Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

“R” DENGAN
KEGAWAT DARURATAN SISTEM PERSYARAFAN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS KDK (KEJANG DEMAM KOMPLEKS)
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PATUT PATUH PATJU
GERUNG LOMBOK BARAT

OLEH :
NAMA : KARINA CITRA MANDITHA
NPM : 015.01.3192
KELAS : VII A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) MATARAM

2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN KDK (KEJANG DEMAM KOMPLEKS)

A. PENGERTIAN KEJANG DEMAM


Kejang Adalah suatu kejadian proksismal yang disebabkan oleh lepas muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia
6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam (kejang tonik-klonik demam) adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38 0C). Kejang demam dapat terjadi
karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Paling sering pada anak usia
17-23 bulan. (NANDA NIC-NOC, 2015)
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-
awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum
dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10 menit. Sistem syaraf pusat normal
dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.
Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi
sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.

B. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


Klasifikasi internasional terhadap kejang (Smeltzer Susanna, 2002)
1. Kejang parsial (kejang yang dimuali setempat)
a. Kejang parsial sederhana (gejala-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan
kesadaran).
b. Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek, umumnya dengan gangguan
kesadaran)
c. Kejang parsial sekunder menyeluruh
2. Kejang umum/ generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan lokal)
a. Kejang tonik-klonik
b. Absence
c. Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas)
d. Kejang atonik
e. Kejang klonik
f. Kejang tonik

Kejang demam berdasarkan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut :
a. Tanda-tanda motoris; Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh
(umumnya gerakan setiap kejang sama)
b. Tanda atau gejala otonomik; Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; Mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikik; Dejavu, rasa takut, visi panoramik.
e. Tanda dan gejala umum; Kejang berlangsung singkat, umumnya serangan
berhenti sendiri dalam waktu <10 menit, tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile sizure)
Tanda dan gejala umum kejang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dan
kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam. Terdapat gangguan kesadaran,
walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup
otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan
mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002).
Kejang demam menurut proses terjadinya:
1. Intrakranial
a. Trauma (perdarahan); Perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
b. Infeksi; Bakteri, virus, parasit (meningitis)
c. Kongenital; Disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial
a. Gangguan metabolik; Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit(Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya
b. Toksik; Intoksikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat
c. Kongenital; Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin

C. ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
1. Demam tinggi dapat disebabkan oleh tonsilitis, faringitis, otitis media, gastroentritis,
bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam berdarah, infeksi saluran
pernapasan atas, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofali toksik sepintas.
5. Perubahan cairan dan elektrolit.

D. FAKTOR PREDISPOSISI KEJANG DEMAM


1. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan
secara dominan tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
2. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi.
3. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital,
faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan
syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L.
Betz dan A.sowden, 2002)
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus
serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona
L.Wong, 2008).
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi
dan sujono, 2009).
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri virus dan parasit akan menyebabkan
peradangan (inflamasi) sehingga akan menyebabkan reaksi pada tubuh sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh yang dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
PATHWAY
Infeksi bakteri
virus dan parasit Rangsangan mekanik
dan biokimia.
Gangguan
Reaksi inflamasi keseimbangan cairan
dan elektrolit

Proses demam
Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
Hipertermia diruang ekstraseluler prenatal/perinatal

Resiko kejang Ketidakseimbangan


Perubahan difusi
berulang potensial membran ATP
NA+ dan K+
ASE

Resiko
Perubahan beda potensial
keterlambatan Pelepasan muatan membran sel neuron
perkembangan listrik semakin
meluas keseluruh sel
Resiko Cedera
maupun membran
sel sekitarnya
Resiko cedera
dengan bantuan
Kejang
neurotransmiter
Kesadaran
menurun < 15 menit (KDS) > 15 menit (KDK)

Refleks menelan Kontraksi otot Perubahan suplay


menurun meningkat darah ke otak

Resiko Aspirasi Metabolisme Resiko kerusakan


meningkat sel neuron otak

Kebutuhan O2 Suhu tubuh Resiko


meningkat semakin meningkat Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak

Resiko Asfiksia Ketidakefektifan


Termoregulasi
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum:
1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung selama
10-15 menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia: Pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan sistem vena:
 Hepatomegali
 Peningkatan tekanan vena jugukaris
Gejala sesuai klasifikasinya:
Kejang Karakteristik

Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus disatu


bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain

1. Parsial sederhana • Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral),


sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang
abnormal), automik (takikardia, bradikardia, takipneu,
kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia,
gangguan daya ingat)
• Biasanya berlangsung <1 menit

2. parsial kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang


menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh:
• Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme (mengecap-
ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik baju)
• Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata
• Biasanya berlangsung 1-3 menit

Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan


simetrik, tidak ada aura

1. Tonik-klonik Spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan alvi,


menggigit lidah, fase pascaiktus
2. Absence Sering salah didiagnosis sebagai melamun
• Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak
hilang
• Berlangsung beberapa detik

3. Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot


atau tungkai, cenderung singkat

4. Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya


postur tubuh (drop attacks)

5. Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau


multipel di lengan, tungkai atau torso

6. Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi)


wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi
tungkai
• Mata mungkin berputar ke satu sisi
• Dapat menyebabkan henti napas

Efek fisiologik kejang

Awal ( <15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan ( >1 jam)

• Meningkatnya • Menurunnya tekanan • Hipotensi disertai


kecepatan denyut darah berkurangnya aliran
jantung • Menurunnya gula darah darah serebrum
• Meningkatnya tekanan • Disritmia sehingga terjadi
darah • Edema paru non hipotensi serebrum
• Meningkatnya kadar jantung • Gangguan sawar darah
glukosa otak yang menyebabkan
• Meningkatnya suhu edema serebrum
pusat tubuh
• Meningkatnya sel darah
putih
Komplikasi

1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

H. PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
 Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
 Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah
20 menit.
b. Turunkan panas
 Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
 Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
 Bebaskan jalan napas
 Beri zat asam
 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
 Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
 Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
 Klonazepam : (indikasi khusus)

3. Pemeriksaan Keperawatan
a. Memonitor demam
b. Menurunkan demam : kompres hangat
c. Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
d. Mengelola antipiretik, antikonvulsan
e. Suctioning

I. PENGKAJIAN
1. Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup : nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang, yang harus ditanyakan :
 Apakah betul ada kejang? (Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak).
 Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
 Lama serangan?
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan?
 Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik? (Apakah serangan
berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran)
 Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik?
 Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile? (Pada
kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum).
 Frekuensi serangan?
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.

 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya?

b. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
 Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali?
 Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-
lain.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam
sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
(forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-
kejang.
e. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
f. Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
 Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
g. Riwayat kesehatan keluarga.
 Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan)
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
 Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
h. Riwayat sosial
 Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yanh mengasuh anak?
 Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
 Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
 Keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
 Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
 Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis ?
 Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
 Pola nutrisi
 Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
 Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

 Pola eliminasi
 BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
 Ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
 BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
 Pola aktivitas dan latihan
 Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
 Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
 Aktivitas apa yang disukai?
 Pola tidur/istirahat
 Berapa jam sehari tidur?
 Berangkat tidur jam berapa?
 Bangun tidur jam berapa?
 Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
3. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang
tanpa kelainan neurologi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali?
 Adakah dispersi bentuk kepala?
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus? Apakah ada gangguan nervus cranial?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugulans?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien
dan hepar?
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses proses terjadinya penyakit.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang yang berulang.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kerusakan sel
neuron otak.
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan refleks menelan menurun.
5. Resiko asfiksia berhubungan dengan kebutuhan oksigen yang meningkat.
K. RENCANA TINDAKAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermi berhubungan NOC : NIC :
dengan proses proses Tujuan:
Fever treatment
terjadinya penyakit Thermoregulation
Kriteria Hasil:  Monitor suhu sesering mungkin
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor warna dan suhu kulit
 Tidak ada perubahan warna kulit dan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
tidak ada pusing  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

2. Resiko keterlambatan NOC : NIC


perkembangan
berhubungan dengan  Growth and development delayed Pendidikan orang tua : masa bayi

kejang yang berulang  Family Coping


 Breastfeeding ineffective  Ajarkan kepada orang tua tentang penanda perkembangan
normal
 Nutritional Status : nutrient intake
 Parenting Performance  Demonstrasikan aktivitas yang menunjang perkembangan
 Tekankan pentingnya perawatan prenatal sejak dini
Kritena Hasil :  Ajarkan ibu mengenai pentingnya berhenti mengkonsumsi
alcohol, merokok, dan obat-obatan selama kehamilan
 Recovery adanya kekerasan
 Ajarkan cara-cara memberikan rangsangan yang berarti
 Recovery : kekerasan emosional
untuk ibu dan bayi
 Recovery neglect
 Ajarkan tentang perilaku yang sesuai dengan usia anak
 Performance orang tua : pola asuh
 Ajarkan tentang mainan dan benda-benda yang sesuai
prenatal
dengan usia anak
 Pengetahuan orang tua terhadap
 Berikan model peran intervensi perawatan perkembangan
perkembangan anak meningkat
untuk bayi kurang bulan (prematur)
 Berat badan = index masa tubuh
 Diskusikan hal-hal terkait kerjasama antara orang tua dan
 Perkembangan anak 1 bulan :
anak
penanda perkembangan fisik,
kognitif, dan psikososial pada usia 1
bulan
 Perkembangan anak 2 bufan :
penanda perkembangan fisik,
kognitif, dan psikososial usia 2 bulan
 Perkembangan anak 4 bulan :
penanda perkembangan fisik,
kognitif, dan psikososial usia 4 bulan
 Fungsi gastrointestinal anak adekuat
 Makanan dan asupan cairan bergizi
 Kondisi gizi dekuat

3. Resiko ketidakefektifan NOC : NIC


perfusi jaringan otak  Circulation status  Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
berhubungan dengan  Tissue Prefusion : cerebral perifer)
kerusakan sel neuron otak  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dirigin/tajam/tumpul
 Mendemonstrasikan status sirkulasi  Monitor adanya paretese
yang ditandai dengan :  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada Isi
 Tekanan systole dan diastole dalam atau laserasi
rentang yang diharapkan  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
 Tidak ada ortostatik hipertensi  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan  Monitor kemampuan BAB
tekanan intrakranial (tidak lebih dari  Kolaborasi pemberian analgetik
15 mmHg)  Monitor adanya tromboplebitis
 Mendemonstrasikan kemampuan  Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
kognitif yang ditandai dengan:
 Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan benar
 Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter
4. Resiko aspirasi NOC : NIC :
berhubungan dengan
refleks menelan menurun  Respiratory status : ventilation  Aspiration precaution
 Aspiration control  Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
 Swallowing status menelan
 Monitor status paru pelihara jalan nafas
Kriteria Hasil :  Lakukan suction jika diperlukan
 Cek nasogastrik sebelum makan
 Klien dapat bernafas dengan mudah,
 Hindari makan kalau residu masih banyak
tidak irama, frekuensi pernafasan
 Potong makanan kecil-kecil
normaL
 Haluskan obat sebelum pemberian
 Pasien mampu menelan, mengunyah
 Posisi tegak 90 derajat atau sejauh mungkin
tanpa terjadi aspirasi, dan mampu  Jauhkan manset trakea meningkat
melakukan oral hygine  Jauhkan pengaturan hisap yang tersedia
 Jalan nafas paten, mudah bernafas,  Periksa penempatan tabung NG atau gastrostomy sebelum
tidak merasa tercekik dan tidak ada menyusui
suara nafas abnormal  Periksa tabung NG atau gastrostomy sisa sebelum makan
 Hindari makan, jika residu tinggi tempat “pewarna” dalam
tabung pengisi NG
 Hindari cairan atau menggunakan zat pengental
 Penawaran makanan atau cairan yang dapat dibentuk
menjadi bolus sebelum menelan
 Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil
 Istirahat atau menghancurkan pil sebelum pemberian
 Sarankan pidato/berbicara patologi berkonsultasi, sesuai

5. Resiko asfiksia NOC : NIC


berhubungan dengan
kebutuhan oksigen yang  Respitratory status : ventilation Aspiration precaution

meningkat  Aspiration prevention


 Seizure control  Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan
 Monitor status paru pelihara jalan nafas
Kriteria Hasil :  Lakukan suction jika diperlukan
 Cek nasogastrik sebelum makan
Respiratory status : ventilation
 Hindari makan kalu residu masih banyak
 Potong makanan kecil-kecil
 Klien dapat bernafas dengan mudah,
 Haluskan obat sebelum pemberian
frekuensi, kedalaman, Irama normal,
 Posisi tegak 90 derajat atau sejauh mungkin
 Tidak ada suara nafas abnormal,
 Jauhkan manset trakea meningkat
 Volume tidal dan kapasitas vital
 Jauhkan pengaturan hisap yang tersedia
paru-paru dalam batas normal,
 Periksa penempatan tabung NG atau gastrostomy sebelum
 Gambaran rontgen dada tidak
menyusui
tampak kelainan
 Periksa selang NG atau gastrostomy sisa sebelum makan
 Tes fungsi paru (PFTs) :
 Hindari makan, jika residu tinggi tempat “pewarna dalam
spironometri (Normal : KVP ≥
tabung pengisi NG
80%,
 Hindari cairan atau menggunakan zat pengental
 VEP1/KVP ≥ 75%

 Penawaran makanan atau cairan yang dapat dibentuk


Aspiration prevention
menjadi bolus sebelum menelan

 Mengidentifikasi dan menghindari  Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil

faktor resiko aspirasi, Istirahat atau menghancurkan pi

 Memilih makanan sesuai


kemampuan menelan
 Mampu melakukan oral hygine

Seizure Control

 Mampu menjelaskan penyebab


kejang
 Mampu memperoleh dan
menggunakan obat pencegahan
kejang berulang
 Mampu menghindari faktor
penyebab kejang
 Mendapatkan pelayanan medis
dengan mudah ketika timbul kejang
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta: EGC.

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.

Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto.

Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI.

Anda mungkin juga menyukai