Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang
jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi
tersebut biasa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan.
Pengertian dari fraktur adalah rusaknya kontinuitas jaringan tulang
yang biasanya disertai dengan cedera jaringan lunak, kerusakan otot
repture tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.
Biasanya terjadi karena disebabkan oleh pukulan langsung gaya
majemuk, gerakan memutar mendadak dan bahkan kontraksi eksterm
meskipun tulang patah jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh
mengakibatkan edema jaringan lunak perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang
bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,
1995:543).Sedangkan fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi
pada colum femur.
Kecelakaan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan
biasanya terjadi mendadak dan bisa mengenai semua umur. Fraktur
collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan.. tetapi
dalam penanganannya masih banyak masyarakat yang berobat ke
alternatif, akan tetapi kenyataannya tidak semua orang berhasil dengan
pengobatn alternatif tersebut sehingga mengakibatkan keadaan yang
yang lebih buruk atau terjadinya komplikasi seperti mual unioun, non
union ataupun delayed union, pada akhirnya keadaan tersebut
mendorong orang untuk berobat ke RS.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Guna memperoleh pengalaman yang nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan
komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio dan kultural.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian
b. Mampu merumuskan data yang menunjang
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
d. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
e. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-
masing diagnosa keperawatan
f. Mampu melaksanakan intervensi dan evaluasi
keperawatan pada klien
g. Mampu mengindentifikasai faktor penghambat dan faktor
penunjang dalam melaksanakan asuhan keperawatan
h. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian
masalah (solusi).

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusanya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (R.
Sjamsuhidayat & Wim De Jong, 1997: 1138).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan Suddart, 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
biasanya disertai dengan cedera jaringan lunak, kerusakan otot
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ
tubuh (Sari Fatimah, 2003:73).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang fraktur diakibatkan oleh
tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang (Barbara Engram, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Diagnosa dan Masalah Kolaboratid 346).
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari,
1989:144). Fraktur femuradalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long,
1985). Sedangkan fraktur kolum femur merupakan fraktur
intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang
termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan
kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.

2. Anatomi
Sistem muskuloskeletal secara umum berfungsi untuk
menegakkan postur dan untuk pergerakan yang terdiri dari komponen
tulang, otot, cartilago, ligament, ktendon, fasia, burasa dan sendi.
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel yaitu
Osteoblas, Osteosid dan Osteoklas.

3
a. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen dan
proteoglikan sebagai matrikc tulang (Osteosid) melalui proses
asifikasi.
1) Osteosid adalah sel tulang dewasa yang berperan sebagai
lintasan pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
2) Osteoklas adalah sel-sel besar multinukleus yang
memungkinkan mineral dan matrik tulang dapat diabsorpsi.
Tulang juga merupakan jaringan yang paling keras diantara
jaringan ikat pada tubuh setiap tulang memiliki karakteristik dan
gambaran permukaan tertentu yang mengidentifikasi fungsinya
dalam hubungannya terhadap tulang lain otot dan fraktur tubuh
lainnya secara keseluruhan tulang dipersarafi oleh serabut saraf
sympatik dan afferent.
Persendian merupakan suatu jaringan yang menghubungkan
suatu tulang dengan tulang lainnya fungsi utamanya adalah suatu
pergerakan dan fleksibilitas tubuh. Struktur tulang memberikan
perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan
perut.
b. Fungsi Tulang
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada kerangka
tubuh.
2) Melindungi organ-organ tubuh
3) Untuk pergerakan
4) Merupakan gudang penyimpanan mineral
5) Hematopoesa (tempat pembentukan sel darah merah dalam
sum-sum tulang).
c. Bagian-bagian yang terdapat pada tulang terdiri atas:
1) Foramen, yaitu suatu lubang tempat melaluinya pembuluh
darah, saraf dan ligamentum, misalnya pada tulang kepala
belakang yang disebut foramen oksipital.
2) Fosa, yaitu suatu lekukan di dalam atau pada permukaan
tulang, misalnya pada scapula yang disebut prosesus
spinousus.

4
3) Prosesus, yaitu suatu tonjolan misalnya terdapat pada ruas
tulang belakang yang disebut prosesus.
4) Kondilus, yaitu taju yang bentuknya bundar merupakan
benjolan.
5) Tuberkulum, yaitu tonjolan kecil.
6) Tuberositas merupakan tonjolan besar.
7) Trokanter, yaitu tonjolan besar pada umumnya tonjolan ini
pada tulang paha (Femur).
8) Krista pinggir atau tepi tulang misalnya terdapat tulang ilium
yang disebut krista iliaka.
9) Spina, yaitu tonjolan yang bentuknya agak runcing misalnya
terdapat pada tulang iliaka yang disebut spina iliaka.
10) Kaput, yaitu (kepala tulang/bagian ujung yang bentuknya
bundar misalnya terdapat pada tulang paha yang disebut
femoris.

