 582 97,53
SD 31 223 380 904 561 32 127 941 97,18
SLTP 21 716 713 1 274 417 22 991 130 94,46
SLTA Umum/SMU 21 131 391 1 910 829 23 042 220 91,71
SLTA Kejuruan/SMK 12 587 547 1 621 402 14 208 949 88,59
Akademi/Diploma 3 286 551 242 937 3 529 488 93,12
Universitas 11 322 320 618 758 11 941 078 94,82
Tak Terjawab - - - -
Total 121 022 423 7 040 323 128 062 746 94,50
Pendidikan Tertinggi yang Bukan Angkatan Kerja (BAK) Jumlah Penduduk Usia Persentase Angkatan
Ditamatkan 15 tahun ke Atas Kerja Terhadap
Sekolah Mengurus Lainnya Jumlah BAK Penduduk Usia Kerja
(TPAK)
Tidak/belum pernah sekolah - 1 781 150 1 037 253 2 818 403 6 688 761 57,86
Tidak/belum tamat SD 135 822 6 361 447 2 210 572 8 707 841 25 059 423 65,25
SD 1 908 077 10 869 000 1 689 539 14 466 616 46 594 557 68,95
SLTP 10 441 569 8 342 294 938 503 19 722 366 42 713 496 53,83
SLTA Umum/SMU 3 025 712 7 251 988 891 902 11 169 602 34 211 822 67,35
SLTA Kejuruan/SMK 809 054 3 059 529 424 878 4 293 461 18 502 410 76,80
Akademi/Diploma 62 425 883 590 132 594 1 078 609 4 608 097 76,59
Universitas 109 711 1 369 921 280 140 1 759 772 13 700 850 87,16
Tak Terjawab - - - - - -
Total 16 492 370 39 918 919 7 605 381 64 016 670 192 079 416 66,67