Anda di halaman 1dari 19

ABSTRAK

BERBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT


LAHIR RENDAH (BBLR)
(Studi di Beberapa Puskesmas Kota Makassar)

Hasriyani1, Suharyo Hadisaputro1, Kamilah Budhi2,


Mexitalia Setiawati2, Henry Setyawan1

Latar Belakang : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
perinatal. Di Indonesia angka kejadian BBLR sebesar 10,2%. BBLR disebabkan oleh
multifaktor antara lain faktor ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan. Tujuan untuk
menjelaskan apakah berbagai faktor ibu dan lingkungan merupakan faktor risiko
terhadap kejadian BBLR.
Metode : Menggunakan desain case control. Jumlah sampel sebanyak 138 responden
terdiri atas 69 kasus dan 69 kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kasus adalah ibu dengan bayi lahir berat <2500 gram, tanpa memandang umur
kehamilan dan kontrol adalah ibu dengan bayi lahir berat ≥ 2500 gram, tanpa
memandang umur kehamilan. Pemilihan sampel kasus secara consecutive sampling
dan kontrol secara simple radom sampling, dengan matching pada jenis kelamin dan
tempat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu usia ibu, status gizi, penyakit
kehamilan, jarak kehamilan, anggota keluarga merokok dalam rumah, budaya
pantangan makanan tertentu, status ANC, status sosial ekonomi. Variabel terikat
yaitu kejadian BBLR. Variabel confounding adalah tingkat pendidikan ibu dan
paritas.
Hasil: Faktor ibu yang terbukti sebagai faktor risiko kejadian BBLR adalah status
gizi kurang (OR=5.357; 95%CI=1.985-14.457), penyakit kehamilan (OR=3.976;
95%CI=1.669-9.476). Faktor ibu dan lingkungan yang terbukti bukan sebagai faktor
risiko kejadian BBLR adalah usia ibu < 20 tahun atau usia ibu > 35 tahun, jarak
kehamilan < 2 tahun, anggota keluarga merokok dalam rumah, budaya pantangan
makanan tertentu, status ANC < 4x, status sosial ekonomi rendah.
Simpulan: Status gizi kurang, penyakit kehamilan merupakan faktor risiko terhadap
kejadian BBLR. Probabilitas menyebabkan kejadian BBLR jika terdapat 2 faktor
risiko tersebut sebesar 68.87%
Kata Kunci: Bayi berat lahir rendah, faktor risiko, status gizi, dan penyakit
kehamilan

1. Magister Epidemiologi Sekolah Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang.


2. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang.

i
ABSTRACT

RISK FACTORS CONTRIBUTING TO LOW-BIRTH-WEIGHT (LBW)


(Study conducted in several Community Health Centers in Makassar)

Hasriyani1, Suharyo Hadisaputro1, Kamilah Budhi2,


Mexitalia Setiawati2, Henry Setyawan1

Background: Low-birth-weight (LBW) as community health problem have remained


as the main cause of prenatal morbidity and mortality. In Indonesia, the occurrence
rate of LBW has reached 10,2%. LBW has caused by multifactors such as maternal
factor, fetus factor, and environmental factor. The aim of the study was to elaborate if
maternal factor and environmental factor are the risk factors contributing to LBW
occurrence.
Method: The study was based on case control design. The number of samples was
138 respondents who were categorized into 69 cases and 69 controls fulfilling the
criteria of inclusion and exclusion. The cases were mothers with babies having birth
weight <2500 grams regarding the gestational age, and the controls were mothers
with babies having birth weight ≥2500 grams regarding the gestational age. Sampling
method to the cases was conducted by consecutive sampling while sampling to the
controls was conducted by simple random sampling with matching to sex and
location. The independent variables in the study were mother’s age, nutritional status,
illness pregnancy, the spacing of pregnancy, the of family members smoking at
home, the of a food taboos culture, ANC status, social economy status. The
dependent variable was LBW occurrence. The confounding variable s were mother’s
educational background and parity.
Result: Maternal factors observed as risk factors contributing to LBW are low
nutritional status (OR=5.357; 95%CI=1.985-14.457), illness pregnancy (OR=3.976;
95%CI=1.669-9.476). Maternal factors and environmental factors observed as non-
risk factors to LBWN are age < 20 years old or age > 35 years, the spacing of
pregnancy < 2 years, the of family members smoking at home,, the of a food taboos
culture, ANC status < 4x , low social economy status.
Conclusion: low nutritional status, illness pregnancy are risk factors contributing to
LBW occurrence. The probability of LBW occurrence when those risk factors
observed are 68,87%.
Key words: Low-birth-weight newborns, risk factors, nutritional status, and illness
pregnancy

1. Magister of Epidemiology School Postgraduate, Diponegoro University


Semarang.
2. Dr. Kariadi General Hospital Medical Center Semarang.

ii
1. PENDAHULUAN 2.46%, tahun 2015 sebesar 2.62%
Bayi lahir rendah (BBLR) di kematian 1.96%, dan tahun 2016
defenisikan sebagai bayi yang lahir kejadian BBLR sebesar (3,29%). Dari
dengan berat <2500 gram.(1,2) BBLR 46 Puskesmas di Kota Makassar
merupakan masalah kesehatan teradapat 6 Puskesmas dengan
masyarakat baik jangka pendek Persentase BBLR tertinggi yaitu
maupun jangka panjang, dan masih Puskesmas Antang sebesar 11.13%,
merupakan penyebab utama Puskesmas Tamangapa sebesar
morbiditas dan mortalitas 10.47%, Puskesmas Kaluku Bodoa
perinatal.(1,3,4) sebesar 9.46%, Puskesmas Minasa
Kejadian BBLR menurut WHO Upa sebesar 8.64%, Puskesmas
adalah 15,5% dari 20 juta kelahiran Rappokalling sebesar 7.44%, dan
hidup pertahun, 96,5% berada di Puskesmas Pattingalloang sebesar
negara sedang berkembang dan dan 7.24%.(12)
memberikan konstribusi 60%-80% Masalah yang sering terjadi pada
dari semua kematian neonatal.(5–7) BBLR adalah gangguan sistem
Kematian neonatal dini (umur 0-6 pernafasan, susunan saraf pusat,
hari) di Indonesia tahun 2007 kardiovaskular, hematologi,
sebanyak 78,5%, penyebab kematian gastrointestinal, ginjal, termoregulasi,
terbanyak adalah BBLR (32,4%). diabetes melitus, penurunan
tahun 2012, Angka Kematian Bayi kecerdasan, gangguan tumbuh
(AKB) sebesar 32 kematian per 1000 kembang fisik dan mental serta dapat
kelahiran hidup, dan Angka Kematian menyebabkan kematian selama kanak-
Neonatus (AKN) sebesar 19 per 1000 kanak.(1,4,5,8,13)
kelahiran hidup angka yang sama BBLR merupakan hasil interaksi
dengan tahun 2007. Perhatian terhadap berbagai faktor risiko yaitu faktor ibu
upaya penurunan AKN (0-28 hari) (usia ibu, tingkat pendidikan, stres
menjadi penting karena kematian psikologis, status sosial ekonomi,
neonatal memberi kontribusi terhadap ANC, paritas, jarak kehamilan, status
56% kematian bayi.(8) Kejadian BBLR gizi, asupan gizi, komsusmsi alkohol,
tahun 2013 sebesar 10,2%. Angka penyakit kehamilan seperti anemia,
tersebut mengalami penurunan jika hipertensi, pre eklampsi/eklampsia,
dibandingkan dengan angka tahun hipermesis). Faktor janin (infeksi).
2010, yaitu sebesar 11,1%.(9) Faktor lingkungan (keterpaparan asap
Provinsi Sulawesi Selatan, rokok, budaya, tempat tinggal dataran
merupakan salah satu provinsi yang tinggi, paparan zat beracun).(3,4,14,15)
mempunyai persentase BBLR urutan Kota Makassar merupakan salah
ke 7 tertinggi (12.4%).(10) Tahun 2013 satu daerah dengan tingkat kejadian
(3,18%) kematian bayi 7.22 per 1.000 BBLR tertinggi diantara 24
kelahiran hidup, tahun 2014 (2,94%) Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
kematian bayi 7.23 per 1.000 kelahiran (2,48%).(11)
hidup, dan tahun 2015 (3,88%) Berdasarkan penjelasan dan uraian
kematian bayi 7,58 per 1000 kelahiran diatas peneliti tertarik untuk meneliti
hidup.(11) lebih lanjut mengenai faktor risiko
Kejadian BBLR di Kota Makassar kejadian BBLR tanpa memandang
tahun 2014 sebesar 2.80%, kematian umur kehamilan di Kota Makassar.

1
II. METODE kontrol secara simple radom sampling.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Variabel bebas dalam penelitian ini
observasional analitik dengan yaitu usia ibu < 20 tahun atau > 35
menggunakan desain case control tahun, status gizi kurang, adanya
yang dilengkapi analisis kualitiatif penyakit kehamilan, jarak kehamilan <
dengan indepth interview 2 tahun, adanya anggota keluarga
menggunakan kuesioner terbuka yang merokok dalam rumah, adanya budaya
bertujuan untuk menjelaskan berbagai pantangan makanan tertentu (cumi-
faktor risiko terhadap kejadian BBLR. cumi, udang, kepiting, ikan pari, daun
Populasi studi kelompok kasus pada kelor, durian, dan nanas), status ANC
penelitian ini adalah semua ibu dengan < 4x, dan status sosial ekonomi
bayi lahir berat < 2500 gram di rendah, sedangkan variabel terikat
Puskesmas Antang, Puskesmas yaitu kejadian BBLR. Variabel
Tamangapa, Puskesmas Kaluku confounding adalah tingkat pendidikan
Bodoa, Puskesmas Minasa Upa, ibu dan paritas. Analisis data yang
Puskesmas Rappokaling, Puskesmas dilakukan pada penelitian ini berupa
Pattingalloang Kota Makassar yang analisis univariat, bivariat dan
tercatat di buku register kohor ibu multivariat pada tingkat signifikansi
dan/ atau buku register nifas tahun p=<0.05. Penelitian ini telah mendapat
2016/2017. Sedangkan populasi studi persetujuan etik penelitian dari Komisi
kelompok kontrol adalah semua ibu Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) FK
dengan bayi lahir berat ≥ 2500 gram di 361/EC/FK-RSDK/VI/2017.
Puskesmas Antang, Puskesmas III. HASIL
Tamangapa, Puskesmas Kaluku Distribusi usia ibu pada kelompok
Bodoa, Puskesmas Minasa Upa, kasus terbanyak pada kelompok usia
Puskesmas Rappokaling, Puskesmas 24-27 tahun (30,4%), sedangkan pada
Pattingalloang Kota Makassar yang kelompok kontrol terbanyak pada
tercatat di buku register kohor ibu kelompok usia 24-27 tahun (23.1%).
dan/ atau buku register nifas tahun Karakteristik responden secara
2016/2017. Pengambilan sampel kasus lengkap ditampilkan pada table 1 di
secara consecutive sampling dan bawah ini.
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia ibu, Pendidikan Ibu,
Pekerjaan Ibu, Usia Kehamilan dan Jenis Kelamin Bayi
Status BBLR
Karakteristik
Kasus Kontrol
Responden
n (%) n (%)
1. Usia ibu saat melahirkan anak
terakhir
12-15 tahun 1 1,4 0 0
16-19 tahun 9 13,1 9 13,1
20-23 tahun 13 18,8 12 17,4
24-27 tahun 21 30,4 16 23,1
28-31 tahun 15 21,7 9 13,1
32-35 tahun 4 5,8 9 13,1
36-39 tahun 3 4,4 8 11,6
40-43 tahun 3 4,4 5 7,2

2
Status BBLR
Karakteristik
Kasus Kontrol
Responden
n (%) n (%)
44-47 tahun 0 0 1 1.4
Total 69 100.0 69 100.0
2. Tingkat pendidikan ibu
Tidak sekolah 0 0.0 1 1.4
Sekolah Dasar 20 29.0 24 34.8
Sekolah Menegah Pertama 17 24.6 20 29.1
Sekolah Menegah Atas 24 34.8 18 26.1
Diploma 1 1.4 3 4.3
Perguruan tinggi 7 10.1 3 4.3
Total 69 100.0 69 100.0
3. Pekerjaan ibu
Ibu Rumah Tangga 57 82.6 64 92.8
Buruh 0 0.0 0 0.0
Petani 0 0.0 0 0.0
Nelayan 0 0.0 0 0.0
Pegawai Negeri Sipil 0 0.0 0 0.0
Pegawai swasta 6 8.7 2 2.9
Wiraswasta 1 1.4 3 4.3
Lain-lain 5 7.2 0 0.0
Total 69 100.0 69 100.0
4. Usia kehamilan ibu
Prematur (<37 minggu) 14 20.3 2 2.9
Cukup bulan (37-41 minggu) 55 79.7 67 97.1
Total 69 100.0 69 100.0
5 Jenis Kelamin Bayi
Laki-laki 35 50.7 35 50.7
Perempuan 34 49.3 34 49.3
Total 69 100.0 69 100.0
Sumber: data primer, tahun 2017
Tabel 2 menujukkan bahwa nilai p value=0.165, dan paritas
variabel pendidikan ibu dan paritas diperoleh nilai p value=1.000.
tidak termasuk kedalam variabel Variabel confounding pendidikan ibu
confounding berdasarkan hasil statistik dan paritas tidak berhubungan
analisis crosstabs dengan uji chi terhadap kejadian BBLR, uji statistik
square untuk pendidikan ibu diperoleh dengan nilai p > 0.05
Tabel 2 Analisis bivariat variabel confounding
Variabel Kategori Kasus Kontrol p
n % N %
Pendidikan Rendah 37 53.6 45 65.2 0.165
ibu
Tinggi 32 46.4 24 34.8

Paritas Berisiko 38 55.1 38 55.1 1.000


Tidak berisiko 31 44.9 31 44.9

3
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis OR=2.589; 95%CI=1.299-5.148),
bivariat, variabel terbukti sebagai Adanya anggota keluarga merokok
faktor risiko terhadap kejadian BBLR dalam rumah (p=0.020; OR= 2.353;
adalah status gizi kurang (p=0.004; 95%CI= 1.139-4.861), dan status
OR=3.188; 95%CI=1.421-7.151), sosial ekonomi (p=0.025; OR=2.199;
adanya penyakit kehamilan (p=0.006; 95%CI=1.101-4.394
Tabel 3. Analisis bivariat variabel independen
Kasus Kontrol
No Variabel n % n % OR 95% CI p
1 Usa ibu
- < 20 tahun 10 14.5 9 13.0 0.964 0.361-2.578 0.942
- > 35 tahun 6 8.7 14 20.3 0.372 0.132-1.047 0.055
- 20-35 tahun 53 76.8 46 66.7 Pembanding
2 Status gizi
- kurang 58 84.1 43 62.3 3.188 1.421-7.151 0.004
- Baik 11 15.9 26 37.7
3 Adanya penyakit
kehamilan
- Ya 45 65.2 29 42.0 2.586 1.299-5.148 0.006
- Tidak 24 34.8 40 58.0
4 Jarak kehamilan
- Berisko: jarak 5 7.2 9 13.0 0.521 0.165-1.643 0.259
kehamilan < 2
tahun
- Tidak berisko: 64 92.8 60 87.0
jarak
kehamilan 0
dan ≥2 tahun
5 Adanya anggota
keluarga merokok
dalam rumah
- Berisko 52 75.4 39 56.5 2.353 1.139-4.861 0.020
- Tidak berisiko 17 24.6 30 43.5
6 Adanya budaya
pantangan
makanan tertentu:
Cumi-cumi
- Ya 14 20.3 10 14.5 1.502 0.616-3.660 0.369
- Tidak 55 79.7 59 85.5
Udang
- Ya 14 20.3 7 10.1 2.255 0.849-5.991 0.097
- Tidak 55 79.7 62 89.9
Kepiting
- Ya 11 15.9 10 14.5 1.119 0.442-2.836 0.813
- Tidak 58 84.1 59 85.5
Ikan pari
- Ya 7 10.1 5 7.2 1.445 0.435-4.796 0.546

4
Kasus Kontrol
No Variabel OR 95%CI p
n % n %
- Tidak 62 89.9 64 92.8
Daun kelor
- Ya 4 5.8 3 4.3 1.354 0.292-6.288 0.698
- Tidak 65 94.2 66 95.7
Durian
- Ya 5 7.2 5 7.2 1.000 0.276-3.622 1.000
- Tidak 64 92.8 64 92.8
Nanas
- Ya 12 17.4 10 14.5 1.242 0.498-3.100 0.642
- Tidak 57 82.6 59 85.5
7 Status ANC
- Tidak lengkap: 38 55.1 38 55.1 1.000 0.511-1.956 1.000
ANC < 4x
- Lengkap: ≥ 4x 31 44.9 31 44.9
8 Status sosial
ekonomi
- Rendah 47 68.1 34 49.3 2.199 1.101-4.394 0.025
- Tinggi 22 31.9 35 50.7

Tabel 4 menunjukkan hasil analisis BBLR status gizi kurang, dan adanya
multivariat regresi logistik, variabel penyakit kehamilan.
terbukti sebagai faktor risiko kejadian
Tabel 4 Hasil Analisis regresi logistik
No Faktor Risiko Nilai B OR 95%CI p

1 Status gizi kurang 1.678 5.357 1.985-14.457 0.001


2 Adanya penyakit kehamilan 1.308 3.976 1.669-9.476 0.002
3 Status sosial ekonomi rendah 0.775 2.171 0.955-4.937 0.064
4 Usia ibu >35 tahun -1.100 0.333 0.103-1.078 0.067
Konstanta -2.194

IV PEMBAHASAN Status gizi yang dikategorikan


A. Variabel yang terbukti sebagai sebagai berisiko dalam penelitian
faktor risiko kejadian BBLR ini yaitu status gizi kurang jika
1. Status gizi LILA <23,5 cm dan pertambahan
Status gizi ibu hamil yang diukur berat badan kurang dari yang
dari pertambahan berat badan dianjurkan atau salah satu dari
selama hamil dan mengukur keduanya tidak memenuhi kriteria.
Lingkar Lengan Atas (LILA) Hasil analisis multivariat
berhubungan dengan tingkat menunjukkan bahwa status gizi
konsumsi energi ibu hamil. kurang memiliki risiko 4.690 kali
Kekurangan gizi akan lebih besar untuk melahirkan
menyebabkan akibat yang buruk BBLR dibanding dengan status
bagi ibu dan janin serta cenderung gizi baik Hasil ini sejalan dengan
melahirkan prematur dan penelitian Reza (2014)
BBLR.(16,17) menunjukkan bahwa LILA <23.5

5
cm merupakan faktor risiko paling sering saya makan biskuit
kejadian BBLR (OR=3.678; biasa 2 biji atau 3 biji …. “(St.A)
95%=1.125-12.027).(18) Penelitian
Mumbare et al (2012) “Sebelum hamil ka biasa-biasaji
menunjukkan bahwa berat badan makan ku, sama ji pada saat
selama kehamilan merupakan hamil, kalau makan tidak terlalu
faktor risiko terhadap kejadian banyak dan tidak banyak
BBLR (OR=4.82; CI95%= 2.54- macamnya (tidak berpariasi). Susu
9.15).(19) hanya 2 dos ji habis selama
Faktor penentu terjadinya hamil…..”(M)
BBLR tidak hanya saat kehamilan
saja, tetapi juga sebelum “Biasa ku tahan-tahangi lapar
kehamilan, oleh karena itu status pada saat hamil ka, makan nasi
gizi ibu sebelum hamil seharusnya tidak banyak ji, begitu juga kalau
dalam keadaan baik. Pada masa makanga buah dan minum susu.
kehamilan kebutuhan akan zat-zat Sayur dan ikan kadang-kadang ji
makanan bertambah, sehingga sy makan………”(N)
asupan gizi harus adekuat agar “Waktu ku hamil makan nasi
tidak terjadi gangguan banyak, jarang makan sayur dan
pertumbuhan janin. Beberapa ikan, lebih suka makan telur, tidak
faktor penyebab gangguan banyak makan buah, tidak pernah
pertumbuhan janin terkait ka minum susu karena nanti
mekanisme adalah asupan gizi ibu, anakku tidak bisa ku belikan lagi
pasokan gizi ke uterus dan susu. …”(J)
plasenta, transpor nurtrisi melalui 2. Adanya penyakit kehamilan
plasenta, dan pengaturan nutrisi Variabel adanya penyakit
janin.(18) kehamilan (anemia, pre
Berdasarkan wawancara eklampsi/aklampsi, hipertensi,
dengan responden dieroleh hasil hiperemesis gravidarum) yang
bahwa pada kelompok kasus LILA dikategorikan sebagai berisiko
buruk sebanyak 35 orang (50.7%), dalam penelitian ini yaitu jika ada
dan kenaikan berat badan kurang penyakit kehamilan. Hasil
sebanyak 55 orang (79.7%). analisisis multivariat menunjukkan
Adapun hasil wawancara tambahan adanya penyakit kehamilan
dengan responden sebagai berikut: memiliki risiko sebesar 3.697 kali
lebih besar untuk melahirkan
“Sebelum hamil malas ka makan. BBLR dibanding dengan tidak
Sama ji waktu ku hamil, kalau adanya penyakit kehamilan..
makan nasi, sayur, ikan tidak Sejalan dengan penelitian yang
terlalu banyak jarang minum susu dilakukan oleh Tazkiah (2013),
ibu hamil dan makan buah bahwa anemia berisko melahirkan
.……“(J) BBLR (OR= 2.577; 95CI%=
1.156-5.742).(17) Penelitian Anjas
“Kalau makan nasi pada waktu Dewi Purwanto et al (2016)
hamil paling banyak 2 sendok ji, memunjukkan bahwa hipertensi
ikan sepotong, sayur kadang- berisiko terhadap kejadian BBLR
kadang makan, kalau buah saya (OR=2.753; 95CI%=1.040-
tidak terlalu suka, cemilan yang 7.292)..(20) Sejalan penelitian

6
Pamela Xaverius et al (2016) Hipermesis gravidarum dapat
menunjukkan bahwa hipertensi menyebabkan cadangan
dalam kehamilan berisiko terhadap karbohidrat habis dipakai untuk
kejadian BBLR (OR=4.27; keperluan energi, sehingga
95%CI=3.81-4.78).(21) Penelitian pembakaran tubuh beralih pada
Subekti R, menunjukkan bahwa cadangan lemak dan protein. tidak
hipermesis gravidarum merupakan sedikit ibu hamil yang masih
faktor risiko terhadap kejadian mengalami mual muntah sampai
BBLR (OR=1.96; CI95%=1.061- trimester ketiga. Muntah yang
3.620).(22) Sejalan penelitian berlebihan menyebabkan cairan
Magfirah (2013) menunjukkan tubuh makin berkurang, sehingga
bahwa hiperemesis gravidarum darah menjadi kental
merupakan faktor risiko terhadap (hemokonsentrasi) yang dapat
kejadian BBLR (OR=3.63; memperlambat peredaran darah
(23)
95%CI=1.5-9.0). yang berarti komsumsi O2 dan
Ibu hamil merupakan salah makanan ke jaringan berkurang
satu kelompok rentang terkena yang dapat menambah beratnya
anemia, sebagian besar Jenis keadaan janin dan wanita
(14,27)
anemia yang sering terjadi pada hamil.
ibu hamil adalah anemia defisiensi. Berdasarkan wawancara
anemia pada ibu hamil dengan menggunakan kuesioner
berhubungan dengan asupan energi diperoleh hasil bahwa adanya
dan makanan yang mengandung penyakit kehamilan pada
zat besi yang rendah. Adanya kelompok kasus antara lain anemia
defisiensi zat-zat gizi sebanyak 41 orang (59.4%),
menyebabkan gangguan Hipermesis Gravidarum sebanyak
pertumbuhan janin IUGR, 5 orang (7.2%), hipertensi
(22,24–26)
sehingga terjadi BBLR. sebanyak 7 Orang (10.1%),
Tekanan darah pada kehamilan umumnya hipertensi terjadi pada
trimester pertama cenderung sama trimester III.
dengan tekanan darah sebelum Adapun hasil wawancara
hamil. Pada trimester kedua, tambahan dengan responden yang
tekanan darah pada ibu hamil berkaitan dengan adanya penyakit
terjadi penurunan beberapa selama kehamilan (anemia,
milimeter air raksa (mmHg). hipertensi dan hiperemesis)
Tekanan darah akan meningkat sebagai berikut:
kembali pada saat trimester ketiga. “Selama hamil ka kurang istirahat,
Pada masa inilah tekanan darah kalau malam susah tidur, malas ka
tinggi sering ditemukan bahkan makan ikan dan sayur. Daging
sampai terjadi preeklamsia. kadang-kadang makan itupun tidak
Terjadinya peningkatan tekanan banyak ji. Makan buah jarang
darah pada ibu hamil dapat juga sekali, tidak pernah minum susu
disebabkan oleh faktor kecemasan dan tablet Fe, itu mi mungkin na
atau stres psikologis. Hipertensi Hb ku rendah ki….”(M.G)
dapat menyebabkan penurunan “HB saya turun mungkin kurang
suplai makanan dan oksigen istirahat ka, tidak pernah tidur
fetus.(20) siang, saya juga jarang makan
sayur, ikan dan daging. Jarang

7
sekali minum susu, tidak pernah 1. Usia ibu < 20 tahun atau > 35
makan buah. Tablet Fe hanya 2 tahun
(dua) biji saya minum tidak enaki Ibu hamil dengan umur <20
rasanya……..” (K) tahun berisiko untuk melahirkan
“HB ku rendah mungkin karena bayi BBLR karena secara biologis
kurang makan sayur, ikan, daging, organ reproduksi ibu belum
Malas ka minum tablet Fe hanya matang yang dapat menyebabkan
10 biji saja ku minum selama berkurangnya suplai aliran darah
hamil, bau seperti besi. Tidak ke serviks dan uterus yang dapat
pernah tidur siang, malam kurang mengakibatkan kurangnya asupan
tidur karena anak ku yang masih nutrisi terhadap janin yang sedang
kecil sering terbagung kalau berkembang.(28)
tengah malam ………”(W) Hasil analisis bivariat
“Tekanan darah ku naik mungkin menunjukka bahwa usia ibu < 20
karena kurang istirahat, makan tahun (OR=0.964; 95%CI= 0.361-
tidak banyak dan tidak teratur, 2.578) terbukti bukan merupakan
belum lagi masalah dalam rumah faktor risiko terhadap kejadian
yang bikin pusinga…. “(H) BBLR. Hasil penelitian ini sejalan
“Tekanan darah ku tinggi pada dengan penelitian yang dilakukan
umur kehamilan 9 bulan mungkin oleh Nasreen (2010) menunjukkan
karena kurang istirahat, tidak bahwa usia ibu < 20 tahun bukan
banyak makan, lebih sering ka merupakan faktor risiko kejadian
makan makanan yang berlemak BBLR (OR=1.14; 95%CI=0.69-
seperti sayur santan…”(S) 1.88).(29) Hasil penelitian ini juga
“Kalau hamil ka memang stengah sejalan dengan penelitian yang
mati sekali karena mengidam berat dilakukan oleh Jayant et al (2011)
terutama pada umur kehamilan 1- menunjukkan bahwa usia ibu < 20
3 bulan setiap masuk makanan tahun atau > 35 tahun bukan
munta-muntah terus sampai yang merupakan faktor risiko kejadian
keluar tinggal cairan berarwana BBLR (OR=1.740; 95%CI=0.95-
kekuning-kuningan, di impus ka di 3.91).(30)
rumah sakit selama 5 hari. Penelitian ini tidak sejalan
Kemudian muntah-muntah ka lagi dengan penelitian yang dilakukan
pada umur kehamilan 4-9 bulan, oleh Brown (2008) menunjukkan
biasanya muntah pada waktu pagi bahwa usia ibu < 20 tahun
dan malam yang waktunya merupakan faktor risiko kejadian
berselang hari. …...”(I) BBLR (OR=12.79; 95%CI=12.21-
“Kurang makan ga waktu ku hamil 13.39).(31) Penelitian ini juga tidak
karena muntah-muntah terus mulai sejalan dengan penelitian yang
umur kehamilan 1-7 bulan dan dilakukan oleh Salawati (2012)
lebih banyak berbaring di menunjukkan bahwa usia ibu < 20
ditempat tidur tapi tidak di impus tahun atau > 35 tahun merupakan
ja, dan setelah 7 bulan kehamilan faktor risiko kejadian BBLR
ku, sudah mulai mi bagus makan (OR=10.7: CI95%=3.14-36.7).(32)
tapi sedikit ji….”(T) Usia ibu < 20 tahun bukan
B. Variabel yang tidak terbukti merupakan faktor risiko terhadap
bukan sebagai faktor risiko kejadian BBLR disebabkan karena
kejadian BBLR proporsi usia ibu < 20 tahun

8
(14.5%) pada kelompok kasus Jaya Ningsih, (2009) menunjukkan
hampir sebanding pada kelompok bahwa usia ibu < 20 tahun atau >
kontrol (13.0%). 35 tahun mempunyai risiko 3,78
Ibu hamil dengan usia > 35 kali lebih besar untuk melahirkan
tahun organ reproduksi telah BBLR dibanding dengan umur ibu
mengalami perubahan, lebih 20-35 tahun.(36)
rentan terkena berbagai macam Usia ibu > 35 tahun lebih siap
penyakit sehingga dapat dalam menjaga kehamilan,
mengakibatkan beberapa risiko keterampilan ibu untuk
yang dapat merugikan bagi melaksanakan perawatan diri dan
kandungan. Risiko pada ibu hamil bayinya, serta faktor psikologis ibu
dengan umur >35 tahun di yang sudah stabil.
antaranya adalah tekanan darah 2. Jarak kehamilan
tinggi, ketuban pecah dini, Waktu jarak kelahiran yang
persalinan macet, perdarahan, serta pendek akan menyebabkan seorang
berisiko melahirkan bayi dengan ibu belum cukup waktu untuk
berat < 2500 gram.(28) memulihkan kondisi tubuhnya
Hasil analisis multivariat setelah melahirkan sebelumnya.
menunjukka bahwa usia ibu > 35 Ibu hamil yang jarak kelahirannya
tahun (OR=0.333; 95%CI= 0.103- < 2 tahun, kesehatan fisik dan
1.072) terbukti bukan merupakan kondisi rahimnya masih butuh
faktor risiko terhadap kejadian istirahat yang cukup. Ada
BBLR. Hal tersebut disebabkan kemungkinan juga ibu masih harus
oleh variabel lainya yang memiliki menyusui dan memberikan
pengaruh lebih kuat terhadap perhatian pada anak yang
kejadian BBLR. Hasil penelitian dilahirkan sebelumnya, sehingga
ini sejalan dengan penelitian yang kondisi ibu yang lemah ini akan
dilakukan oleh Ghosh (2013) berdampak pada kesehatan janin
menunjukkan bahwa usia ibu > 35 dan berat badan lahirnya.(37)
tahun bukan merupakan faktor Jarak kehamilan yang
risiko kejadian BBLR (OR=0.88; dikategorikan sebagai berisko
95%CI=0.44-1.54).(33) Hasil dalam penelitian ini yaitu jarak
penelitian ini juga sejalan dengan kehamilan < 2 tahun. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh analisis bivariat menunjukkan
Angraini (2014) menunjukkan bahwa jarak kehamilan berisiko
bahwa usia ibu < 20 tahun atau > (OR=0.521; 95%CI=0.165-1.643)
35 tahun bukan merupakan faktor terbukti bukan merupakan faktor
risiko kejadian BBLR (OR=3.193; risiko terhadap kejadian BBLR.
95%CI=0.796-12.808).(34) Penelitian ini sejalan dengan
Penelitian ini tidak sejalan penelitian yang dilakukan oleh
dengan penelitian yang dilakukan Ismi (2011) menunjukkan bahwa
oleh Mohsen Momeni et al (2017) jarak kehamilan bukan merupakan
menunjukkan bahwa usia ibu > 35 faktor risiko terhadap kejadian
tahun merupakan faktor risiko BBLR (OR=1.645; 95%CI=0.207-
kejadian BBLR (OR=1.21; 13.076).(37)
(35)
95%CI=1.08-1.36). Penelitian Penelitian ini tidak sejalan
ini juga tidak sejalan dengan yang dengan penelitian yang
penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Jayant Deshphande

9
et al, (2011) menunjukkan bahwa kelompok kasus (75.4%) lebih
jarak kehamilan < 2 tahun besar dibandingkan pada kelompok
mempunyai risiko 1,75 kali lebih kontrol (56.5%).
besar untuk melahirkan BBLR Setelah dilakukan analisis
dibanding dengan jarak kehamilan multivariat, variabel adanya
≥ 2 tahun.(30) anggota keluarga merokok dalam
Jarak kehamilan < 2 tahun rumah (OR=2.353; 95%CI=1.139-
bukan merupakan faktor risiko 4.861) terbukti bukan merupakan
terhadap kejadian BBLR faktor risiko terhadap kejadian
disebabkan karena sebagian besar BBLR. Hal tersebut disebabkan
responden memiliki jarak oleh variabel lainya yang memiliki
kehamilan tidak berisiko (≥ 2 pengaruh lebih kuat terhadap
tahun), baik kelompok kasus kejadian BBLR. Hasil penelitian
(92.8%) maupun kelompok kontrol ini sejalan dengan penelitian yang
(87.0%). Jarak antar kelahiran > 2 dilakukan oleh Mahdalena et al
tahun akan memberi kesempatan (2014) menunjukkan bahwa tidak
kepada ibu untuk pulih secara fisik ada pengaruh rokok terhadap
dan emosi sebelum mengalami kejadian BBLR dari ibu hamil
kehamilan lagi.(38) perokok aktif, perokok pasif
3. Adanya anggota keluarga maupun tidak perokok (p=0.78).(39)
merokok dalam rumah Penelitian ini tidak sejalan
Dalam ruangan yang terdapat dengan penelitian yang dilakukan
perokok, hampir empat per lima oleh Amalia (2011) menunjukkan
dari asap yang mengisi ruangan bahwa ibu yang terpapar asap
tersebut merupakan tipe aliran rokok merupakan faktor risiko
samping (asap yang berasal dari terhadap kejadian BBLR (OR=
ujung rokok yang terbakar) yang 5,385; CI (95%)= 2,275-
(40)
berbahaya. Perokok pasif dapat 12,744). Penelitian ini juga
menyebabkan penurunan sekitar 25 tidak sejalan dengan penelitian
gram pada bayi yang lahir yang dilakukan oleh Noriani et al
Keterpaparan asap rokok dapat (2015) menunjukkan bahwa
menjadi salah satu penyebab paparan asap rokok dalam rumah
terjadinya BBLR, ini disebabkan meningkatkan risiko terjadinya
oleh kandungan zat nikotin dan prematur (OR=3,647;95%CI:
(41)
karbon monoksida yang ada pada 1,683-9,903).
asap rokok. Asap rokok dapat 4. Adanya budaya pantangan
mengurangi aliran darah ke ari-ari makanan tertentu
(plasenta) sehingga berisiko Budaya pantangan makanan
menimbulkan gangguan adalah ada tidaknya pantangan
pertumbuhan janin.(4,18,39) atau larangan untuk
Hasil analisis bivariat mengkomsumsi jenis makan
menunjukkan bahwa adanya makanan tertentu. karena terdapat
anggota keluarga merokok dalam ancaman bahaya atau hukuman
rumah (OR=2.353; 95%CI=1.139- terhadap barang siapa yang
4.861) terbukti merupakan faktor melanggarnya. Ancaman bahaya
risiko terhadap kejadian BBLR. yang dimaksud adalah gangguan
Proporsi adanya anggota keluarga kesehatan jika mengkomsumsi
merokok dalam rumah pada makanan tersebut.(42,43) Adanya

10
pantangan makanan tertentu yang makanan udang bukan merupakan
dikategorikan dalam penelitian ini faktor risiko terhadap kejadian
adalah adanya pantangan makanan BBLR disebabkan karena proporsi
cumi-cumi, udang, kepiting, ikan responden pantang makan udang
pari, daun kelor, durian, dan nanas. (20.3%) pada kelompok kasus
Hasil analisis bivariat hampir sebanding pada kelompok
menunjukkan bahwa adanya kontrol (10.1%). Adapun hasil
budaya pantangan makanan cumi- wawancara tambahan yang yang
cumi (OR=1.502; 95%CI= 0.616- berkaitan adanya pantangan
3.660) terbukti bukan merupakan makanan udang sebagai berikut:
faktor risiko terhadap kejadian “Pada saat saya hamil, orang tua
BBLR. Adanya budaya pantangan ku nalarangan makan udang
makanan cumi-cumi bukan karena udang bentuknya
merupakan faktor risiko terhadap melengkung dan jalanya maju
kejadian BBLR disebabkan karena mundur sehingga kalau di
proporsi responden pantang makan makanngi, anak susah keluar
cumi-cumi (20.3%) pada (lama di jalan lahir), maju mundur
kelompok kasus hampir sebanding tongi bede seperti udang, seiagan
pada kelompok kontrol (14.5%). pode anak bisa bukku-bukku doang
Adapun hasil wawancara tambahan (bungkuk seperti udang). Kalau
yang berkaitan adanya pantangan makanan lain ku makan
makanan cumi-cumi sebagai ji……...”(M)
berikut: “Tidak pernah ka makan udang
“Keluarga, dan tetangga ku bilang kalau hamil, na bilang keluarga
kalau pada saat hamil kita bede tidak bisa bede dimakan, susah
tidak boleh makan cumi-cumi anak keluar punna eroki ammana
karna cumi-cumi banyak cairan (mau melahirkan). Makanan lain
warna hitamnya, kalau dimakan ku makan ji……..”(M.Z)
bayi yang di lahirkan kulitnya Hasil analisis bivariat
menjadi hitam. Karena malla- menunjukkan bahwa adanya
mallaka (takut) jadi tidak ku budaya pantangan makanan
makan tommi itu cumi-cumi. Ikan kepiting (OR=1.119;
ji biasa ku makan…………”(H) 95%CI=0.442-2.836) terbukti
“Orang tua ku larang makan bukan merupakan faktor risiko
cumi-cumi karena kalau di terhadap kejadian BBLR. Adanya
makanngi bede, anak yang budaya pantangan makanan
dilahirkan kulitnya sangat hitam. kepiting bukan merupakan faktor
Walaupun saya tidak makan cumi- risiko terhadap kejadian BBLR
cumi tapi ada ji makanan lain ku disebabkan karena proporsi
makan sebagai sambenna responden pantang makan kepiting
(penganti)……....”(Y) (15.9%) pada kelompok kasus
Hasil analisis bivariat hampir sebanding pada kelompok
menunjukkan bahwa adanya kontrol (14.5%). Adapun hasil
budaya pantangan makanan udang wawancara tambahan yang yang
(OR=2.255; OR95%CI=0.894- berkaitan adanya pantangan
5.991) terbukti bukan merupakan makanan kepiting sebagai
faktor risiko terhadap kejadian berikut:
BBLR. Adanya budaya pantangan

11
“Orang tua ku larang makan terhadap kejadian BBLR. Adanya
kepiting waktu ku hamil karena budaya pantangan makanan daun
kepiting dianggap jari-jarinya kelor bukan merupakan faktor
banyak sehingga kalau dimakangi risiko terhadap kejadian BBLR
bede anak yang dilahirkan alabbi disebabkan karena proporsi
limanna (jari-jarinya lebih 10). responden pantang makan daun
Ikan ji kadang-kadang ku makan kelor (5.8%) pada kelompok kasus
……”(I) hampir sebanding pada kelompok
kontrol (4.3%). Adapun hasil
“Waktu ku hamil tidak pernah ka wawancara tambahan yang yang
makan kepiting, orang tua dan berkaitan adanya pantangan
keluarga ku larang karena kalau di makanan daun kelor sebagai
makan bede itu kepiting anak yang berikut:
dilahirkan limanna alabbi (jari- “Keluarga ku na laranga makan
jarinya lebih 10). Saya hanya sayur kelor waktu ku hamil, karena
biasa makan makanan lainya sakit sekali bede ni rasa kalau
untuk sabenna (penganti) … “(R) maumaki melahirkan (gatta
Hasil analisis bivariat keloran) ………“(M )
menunjukkan bahwa adanya “Tidak pernah ka makan sayur
budaya pantangan makanan ikan kelor waktu hamil karena orang
pari (OR=1.445; tua dan keluarga ku larang, sayur
OR95%CI=0.435-4.796) terbukti kelor kalau di makangi bede ibu
bukan merupakan faktor risiko hamil, pada saat mau melahirkan
terhadap kejadian BBLR. Adanya sakit sekali na rasa (Gatta
budaya pantangan makanan ikan keloran)………..”(S)
pari bukan merupakan faktor Hasil analisis bivariat
risiko terhadap kejadian BBLR menunjukkan bahwa adanya
disebabkan karena proporsi budaya pantangan makanan durian
responden pantang makan ikan (OR=1.000; OR95%CI=0.276-
pari (10.1%) pada kelompok kasus 3.622) terbukti bukan merupakan
hampir sebanding pada kelompok faktor risiko terhadap kejadian
kontrol (7.2%). Adapun hasil BBLR. Adanya budaya pantangan
wawancara tambahan yang makanan durian bukan merupakan
berkaitan adanya pantangan faktor risiko terhadap kejadian
makanan ikan pari sebagai BBLR disebabkan karena proporsi
berikut: responden pantang makan durian
“Keluarga ku larang makan ikan (7.2%) pada kelompok kasus
pari waktu ku hamil karena ikan sebanding pada kelompok kontrol
pari tulang- tulangnya lembek (7.2%). Adapun hasil wawancara
sehingga kalau dimakan, bayi yang tambahan yang yang berkaitan
lahir tulang-tulangnya tidak kuat adanya pantangan makanan durian
atau loyo…….”(E) sebagai berikut:
Hasil analisis bivariat “Orang tua ku nalaranga makan
menunjukkan bahwa adanya durian waktu ku hamil, bisaki bede
budaya pantangan makanan daun keguguran karena durian panas ki
kelor (OR=1.354; hawana (mengandung gas) Buah-
OR95%CI=0.292-6.288) terbukti buahan lainya ji ku makan
bukan merupakan faktor risiko …….”(N)

12
“Keluarga dan tetangga ku Hasil analisis bivariat
nalaranga makan durian waktu ku menunjukkan bahwa status ANC
hamil, bisaki bede keguguran tidak lengkap (OR=1.00;
kalau dimakan karena durian 95%CI=0.511-1.956) terbukti
hawana panas ki (mengandung bukan merupakan faktor risiko
gas), jadi tidak ku makan tommi terhadap kejadian BBLR. Sejalan
karena takut ka nanti keguguran dengan penelitian yang dilakukan
betul ki..….. “(WP) oleh Yuliani et al (2015)
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa status ANC
menunjukkan bahwa adanya bukan merupakan faktor risiko
budaya pantangan makanan nanas terhadap kejadian BBLR (OR=1.6;
(OR=1.242; OR95%CI=0.498- 95%CI=0.60-2.32).(44)
3.100) terbukti bukan merupakan Penelitian ini tidak sejalan
faktor risiko terhadap kejadian dengan penelitian yang dilakukan
BBLR. Adanya budaya pantangan marlenywati (2015) menunjukkan
makanan nanas bukan merupakan bahwa status ANC < 4x
faktor risiko terhadap kejadian mempunyai risiko 3.345 kali lebih
BBLR disebabkan karena proporsi besar untuk melahirkan BBLR
responden pantang makan nanas dibanding dengan status ANC >
(17.4%) pada kelompok kasus 4x.(45)
hampir sebanding pada kelompok Status ANC bukan merupakan
kontrol (14.5%). Adapun hasil faktor risiko terhadap kejadian
wawancara tambahan yang yang BBLR disebabkan karena Proporsi
berkaitan adanya pantangan ANC tidak lengkap kelompok
makanan nanas sebagai berikut: kasus (55.1%) sebanding degan
“Keluarga ku na laranga makan kelompok kontrol (55.1%). Begitu
nanas, dan saya juga pernah juga dengan proporsi ANC
dengar dari teman-teman kalau lengkap kelompok kasus (44.9%)
ibu hamil tidak boleh makan nanas sebanding dengan kelompok
karena hawanya panas ki, bisa ki kontrol (44.9%)
bede keguguran ……...”(R) 6. Status Sosial Ekonomi
“Tidak pernah ka makan nanas Sosial ekonomi dapat
waktu hamil. Orang tua, dan mempengaruhi asupan gizi, tingkat
Keluarga ku bilang nanas tidak pendidikan, perilaku merokok,
boleh dimakan ibu hamil, panas ki alkohol, penggunaan obat
bede hawanya, bisa ki keguguran. terlarang, stress, dan akses
Buah-buahan lain ji kadang- pelayanan kesehatan, dimana dapat
kadang ku makan ……”(A) berpengaruh terhadap kejadian
5. Status ANC BBLR.(17) Status sosial ekonomi
Standar pelayanan pelayanan rendah yang dikategorikan dalam
kesehatan ibu hamil dianjurkan penelitian ini yaitu pendapatan <
minimal empat kali selama 2.500.000
kehamilan bertujuan untuk Hasil Analisis bivariat
menjamin perlindungan terhadap menunjukkan bahwa status sosial
ibu hamil dan atau janin berupa ekonomi rendah (OR=2.199;
deteksi dini faktor risiko, 95%CI=1.101-4.394) terbukti
pencegahan, dan penanganan dini merupakan faktor risiko terhadap
komplikasi kehamilan.(8) kejadian BBLR. Proporsi status

13
sosial ekonomi rendah pada merupakan faktor risiko terhadap
kelompok kasus (68.1%) lebih kejadian BBLR (OR=1.000;
besar dibandingkan pada kelompok 95%CI=0.414-2.413).(46) Penelitian
kontrol (49.3%). ini juga sejalan dengan penelitian
Setelah dilakukan analisis Manyeh et al (2016) menunjukkan
multivariat, variabel status sosial bahwa status sosial ekonomi
ekonomi rendah (OR=2.171; rendah bukan merupakan faktor
95%CI=0.955-4.937) terbukti risiko terhadap kejadian BBLR
bukan merupakan faktor risiko (OR=0.93; 95%CI=0.74-1.19).(47)
terhadap kejadian BBLR. Hal Penelitian ini juga tidak sejalan
tersebut disebabkan oleh variabel dengan penelitia yang dilakukan
lainya yang memiliki pengaruh oleh Pramono, M.S (2015)
lebih kuat terhadap kejadian menunjukkan bahwa status
BBLR. Penelitian ini sejalan ekonomi rendah berisiko 1,33 kali
dengan penelitian yang dilakukan lebih besar melahirkan BBLR
oleh Angraini (2014) menunjukkan dibanding dengan status ekonomi
bahwa penghasilan rendah bukan tinggi.(34)
V. SIMPULAN durian, dan nanas), status ANC
1. Faktor ibu yang terbukti sebagai < 4x, dan status sosial ekonomi
faktor risiko kejadian BBLR rendah
adalah status gizi kurang, dan 3. Hasil diatas di dukung oleh data
adanya penyakit kehamilan. kualitatif sebagai berikut:
Probabilitas untuk a. Berdasarkan hasil
menyebabkan kejadian BBLR wawancara, pada umumnya
jika terdapat 2 faktor risiko pola makan reponden tidak
tersebut secara bersamaaa teratur, frekwensi dan jenis
adalah 68.87% makanan yang kurang
2. Faktor ibu dan faktor mencukupi bagi kebutuhan
lingkungan yang terbukti bukan nutrisi ibu hamil.
sebagai faktor risiko kejadian b. Bahwa responden pada
BBLR adalah usia ibu < 20 saat hamil mengalami anemia,
tahun atau usia ibu > 35 tahun, hipertensi, dan hipermesis yang
jarak kehamilan < 2 tahun, dipengaruhi oleh komsumsi
adanya anggota keluarga makanan yang tidak tercukupi,
merokok dalam rumah, adanya kurang istirahat dengan aktifitas
budaya pantangan makanan yang banyak, dan malas
tertentu (cumi-cumi, udang, mengkomsumsi Fe.
kepiting, ikan pari, sayur kelor,
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Global Nutrition Target Preterm. In: Rachimhadhi T,
2025: Low Birth Weight Policy Wiknjosastro GH, editors. Ilmu
Brief. Geneva; 2014. Kebidanan Sarwono
2. WHO. Optimal Feeding Of Low Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta:
Birthweigh Infants in Low-And Bina Pustaka Sarwono
Middle Income Countries. Prawirohardjo; 2008. p. 667–79.
Geneva: World Health 4. Amiruddin R, Hasmi.
Organization; 2011. 5 p. Determinan Kesehatan Ibu dan
3. Mochtar AB. Persalinan Anak. 1st ed. Jakarta: CV.

14
Trans Info Media; 2014. 31-181 Low Birth Weight in Indonesia
p. 2013. Bul Penelit Sist Kesehat.
5. WHO. Optimal Feeding of Low 2015;18(1).
Birth-Weight Infants in Low- 14. Manuaba AC, Manuaba IBG,
and Middle-Income Countries. Manuaba BG. Ilmu Kebidanan,
Geneva: World Health Penyakit Kandungan, dan KB
Organization; 2011. 5 p. untuk Pendidikan Bidan. 2nd
6. United Nations Children’s Fund ed. Jakarta: EGC; 2010. 227-
and World Health Organization. 436 p.
Low Birthweight: Country, 15. Krisnadi SR. Faktor Risiko
regional and global estimates. Persalinan Prematur. In:
Unicef. 2004. 1-31 p. Krisnadi SR, Effendi JS, Pribadi
7. WHO. Maternal, Newborn, A, editors. Prematuritas. 1st ed.
Child and Adolescent Health Bandung: PT. Refika Aditama;
Care of the Preterm and/or 2009. p. 43–65.
Low-Birth-Weight Newborn. 16. Yongky, Hardinsyah, Gulardi,
2013. Marham. Satatus Gizi Awal
8. Kemenkes RI. Propil Kesehatan Kehamilan dan Pertambahan
Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Berat Badan Ibu Hamil
Kementerian Kesehatan Kaitanya dengan BBLR. J Gizi
Republik Indonesia; 2015. 87, dan Pangan. 2009;4(1):8–12.
106-107 p. 17. Tazkiah M, Wahyuni CU,
9. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Martini S. Determinan
Dasar 2013. Jakarta: Badan Epidemiologi Kejadian BBLR
Penelitian dan Pengembangan pada Daerah Endemis Malaria
Kesehatan Kementerian di Kabupaten Banjar Provinsi
Kesehatan RI; 2013. 182-183 p. Kalimantan Selatan. J Berk
10. Kementerian Kesehatan RI. Epidemiol. 2013;1(2):266–76.
Riset Kesehatan Dasar Dalam 18. Reza Chaerul, Puspitasari N.
Angka Provinsi Sulawesi Determinants of Low-Birth-
Selatan Tahun 2013. Jakarta: Weight-Neonates. J Biometrika
Badan Penelitian dan dan Kependud. 2014;3(2):96–
Pengembangan Kesehatan; 106.
2013. 1-425 p. 19. Mumbare S, Maindarkar G,
11. Dinkes Provinsi Sulawesi Darade R, Yenge S, Tolani MK,
Selatan. Profil Kesehatan Patole K. Maternal Risk Factors
Sulawesi Selatan 2014. Associated with Term Low
Makassar: Dinas Kesehatan Birth Weight Neonates : A
Provinsi Sulawesi Selatan; Matched-Pair Case Control
2015. 58-59 p. Study. Indian Pediatr Januari
12. Dinkes Kota Makassar. Profil 16. 2012;49:25–8.
Kesehatan Kota Makassar 20. Dewi PA, Umbul WC.
Tahun 2014. Makassar: Dinas Hubungan Antara Umur
Kesehatan Kota Makassar; Kehamilan, Kehamilan Ganda,
2015. 35-36 p. Hipertensi dan Anemia dengan
13. Pramono MS, Paramita A. Kejadian Bayi Berat Lahir
Pattern of Occurrence and Rendah (BBLR). J Berk
Determinants of Baby With Epidemiol. 2016;4(3):349–59.

15
21. Xaverius P, Alman C, Holtz L, study in Bangladesh. BMC
Yarber L. Risk Factors Public Health. 2010;10:515.
Associated with Very Low 30. Jayant D, Phalke, Bangal,
Birth Weight in a Large Urban Peeyuusha, Sushen B. Maternal
Area, Stratified by Adequacy of Risk Factors for Low Birth
Prenatal Care. Matern Child Weight Neonates : a Hospital
Health J. 2016;20(3):623–9. Based Case-Control Study in
22. Subekti R. Analisis Faktor Rural Area of Western
Risiko Kejadian Berat Badan Maharashtra ,. Natl J
Lahir Rendah di Kabupaten Community Med.
Banjarnegara. UNDIP; 2014. 2011;2(3):394–8.
23. Magfirah, Anita. Riwayat 31. Brown JS, Adera T, Masho SW.
Hipermesis Gravidarum Previous abortion and the risk
Terhadap Risiko Kejadian Bayi of low birth weight and preterm
Berat Lahir Rendah di Banda births. J Epidemiol Community
Aceh. Idea Nurs J. Health. 2008;62(1):16–22.
2013;4(2):30–5. 32. Salawati L. Hubungan Usia,
24. Mahayana SAS, Chundrayetti Paritas dan Pekerjaan Ibu Hamil
E, Yulistini. Faktor Risiko Yang dengan paritas, dan pekerjaan
Berpengaruh Terhadap ibu hamil dengan Bayi Berat
Kejadian Badan Lahir Rendah Lahir Rendah. Kedokt syiah
di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Kuala. 2012;12(3):138–42.
J Kesehat Andalas. 33. Ghosh JKC, Wilhelm M, Ritz
2015;4(3):664–73. B. Effects of Residential Indoor
25. Safitri N. Anemia pada Masa Air Quality and Household
Kehamilan Sebagai Faktor Ventilation on Preterm Birth
Risiko Bayi Berat Lahir and Term Low Birth Weight in
Rendah. Universitas Los Angeles County, California.
Diponegoro; 2015. Am J Public Health.
26. Karima K, Achadi EL. Status 2013;103(4):686–94.
Gizi Ibu dan Berat Badan Lahir 34. Pramono MS, Paramita A. Pola
Bayi. J Kesehat Masy Nas. Kejadian dan Determinan Bayi
2012;7(3):111–9. Dengan Berat Badan Lahir
27. Rukiyah AY, Yulianti L. Rendah (BBLR) di Indonesia
Asuhan Kebidanan Patologi Tahun 2013. Bul Penelit Sist
Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Kesehat. 2015;18(1):1–10.
Trans Info Media; 2010. 118- 35. Momeni M, Mina D, Nejad
173 p. KAJ, Marzieh B, Shohreh F,
28. Rochjati P. Skrining Antenatal Zahra M, et al. Prevalence and
pada Ibu Hamil. 2nd ed. Risk Factors of Low Birth
Surabaya: Airlangga University Weight in the Southeast of Iran.
Press; 2011. 1-177 p. Int J Prev Med. 2017;8(12):1–7.
29. Nasreen HE, Kabir ZN, Forsell 36. Jaya N. Analisis Faktor Resiko
Y, Edhborg M. Low birth Kejadian Bayi Berat Lahir
weight in offspring of women Rendah di Rumah Sakit Ibu dan
with depressive and anxiety Anak Siti Fatimah Kota
symptoms during pregnancy: Makassar. Media Gizi Pangan.
results from a population based 2009;VII(1):1–55.

16
37. Trihardiani I. Faktor Risiko Kesehat Reproduksi.
Kejadian Berat Badan Lahir 2012;3(3):91–104.
Rendah di Wilayah Kerja 43. Oktriyani, Juffrie M, Astiti D.
Puskesmas Singkawang Timur Pola Makan dan Pantangan
dan Utara Kota Singkawang. Makan Tidak Berhubungan
Universitas Diponegoro; 2011. Dengan Kekurangan Energi
38. Kemenkes RI. Survei Kronis Pada Ibu Hamil. J Gizi
Demografi dan Kesehatan Dan Diet Indones.
Indonesia 2012. Jakarta: Badan 2014;2(3):159–69.
Kependudukan dan Keluarga 44. Yuliani, Putra IWGAE,
Berencana Nasional Badan Windiani IGAT. Faktor Risiko
Pusat Statistik Kementerian Kejadian Bayi Berat Lahir
Kesehatan; 2013. 22-63 p. Rendah di Rumah Sakit Umum
39. Mahdalena, P NHES, Sugian Daerah dr.R.Soedjono
NH. Pengaruh Rokok Terhadap Kabupaten Lombok Timur.
Berat Badan Bayi Baru Lahir di Public Heal Prev Med Arch.
RSUD Banjarbaru. J Skala 2015;3(2):167–72.
Kesehat. 2014;5(2):2–7. 45. Marlenywati, Hariyadi D,
40. Amalia L. Faktor Risiko Ichtiyati F. Faktor-Faktor yang
Kejadian Berat Lahir Rendah Mempengaruhi Kejadian BBLR
(BBLR) di RSUD dr. MM di RSUD dr. Soedarso
Dunda Limboto Kabupaten Pontianak. J Vokasi Kesehat.
Gorontalo. J Sainstek. 2015;1(5):154–60.
2011;6(3):249–60. 46. Anggraini D, Aditiawarman,
41. Noriani NK, Putra IWGAE, Utomo B, Suryawan A. Risk
Karmaya M, Noriani NK, Putra Factors of Low Birth Weight
IWGAE, Karmaya M. Paparan (LBW) Incidence. A Case
Asap Rokok dalam Rumah Control Study. Folia Medica
Terhadap Risiko Peningkatan Indones. 2014;50(4):270–7.
Kelahiran Bayi Prematur di 47. Manyeh AK, Kukula V,
Kota Denpasar. Public Heal Odonkor G, Ekey RA, Adjei A,
Prev Med Arch. 2015;3(1):68– Narh-bana S, et al.
73. Socioeconomic and
42. Nurul HD, Febrianti, Demographic Determinants of
Minsarnawati. Kebiasaan Birth Weight in Southern Rural
Makan Menjadi salah satu Ghana : Eevidence From
Penyebab Kekurangan Energi Dodowa Health and
(KEK) pada Ibu Hamil di Poli Demographic Surveillance
Kebidanan RSI dan Lestari System. BMC Pregnancy
Cirendeu Tangerang Selatan. J chilbirth. 2016;16(160):1–10.

17

Anda mungkin juga menyukai