3. Etiologi
Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan
lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca
menopause. Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma
langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana
daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu
karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatic
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba –
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh denganposisi miring,
pemuntiran, atau penarikan. Cedera traumatik pada tulang dapat
dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya

5
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada
jauh dari lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
akibat berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai
akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu
proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan
oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin
D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah..
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan
atau tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

2. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh
darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem
lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat

6
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu,
disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan
fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)

7
8
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya:
a. Kolum femoris
b. Trokhanter
c. Batang femur
d. Suprakondiler
e. Kondiler
f. Kaput

3. Tanda dan Gejala


a. Deformitas: Perubahan struktur dan bentuk.
b. Pembengkakan atau penumpukan cairan atau darah karena
kerusakan pembuluh darah.
c. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang
meningkat oleh penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur.
d. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur.
e. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan
saraf di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen
tulang.
g. Kretitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur
digerakkan.
h. Pergerakan abdnormal.
i. Hasil foto rontgen yang abdnormal.
(Burnner and Suddart 2001:2358)

4. Klasifikasi
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang
dan biasanya mengalami pergeseran. (bergeser dari posisi
normal).
b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit.

9
d. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrana mukosa sampai kepatahan tulang, fraktur terbuka
digradasi menjadi:
1. Grade 1 dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm
2. Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3. Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling
berat
e. Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen
tulang:
1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok
2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3) Obllik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
(lebih tidak stabil dibanding transversal)
4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang
5) Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen
6) Depresi: fraktur dengan pragmen patahan terdorong kedalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)
9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo
pada perlakatannya
10) Epifiseal: fraktur melalui epifisis
11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang yang lainnya.
Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu:
1. Fraktur Intrakapsuler Femur yang terjadi di dalam tulang
sendi, panggul dan melalui kepala femur (Capital Fraktur)

10
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter
femur yang lebih besar / yang lebih kecil / pada daerah
intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak
lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

2. Fraktur Ekstrakapsuler
a. Hanya dibawah kepala femur
b. Melalui leher dari femur Intrakapsuler

Ekstrakapsuler

Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :


 Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang
horizontal pada posisi tegak
 Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan
bidang horizontal pada posisi tegak
 Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang
horizontal

11
Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femu

Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis


fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.
a) Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah
sebagai berikut :
 Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
 Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
 Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian
(varus malaligment)
 Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen
tanpa ada bagian segmen yang bersinggungan.

12
Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum Femur

5. Proses Penyembuhan Tulang


a. Hematomo Formation (pembukaan hematom) karena pebuluh
darah cidera, maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur,
darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang
patah.
b. Fibrin meskwork (pembentukan fibrin) hematoma, menjadi
terorganisir karena fibrioblast masuk lokasi cedera
membentuk fibrin merkwork (gumpalan fibrin) berdinding sel
darah putih pada lokasi melokalisis radang
c. Inflamasi Osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan
penyambungan tulang pembuluh darah berkembang
mengalirkan nutrisi untuk membentuk kolagen (collagen)
untalan kolagen terus disatukan dengan kalsium.
d. Callus Formation
1. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang
2. Osteoblast merusakan tulang mati dan membantu
mensintesa tulang baru.
3. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit
kalsium.
e. Remodeling
Pada langkah terakhir ini callus yang berlebihan diabsorpsi
dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera.

6. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1. Syok
2. Symdrom kompartemen
3. Sindrom embuli lemak
4. Iskemik
b. Komplikasi lanjutan
1. Malunion

13
2. Deloyed linion
3. Non union
4. Kekakuan sendi

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan
jenis fraktur
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur
dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel),
Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal
setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
(Marilyn Doengoes, 1999).

8. Penatalaksanaan
Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad
tahun 1988,adalah:
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur,
menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment
fraktur sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada
fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah:
alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.

14
Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur
klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5>
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi
reduksi dan memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan,
immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi
pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan
logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur femur
diantaranya adalah:
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor memperberat dan faktor yang memperingan/
mengurangi nyeri
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

15
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi tulang ataupun
osteoporosis. Hal ini merupakan informasi yang penting dalam
penanganan fraktur femur pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial
keluarga, sistem dukungan keluarga, dan pengambilan
keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

16
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan
fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari
hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan
sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain.
f) Pola Hubungan dan Peran

17
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien
biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam
penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien.
8. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

18
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita:
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan
dan pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan
perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan
kasar dan terus menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat
disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan
berhenti penderita tidur lagi.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot,
dan hilang rasa.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan
deformitas.
e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan
darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera,
capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena,
dan masa hematoma pada sisi cedera.
f. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai
berikut :
1) Look (inspeksi)

19
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai
berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 – 5)
detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1),
kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2),
mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan

20
jatuh(3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh
(5). ( Carpenito, 1999)
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap
arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
( Arif Muttaqin, 2008 )

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen ( Sinar – X ). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar
indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca
pada Sinar – X mungkin dapat di perlukan teknik khusus,
seperti hal – hal sebagai berikut. ( Arif Muttaqin, 2008 )
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.

21
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf
spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae
yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin,
2008 )
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
diindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf
yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.

22
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
( Arif Muttaqin, 2008 )

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
b. Kurangnya aktivitas/mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
c. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan

3. Intervensi

No Diagnosa Intervensi Rasional


1 Gangguan Pertahankan imobilisasi Menghilangkan nyeri dan
rasa nyaman bagian yang sakit dengan mencegah kesalahan posisi
nyeri tirah baring tulang/tegangnya jaringan
yang cedera
- Tinggikan dan dukung- Meningkatkan aliran balik
ekstremitas yang terkena vena menurunkan oedema
dan menurunkan rasa nyeri
- Meningkatkan relaksasi
- Beri obat sebelum otot dan meringankan
perawatan aktivitas partisipasi
- Mempertahankan
- Lakukan dan awasi kekuatan mobilitas otot
rentang gerak aktif/pasif yang sakit dan
memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan
yang cedera.
- Lakukan kompres- Menurunkan oedema/
dingin/ es 24 – 48 jam pembentukan hematoma
pertama menurunkan sensasi nyeri
- Diberikan untuk
- Berikan obat sesuai menurunkan atau meng-

23
indikasi hilangkan rasa nyeri atau
dan spasme otot
2 Kurangnya Kaji derajat immobilitas Pasien mungkin dibatasi
aktivitas/mobili yang dihasilkan oleh oleh pandangan diri tentang
tas fisik cedera/pengobatan dan keterbukaan fisik aktual
dan perhatian persepsi memerlukan infor-
pasien terhadap immo- masi/intervensi untuk
bilisasi meningkatkan kemajuan
kesehatan
- Bantu/dorong perawatan- Meningkatkan kekuatan
diri atau kebersihan otot dan sirkulasi,
seperti mandi. meningkatkan kesehatan
diri langsung
- Awasi TD dengan- Hipotensi posteral atau
memikirkan aktifitas atau masalah umum menyertai
kebersihan seperti mandi tirah baring yang lemah dan
dapat memerlukan
intervensi khusus.
- Ubah posisi secara- Mencegah/menurunkan
periode dan dorong untuk insiden komplikasi kulit/
latihan bentuk napas pernapasan (dekutibus)
dalam
- Dorong peningkatan - Mempertahankan
masukan cairan sampai hidrasi tubuh menurunkan
2000-3000 ml/hari resiko infeksi urinarius,
termasuk air asam pem-bentukan batu dan
- Beri penjelasan pada konstepasi.
keluraga tentang kondisi
klien
3 Gangguan Kaji tingkat kecemasan Menggali tingkat
rasa aman keluarga klien kecemasan keluarga klien
cemas dapat diketahui apakah
keluarga berada dalam
tahap cemas, ringan,

24
sedang, dan berat.
- Beri penjelasan pada- Penjelasan dapat
keluarga tentang kondisi menambah pengetahuan
klien keluarga tentang kondisi
klien.
- Ajarkan pada kleuarga- Dengan selalu berdoa
untuk selalu beradoa dan akan mengurangi
mesnuport klien agar kecemasan bagi keluarga
cepat sembuh klien
- Beri reinforcement
positif bila kelaura dapat - Reinforcement positif
menjelaskan kembali dapat memberikan motivasi
tentang kondisi klien dan meningkatkan
semangat keluarga
sehingga dapat
mengurangi cemas.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan
kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien
dengan post operasi fraktur adalah :
a. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
d. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi / terkontrol. Pasien mengutarakan
pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah trauma karena deformitas, pembengkakan/penumpukan
cairan atau darah karena kerusakan pembuluh darah, nyeri karena
kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat oleh penekanan
sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur, spasme otot karena kontraksi
involunter disekitarnya fraktur, hilangnya atau berkurangnya fungsi normal,
kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syarat
dimana syarat ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang, kreatifusi
yang dapat dirasakan/didengar bila fraktur digerakkan, pergerakan abnormal
hasil foto rontgen yang abnormal. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah pada tulang
yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001). Fraktur femur dapat
terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum femoris, trokhanter, batang
femur, suprakondiler, kondiler, kaput. (Watson,2002). Fraktur panggul adalah
fraktur salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-
organ lain dalam panggul.(Hoppenfeld & Murthy, 2000).

26
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn., et.all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta

Engram Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume


2, EGC Jakarta

Suddarth Brunner, 2001, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,


EGC Jakarta

Wim de Jong, Sjamsuhidayat R 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Revisi, EGC,
Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai