“R” DENGAN
KEGAWAT DARURATAN SISTEM PERSYARAFAN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS KDK (KEJANG DEMAM KOMPLEKS)
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PATUT PATUH PATJU
GERUNG LOMBOK BARAT
OLEH :
NAMA : KARINA CITRA MANDITHA
NPM : 015.01.3192
KELAS : VII A
2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN KDK (KEJANG DEMAM KOMPLEKS)
Kejang demam berdasarkan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
C. ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
1. Demam tinggi dapat disebabkan oleh tonsilitis, faringitis, otitis media, gastroentritis,
bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam berdarah, infeksi saluran
pernapasan atas, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofali toksik sepintas.
5. Perubahan cairan dan elektrolit.
Proses demam
Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
Hipertermia diruang ekstraseluler prenatal/perinatal
Resiko
Perubahan beda potensial
keterlambatan Pelepasan muatan membran sel neuron
perkembangan listrik semakin
meluas keseluruh sel
Resiko Cedera
maupun membran
sel sekitarnya
Resiko cedera
dengan bantuan
Kejang
neurotransmiter
Kesadaran
menurun < 15 menit (KDS) > 15 menit (KDK)
1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <200 mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
H. PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah
20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas
Beri zat asam
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)
3. Pemeriksaan Keperawatan
a. Memonitor demam
b. Menurunkan demam : kompres hangat
c. Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
d. Mengelola antipiretik, antikonvulsan
e. Suctioning
I. PENGKAJIAN
1. Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup : nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang, yang harus ditanyakan :
Apakah betul ada kejang? (Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak).
Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
Lama serangan?
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan?
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik? (Apakah serangan
berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran)
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile? (Pada
kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum).
Frekuensi serangan?
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya?
Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
Ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur?
Berangkat tidur jam berapa?
Bangun tidur jam berapa?
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
3. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang
tanpa kelainan neurologi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali?
Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c. Muka/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus? Apakah ada gangguan nervus cranial?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugulans?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien
dan hepar?
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses proses terjadinya penyakit.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang yang berulang.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kerusakan sel
neuron otak.
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan refleks menelan menurun.
5. Resiko asfiksia berhubungan dengan kebutuhan oksigen yang meningkat.
K. RENCANA TINDAKAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermi berhubungan NOC : NIC :
dengan proses proses Tujuan:
Fever treatment
terjadinya penyakit Thermoregulation
Kriteria Hasil: Monitor suhu sesering mungkin
Suhu tubuh dalam rentang normal Monitor IWL
Nadi dan RR dalam rentang normal Monitor warna dan suhu kulit
Tidak ada perubahan warna kulit dan Monitor tekanan darah, nadi dan RR
tidak ada pusing Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Kolaborasi pemberian cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Vital sign Monitoring
Seizure Control
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta: EGC.
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto.
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI.