Anda di halaman 1dari 102

PEDOMAN UMUM

“PERENCANAAN
PENGANGGARAN
RESPONSIF
GENDER”
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Tujuan Penyusunan Pedoman Umum Perencanaan dan


Penganggaran Responsif Gender (PPRG) ini adalah: (1).
Menyamakan persepsi para penentu kebijakan dan
perencana dalam menetapkan arah kebijakan, program,
kegiatan, sub-kegiatan dan anggaran yang responsif
gender, (2). Memberikan arahan dan batasan tentang
ruang lingkup perencanaan, penganggaran dan
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program/kegiatan
agar responsif gender, (3). Memberikan pengarahan
tentang tata cara pengintegrasian isu gender kedalam
sistem perencanaan dan penganggaran program/kegiatan
semua SKPD, (4). Memberikan pedoman umum cara
menyusun RKA – SKPD dan GBS melalui GAP dengan
menggunakan indikator kinerja yang responsif gender.

1
KATA PENGANTAR

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM)


dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM Indonesia merupakan salah
satu keberhasilan dari pembangunan nasional. Peningkatan kualitas SDM yang disesuaikan
dengan keberagaman aspirasi masyarakat akan dapat mendukung percepatan keberhasilan
pembangunan.
Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Nasional,
mengamanahkan bagi semua Kepala Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
untuk mengintegrasikan pengarusutamaan gender pada saat menyusun kebijakan, program,
dan kegiatan masing-masing. Mandat tersebut diperkuat dengan adanya Peraturan Gubernur
Kepulauan Riau No. 19 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau, yaitu agar dalam penyusunan Rencana kegiatan
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dapat mengintegrasikan Gender di masing-
masing SKPD.
Upaya yang dilakukan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau dalam
menindaklanjuti kebijakan Peraturan Gubernur No. 19 Tahun 2010 adalah membuat buku
panduan pengintegrasian Aspek Gender dalam perencanaan dan penganggaran setiap SKPD.
Panduan tersebut merupakan hasil kerja sama antara Biro Pemberdayaan Perempuan dengan
beberapa SKPD di Lingkungan Provinsi Kepulauan Riau.
Bahan tulisan dalam panduan ini berasal dari serangkaian hasil Focus Group Discussion,
konsultasi ke masing-masing unit kerja untuk menemukenali masing-masing isu gendernya,
Aplikasi penyusunan Gender Budget Statement (GBS) dan kerangka Acuan dilakukan secara
partisipatif bersama SKPD di jajaran pemerintah Provinsi Kepuulauan Riau, dan sebagian
hasilnya merupakan contoh yang dimuat dalam lampiran.
Kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim penyusun dari Biro
pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan buku panduan ini.
Harapan kami semoga panduan ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya SKPD di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

Tanjunhgpinang, Juli 2011

SEKRETARIS DAERAH,

Dr. Drs. H. SUHAJAR DIANTORO, Msi

Dr. Drs. H. SUHAJAR DIANTORO, Msi


SAMBUTAN

Sebagaimana diamanahkan dalam Intruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang


Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional dan Misi Gubernur Kepulauan Riau,
khususnya pada Misi ke 7 mengenai Pengembangan Pri Kehidupan yang Agamis, berbudaya,
Berkesetaraan Gender serta Ramah Lingkungan, Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan
salah satu upaya pencarian keadilan atas hak azasi manusia tanpa mengkotak-kotakkan
gender (laki-laki; perempuan ,usia, kebiasaan dan lainnya). Hal tersebut juga menjadi salah
satu target dalam pencapaian MDGs pada Tahun 2014, khususnya pada point ke 3 tentang
Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan yang telah menjadi tugas dan tanggung
jawab bagi semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melaksanakan berbagai
kegiatan yang responsife gender, mulai dari perencanaan, penyusunan program,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini memiliki karakterestik yang cenderung netral
gender, tanpa membedakan kelompok sasaran pemenfaatannya. Namun dalam serangkaian
input, proses dan outputnya seringkali terdapat kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya
kesenjangan gender. Salah Satu upaya untuk mengurangi kesenjangan gender serta
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender adalah melalui proses perencanaan program dan
penyusunan anggaran yang responsife gender
Masih banyak kendala dalam penyusunan perencanaan program dan anggaran responsif
gender di SKPD, dikarenakan masih banyaknya program yang netral gender. Perubahan pola
pikir para perencana program dan anggaran SKPD perlu dilakukan untuk mengintegrasikan
aspek gender dalam perencanaan program dan anggaran, sehingga terwujud pembangunan
yang responsif gender. Kami berharap panduan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan program dan anggaran kegiatan di setiap SKPD, untuk mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat.
Penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada tim penyusun dan pihak terkait yang sudah
berupaya dan bekerja keras untuk mewujudkan tersusunnya pedoman ini. Akhir kata, semoga
panduan ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak terkait.

Tanjungpinang, Juli 2011

GUBERNUR
KEPULAUAN RIAU

H. MUHAMMAD SANI

H. MUHAMMAD SANI 3
TIM PENYUSUN

A. Konsultan : Rini S. Soemarno

B. Narasumber

1. Biro Pemberdayaan Perempuan : Dra. Pudji Astuti, MT


Dra. Rozaleni, MT
Suherlina S.Psi
2. Bappeda : Ir. Sunipto
Helmayeni, SE, Msi

3. Dinas Pendidikan : Leni Aria, MM

4. Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah : Riowlita Agustuen, S.Sos, MM

5. Dinas Perhubungan : Santi Iriani, S.Tr

6. Inspektorat : Rosita

7. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah : Sarimah

8. Dinas Pekerjaan Umum : Weldy Anugra Riawan, ST

4
Kata Pengantar
Sambutan
Tim Penyusun

Daftar Isi
Daftar Istilah dan Singkatan ....................................................................................................................................... 6
Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................... 11
A. Peraturan Per-Undang-Undangan ................................................................................................................ 11
B. Buku dan Materi Presentasi ........................................................................................................................ 12
BAB I. Pendahuluan ............................................................................................................................................ 14
A. Pengantar ...................................................................................................................................................... 14
B. Tujuan ........................................................................................................................................................... 16
C. Sasaran ......................................................................................................................................................... 16
D. Ruang Lingkup ............................................................................................................................................. 17
BAB II. Profil Kegiatan dan Aspek Gender di Provinsi Kepulauan Riau ............................................................ 18
A. Latar Belakang.............................................................................................................................................. 18
B. Urgensi Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender.................................................................... 20
BAB III. Mekanisme Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran daerah yang Responsif Gender ........... 25
A. Sekilas tentang Gender, Kesetaraan Gender dan Indikator Kesetaraan Gender .................................... 25
B. MEKANISME Perencanaan Daerah yang Responsif Gender ..................................................................... 27
C. Mekanisme Penganggaran Daerah yang Responsif Gender ..................................................................... 35
BAB IV. Pengintegrasian Isu Gender dalam I Pelaksanaan Kegiatan di SKPD ................................................. 39
A. Data Pembuka Wawasan ............................................................................................................................. 39
B. Alur Analisis Gender (Gender Analysis Pathway – GAP) ............................................................................ 41
D. Langkah-langkah Penyusunan PPRG di Daerah ......................................................................................... 45
A. Keterkaitan GAP, GBS dengan KAK dan RKA – SKPD ........................................................................... 51
BAB V. Pemantauan dan Evaluasi PPRG di Daerah ........................................................................................... 52
BAB VII. Penutup .................................................................................................................................................... 56
Daftar Lampiran ......................................................................................................................................................... 57

5
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Istilah Singkatan Pengertian
Analisis Gender Proses untuk mengidentifikasi isu-isu gender yang disebabkan
karena adanya pembedaan peran serta hubungan sosial antara
perempuan dan laki-laki. Karena pembedaan-pembedaan ini
bukan hanya menyebabkan adanya pembedaan diantara
keduanya dalam pengalaman, kebutuhan, pengetahuan,
perhatian, tetapi juga berimplikasi pada pembedaan antara
keduanya dalam memperoleh akses dan manfaat dari hasil
pembangunan; berpartisipasi dalam pembangunan serta
penguasaan terhadap sumber daya. Analisis gender merupakan
langkah awal dalam rangka penyusunan program dan kegiatan
yang responsif gender untuk analisis gender diperlukan data
gender, yaitu data kuantitatif maupun kualitatif yang sudah
terpilah antara laki-laki dan perempuan. Data gender ini kemudian
disusun menjadi indikator gender.
Anggaran Pendapatan APBD Rencana Keuangan Tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan Belanja Daerah dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Anggaran Responsif ARG Anggaran yang mengakomodir kebutuhan perempuan dan laki-
Gender laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender
Angka Partisipasi APK Rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di
Kasar tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok
usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu
Angka Partisipasi Murni APM Persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama, dan
menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat
pendidikan tertentu
Bias gender Pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis
kelamin daripada jenis kelamin lainnya sebagai akibat pengaturan
dan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada jenis
kelamin tertentu. Misalnya, lebih berpihak kepada laki-laki
daripada kepada perempuan atau sebaliknya.
Dewan Perwakilan DPR D
Rakyat Daerah
Dokumen Pelaksanaan DPA- Dokumen pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro
Anggaran SKPD SKPD keuangan/bagian keuangan selaku bendahara umum daerah
Forum SKPD Merupakan forum yang berhubungan dengan fungsi/subfungsi,
kegiatan/sector dan lintas sector, merupakan wadah bersama
antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas kegiatan
pembangunan hasil Musrenbang Kecamatan dengan SKPD atau
gabungan SKPD sebagai upaya mengisi Rencana Kerja SKPD
yang tatacara penyelenggaraannya di fasilitasi oleh SKPD terkait
Gender istilah yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan
dan laki-laki dalam hal peran, tanggung jawab, fungsi, hak, sikap
dan perilaku yang dikonstruksikan oleh sosial dan budaya yang
dapat berubah-ubah sesuai dengan kemajuan zaman. Perbedaan

6
tersebut tidak jarang memunculkan permasalahan atau isu
gender.
Convention on the CEDAW Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Elimination of All Forms terhadap Perempuan
of Discrimination
Against Women
Gender Analysis GAP Salah satu metode analisis untuk mengetahui kesenjangan
Pathway (Alur Analisis gender secara lengkap, mulai dengan melakukan analisis dan
Gender) mengintegrasikan hasil analisis isu gender ke dalam
kebijakan/program/kegiatan hingga dalam proses menyusun
rencana aksi.
Gender budget Sebuah pendekatan yang digunakan untuk melihat dan
menyusun anggaran sebagai sebuah kesatuan yang tidak
memisahkan item-item yang berhubungan dengan perempuan.
Selain dapat digunakan untuk melihat sekilas jarak antara
kebijakan dan sumber daya gender budget yang merupakan
sebuah pendekatan umum untuk memastikan bahwa uang
masyarakat digunakan berdasarkan kesetaraan gender. Isunya
bukan apakah kita mengeluarkan uang yang sama pada masalah
yang berkaitan dengan perempuan dan laki-laki tapi apakah
pengeluaran itu mencukupi kebutuhan perempuan dan laki-laki.
Gender budget GBS Dokumen pertanggung-jawaban spesifik gender yang disusun
statement (Pernyataan (PAG) pemerintah yang menunjukkan kesediaan instansi untuk
Anggaran Gender) melakukan kegiatan berdasarkan kesetaraan gender dan
mengalokasikan anggaran untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
Gender Development GDI Indeks Pembangunan Gender merupakan indeks pencapaian
Index kemampuan dasar pembangunan manusia untuk mengetahui
kesenjangan pembangunan manusia antara perempuan dan laki-
laki
Gender Empowerment GEM Indeks Pemberdayaan Gender merupakan indeks yang mengukur
Measure peran aktif perempuan dan kehidupan kehidupan ekonomi dan
politik
Indikator Kinerja Alat Ukur spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk
masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan/atau dampak yang
menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu program atau
kegiatan
Indikator Kinerja Utama IKU Ukuran keberhasilan sari suatu tujuan dan sasaran strategis
organisasi
Isu Gender Merupakan permasalahan yang diakibatkan karena adanya
kesenjangan atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya
diskriminasi terhadap salah satu pihak (perempuan dan laki-laki).
Dengan adanya diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki
dalam hal akses dan kontrol atas sumber daya, kesempatan,
status, hak, peran dan penghargaan, akan tercipta kondisi yang
tidak adil gender.
Kegiatan Bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit
kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran
terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan
pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumber daya

7
manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana,
atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya
tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran
(output) dalam bentuk barang/jasa.
Kerangka Acuan KAK Kerangka Acuan Kegiatan berfungsi sebagai pijakan atau
Kegiatan (Term of (TOR) kerangka acuan dalam sebuah program/kegiatan.
Reference)
Kinerja Keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan
kuantitas dan kualitas yang terukur.

Kebijakan Umum KUA - Kebijakan Umum APBD adalah dokumen yang memuat kebijakan
APBD - bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang
mendasarinya untuk periode satu tahun.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara adalah rancangan
Prioritas dan Plafon
PPAS program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang
Anggaran Sementara
diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan
dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati DPRD
Keadilan gender Perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan
proses kebijakan pembangunan nasional, yaitu dengan
mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan,
hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki untuk
mendapat akses dan manfaat dari usaha-usaha pembangunan;
untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti
yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta dalam
memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumber daya (seperti
dalam mendapatkan penguasaan keterampilan, informasi,
pengetahuan, kredit, dan lain-lain).
Kebijakan/program Kebijakan/program yang responsif gender berfokus kepada aspek
responsif gender yang memperhatikan kondisi kesenjangan dan kepada upaya
mengangkat isu ketertinggalan dari salah satu jenis kelamin.
Kesetaraan gender Kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan
nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang dampaknya
seimbang.
Netral gender Kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak
kepada salah satu jenis kelamin.
Pagu indikatif Ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk
setiap program sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja
SKPD
Pagu Sementara Pagu anggaran yang didasarkan atas kebijakan umum dan
prioritas anggaran hasil pembahasan pemerintah daerah dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai acuan dalam
penyusunan RKA-SKPD
Pengarusutamaan PUG Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek

8
Gender kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman pengalaman, aspirasi, kebutuhan,
dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk
memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang
kehidupan pembangunan nasional dan daerah.
Perencanaan yang Perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga pemerintah,
responsif gender organisasi profesi, masyarakat dan lainnya yang disusun dengan
mempertimbangkan empat aspek seperti: peran, akses, manfaat
dan untuk kontrol yang dilakukan secara setara antara
perempuan dan laki-laki. Hal ini berarti bahwa perencanaan
tersebut perlu mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan pihak perempuan dan laki-laki, baik dalam proses
penyusunannya maupun dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga
perencanaan ini akan terkait dalam perencanaan kebijakan
maupun perencanaan program sampai operasionalnya di
lapangan.
Perencanaan dan PPRG Instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi,
penganggaran kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan
responsif gender dengan tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih
berkeadilan
Program SKPD Penjabaran Kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi
satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya
yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai
dengan misi SKPD
Rencana Kerja RKPD Dokumen Perencanaan Pemerintah Daerah untuk periode satu
Pemerintah Daerah tahun yang merupakan penjabaran dari RPJMDaerah dan
mengacu kepada RKP Nasional, memuat kerangka ekonomi
daerah, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat
Rencana Kerja RKA - Dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program
Anggaran Satuan Kerja SKPD dan kegiatan SKPD yang merupakan penjabaran dari RKPD dan
Perangkat Daerah Renstra SKPD yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran,
serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya
Rencana Strategis Renstra Dokumen Perencanaan SKPD untuk periode lima tahun, yang
Satuan Kerja SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
Perangkat Daerah kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan
fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah
Rencana RPJMD Dokumen Perencanaan pemerintah daerah untuk periode lima
Pembangunan Jangka tahun yang memuat penjabaran dari visi, misi, dan program
Menengah Daerah Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP
Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional
Rencana RPJMN Dokumen perencanaan nasional untuk periode lima tahun
Pembangunan Jangka
Menengah Nasional
Rencana RPJP Dokumen perencanaan nasional untuk periode duapuluh (20)
Pembangunan Jangka tahun

9
Panjang
Rencana RPJPD Dokumen perencanaan pemerintah daerah untuk periode dua
Pembangunan Jangka puluh tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan
Panjang Daerah daerah yang mengacu kepada RPJP Nasional
Responsif gender Adalah perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap
perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam
masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan
struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan gender.
Tim Anggaran TAPD Tim yang dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah dipimpin
Pemerintah Daerah oleh Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta
melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka
penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat
perencana daerah, PPKD, dan pejabat lainnya yang sesuai
dengan kebutuhan
Urusan Wajib Fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban
Pemerintah Daerah setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur
dan mengurus fungsi-fungsi tersebut menjadi kewenangannya
dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat

10
DAFTAR PUSTAKA
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Daftar Peraturan PerUndang-


No. Relevansi dengan PPRG
Undangan
1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 o Penerapan Anggaran Berbasis
tentang Keuangan Negara Kinerja di Daerah
2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 o Keterpaduan Sistem Perencanaan
tentang Sistem Perencanaan dan Penganggaran Nasional dan
Pembangunan Nasional Daerah
3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 o Pemberdayaan Perempuan sebagai
tentang Pemerintah Daerah Urusan Wajib Daerah
4 Undang-Undang N0. 33 Tahun 2004 o Konsep dan Formula Bagi Hasil
tentang Pembagian Keuangan antara antara Pusat dan Daerah
Pusat dan Daerah
5 PP No. 3 Tahun 2007 tentang o Konsep dan Struktur Pelaporan
Laporan Penyelenggaraan Kinerja Pemerintah Daerah secara
Pemerintahan Daerah kepada Vertikal dan Horizontal
Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggung Jawaban Kepala Daerah
kepada Dewan Perwakilan Daerah,
dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah kepada Masyarakat
6 PP No. 38 Tahun 2007 tentang o Pembagian kewenangan antara
Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat dan Daerah
antara Pemerintah, Pemerintah
o Isu lintas
Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota
7 PP No. 41 Tahun 2007 tentang o Kelembagaan, Tugas Pokok dan
Organisasi Perangkat Daerah Fungsinya
o Perumpunan untuk urusan
pemberdayaan perempuan
8 PP No. 8 Tahun 2008 tentang o Outline Dokumen Perencanaan
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Daerah
Pemantauan dan Evaluasi
o Penggunaan Analisis Gender dalam
Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Perencanaan Pembangunan
Daerah
9 Inpres No.9 Tahun 2000 tentang o Pengarusutamaan Gender (PUG)
Pengarusutamaan Gender dalam dalam semua tahapan Perencanaan
Pembangunan Nasional Pembangunan di Tingkat Pusat dan
Daerah

11
10 Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang o PUG sebagai salah satu dari Tiga
RPJMN 2010 - 2014 Kebijakan Pengarusutamaan dalam
Kebijakan Pembangunan
11 Permendagri No. 13 Tahun 2006, o Daftar Kode Rekening untuk Urusan
direvisi melalui Permendagri No. 59 Wajib dan Pilihan di Daerah
Tahun 2007 tentang Pedoman
o Format Dokumen Keuangan (KUA-
Pengelolaan Keuangan Daerah
PPAS dan RKA-SKPD)
12 Permendagri No. 15 Tahun 2008 o Instruksi Implementasi PUG di
tentang Pedoman Umum Daerah
Pelaksanaan PUG di Daerah
o Konsep Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender
o Kelembagaan PUG
13 Peraturan Gubernur Kepulauan Riau o Strategi PUG ke dalam seluruh
No. 19 Tahun 2010 tentang Pedoman Proses Pembangunan merupakan
Pelaksanaan PUG dalam bagian yang tidak terpisahkan dari
Pembangunan Provinsi Kepulauan Kegiatan Fungsional semua
Riau Lembaga Pemerintah dan Lembaga
Non-Pemerintah di Daerah
o Pedoman kepada lembaga
pembangunan dan lembaga non
pemerintah dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan masyarakat yang
berperspektif gender
14 Peraturan Gubernur No. … Tahun … o Payung bagi Dokumen Perencanaan
tentang RPJMD 2011 - 2015 dibawahnya yakni Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD)
o Salah satu misinya mengembangkan
kehidupan yang demokratis, keadilan
serta berkesetaraan gender

B. BUKU DAN MATERI PRESENTASI

1. Anggaran Responsif Gender, Konsep dan Aplikasi kerjasama CIBA-TAF-CIDA,


Jakarta, Mei 2007
2. Asian Development Bank, Daftar Periksa (Check list) Gender, tanpa tahun.
3. Index Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau 2009, Bappeda Provinsi
Kepulauan Riau dengan BPS Provinsi Kepulauan Riau, Tanjung Pinang 2010
4. LGSP-USAID (2007), Bahan Pelatihan Fasilitator Forum SKPD dan Musrenbang
Rencana Kerja Pemerintah (RKPD): Panduan Pelatihan “’ seri Pelatihan
Fasilitator Musrenbang Tahunan Daerah, Jakarta
5. Making the MDG’s work for all, Gender Responsive Right Based Approaches to
the MDG’s, UNIFEM – written by Lorraine Corner.
12
6. Modul Pelatihan Fasilitator, Perencanaan Penganggaran Daerah yang Responsif
Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI –
GIZ, Cetakan Pertama, Januari 2011
7. Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender, Tim
Revisi Pakar Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI, Juli 2010
8. Moser, Caroline O>N> 1993. Gender Planning and Development: Theory,
Practice, and Training. London: Routledge
9. Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Generik, Tim
Revisi Pakar Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak RI - UNIFEM , Juli 2010
10. Pedoman Teknis Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender bagi
Daerah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI,
Desember 2010.
11. Pengintegrasian Isu Gender ke Dalam Sistem Perencanaan & Penganggaran
Pembangunan Pertanian”, Departemen Pertanian dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak , Nopember 2009.
12. Pengintegrasian Aspek Gender dalam Perencanaan Program dan Anggaran
Kementerian Pekerjaan Umum, Desember 2009
13. Profil Provinsi Kepulauan Riau 2010, Bappeda Provinsi Kepulauan Riau,
September 2010
14. Rini S Soemarno, Kumpulan materi workshop “Peningkatan Kapasitas Pemda-
LSM-PSW dalam melaksanakan Anggaran Responsif Gender” di DI Yogjakarta
30 Juli – 1 Agustus 2009.
.

13
BAB I. PENDAHULUAN
A. PENGANTAR

Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan UU No. 25 Tahun 2002, dengan luas
wilayah sebesar 251.810,71 Km2, dimana luas lautannya 96% dan 4% merupakan
wilayah darat, dengan jumlah pulau 2.048 terbentang dari selat Malaka sampai kelaut
Cina Selatan. Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 2 Kota dan 5 Kabupaten, yaitu Kota
Batam, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten
Bintan, Kabupaten Lingga dan Kepulauan Anambas.
Hasil Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau 1.685.698
orang, terdiri dari 864.333 orang laki-laki dan 821.365 orang perempuan. Sedangkan
jumlah penduduk masing-masing Kab/Kota adalah sebagai berikut: Kota Batam
949.775 orang ; Kota Tanjungpinang 187.687 orang; Kab Karimun 212.812 orang; Kab
Bintan 142.382 orang; Kab Lingga 86.230 orang; Kab Natuna 69.319 orang; Kab
Kepulauan Anamabas 37.493 orang.

Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepulauan Riau, yang


memadukan ukuran usia harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan dalam
suatu angka tunggal, pada tahun 2009 adalah sebesar 74,54 yang menempatkan
Provinsi Kepulauan Riau berada pada urutan ke-enam diantara 33 Provinsi di Indonesia.
Sebagai provinsi yang baru terbentuk diperlukan perencanaan yang terencana dengan
baik sehingga apa yang diharapkan seperti tertuang dalam visi jangka panjang yakni
“Kepulauan Riau yang Berbudaya, Maju dan Sejahtera” dapat tercapai. Untuk
menganalisis fenomena tersebut provinsi Kepulauan Riau diharapkan sudah
14
mengimplementasikan reformasi perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja
dengan perspektif jangka menengah sesuai dengan amanat dalam UU No. 17/2003
tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 /2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam kaitannya dengan RPJP tersebut, RPJMD 2011-
2015, telah ditetapkan visi yaitu “Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah
Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan”, dengan misi sebagai
berikut (1). Mengembangkan Budaya Melayu sebagai payung bagi budaya lainnya dalam
kehidupan masyarakat. (2). Meningkatkan pendayagunaan sumber daya kelautan dan
pulau-pulau kecil. (3). Mengembangkan wisata yang berbasis kelautan dan budaya
setempat. (4). Mengembangkan potensi ekonomi lokal dengan keberpihakan kepada
rakyat kecil (wong cilik). (5). Meningkatkan investasi dengan pembangunan infrastruktur
yang berkualitas. (6). Memberdayakan masyarakat melalui pendidikan dan kesehatan
yang berkualitas. (7). Mengembangkan etos kerja, disiplin, budi pekerti dan supremasi
hukum. (8). Mengembangkan kehidupan yang demokratis, keadilan serta berkesetaraan
“gender”. (9). Mengembangkan pembangunan yang ramah lingkungan.

Dari uraian visi dan misi tersebut diatas, maka terdapat keterkaitan yang sangat erat
antara RPJM Nasional dengan RPJM Provinsi antara lain dengan adanya penekanan
yang sama terhadap pelaksanaan misi Provinsi dengan 11 prioritas nasional. Disisi lain
salah satu dari ketiga kebijakan pengarusutamaan dalam kebijakan pembangunan
adalah pengarusutamaan gender (PUG). Untuk itu, Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak
kebijakan yang penting dalam mendorong upaya mengintegrasikan perspektif gender
dalam pembangunan di Indonesia. Kebijakan ini dipertegas dalam Peraturan Presiden
No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014 yang menetapkan gender sebagai salah
satu isu lintas bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan.
Selanjutnya, bagaimana isu gender diterapkan dalam konteks desentralisasi mengingat
pemerintah daerah terikat pada peraturan-peraturan khusus, termasuk mengenai
perencanaan dan penganggaran, kewenangan daerah, dan organisasi pemerintah
daerah dapat disimak dalam Permendagri No. 15 tahun 2008 tentang PUG di Daerah
yang menjadi kebijakan pendukung yang sangat penting bagi implementasi Perencanaan
dan Penganggaran Daerah yang Responsif Gender. Pasal-pasal dimaksud terdapat pada
(1). Pasal 4 ayat-1 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender, (2) Pasal 4 ayat-2
Permendagri menyebutkan tentang penyusunan kebijakan, program dan kegiatan harus
dilakukan melalui analisis gender. Pengintegrasian aspek gender dalam proses
perencanaan dan penganggaran merupakan langkah yang relatif baru karena pada
awalnya proses ini lebih fokus pada upaya untuk memperkuat prasyarat implementasi
PUG yakni membangun komitmen pengambil kebijakan, penyediaan alat analisa gender,
serta kelembagaan Pokja PUG Provinsi dan Pokja PUG disetiap SKPD.
Berdasarkan pengalaman Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau yang
di dukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KPP
PA RI), dalam memfasilitasi PUG dan Anggaran Responsif Gender (ARG) disetiap SKPD
Provinsi/Kabupaten/Kota Kepulauan Riau, ditemukan beberapa pembelajaran, yakni:
(1). Diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif bahwa manajemen berbasis
kinerja yang menjadi dasar dari Sistem Perencanaan dan Penganggaran di Indonesia
juga diperhatikan dalam upaya menjadikan gender sebagai suatu isu lintas bidang; (2).

15
Masih terbatasnya pengetahuan bagaimana isu gender diterapkan dalam konteks
desentralisasi mengingat pemerintah daerah terikat pada peraturan-peraturan khusus;
termasuk mengenai perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah. (3). Diperlukan
fasilitator-fasilitator di daerah yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan teknis yang
dapat mendukung pemerintah daerah dalam proses mengintegrasikan gender dalam
perencanaan dan penganggaran di daerah.
Oleh karena itu, Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau, memandang
perlu menyusun buku Pedoman Umum untuk Perencanaan dan Penganggaran Daerah
yang Responsif Gender. Pedoman ini diharapkan menjadi rujukan khususnya bagi
pemerintah daerah dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam proses
penguatan kapasitas untuk mengimplementasikan PPRG Daerah melalui peningkatan
ketrampilan para perencana SKPD-SKPD. Bappeda bersama-sama Biro Pemberdayaan
Perempuan, Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BKKD), serta Inspektorat Provinsi
Kepulauan Riau menjadi lembaga yang diharapkan berperan penting (“driver”) dalam
mendukung keberhasilan upaya tersebut melalui fungsi koordinasi, advokasi dan
sosialisasi.
Pedoman Umum ini dikembangkan berdasarkan pengalaman pelatihan dan
pendampingan kepada SKPD-SKPD sejak 2009 yang diselenggarakan Biro
Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau bekerja sama dengan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP PA), dan dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman dan ketrampilan aparat pemerintah daerah yang seringkali
kurang memiliki kapasitas analitis untuk mengintegrasikan suatu aspek
pengarusutamaan gender dalam proses rutin perencanaan dan penganggaran.

B. TUJUAN

Tujuan penyusunan Pedoman Umum Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender


ini adalah: (1). Menyamakan persepsi para penentu kebijakan dan perencana dalam
menetapkan arah kebijakan, program, kegiatan, sub-kegiatan dan anggaran yang
responsif gender, (2). Memberikan arahan dan batasan tentang ruang lingkup
perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program/kegiatan
agar responsif gender, (3). Memberikan pengarahan tentang tata cara pengintegrasian
isu gender kedalam sistem perencanaan dan penganggaran program/kegiatan semua
SKPD, (4). Memberikan pedoman umum cara menyusun RKA – SKPD dan GBS melalui
GAP dengan menggunakan indikator kinerja yang responsif gender.

C. SASARAN

Sasaran yang diharapkan dari penerapan Pedoman Umum PPRG ini adalah: (1).
Tersusunnya perencanaan dan penganggaran kegiatan/subkegiatan yang responsif
gender di semua SKPD sebagai penanggung-jawab masing-masing bidang pembangunan
daerah; (2). Meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan

16
kegiatan/subkegiatan pembangunan daerah; serta (3). Menurunnya kesenjangan
gender dalam semua bidang pembangunan daerah dengan menggunakan perencanaan
dan penganggaran yang berbasis kinerja.

D. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman Umum ini mencakup upaya-upaya terkait dengan


pengintegrasian isu gender mulai dari perencanaan dan penganggaran sampai
penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan, dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pendekatan
penyusunan program dan kegiatan dengan menggunakan metoda Gender Analysis
Pathway (GAP), Gender Budget Statement (GBS) dan penyusunan Kerangka Acuan
Kegiatan (KAK); (2). Langkah-langkah analisis gender dalam upaya penyusunan GBS
serta penerapannya dalam menyusun KAK; (3) Penyusunan Indikator kinerja responsif
gender serta (4). Mekanisme pemantauan dan evaluasi perencanaan dan penganggran
responsif gender.

17
BAB II. PROFIL KEGIATAN DAN ASPEK GENDER DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

A. LATAR BELAKANG

Dalam merumuskan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau 2011 - 2015 diawali dengan
menemukenali masalah dan isu strategis pembangunan daerah. Penekanan dilakukan
terhadap perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Secara garis besarnya isu
strategis dimaksud di kelompokkan kedalam 7 (tujuh) kategori, yakni: (1) Sosial budaya,
(2) Ekonomi, (3) Infrastruktur, (4) Lingkungan hidup, (5) Sumberdaya Manusia, (6)
ekonomi masyarakat lokal dan ekonomi lemah (wong cilik) dan (7) Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Pembangunan mutlak memerlukan
kerjasama dan saling pengertian antar masyarakat (perempuan dan laki-laki), dunia
usaha dan swasta, serta antar pemerintah dan antar daerah dalam segala aspek
pembangunan.
Provinsi Kepulauan Riau dengan semangat sebagai Bunda Tanah Melayu, keunggulan
komperatif (comparative advantages) berupa posisi geoekonomi yang strategis dan
kekayaan SDA (berupa sumber daya energi, mineral, perikanan dan kelautan), serta
kondisi infrastruktur (jalan, pelabuhan laut, bandara, jaringan Telkom, dan air bersih)
dan ketersediaan (supply) listrik dan gas bagi keperluan industri (dunia usaha) dan
rumah tangga di wilayah Kepulauan Riau (terutama Kota Batam, Tanjung Pinang dan
Kabupaten Karimun) termasuk yang paling baik.
Namun, dari identifikasi kondisi diatas, maka masalah infrastruktur, energi dan
pemerataan pembangunan terutama rencana tata ruang yang terintegrasi dan detail
bagi pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan merata belum tersedia. Demikian
pula kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam berusaha dalam organisasi atau
wadah ekonomi kolektif, akibat belum berdayanya kelembagaan desa dan masyarakat
ekonomi lemah (wong cilik) dalam menciptakan akses bagi kegiatan usaha dan
permodalan masih rendah kapasitasnya.
Faktor kunci yang menentukan maju-mundurnya suatu masyarakat yang ingin maju,
makmur dan berdaulat adalah ketersediaan Sumber daya Manusia (SDM) yang tangguh,
tanggap dan berkualitas. Selanjutnya, kualitas SDM sangat bergantung pada kondisi
kesehatan, tingkat pendidikan, ketrampilan dalam menerapkan IPTEK dan manajemen,
berjiwa wirausaha (enterpreneurship) serta akhlak atau etos kerja seperti rajin, ulet,
disiplin, jujur, kemampuan bekerjasama, semangat dan kerja keras untuk memberikan
yang terbaik.
Sumberdaya manusia adalah pelaku utama dalam pembangunan, dimana
program/kegiatan/sub-kegiatan harus memperhatikan berbagai kendala relasi gender
yang dihadapi oleh perempuan maupun laki-laki, khususnya faktor-faktor yang
membatasi partisipasi salah satu pelaku dalam pelaksanaan, dan pengelolaan
program/kegiatan/sub-kegiatan. Jika tidak dapat mempertimbangkan berbagai
perbedaan tersebut dapat mengakibatkan kurang efisien dan efektif pelaksanaan
program/kegiatan/sub-kegiatan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk

18
mempercepat pencapaian ke program/kegiatan/sub-kegiatan yang responsif gender,
sehingga dapat mengakomodasikan seluruh pelaku pembangunan. Salah satu strategi
tersebut adalah PengarusUtamaan Gender (PUG).
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk
mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam
mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi
dan mengkontrol proses pembangunan. Pengarusutamaan gender (PUG) dilakukan
dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses
pembangunan di setiap bidang. Penerapan pengarusutamaan gender akan
menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang
lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun
perempuan. Dalam hal kelembagaan PUG masih dirasakan belum efektifnya
kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan antara lain terlihat dari: (1) belum
optimalnya penerapan hukum, metoda analisis, dan dukungan politik terhadap
kesetaraan gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum memadainya kapasitas
kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta
ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus
pembangunan; dan (3) masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender
serta manfaat PUG dalam pembangunan.

Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014, pada arah kebijakan dinyatakan
kesejahteraan rakyat terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator
pembangunan sumber daya manusia, yakni meningkatnya pendapatan per kapita,
menurunnya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, disertai dengan berkembangnya lembaga
jaminan sosial, meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat yang didukung dengan
pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang optimal, meningkatnya derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh
kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk, menurunnya kesenjangan kesejahteraan antar individu, antar
kelompok masyarakat, dan antar daerah. Hal ini harus menjadi pedoman bagi
pemerintah untuk menjabarkan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik
oleh Kementerian dan Lembaga maupun Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Dalam rangka pengintegrasian perencanaan pembangunan daerah di Provinsi
Kepulauan Riau ke dalam sistem pembangunan nasional, Pemerintah Daerah Provinsi
Kepulauan Riau telah menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) Daerah 2011 – 2015, yaitu dokumen perencanaan pembangunan daerah
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan secara
bertahap sejalan dengan dinamika kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Undang-undang
No. 25 tahun 2004 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa RPJMD menjadi acuan bagi
penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)
sehingga dengan demikian RPJM Daerah juga secara tidak langsung menjadi payung
dalam penyusunan Renstra SKPD, selanjutnya Renstra SKPD dijabarkan dalam Rencana
Kerja Tahunan atau Renja SKPD yang merupakan dokumen perencanaan paling aplikatif
dari RPJMD.

19
Visi RPJMD adalah “Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu yang
Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan, dimana salah satu misi RPJMD
2011-2015 yang terkait dengan isu gender, terdapat dalam butir-8, yakni:
“Mengembangkan kehidupan yang Demokratis, keadilan serta berkesetaraan gender”.

B. URGENSI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER

RPJMD II (2011 – 2015): Berlandaskan hasil RPJMD I, fokus RPJMD II adalah


memantapkan penataan penyelenggaraan pemerintahan dengan menekankan
peningkatan sumberdaya manusia yang mampu mengelola sumberdaya alam dengan
menyiapkan pemanfaatan ilmu dan teknologi guna meningkatkan daya saing daerah
dalam skala regional, nasional dan global. Melanjutkan penataan organisasi
pemerintahan daerah, memantapkan sistem dan sarana pemerintahan, membina dan
meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan, menyediakan infrastuktur dasar
masyarakat.

Dalam kaitannya dengan penganggaran, maka arah kebijakan yang akan dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, yang terkait langsung dengan pengelolaan belanja
(belanja tidak langsung maupun belanja langsung) dalam APBD adalah dengan
mengedepankan prinsip, efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas
penggunaan pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah dalam rangka
optimalisasi pencapaian prioritas dan sasaran pembangunan daerah. Hal ini sejalan
dengan reformasi perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja (Performance
Based Budgeting)1, berjangka menengah Medium Term Expenditure Framework2, dan
sistem penganggaran terpadu3.

Pelaksanaan PUG telah berjalan selama hampir 10 (sepuluh) tahun, dalam


pelaksanaannya telah diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 132 Tahun 2003 yang telah direvisi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
di Daerah. Hasil evaluasi pelaksanaan PUG masih ditemukan berbagai persoalan di
antaranya adalah belum kuatnya dan belum semua K/L dan SKPD memiliki
kelembagaan dan jaringan PUG, terbatasnya ketersediaan data terpilah menurut jenis
kelamin, masih terbatasnya kapasitas pemangku kepentingan dalam mengintegrasikan
isu gender dalam proses menyusun kebijakan, program dan kegiatan pembangunan,
baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Hal-hal tersebut diantaranya oleh
kurangnya pemahaman tentang konsep gender sehingga kurangnya komitmen
pemangku kepentingan, kurangnya kapasitas sumberdaya manusia dalam melaksanaka

1 Mekanisme dalam meningkatkan manfaat sumberdaya yang dianggarkan ke sector public terhadap
pencapaian hasil (outcome) dan keluaran (output) melalui key performance indicator (KPI) yang terkait dengan
3 (tiga) hal yaitu (i) Pengukuran Kinerja, (ii) Pengukuran Biaya untuk menghasilkan penggunaan informasi
kinerja outcome dan output, serta (iii) Penilaian keefektifan dan efisiensi belanja dengan berbagai alat
analisis.
2 Pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut

dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimpangkan implikasi biaya
keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
3 Penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna

melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.
20
analisis gender dalam melakukan perencanaan, penganggaran, pemantauan dan
evaluasi.

Meningkatnya jumlah dan kualitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
responsif gender pada tingkat Kementerian/Lembaga, salah satunya sebagai tindak
lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 104 Tahun 2010 tentang
Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L Tahun 2011 dimana dalam lampirannya
disebutkan bahwa anggaran yang dialokasikan tidak hanya berlaku pada anggaran APBN
murni tapi juga anggaran yang dialokasikan sebagai dana dekonsentrasi dan tugas
perbantuan. Untuk itu, dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran di tingkat
provinsi, kabupaten dan kota harus mengakomodir atau mengintegrasikan kebutuhan
perempuan dan laki-laki sebagai mana yang dipersyaratkan dalam PMK dimaksud.
Selanjutnya, perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja merupakan metode
penganggaran yang mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-
kegiatan dengan hasil yang diharapkan berupa dampak, outcome dan output.
Sedangkan manajemen berbasis kinerja harus diterapkan dalam semua siklus
pengelolaan pembangunan, yakni perencanaan penganggaran, implementasi kegiatan,
serta pemantauan dan evaluasi (Diagram – 1 berikut)

Diagram – 1: Keterkaitan antara MBK dengan Perencanaan dan Penganggaran

21
Manfaat Manajemen Berbasis Kinerja dalam rangka melaksanakan pembangunan
adalah (1). Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang
dialokasikan ke sekor publik terhadap outcomes/hasil dan output; (2). Meningkatkan
akuntabilitas SKPD serta semua organisasi yang memiliki kewenangan dalam
penggunaan dana publik; (3). Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan, karena masyarakat akan memiliki peran kontrol yang lebih besar untuk
mendesakkan pencapaian hasil (masyarakat – perempuan dan laki-laki - lebih tertarik
pada hasil, bukan proses).

Sedangkan kerangka kinerja dimulai dengan “apa yang ingin diubah: (dampak/impact),
dimana dampak dimaksud disusul dengan “apa yang ingin dicapai” (outcome) guna
mewujudkan perubahan yang diinginkan, dan selanjutnya untuk mencapai outcome
diperlukan insormasi tentang “apa yang dihasilkan” (output), seperti dalam Diagram-2
berikut.

Diagram-2: Konsep Kerangka Kinerja

Pengertian Tingkatan Kinerja


Dampak:
 Merupakan perubahan yang diharapkan terjadi dalam jangka menengah dan
jangka panjang yang tercermin dalam visi, misi, dan sasaran strategis SKPD
 Merupakan hasil tidak langsung (indirect result) dari intervensi yang
dilakukan suatu SKPD

22
 Seringkali bersifat akumulatif; artinya baru akan tercapai jika ada kontribusi
outcome oleh beberapa instansi
 Pencapaian hasil pda tingkat ini diukur dengan indicator-indikator yang
bersifat jangka menengah dan panjang, misalnya MDG’s
 Pencapaian hasil merupakan kontribusi dari berbagai SKPD dan pihak-pihak
lain yang memiliki visi perubahan yang serupa;
Outcome:
 Perubahan konkrit yang dihasilkan oleh pencapaian kinerja program
 Menjawab apa yang ingin dicapai dalam jangka pendek dan menengah
 Bukan tentang proses atau kegiatan, juga bukan tentang pelayanan “apa”
atau “bagaimana” melakukan pelayanan oleh SKPD
Keluaran/output
 Berupa barang atau jasa/pelayanan yang dihasilkan oleh kegiatan yang
dilaksanakan oleh SKPD
 Barang atau jasa tersebut selalu dihasilkan sebagai kontribusi untuk suatu
proses berikutnya.
 Barang/jasa tersebut bisa bersifat internal (misalnya kebijakan internal,
pedoman) atau eksternal, yaitu produk atau jasa untuk pihak ketiga.
 Kualitas barang/jasa tersebut dapat dilihat jika keluaran tepat guna (dapat
diterapkan internal atau eksternal) dan diterima oleh kelompok sasaran.
 Dapat diukur menggunakan indikator kinerja.

Pengukuran Kinerja, ada 8 (delapan) hal yang perlu diperhatikan:

1. Manfaat (Usefulness)
Apakah pengukuran memberikan informasi yang dibutuhkan penggunaannya dalam
pengambilan keputusan atau melakukan tindakan perbaikan?
2. Ketersediaan Data (Availability of Data)
Apakah informasi untuk pengukuran sudah tersedia?
3. Validitas (Validity)
Apakah pengukuran berhuubungan dengan pelayanan dan tujuan pelayanan?
Apakah hal ini mengukur sumber daya yang digunakan, output, outcome atau biaya
pelayanan? Apakah pengukuran mengidentifikasikan adanya kebutuhan untuk
melakukan tindakan atas hasil yang diperoleh dari pengukuran tersebut?
4. Kejelasan (Clarity)
Apakah pengukuran dapat dipahami oleh pihak yang mengumpulkan dan
menggunakannya?
5. Reliabilitas (Reliability)
Jika pengukuran diulang apakah hasilnya akan sama?
6. Dapat dikendalikan (Controllability)
Apakah pengguna memiliki kendali atas kinerja pelayanan?
7. Biaya (Cost)
Apakah biaya pengumpulan dan analisa data melebihi manfaat yang diperoleh?
8. Dapat dibandingkan (Comparability)
Apakah pengukuran dapat digunakan agar periode dan antar kewenangan serta
bentuk perbandingan lainnya?

23
Diagram -3: Contoh Kerangka Kinerja:
Tingkatan Kinerja Rumusan Kinerja
Dampak Meningkatnya kompetensi sumberdaya manusia di Kabupaten X
Anak laki-laki dan perempuan di semua rumahtangga miskin di Kabupaten X
Hasil (outcome) menikmati wajib belajar 12 tahun
Keluaran (output) Tersedianya layanan beasiswa untuk anak keluarga miskin usia sekolah untuk
mengikuti wajib belajar 12 tahun
Kegiatan a. Identifikasi keluarga miskin yang berhak ikut program
b. Informasi ke sekolah dan orang tua
c. Persiapan sistem pembayaran beasiswa
d. Transfer biaya dekolah ke pihak yang terkait
e. Pelaporan kemajuan rutin
f. Kontrol kehadiran sekolah anak yang menerima beasiswa
Input Anggaran beasiswa untuk populasi yang dilayani.

24
BAB III. MEKANISME PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH
YANG RESPONSIF GENDER
A. SEKILAS TENTANG GENDER, KESETARAAN GENDER DAN INDIKATOR
KESETARAAN GENDER

Konsep Gender
 Perempuan dan laki-laki terlahir memiliki jenis kelamin yang bersifat kodrati,
universal, dan kekal. Misalnya: vagina dan rahim untuk perempuan; penis dan
sperma untuk laki-laki.
 Nilai-nilai sosial budaya tempat perempuan dan laki-laki tersebut hidup
memberikan atribut-atribut sosial kepada perempuan dan laki-laki. Atribut ini
disebut “gender” yang sifatnya kontekstual dan bisa berubah. Misalnya:
perempuan penurut; laki-laki penakluk.
 Atribut sosial ini kemudian menjadi dasar dalam pembagian kerja dan peran
dalam masyarakat tersebut. Misalnya perempuan terbatas sebagai ibu rumah-
tangga; laki-laki pencari nafkah atau kepala keluarga.
 Gender menjadi isu karena membawa berbagai kesenjangan dalam situasi
perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang yang berupa subordinasi,
marginalisasi, beban ganda, kekerasan pada perempuan serta pelabelan
(stereotype). Intinya, gender menjadi masalah apabila terjadi ketidakadilan bagi
perempuan dan laki-laki, antara lain (1) Salah satu jenis kelamin dirugikan; (2)
Salah satu jenis kelamin dibedakan derajatnya; (3) Salah satu jenis kelamin
dianggap tidak cakap dibanding dengan jenis kelamin lain; (4) Salah satu jenis
kelamin diperlakukan lebih rendah

Bentukan
sosial, budaya

25
Kesetaraan Gender
Perempuan dan laki-laki memiliki dan mendapatkan penghargaan yang setara sebagai
manusia di dalam berbagai aspek kehidupan dan sama-sama mendapatkan akses,
mampu berpartisipasi, dan memiliki kontrol serta mendapatkan manfaat dari intervensi
pembangunan (kebijakan/program/kegiatan/dana).

Indikator Kesetaraan Gender


 Indikator tingkat dampak: indikator yang bersifat makro yang biasanya mengacu
pada indikator yang disepakati secara nasional, misalnya:
o Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index - GDI)
merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan
manusia untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara
perempuan dan laki-laki.
Variabel GDI: angka harapan hidup, pendidikan, pendapatan
o Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measures - GEM)
merupakan indeks yang mengukur peran aktif perempuan dan
kehidupan ekonomi dan politik.
Variabel GEM: partisipasi perempuan dalam politik, partisipasi dalam
bidang ekonomi, partisipasi dalam pengambilan keputusan serta
penguasaan sumberdaya ekonomi.
o Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals
(MDG’s), terutama terkait dengan tujuan tiga, yakni mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

 Indikator pada tingkat hasil/outcome: yakni indikator yang merupakan hasil


langsung dari pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi/SKPD dalam
jangka waktu satu sampai lima tahun.
o Misalnya: Data/indeks yang menjelaskan hasil suatu layanan; misalnya:
populasi perempuan dan laki-laki yang mendapatkan pelayanan yang
berkualitas; jumlah rumah-tangga miskin yang mendapat pelayanan air
bersih, jumlah pekerja perempuan dan laki-laki mendapatkan jaminan
social tenaga kerja, perempuan korban kekerasan yang mendapatkan
pelayanan terpadu.

26
 Indikator pada tingkat output, yakni indikator yang merupakan hasil langsung
dari suatu kegiatan
o Misalnya: Rasio perempuan dan laki-laki yang mendapatkan pelatihan
agribisnis, perempuan yang terlibat dalam Musrenbang

 Indikator spesifik gender, yakni indikator yang secara khusus terkait dengan satu
jenis kelamin saja
o Misalnya: Angka kekerasan terhadap perempuan, jumlah kasus
trafficking

B. MEKANISME PERENCANAAN DAERAH YANG RESPONSIF GENDER

Pendekatan Perencanaan
Menurut UU No. 25 tahun 2004, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah
satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara Negara dan masyarakat di tingkat pusat dan
daerah.
Pendekatan perencanaan pembangunan dimaksud dengan upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Masing-
masing pendekatan memiliki karakter dan aktor kunci yang berbeda. Komposisi di
antara pendekatan antar daerah tidaklah sama, karena dipengaruhi oleh factor politik di
sat wilayah tertentu.

27
Diagram – 4: Pendekatan Perencanaan Pembangunan

Perencanaan Penjabaran dari janji-


dilaksanakan menurut janji politik kepala
jenjang pemerintahan daerah
dari bawah

diserasikan

Penggunaan metode
dan kerangka berpikir
Perencanaan
ilmiah oleh lembaga
dilaksanakan menurut
atau satuan kerja
jenjang pemerintahan
yang kompeten
dari atas

Pelibatan semua pihak yang


berkepentingan (stakeholder)
terhadap pembangunan

Dukungan Kebijakan Perencanaan yang Responsif Gender


1. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan, dimana dalam proses penyusunan kebijakan dan program
pembangunan daerah dilakukan dengan memperhatikan perbedaan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki;
2. PP No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pemantauan dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, pasal 3, menjelaskan (1).
Perencanaan pembangunan daerah harus dirumuskan secara responsif gender dan
berkeadilan dengan prinsip keseimbangan gender, (2). Dalam menyusun kerangka
studi dan instrument analisis harus mempertimbangkan analisis biaya dan manfaat,
analisis kemiskinan, dan analisis gender
3. Permendagri No. 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di
Daerah yang memuat instruksi implementasi PUG di daerah, konsep Perencanaan
dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), kelembagaan PUG. Secara khusus (1).
Pasal 4 ayat 1 disebutkan Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun kebijakan,
program/kegiatan pembangunan berperspektif gender dimana Perencanaan
Pembangunan perspektif Gender dituangkan dalam RPJMD, Rencana Strategis
SKPD dan Renja SKPD. (2). Pasal 4 ayat 2 disebutkan penyusunan
program/kegiatan harus dilakukan melalui analisis gender.(3). Perpres No. 5 Tahun
2010 tentang RPJMN 2010 – 2014 menyatakan PUG sebagai salah sayu dari tiga
kebijakan pengarusutamaan dalam kebijakan pembangunan.
28
Tahapan Perencanaan Pembangunan

Diagram – 5: Dokumen-dokumen Perencanaan di Daerah


DOKUMEN KETERANGAN WAKTU PENANGGUNG PENGESAH
-JAWAB AN
RPJP Rencana Pembangunan 20 tahun Kepala Perda
Daerah Jangka Panjang Daerah Bappeda
RPJM Rencana Pembangunan 5 tahun Kepala Perkada
Daerah Jangka Menengah Daerah Bappeda
RKPD Rencana Kerja Pemerintah 1 tahun Bappeda Perkada
Daerah
Renstra- Rencana Strategis Satuan 5 tahun Kepala SKPD Peraturan
SKPD Kerja Pemerintah Daerah Kepala
SKPD
Renja-SKPD Rencana Kerja Satuan Kerja 1 tahun
Pemerintah Daerah

29
Musrenbang di Daerah
Rancangan akhir RKPD disusun oleh Bappeda berdasakan Musrenbang RKPD,
dilengkapi dengan pendanaan yang menunjukkan prakiraan maju, dimana RKPD
Provinsi ditetapkan dengan Peratusan Gubernur, dan RKPD Kabupaten/Kota ditetapkan
dengan Peraturan Bupati/Walikota. RKPD dijadikan dasar pendapatan dan belanja
daerah.
Tahapan Musrenbang di Daerah
Waktu
Tahapan Pengertian Masukan Keluaran Pelaksan
aan
Forum musyawarah Dokumen perencanaan, hasil Daftar prioritas kegiatan Januari
perencanaan evaluasi, daftar prioritas masalah yang akan dilaksanakan
pembangunan desa/kelurahan dan kelompok dengan sumber dana APB
tahunan desa & masyarakat (perempuan dan laki- Desa, swadaya serta
kelurahan yang laki) kegiatan yang akan
Desa/Ke- melibatkan para diusulkan ke kecamatan
lurahan pelaku untuk dibiayai APBD
pembangunan Kabupaten/Kota, APBD
desa/kelurahan Provinsi, APBN/BLN dan
sumberdana lainnya serta
berita acara Musrenbang
Desa/Kelurahan
Forum musyawarah Dokumen prioritas program/kegiatan Daftar prioritas Februari
perencanaan pembangunan hasil Musrenbang program/kegiatan yang
pembangunan desa/kelurahan, hasil evaluasi akan disampaikan pada
Kecamat tahunan kecamatan pembangunan kecamatan, Musrenbang
an yang melibatkan rancangan awal RKPD Kabupaten/Kota, berita
para pelaku kabupaten/kota acara Musrenbang
pembangunan Kecamatan
kecamatan
Forum musyawarah Dokumen prioritas program/kegiatan Dokumen prioritas Maret
perencanaan pembangunan yang berasal dari program/kegiatan
pembangunan kecamatan, evaluasi kinerja pembangunan yang sudah
tahunan pembangunan daerah tahun dipilah berdasarkan
kabupaten/kota sebelumnya, rancangan RKPD sumber pembiayaan dari
Kabupa-
yang melibatkan Kabupaten/Kota, Renja OPD, APBD Kabupaten/Kota,
ten/Kota
para pelailku Rancangan awal RKPD Provinsi APBD Provinsi, APBN dan
pembangunan sumber pendanaan
kabupaten/kota lainnya serta berita acara
Musrenbang
Kabupaten/Kota
Forum musyawarah Daftar prioritas program/kegiatan Hasil penyempurnaan April
perencanaan pembangunan yang berasl dari RKPD Provinsi,
pembangunan kabupaten/kota, Rancangan Akhir penyelarasan rancangan
tahunan provinsi RKPD Kabupaten/ Kota, evaluasi RKP dan Renja KL
yang melibatkan kinerja pelaksanaan pembangunan dengan RKPD
Provinsi
para pelaku daerah tahun sebelumnya, Kabupaten/Kota, dan
pembangunan Rancangan RKPD Provinsi, hasil prioritas program/kegiatan
provinsi Pra Musrenbang, Rancangan Kerja yang akan diusulkan pada
hasil Forum OPD, Ranvangan Kerja Musrenbangnas
KL, Rancangan Kerja RKP

30
Memahami Dokumen Anggaran Daerah Menuju Terwujudnya Proses Penganggaran yang
Partisipatif berkaitan dengan tingkat kepentingan (signifikansi) serta manfaatnya dari
sisi masyarakat untuk memahami anggaran dan penganggaran di daerah. Realitas
lemahnya masyarakat warga dan Organisasi Masyarakat terhadap proses anggaran
dimungkinkan berawal dari ketidakpahaman terhadap pentingnya anggaran bagi publik
serta manfaatnya bagi warga dan penyelenggara pemerintahan di daerah. Oleh karena
itu, penting bagi publik untuk memahami dokumen kebijakan Umum Anggaran (KUA),
yang merupakan dokumen jembatan (“interface”) antara proses perencanaan dan
penganggaran daerah

Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran


Selanjutnya, keterkaitan antara beberapa tingkatan perencanaan serta keterkaitan
antara perencanaan dan penganggaran dapat dilihat pada Diagram – 6 berikut.
Perencanaan terkait dengan menentukan prioritas tindakan untuk mencapai tujuan
tertentu, sedangkan Penganggaran menggambarkan bagaimana alokasi sumberdaya
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dimaksud. Sedangkan dari agenda waktu,
proses perencanaan dilakukan sepanjang Januari – April, sedangkan penganggaran
dilakukan antara bulan Mei – Desember setiap tahun.

Diagram – 6: Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran

Pedoman Pedoman

Pemerintah
RENSTRA RENJA RKA - KL RINCIAN
KL KL APBN

Pusat
Pedoman diacu

RPJP Pedoman RPJM dijabarkan Pedoman


RKP RAPBN
NASIONAL NASIONAL APBN

diacu diperhatikan Diserasikan melalui MUSRENBANGDA


Pedoman Pedoman
RPJP Pedoman RPJM dijabarkan APBD
RKPD KUA
RAPBD
Pemerintah

DAERAH DAERAH
Daerah

Pedoman

RENSTRA Pedoman RENJA Pedoman RKA – PENJABARAN


SKPD SKPD SKPD APBD

RENCANA
KERJA ANGGARAN

31
Perencanaan Responsif Gender

1. Tidak selalu berupa penambahan program baru dan biaya tambahan bilamana
analisis gender diterapkan
2. Perencanaan yang responsif gender dilakukan dengan memasukkan perbedaan
pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam
proses penyusunan kebijakan dan program pembangunan daerah.
3. Mempertajam analisa tentang kondisi daerah karena terpetakan kesenjangan dalam
pembangunan manusia (perempuan dan laki-laki)
4. Membantu mempertajam target kelompok sasaran karena digunakannya data
terpilah.
5. Pemberdayaan perempuan sebagai urusan wajib di daerah tidak mampu menjawab
semua isu kesenjangan gender di berbagai bidang.
Perumusan Isu Strategis dan Perumusan Berbasis Kinerja
1. Perumusan Isu Strategis
Dalam menyusun perencanaan yang responsif gender maka perumusan isu strategis
gender mutlak diperlukan karena merupakan realita situasi ketimpangan antara
perempuan dan laki-laki, anak, kelompok berkebutuhan khusus dan kelompok yang
terpinggirkan atau kelompok di daerah terpencil. Realita situasi dimaksud akan
menjadi titik awal atau dasar suatu perubahan yang diharapkan serta intervensi
dalam penyusunan kebijakan/program/kegiatan untuk mendorong perubahan
tersebut.
Selanjutnya, untuk menemukenali Isu Strategis Gender ada beberapa criteria yang
dapat digali, yakni:
o Terkait dengan hubungan/relasi kondisi perempuan dan laki-laki
o Antara perempuan dan laki-laki terdapat ketimpangan/kesenjangan
kondisi pembedaan peran dalam peluang dan/atau kesempatan
memperoleh Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat.
o Munculnya ketidakadilan yang dialami perempuan dan laki-laki dalam
bentuk diskriminasi, marjinalisasi, stereotipi, subordinasi serta akibat
yang ditimbulkannya
o Pengaruh kebijakan internal pemerintah yang kurang memahami isu
strategis gender
o Adanya pengaruh budaya dan nilai-nilai sosial di satu lingkungan dimana
perempuan dan laki-laki berada (unsur eksternal) dalam cakupan luas
o Mendesak untuk segera dicarikan solusi untuk mengatasi dan
menyelesaikannya dalam konteks kewilayahan
o Kalau diselesaikan akan memberikan dampak positif bagi perempuan
dan laki-laki, dan berorientasi perubahan relasi perempuan dan laki-laki
secara sistemik.

32
Contoh : Perumusan Isu Strategis
Bidang/Urusan : Pekerjaan Umum
Program/Kegiatan : Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan

Visualisasi Pohon Data/Informasi yang


Makna Contoh Isu
Masalah diperlukan
o Penerima informasi o Lebih banyak laki-laki
mengenai yang mendapatkan
pembebasan lahan informasi
Daun (Fakta/Fenomena) dan penetapan o Perempuan dan laki-laki
Fenomena/kasus yang harga sama-sama memiliki
Nampak dalam keseharian o Informasi mengenai usaha ekonomi, namun
terkait dengan kepemilikan usaha mobilitas perempuan lebih
program/kegiatan di sekitar lahan rendah karena sering
yang akan menitipkan produknya
dibebaskan untuk dipasarkan kepada
o Informasi mengenai laki-laki
kasus-kasus o Banyak kasus
kesehatan dan pertolongan medis
pendidikan tekait terlambat karena akses
tidak ada jalan dan dan jalan tidak memadai
jembatan di wilayah (persalinan)
itu
o Belum tersedia data pilah
yang memadai
o Kurangnya kemampuan
Batang Faktor teknis terkait aparat Dinas Bina Marga
dengan kualitas memahami perspektif
(Faktor Pendukung) pelayanan secara gender
Faktor penguat umum o Tidak adanya insentif
kesenjangan untuk melakukan analisis
gender

Faktor cultural dalam o Laki-laki masih memiliki


masyarakat, maupun control yang sangat besar
Akar
faktor struktural yang dalam penguasaan
(Sebab Kesenjangan) mempengaruhi kepemilikan lahan dan
Faktor penyebab terjadinya fenomena di kepemilikan usaha
terjadinya kesenjangan atas o Perempuan tidak terbiasa
hadir dalam pertemuan
publik
Perlunya jalan dan jembatan yang berkualitas yang dibangun sesuai kebutuhan
Isu Strategis Gender
perempuan dan laki-laki sebagai pemilik lahan dan pelaku usaha

33
2. Perumusan Berbasis Kinerja
Contoh : Perumusan Isu Strategis
Bidang/Urusan : Pekerjaan Umum
Program/Kegiatan : Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan
Perlunya jalan dan jembatan yang berkualitas yang dibangun sesuai kebutuhan
Isu Strategis
perempuan dan laki-laki sebagai pemilik lahan dan pelaku usaha
o Meningkatnya pendapatan perempuan dan laki-
laki di wilayah yang terkena perbaikan jalan &
Dampak (Jangka jembatan
panjang)
o Membaiknya kualitas kesehatan ibu dan anak di
wilayah tersebut
Indikator hasil:
o Jumlah kegiatan
transaksi ekonomi di
dua wilayah yang
o Perempuan dan laki-laki di sekitar wilayah dilakukan oleh
Outcome/Hasil pembangunan jalan dan jembatan lebih mudah perempuan dan laki-laki
(Jangka menengah, melakukan kegiatan ekonomi pelaku usaha
maksimal 5 tahun) o Ibu hamil lebih mudah mendapatkan akses meningkat
pelayanan o Menurunnya kasus-
kasus kematian ibu
melahirkan karena
telambatnya
perolongan medis
Indikator Output
o Luas jalan dan
Output (Jangka o Jalan dan jembatan yang berkualitas lebih baik jembatan yang
pendek, produk/Jasa dibangun berdasarkan spesifikasi yang sesuai dibangun berdasarkan
dari SKPD yang kebutuhan seluruh masyarakat yang terkena spesifikasi yang sesuai
mengampu program dampak kebutuhan seluruh
masyarakat yang
terkena dampak
o Konsultasi dengan pemilik lahan dan pelaku
usaha, baik perempuan maupun laki-laki,
mengenai rencana pembebasan lahan dan
penetapan harga
o Sosialisasi mengenai rancang bangun jalan dan
Kegiatan-kegiatan jembatan yang mengakomodasi kebutuhan
warga
o Membebaskan lahan sesuai dengan
kesepakatan harga dengan pemilik
o Membangun jalan dan jembatan sesuai dengan
spesifikasi yang disepakati

34
C. MEKANISME PENGANGGARAN DAERAH YANG RESPONSIF GENDER

Mengenali sistem dan mekanisme penganggaran menjadi penting karena PPRG tidaklah
muncul dari sistem perencanaan dan penganggaran yang diuraikan diatas, sehingga
setelah memahami tentang berbagai dokumen dan indikator kinerja perencanaan, maka
mekanisme mempelajari penganggaran akan menjadi transisi untuk masuk ke dalam
aspek-aspek yang lebih teknis dan mendalam dari anggaran responsif gender.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD), salah satu indikator utama evaluasi
kinerja pelaksana kebijakan daerah adalah baik buruknya pengelolaan keuangan
daerah. Karena itu, proses penganggaran daerah, bukanlah sekedar aktifitas teknis
untuk menghitung penerimaan dana, proses pengelolaan, maupun pembelanjaan
anggaran. Lebih dari itu, kebijakan anggaran harus melibatkan aktivitas pencapaian
efektivitas maupun efisiensi anggaran.

Efisiensi dalam perspektif umum anggaran daerah dimaknai sebagai upaya untuk
menelaah tingkat kemampuan anggaran untuk menyediakan sumberdaya bagi
pelayanan publik, pembangunan pendidikan dan kesehatan, sekaligus memperkokoh
infrastruktur ekonomi kerakyatan. Di sini semakin urgen bagi suatu upaya sistematis
reformasi keuangan daerah. Tujuan reformasi pengelolaan keuangan tersebut antara
lain adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber-sumber
keuangan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat dan
partisipasi masyarakat secara aktif.

Anggaran responsif gender (ARG) adalah: penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang
berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender (Permendagri No. 15 tahun 2008). Konsep dan praktek ARG bisa diletakkan di
dalam anggaran kinerja yang berorientasi pada hasil dimana anggaran dimaksud
memberi peluang untuk memasukkan konsep dan pendekatan ARG di rumusan
indikator kinerja. Anggaran kinerja berbasis pada tiga prinsip yang dikenal dengan 3 E,
yakni Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas, ditambah satu prinsip lagi yaitu kesetaraan atau
equity.

Kesetaraan bisa dimasukkan dalam perumusan indikator kinerja yang menjadi pilar dari
anggaran berbasis kinerja. Beberapa hal kunci tentang ARG:

o ARG bukanlah anggaran terpisah untuk laki-laki dan perempuan, dan tidak sama
dengan anggaran untuk perempuan
o Tidak selalu berarti penambahan alokasi
o ARG menekankan pada masalah kesetaraan dalam penganggaran. Kesetaraan
tersebut berupa proses maupun dampak alokasi anggaran dalam program/kegiatan
yang bertujuan menurunkan tingkat kesenjangan gender
o ARG bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap
perempuan dan laki-laki, dan kemudian menganalisis apakah alokasi anggaran
tersebut telah menjawab kebutuhan perempuan serta kebutuhan lelaki secara
memadai

35
Diagram – 7: Anggaran Bebasis Kinerja dan Anggaran Responsif Gender

Anggaran Anggaran
Berbasis Responsif
Kinerja Gender

Anggaran Responsif Gender (ARG) pada SKPD mengikuti siklus penganggaran secara
nasional (SPPN). Siklus penganggaran dimulai dengan penyusunan rencana kerja
SKPD pada satker sebagai penanggung jawab kegiatan pokok di masing-masing
eselon II pada kurun waktu satu tahun anggaran. Pada tahap awal proses
penganggaran dengan dokumen kunci dalam penganggaran daerah sebagai berikut:

1. Kebijakan Umum Anggaran (KUA)


o KUA merupakan dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode
satu tahun;
o Ditetapkan bersama PPAS melalui nota kesepakatan antara Kepala Daerah
dengan DPRD;
2. Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
o PPAS menjelaskan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran
untuk setiap program ditentukan bersama oleh kepala daerah dan DPRD;
o Kesepakatan ini diikuti dengan pedoman penyusunan RKA-SKPD dan akan
dipakai oleh SKPD sebagai acuan dalam penyusunan RKA SKPD
3. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA – SKPD)
o RKA SKPD merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana pendapatan, rencana blanja program dan kegiatan APBD
4. DPA - SKPD
o DPA – SKPD disusun oleh masing-masing SKPD yang merinci sasaran yang
hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mendapat sasaran tersebut, serta rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD
serta pendapatan yang diperkirakan.
o Dokumen ini merupakan penyesuaian dari RKA – SKPD yang menjadi dasar
pelaksanaan dan penggunaan anggaran;
o Mengingat dinamika proses penetapan anggaran, perlu pengecekan kembali
indicator dan tolok ukur kinerja, khususnya pada target kinerja: apakah
perubahan alokasi anggaran ini signifikan, dan apakah target kinerja yang
ditetapkan cukup realistis dan rasional?
36
Adapun yang dimaksud dengan penganggaran yang responsif gender adalah:
o Dalam proses perencanaan anggaran yang responsif gender pada setiap
lingkup pemerintah, perlu keterlibatan (partisipasi) perempuan dan laki-laki
secara aktif dan secara bersama-sama mereka menetapkan prioritas
program dan kegiatan pembangunan
o Anggaran responsif gender penggunaannya diarahkan untuk membiayai
program/kegiatan pembangunan yang dapat memberikan manfaat secara
adil bagi perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan
o Anggaran responsif gender dialokasikan untuk membiayai kebutuhan-
kebutuhan praktis gender dan atau kebutuhan strategis gender yang dapat
diakses oleh perempuan dan laki-laki
Dikenal 3 (tiga) kategori anggaran responsif gender, yakni:
o Anggaran khusus target gender, adalah alokasi anggaran yang diperuntukan
guna memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau kebutuhan dasar
khusus laki-laki berdasarkan hasil analisis gender
o Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk mengatasi
masalah kesenjangan gender. Berdasarkan analisis gender dapat diketahui
adanya kesenjangan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam
akses partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap sumber daya
o Anggaran pelembagaan kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk
penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender, baik dalam hal
pendapatan maupun peningkatan kapasitas sumber daya manusia
Selanjutnya, dokumen teknis penting lainnya yang menjadi acuan SKPD dalam
proses anggaran sektoral, yaitu Rencana Kerja Anggaran dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (RKA dan DPA) SKPD. Memahami RKA dan DPA diantarkan melalui
pengenalan alur proses serta pengukuran kinerja dan target setting, peran serta
publik dalam proses penyusunan RKA serta hubungan antara RKA SKPD dan DPA
SKPD terhadap kualitas pelayanan publik.

Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk mencapai visi,
misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Renstrada. Pada garis besarnya, ia
merupakan tahapan dan perkembangan dan kinerja pelayanan yang diharapkan
pada rencana jangka pendek tahunan daerah. KUA yang baik, disusun dengan
kriteria sebagai berikut: (1) Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan
yang ditetapkan dalam Renstrada; (2) Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang
berkembang dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah; (3)
Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai
pedoman penyusunan strategi dan prioritas serta rancangan APBD dalam 1 tahun
anggaran; (4) Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemda; (5) Bisa
memberikan fleksibilitas untuk di jabarkan lebih lanjut dan memberi peluang untuk
pengembangan kreativitas pelaksananya. Secara garis besar, proses penyusunan
Rancangan KUA. melibatkan peran tiga stakeholder utama daerah antara lain: (1)
Koordinator dan anggota TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), yang bertugas
menyiapkan draft KUA dan melakukan analisis keterkaitannya terhadap dokumen
perencanaan daerah lainnya; (2) KDH, memastikan mandat-mandat penting dari
masyarakat dan DPRD telah terakomodasi dalam KUA; (3) DPRD, memastikan KUA
telah sesuai dengan kebijakan jangka panjang dan menengah daerah serta
menyetujui dokumen tersebut.

37
Diagram – 8: Penyusunan Kebijakan Umum APBD & Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS)

RPJMD RPJM
5 TAHUN 5 TAHUN
RENSTRA
SKPD
5 TAHUN 1 TAHUN 1 TAHUN

RENJA SKPD RKPD RKP


1 TAHUN

1 TAHUN
Dibahas
KUA PPAS Bersama
DPRD

Nota Kesepakatan DPRD


dengan KDH

38
BAB IV. PENGINTEGRASIAN ISU GENDER DALAM IMPLEMENTASI / PELAKSANAAN
KEGIATAN DI SKPD

A. DATA PEMBUKA WAWASAN

Merupakan data atau informasi untuk memperlihatkan adanya kesenjangan gender


yang cukup berarti. Data pembuka wawasan sebaiknya merupakan data pilah
berdasarkan jenis kelamin yang menjelaskan tingkat kesenjangan. Namun tidak
semua data pembuka wawasan merupakan data pilah menurut jenis kelamin, tetapi
merupakan data atau informasi yang menjelaskan insiden khusus yang tidak bisa
diperbandingkan antar jenis kelamin, misalnya data tentang kekerasan terhadap
perempuan, angka kematian ibu.

• Makna Data Terpilah


Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang dapat
dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar penarikan
kesimpulan. Dalam konteks gender, data terpilah menurut jenis kelamin dan gender
statistik keduanya diperlukan. Perbedaan antara data terpilah menurut jenis kelamin
dan gender statistik:
o Data Terpilah menurut jenis kelamin adalah data yang dipilah dalam kelompok
laki-laki dan perempuan. Misalnya penduduk Jakarta adalah 11 juta orang; 51%
berjenis kelaminperempuan dan 49% berjenis kelamin laki-laki.
o Gender Statistik adalah data terpilah menurut jenis kelamin yang mengandung
isu gender (isu yang muncul karena status, peran, kondisi, pengalaman menurut
jenis kelaminya, seseorang/kelompok orang tidak/berbeda mendapat dalam
akses, manfaat, partisipasi serta penguasaan sumberdaya pembangunan.

Misalnya dari 11 juta penduduk Jakarta 51% perempuan dan 41% laki-laki; Diantara
penduduk perempuan yang buta huruf 12% dibandingkan dengan 6% penduduk laki-
laki. Pemilahan data berdasarkan jenis kelamin, umur, wilayah, status sosial
ekonomi, dan waktu biasanya digunakan dalam proses analisa, tetapi yang
mengharuskan data terpilah menurut jenis kelamin apalagi gender statistik.
Ketersediaan data terpilah biasanya juga dianalisis dalam perencanaan. Semakin
banyak pemilahan yang dilakukan, maka semakin tepat diperoleh suatu identifikasi
permasalahan

• Pentingnya Data Terpilah

Dari perspektif gender data yang diperlukan khususnya untuk analisis adalah data
terpilah menurut jenis kelamin dan gender statistik yang dapat memberi gambaran
tentang posisi, kondisi, dan kebutuhan kelompok perempuan dan laki-laki dalam
berbagai bidang pembangunan, dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya
mengurangi kesenjangan. Pemetaan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki
penting dalam perumusan perencanaan program dan fokus kegiatan akan dapat
lebih mudah menentukan intervensi yang tepat pada masing-masing kebutuhan.

39
No Dasar Klasifikasi Data Terpilah Uraian
Secara langsung diambil dari objek oleh
Data primer
peneliti perorangan maupun organisasi
Data yang didapat secara langsung dari objek
1 Sumber data penelitian. Peneliti mendapatkan data yg
Data sekunder sudah dikumpulkan oleh pihak lain dengan
berbagai cara atau metode baik secara
komersial maupun non-komersial
Data yg dipaparkan dalam bentuk angka-
Data kuantitatif angka. Misalnya jumlah pegawai perempuan
2 Jenis data dan laki-laki Provinsi Kepulauan Riau
Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata
Data kualitatif
yang mengandung makna
Data yang pemanfatannya ditujukan untuk
keperluan yang bersifat luas baik oleh
Data dasar pemerintah maupun masyarakat dan
umumnya dikumpulkan oleh BPS, PBB,
Bappeda
Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk
3 Pemanfaatannya
memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam
Data sektoral
rangka penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan sektor
Data yang dikumpulkan oleh masyarakat untuk
Data khusus kepentingan spesifik seperti dunia usaha dan
lainnya

• Teknik Analisis dan Penyajian Data Terpilah

Tahap awal penyediaan data terpilah adalah menentukan berbagai data yang
dibutuhkan sesuai dengan tujuan, jenis data dari variabel data yang relevan dan
dibutuhkan serta tepat waktu. Alur pengumpulan data dan informasi terpilah di
berbagai SKPD tidak selalu sama, namun secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut:
o Pusat data dan informasi SKPD di provinsi mengumpulkan data terpilah dan
informasi dari unit pelaksana yang ada dalam institusi tersebut, kantor dinas
tingkat propinsi, kabupaten/kota dan sektor/lembaga atau LSM sesuai
dengan data yang dibutuhkan dan ada rincian menurut jenis kelamin laki-laki
dan perempuan.
o Unit pelaksana/satker yang ada dalam institusi tersebut, kantor dinas tingkat
provinsi, kabupaten/kota dan sektor/lembaga atau LSM terkait mengirimkan
data atau informasi sesuai dengan jenis data yang ada di institusinya,
kepada pusat data dan informasi provinsi
o Penghimpunan data dari unit pengumpul data dilakukan dengan berbagai
cara. (1). secara langsung dengan melakukan kunjungan atau menagihnya
dalam pertemuan koordinasi. (2). pengumpulan data dapat pula dilakukan

40
secara tidak langsung dengan menggunakan media elektronik misalnya
dengan USB, CD Room, email dan internet.
o Batas waktu pengumpulan data dilakukan secara teratur dan periodik,
misalnya bulanan, semesteran, atau setahun sekali. Untuk kemudian akan
dilakukan pemutakhiran data untuk periode selanjutnya

B. ALUR ANALISIS GENDER (GENDER ANALYSIS PATHWAY – GAP)

Langkah-langkah dalam Melakukan Analisis “Kesenjangan”


Analisis kesenjangan merupakan proses penilaian yang digunakan untuk
membandingkan status saat ini dengan suatu standar atau target. Langkah-langkah
yang diberikan lebih merupakan langkah-langkah yang umum, harus spesifik,
jawaban “ya atau tidak” tidak membantu”

a. Melihat sekilas secara menyeluruh (Walk-through)


o Identifikasi kegiatan, produk dan layanan
o Membuat gambaran lengkap untuk target yang dituju
b. Reviu Dokumen
o Reviu pernyataan kebijakan, pernyataan misi, Tugas pokok dan fungsi,
Prosedur operasi standar, gambaran tugas, materi pelatihan

c. Wawancara dengan staf


o Identifikasi struktur organisasi
o Persyaratan untuk mencapai misi
o Identifikasi proses
o Kesadaran staf akan program dan tujuan saat ini
d. Membandingkan dengan elemen yang diharapkan/identifikasi dan dokumentasi
kesenjangan
o Menilai apa yang perlu dilakukan
e. Menyiapkan rencana tindak untuk mengatasi kesenjangan
o Menetapkan kerangka waktu, tanggungjawab, sumberdaya yang
dibutuhkan, capaian antara.

Memilih target-target kinerja.

Tingkat indikator dasar ditambah dengan tingkat perbaikan yang diinginkan setara
dengan target kinerja. Ini adalah cara lain “menggambarkan” kesenjangan. Tingkat
indikator dasar adalah posisi program/kegiatan saat ini. Target kinerja adalah dimana

41
posisi program/kegiatan yang ingin dicapai. Selisih diantara keduanya atau
“kesenjangan” merupakan tingkat perbaikan yang diinginkan yang harus dicapai.

C. Tahapan Gender Analysis Pathway (GAP) – Alur Analisis Gender


• Latar belakang
GAP merupakan salah satu alat analisis untuk membantu para perencana
melakukan analisis gender dalam rangka mengarusutamakan gender dalam
perencanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Inpres No. 9/Tahun 2000
tentang PUG dalam Pembangunan Nasional dan Permendagri 15/Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di Daerah merupakan dasar hukum
untuk menggunakan GAP dalam kebijakan/program dan kegiatan.

• Alur Kerja Analisis Gender


Pada prinsipnya, alur analisis gender mengadopsi prinsip manajemen berbasis
kinerja (MBK), yakni ada pengukuran pada kerangka kinerja rencana aksi yang
dirumuskan dengan melakukan 9 langkah, dimana setiap langkah mempunyai
keterkaitan secara konsisten, ada korelasi dan relevansinya sejak langkah satu
sampai dengan langkah sembilan.

42
Diagram – 9: Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway – GAP)

Analisis Kebijakan GENDER ANALYSIS PATHWAY( GAP )


Gender
Tujuan
Kebijakan
Saat ini
Formulasi
Kebijakan Rencana
Gender Program
Data Pembuka Gender
Wawasan Tujuan
(terpilih menurut Kebijakan
Jenis kelamin) Gender
* Kuantitatif Bagaimana Monitoring
* Kualitatif mengecilkan/ Kegiatan Pelaksanaan dan
menutup Evaluasi
Kesenjangan ?

Faktor Gap
* Akses
* Partisipasi
* Kontrol Sasaran
* Manfaat Indikator
Gender

Isu-Isu
Gender
Apa, Dimana,
dan Mengapa 7
Ada Gap ?

43
Diagram No. 10: Lembar Kerja GAP termasuk menemukenali Kerangka Kinerja, Rencana Aksi dan Pengukuran.

GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9


Pilih Kebijakan dan Rencana Ke
Isu Gender Pengukuran Hasil
Kebijakan/ Depan
Data
Program/
Pembuka Sebab Sebab
Kegiatan yang Faktor Reformulasi Data Dasar Indikator
Wawasan Kesenjangan Kesenjangan Rencana Aksi
akan Kesenjangan Tujuan (Base-line) Gender
Internal Eksternal
dianalisis

Identifikasi Sajikan data Temukenali Temukenali Temukenali Rumuskan Tetapkan Tetapkan Tetapkan
dan tuliskan pembuka isu gender di isu gender di isu gender di kembali rencana aksi base-line indikator
tujuan dari wawasan, proses internal eksternal tujuan yang responsif gender
Kebijakan/ yang terpilah perencanaan lembaga dan/ lembaga pada kebijakan/ gender
Program/ menurut jenis dengan atau budaya proses program/
Kegiatan kelamin : - memperhatik organisasi pelaksanaan kegiatan
kuantitatif - an 4 (empat) yang dapat sehingga
kualitatif faktor menyebabkan menjadi
kesenjangan, terjadinya isu responsif
yaitu : akses, gender gender
partisipasi,
kontrol dan
manfaat

44
D. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PPRG DI DAERAH

1. Integrasi Gender Analysis Pathway (GAP) dalam dokumen SKPD

Mengintegrasikan dimensi gender dalam perencanaan sebaiknya dilakukan mulai


dari penyusunan dokumentasi perencanaan strategis karena perencanaan strategis
menjadi rujukan dalam perencanaan operasional. Dengan demikian dapat
meningkatkan konsistensi antara kerangka kinerja jangka menengah dan jangka
pendek, bagaimana mencari peluang untuk mengintegrasikan isu gender dalam
dokumen RPJMD dan Renstra SKPD dengan menggunakan alat analisis GAP.

Mengapa perlu Anggaran Responsif gender, dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek berikut:
o Pendekatan Sosilogis:
Memberikan kesempatan yg setara bagi kelompok masyarakat
perempuan dan laki-laki;
Mengurangi kesenjangan sosial;
Mewujudkan keadilan sosial
o Pendekatan Ekonomi: Akses & kontrol dan Efisiensi dan efektivitas
o Pendekatan Politik; Kontrak sosial, perwujudan amanah politik anggaran,
pengimplementasian dari kebijakan atau regulasi pemegang, mandat.
Menengah, dimana peluang

o
o
o

45
Aspek yang GAP Struktur dalam dokumen RPJMD Langkah integrasi hasil GAP dalam
dilihat (kolom 1 – 9) dokumen RPJMD

Konteks Data Pembuka Pendahuluan • Memasukkan data tentang


Wawasan ketimpangan antara
Gambaran umum kondisi daerah perempuan dan laki-laki di
Gambaran pengelolaan keuangan berbagai bidang sebagai bagian
daerah serta kerangka pendanaan dari gambaran umum kondisi
daerah. Data ini dapat berupa
data pilah maupun data gender.
Misalnya: data pilah APK dan
APM, jumlah kasus KDRT dan
trafiking
• Memasukkan data atau fakta
kontribusi ekonomi perempuan
dalam keuangan daerah
Isu Faktor Analisis isu-isu strategis • Isu strategis gender mewarnai
Strategis kesenjangan isu-isu strategis RPJMD
Sebab • Masukkan isu strategis yang
kesenjangan: terkait dengan pemberdayaan
internal dan perempuan
eksternal
Strategi Reformulasi Visi, misi, tujuan dan sasaran • Reformulasi tujuan kebijakan
dan tujuan (rumusan dampak atau kinerja dalam GAP dimasukkan dalam
kebijakan kebijakan jangka panjang) strategi dan arah kebijakan
(terdiri dari dokumen RPJMD
rumusan Strategi dan arah kebijakan
(rumusan outcome atau kinerja • Reformulasi juga mendasari
dampak dan
jangka menengah) kebijakan umum dan program
rumusan
pembangunan yang dipilih.
outcome) Kebijakan umum dan program
pembangunan daerah (rumusan
outcome)
Program Rencana aksi Indikasi rencana program prioritas • Rencana aksi untuk
dan (dapat menjadi yang disertai kebutuhan pengurangan kesenjangan
Indikator dasar dalam pendanaan gender masuk dalam rencana
penyusunan program prioritas. Ini juga
pernyataan diikuti dengan kebutuhan
Outcome untuk pendanaannya.
program dan
• Indikator responsif gender
output untuk
masuk dalam indicator kinerja
kegiatan)
pemerintah daerah.
Data dasar Penetapan indikator kinerja
daerah
Indikator gender Pedoman transisi dan kaidah

46
pelaksanaan

Transfer Isu Gender dari RPJMD ke Renstra SKPD


Informasi dalam RPJMD
Isu Strategis Urusan Program SKPD Kondisi tahun n Indikator
capaian n+5
(indicator
outcome)
Angka buta Pendidikan Peningkatan Dinas Jumlah buta Penurunan
huruf mutu Pendidikan huruf jumlah
perempuan dan pendidikan perempuan perempuan
jumlah anak dasar Sembilan mencapai 25% buta huruf
putus sekolah tahun sementara laki- menjadi 17%
perempuan laki 18% dan laki-laki
lebih tinggi 13%
daripada laki-
laki

Banyak
keluarga
miskin tidak
mampu
menyekolahkan
anak

Informasi dalam Renstra


Indikator capaian tahunan Lokasi Biaya
Urusan Program/ SKPD Kondisi Indikator n N+1 N+2 N+3 N=4
Pengelola tahun 2010 capaian 5
kegiatan
tahun
Pendidikan Program Dinas Jumlah buta Penurunan
peningkatan Pendidikan huruf jumlah
mutu perempuan perempuan
pendidikan mencapai buta huruf
dasar 25% menjadi
sementara 17% dan
laki-laki laki-laki
18% 13%
Kegiatan Jumlah
pemberian anak dari
beasiswa keluarga
bagi tidak
keluarga mampu

47
tidak yang
mampu bersekolah

Diagram - 13 :

Komponen GAP Struktur Renstra SKPD Integrasi hasil GAP dalam dokumen
Renstra SKPD
Konteks Data Pembuka Pendahuluan Memasukkan data pembuka wawasan
Wawasan berupa data pilah dan data gender
terkait “Pendahuluan”.
Isu Strategis Faktor Kesenjangan Isu-isu strategis Integrasikan isu gender terkait dengan
berdasarkan tugas sektor atau urusan yang menjadi tugas
pokok dan fungsi dan fungsi SKPD dalam rumusan “Isu-
isu strategis”.
Sebab kesenjangan: Visi, misi, tujuan dan
Internal dan eksternal sasaran, strategi dan Misalnya: Kebutuhan prempuan dan
kebijakan laki-laki pekerja terhadap sarana
Faktor kesenjangan transportasi publik yang murah dan
Reformulasi tujuan aman (Dinas Perhubungan).
kebijakan Integrasikan pula isu kesenjangan
internal dalam rumusan “Isu
Strategis”.
Misalnya: Rendahnya kemampuan
teknis staf Dinas Perhubungan dalam
melakukan analisis gender dalam
penyediaan transportasi publik untuk
pekerja.
Rumuskan kinerja dampak (kinerja
jangka panjang) terkait dengan isu
strategis dan mauskkan ini dalam
rumusan :Tujuan, sasaran dan
kebijakan sector.”
Catatan: rumusan dampak dan hasil
harus disinkronkan dengan rumusan
RPJMD
Strategi, Rencana aksi Rencana program, Integrasikan rencana aksi dalam
kebijakan dan (program dan kegiatan kegiatan, indicator “Rencana program dan kegiatan,
program yang responsif gender kinerja, kelompok indicator kinerja dan kelompok
untuk menjawab isu sasaran dan pendanaan sasaran”
strategis beserta indikatif.
Alokasikan anggaran untuk program
indikator outcome
dan kegiatan untuk mengatasi isu
untuk program dan
kesenjangan gender di sektor
indikator output untuk
kegiatan)
Indikator Data dasar Indikator kinerja SKDP Integrasikan indicator dalam GAP ke
yang mengacu pada dalam indicator gender sektoral
Indikator tujuan dan sasaran sebagai acuan dasar kinerja SKPD
RPJMD

48
2. Penyusunan Gender Budget Statement (GBS)
GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu
gender yang ada, dan apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk
menangani permasalahan gender tersebut. Untuk kegiatan yang responsif gender, GBS
merupakan bagian dari Kerangka Acuan Kegiatan (terms of reference), yang selanjutnya
disebut KAK (TOR). Format GBS mengalami perubahan sejak dikeluarkannya Permenkeu No.
119/PMK-01/2010 dan Permenkeu No. 104/PMK-01/2011 untuk tingkat K/L di Nasional,
dsedangkan di daerah di modifikasi sesuai kebutuhan daerah. Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, mengusulkan format GBS sebagai berikut.

Diagram No. 14: Pernyataan Anggaran Gender (Gender Budget Statement)


Nama SKPD :
Tahun :
Komponen Uraian Kolom GAP
Program Nama Program yang ada pada SKPD Kolom – 1 GAP
Tujuan Program Tujuan asli yang tertera dalam program diganti dengan Kolom – 1 GAP
hasil reformulasi tujuan program Kolom – 6 GAP
Capaian Program Lihat Renstra/Renja SKPD. Merupakan hasil kinerja
pada tingkatan hasil/outcome
Kegiatan Nama kegiatan sebagai penjabaran program Kolom – 1 GAP
Tujuan Kegiatan Tujuan yang melekat dalam kegiatan diganti dengan Kolom – 1 GAP
hasil reformulasi tujuan kegiatan Kolom – 6 GAP
Subkegiatan Nama subkegiatan sebagai penjabaran lebih lanjut
dari kegiatan dan/atau bagian/tahapan kegiatan
Kode rekening Lihat dalam Ketentuan Permendagri 13/2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (jo
Permendagri 59/2008)
Analisis Situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang Kolom – 2 GAP:
akan ditangani/dilaksanakan oleh program/kegiatan, Data Pembuka
dengan menekankan uraian pada aspek gender dari Wawasan
persoalan tersebut Kolom – 3 GAP
& 4 GAP: Faktor
Kesenjangan
Gender
Perencanaan Kegiatan Berisikan kegiatan yang diharapkan Kolom – 7 GAP :
Kegiatan dan dapat menangani persoalan gender Rencana Aksi
subkegiatan yang telah teridentifikasi dalam analisis
situasi
Output per Minimal berisikan sebuah indikator Kolom – 9 GAP
Kegiatan output bagi kegiatan yang relevan
dengan persoalan gender yang telah
diidentifikasi
Komponen Sumberdaya yang diperlukan untuk

49
Input melakukan kegiatan
Anggaran Kegiatan Jumlah anggaran yang dialokasikan pada kegiatan secara menyeluruh
Dampak/Manfaat Indikator hasil yang relevan dengan aspek gender Kolom – 9 GAP
yang telah diidentifikasi

Dalam penyusunan GBS perlu diperhatikan bahwa GBS disusun berdasarkan analisis gender
(GAP). Sebagai sebuah pernyataan untuk memastikan bahwa anggaran sudah responsif
gender, maka perlu disimak hal-hal sebagai berikut:
o Analisis Situasi memberikan gambaran tentang:
 Adanya kesenjangan Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat antara
perempuan dan laki-laki;
 Adanya faktor penghambat di internal (organisasi pemerintah, kelompok
sasaran) dan atau eksternal (masyarakat secara luas);
o Indikator outcome yang dapat dihubungkan dengan outcome SKPD (yang dihasilkan
untuk setiap isu strategis gender dalam GAP)
o Indikator input atau output yang dapat dihubungkan dengan apa saja barang dan
jasa/pelayanan yang dihasilkan dari kegiatan dalam program tersebut,

3. Penyusunan KAK (TOR)

Agar Kerangka Acuan Kegiatan (KAK/TOT Term Of Reference) yang disusun berperspektif
gender, perencana hendaknya memasukkan isu gender pada bagian (1). Latar belakang
menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki
maupun perempuan; (2). Tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang
manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan; (3).
Pelaksanaan kegiatan menjelaskan upaya pelibatan atau konsultasi dengan kelompok
sasaran laki-laki dan perempuan; (4). Kelompok sasaran, output kegiatan, lokasi kegiatan
serta identifikasi output harus sesuai dengan tujuan kegiatannya. Fungsi KAK merupakan
titik-awal dari sebuah program/kegiatan yang dilakukan sebagai persiapan menyusun RKA-
SKPD, merupakan alat analisis untuk memastikan tercapainya tujuan dari sebuah
program/kegiatan. Format KAK tidak diatur dalam regulasi tentang penganggaran, namun
biasanya mencakup beberapa hal sebagai tertera dalam diagram berikut.

Diagram – 15: Format Kerangka Acuan Kegiatan

Program Diisi nama program


Sasaran program Apakah yang menjadi tujuan program
Kegiatan Diisi nama kegiatan
Dasar Hukum Dasar hukum terkait dengan program/kegiatan
Latar
Gambaran Umum Gambaran situasi persoalan di daerah yang relevan
Belakang
dengan kegiatan yang dilakukan
Uraian Kegiatan Rincian kegiatan atau aktivitas
Kegiatan Indikator Kinerja Indikator untuk menilai keberhasilan sebuah kegiatan
Batasan Kegiatan
Maksud dan tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari sebuah kegiatan
Cara pelaksanaan kegiatan Metode pelaksanaan kegiatan
Tempat pelaksanaan kegiatan Lokasi pelaksanaan kegiatan
Pelaksana & Penaggungjawab Pihak/aparat pelaksana & yang bertanggungjawab

50
kegiatan atas pelaksanaan kegiatan
Jadwal Waktu pelaksanaan
Biaya Kebutuhan & rincian biaya untuk pelaksanaan
kegiatan

E. KETERKAITAN GAP, GBS DENGAN KAK DAN RKA – SKPD

Hasil GAP dari program/kegiatan yang dituangkan dalam GBS, dan menjadi dokumen
dasar untuk menyusun TOR kegiatan dimaksud, dapat dilihat keterkaitan ketiga
dokumen tersebut dalam Diagram berikut.
Diagram – 16: Keterkaitan GAP, GBS dan TOR dengan RKA-SKPD

GAP GBS/PAG TOR/KAK RKA-SKPD


Program dalam RKA
Data Terpilah yang
harus sesuai dengan
Data terpilah disajikan mengandung isu
Langkah - 2 nama program yang
dalam analisis Situasi gender & relevan
ada pada GBS (sesuai
disajikan dalam TOR
Renstra/Renja SKPD)
Deskripsi kesenjangan
Uraian Langkah 2, 3, gender menjadi
Langkah – 4, dan 5 GAP disajikan tambahan bagian latar
3; 4 dan 5 kembali pada Analisis belakang dalam TOR
Situasi (ambil analisis situasi
dari GBS)
Kelompok sasaran
Tujuan pada TOR dapat dalam RKA ditentukan
Tujuan mengacu pada
mengambil reformulasi berdasarkan hasil
Langkah - 6 reformulasi tujuan
tujuan Langkah – 6 analisis GAP dan GBS
Langkah – 6 GAP
GAP atau yang ada dalam
TOR
Komponen Komponen Kegiatan dalam RKA
kegiatan/subkegiatan kegiatan/subkegiatan harus sesuai dengan
Langkah - 7
(aktivitas) mengacu dalam TOR mengacu GBS (sesuai Renja
Renja SKPD Renja SKPD SKPD)
Tentukan komponen
Rumusan output dalam
Output pada GBS subkegiatan yang
RKA dapat mengambil
Langkah– 8 mengacu tujuan mendukung
dari output kegiatan
kegiatan pencapaian kinerja
pada GBS
output kegiatan
Rumusan sasaran
Dampak/hasil penerima manfaat
Langkah– 9 mengacu pada dalam TOR dapat
Langkah 9 GAP menggunakan analisa
tujuan, rumusan
output/outcome pada

51
GBS

BAB V. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PPRG DI DAERAH

Pelaksanaan merupakan tahap dimana perencanaan dan penganggaran jalan bersama


untuk benar-benar dapat mencapai hasil. Tindakan yang terkait dengan tahap ini adalah
“mengelola untuk mencapai hasil.” Para pengambil keputusan harus fokus pada setiap
keputusan guna menjaga agar pimpinan dan staf selalu memberi perhatian untuk bisa
meraih hasil yang ingin dicapai. Pengumpulan dan monitoring data, pelaporan data dan
evaluasi kinerja benar-benar merupakan sub-proses dari tahap pelaksanaan.
52
Dua kegiatan yang terkait dengan pengumpulan dan monitoring data adalah: (1)
mengumpulkan data kinerja dan keuangan; (2) monitor data kinerja dan keuangan.
Untuk dapat mengumpulkan data kinerja dan keuangan, pertama-tama harus
mengidentifikasi data yang perlu dikumpulkan. Data harus diidentifikasi dalam tahap
perencanaan. Ada hubungan langsung antara rencana dan data yang terkumpul untuk
menunjukkan bahwa kegiatan akan tercapai sesuai apa yang direncakanan. Monitoring
merupakan fungsi yang berkelanjutan, artinya terjadi secara harian, mingguan, bulanan,
dll. Cara termudah membayangkan monitoring adalah seperti ketika kita melihat garis
tren. Monitoring adalah membandingkan data tren berjalan dengan hasil yang
diharapkan.

Evaluasi kinerja program/kegiatan pembangunan adalah bagian dari kegiatan


manajemen pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis
data dan informasi untuk menilai kelayakan serta pencapaian sasaran dan tujuan
pembangunan baik, pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pasca kegiatan.
Evaluasi merupakan analisis aktual membandingkan data yang dikumpulkan dengan
rencana untuk memperlihatkan berapa jauh yang telah dicapai.

DIMANA PERBEDAAN MONITORING DAN EVALUASI?


Definisi OECD (Organization for Economic Development)
Monitoring Evaluasi
o Fungsi yang berkelanjutan o Bila diperlukan
Menggunakan pengumpulan data Penilaian yang sistematis dan obyektif
yang sistematis atas indikator- dari kegiatan, program atau kebijakan
indikator tertentu yang sedang berjalan atau sudah
Menyediakan hal berikut pada selesai
manajemen dan stakeholders
• Rancangan, pelaksanaan dan hasilnya
Tujuan – menentukan kaitan dan
o Indikasi besarnya kemajuan dan penyelesaian dari sasaran, efisiensi,
pencapaian dari sasaran, dan efektivitas, dampak dan keberlanjutan.
• Menyediakan informasi yang handal
o Kemajuan dalam penggunaan dana dan berguna
yang telah dialokasikan Memasukkan pengalaman berharga
dalam proses pengambilan keputusan

Selanjutnya, dalam perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, maka


pemantauan dan evaluasi yang menjadi rangkaian yang tidak terpisahkan dalam proses
manajemen berbasis kinerja, dapat disimak dalam Diagram – 17 berikut.

53
Diagram – 17: Pemantauan dan evaluasi dalam proses manajemen berbasis kinerja:

Fungsi Fokus terhadap keberhasilan Focus terhadap Efektivitas hasil


proses jangka panjang
• Melakukan kontrol terhadap • Melihat efektivitas program
proses & kualitas pelaksanaan dalam mewujudkan tujuan
program/kegiatan prioritas yang tercantum dalam
• Memastikan akuntabilitas RPJMD & Renstra SKPD
program pembangunan terhadap • Mengidentifikasi factor pengaruh
pimpinan dan masyarakat yang memungkinkan atau
(perempuan dan laki-laki) menghalangi sukses suatu
• Meningkatkan kinerja program program
tahun berikutnya • Merefleksikan dampak positif &
• Promosi hasil pembangunan negatif di tingkat sasaran
kepada legislative dan • Mendapatkan pembelajaran dari
pemerintahan daerah untuk pengalaman: mengupas faktor
mengadvokasi anggaran tahun pendukung/kendala dalam
berikutnya pelaksanaan program
• Mengidentifikasi tindak lanjut
untuk kembali kearah yang benar
atau untuk memperbaiki sasaran
berdasarkan fakta dan
pengalaman
Tingkatan o Pada tingkat Daerah o Gubernur melakukan evaluasi
dalam • Gubernur terhadap terhadap perencanaan
Pelaksanaan perencanaan pembangunan pembangunan daeerah lingkup
Pembangunan daerah lingkup provinsi, antar provinsi/antar kabupaten/kota
di Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah dalam wilayah provinsi.
provinsi. Bupati/Walikota Bupati/Walikota melakukan
terhadap perencanaan evaluasi terhadap perencanaan
pembangunan daerah lingkup pembangunan daerah lingkup
kabupaten/kota kabupaten/kota
• Dalam pelaksanaannya o Evaluasi meliputi evaluasi
dilakukan oleh BAPPEDA untuk terhadap:
keseluruhan perencanaan • Kebijakan perencanaan
pembangunan daerah pembangunan daerah;
• Kepala BAPPEDA melaporkan • Pelaksanaan rencana
hasil pemantauan dan supervisi pembangunan daerah; dan
rencana pembangunan kepada • Hasil rencana pembangunan
kepala aerah, disertai dengan daerah
rekomendasi dan langkah-
langkah yang diperlukan
o Pada tingkat SKPD dilakukan
oleh Kepala SKPD untuk
program/kegiatan sesuai dengan
tugaas pokok dan fungsi
o Pemantauan oleh Kepala Daerah
dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Kepala SKPD
untuk capaian kinerja
pelaksanaan program/kegiatan

54
SKPD periode sebelumnya
Beberapa o Apa status implementasi o Sejauhmana Indikator Kinerja
Pertanyaan kegiatan? Apa yang Utama (IKU) dalam perencanaan
Kunci menyebabkan keterlambatan jangka menengah telah dicapai?
atau hambatan dalam o Faktor apa yang menyebabkan
pelaksanaan? ketidakberhasilan?
o Apakah keluaran yang o Apakah kerangka kebijakan telah
diharapkan (output) masih memungkinkan pencapaian hasil
relevan dan diperlukan? pembangunan?
o Apakah aktivitas telah dapat o Apakah instansi mempunyai
mencapai keluaran yang mandat serta struktur yang tepat
diharapkan (output)? untuk mencapai hasil yang
o Jika kita tak dapat mencapai diharapkan terkait dengan IKU?
hasil yang diharapkan atau hasil o Apakah kapasitas
ini tak relevan lagi, bagaimana aparatur/pemberi pelayanan
sebaiknya kita menyesuaikan sudah memungkinkan
perjalanan kegiatan sehingga pencapaian hasil seperti
ada hasil yang direncanakan?
diharapkan/sesuai keperluan? o Apakah hasil yang dicapai
mendukung prioritas strategis
serta perubahan yang
diharapkan?
o Apakah pelayanan publik telah
ditingkatkan?
o Apakah masyarakat merasa
perbaikan tersebut mendapat
akses dan kualitas pelayanan
yang lebiih tepat?

55
BAB VII. PENUTUP

Perencanaan yang Responsif Gender, yaitu perencanaan yang dilakukan dengan


memasukkan perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan serta permasalahan perempuan
dan laki-laki ke dalam penyusunan perencanaan. Untuk itu, perlu dilakukan analisis gender
terhadap semua kebijakan, program dan kegiatan/subkegiatan pembangunan dengan
menggunakan instrument Gender Analysis Pathway (GAP). Sedangkan Anggaran yang
Responsif Gender, yaitu anggaran yang digunakan untuk membiayai program,
kegiatan/subkegiatan pembangunan yang dapat memberikan manfaat secara adil bagi
perempuan dan laki-laki di semua bidang pembangunan.
Dalam proses perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) pada setiap
lingkup pemerintah, perlu partisipasi aktif perempuan dan laki-laki secara bersama-sama
menetapkan program, kegiatan/subkegiatan pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan
pemahaman, persepsi bagi para penyusun perencanaan dan penganggaran tentang “makna
gender” serta arti pentingnya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender mutlak
diperlukan.
Selanjutnya, kesinambungan PPRG sangat penting dalam pencapaian keadilan dan
kesetaraan gender, maka analisis gender dalam berbagai kebijakan, program,
kegiatan/subkegiatan perlu dilanjutkan dan ditingkatkan. Berbagai kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan PPRG seperti lemahnya komitmen para penentu kebijakan baik di
lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif, terbatasnya pakar analisis gender karena
kurangnya alokasi dana untuk peningkatan kapasitas SDM maupun kelembagaan
pengarusutamaan gender (PUG), dan terbatasnya data terpilah berdasarkan jenis kelamin.
Untuk itu, perlu mendapat perhatian secara seksama agar pelaksanaan strategi PUG dapat
berjalan secara efektif dan berkesinambungan.
Semoga Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh para perencana di seluruh SKPD sebagi acuan dalam penyusunan
kegiatan dan anggaran.

56
DAFTAR LAMPIRAN

A. Lampiran Contoh GAP, GBS dan TOR

Lampiran No. I a-GAP/No. I b-GBS/No. I c-KAK : Bappeda Provinsi Kepulauan Riau


Lampiran No. II a-GAP/No. II b-GBS/No. IIc-KAK : Dinas Pendidikan Provinsi Riau
Lampiran No. III a-GAP/No. IIIb-GBS/No.III c-KAK: Inspektorat Provinsi Riau
Lampiran No. IV a-GAP; No. IV b-GBS : Dinas Pekerjaan Umum – Cipta Karya

B. Peraturan Gubernur KEPRI Nomor 19 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan


Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau

57
Lampiran No. I.a. :

MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP


SKPD : BAPPEDA Prov.Kepri
Bidang : Perekonomian dan Sosial Budaya
Tahun Anggaran : 2011
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9
Isu Gender Kebijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil

Data Pembuka Faktor Kesenjangan Sebab Sebab Data Dasar Indikator


Wawasan (Akses, Partisipasi, Kesenjangan Kesenjangan Reformulasi Tujuan Rencana Aksi
( Target ) Gender
Kontrol & Manfaat) Internal Eksternal
Pilih Kebijakan
atau Program atau
Kegiatan/ Tujuan Temukenali Isu
Sajikan data gender di proses Temukenali isu
yang akan pembuka
dianalisis perencanaan gender di internal Temukenali isu
wawasan, yg Rumuskan kembali
dengan lembaga dan/ atau gender di Tetapkan
terpilah tujuan kebijakan/ Tetapkan
memperhatikan 4 budaya organisasi eksternal rencana aksi Tetapkan
menurut jenis program/ kegiatan Inddikator
(empat) factor yang dapat lembaga pada yang responsif base line
kelamin: sehingga menjadi gender
kesenjangan, yaitu: menyebabkan proses gender
responsif gender
Kuantitatif Akses, Partisipasi, terjadinya isu pelaksanaan
 kualitatif Kontrol dan gender
Manfaat
Program :  Pejabat  Akses :  Kebijakan  Terlatihnya  Penyusunan  Pejabat  Terlaksan
Struktur al pimpinan  Pandang an perencana data terpilah Struktur anya
Perencanaan Perempuan kurang
Perencana terhadap masyara kat perempuan dan perencana Perencana Rakor
Bidang Sosial dan memiliki akses
Pembanguna disposisi peserta terhadap laki-laki; pembangun Pembangun Perencana
Budaya ; sebagai perencana
n lebih rakor dalam perempuan an an lebih an
program
Kegiatan : banyak laki- perencanaan yang pulang banyak laki- Pembangu
laki daripada pembangun an ; kerja larut  Sosialisasi laki nan Bidang
Partisipasi :
Koordinasi gender
perempuan malam daripada Perekonom
Perencanaan Perempuan lebih  Kurangnya terhadap
(jumlah masih belum perempuan ian dan
Pembangunan rendah daripada pemahaman isu pimpinan
pejabat sepenuh nya (85% laki- Sosial
Bidang
58
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9
Perekonomian dan eselon III dan laki-laki gender pada dapat SKPD laki dan Budaya
Sosial Budaya ; IV 140 orang, pimpinan diterima Provinsi 15% dengan
Kontrol ;
terdiri dari perencana Kab/Kota Perempuan presentasi
subKegiatan:
120 laki-laki Rendahnya kontrol pembangunan ) 30%
dan 20  Pelatihan perempuan
Terlatihnya perempuan dalam
perempuan)  Belum adanya perencana  Jumlah 70% laki-
perencana perencana program
sedangkan data terpilah (perempuan Perencana laki
pembangunan dan kegiatan SKPD
staf perencana dan laki-laki Pembangun
sosial budaya
perencana pembangun an )pembangun an
Tujuan : an sosial khususnya
SKPD  Kurang
provinsi budaya perencana
 Terkoordinasinya terseleksinya program
Pelaksanaan berjumlah perencana
200 orang masing-
Program dan pembangun an masing
Kegiatan Bidang (150 laki-laki yang memenuhi
dan 50 SKPD
Perekonomian syarat pada saat Peserta
dan Sosial perempuan) recruitment Rakor
Budaya di pegawai karena
 Jumlah perencana
Provinsi maupun Perencana lebih program
Kab/Kota. Pembanguna memperhatikan yang hadir
n khususnya kualifikasi 80% laki-
perencana pendidikan laki dan
program dibandingkan 20%
masing- jenis kelamin Perempun
masing
SKPD
Peserta
Rakor
perencana
program
yang hadir
80% laki-laki
dan 20%
Perempun

59
Lampiran No. I.b. : GENDER BUDGET STATEMENT (GBS)
(Pernyataan Anggaran Gender)
SKPD : BAPPEDA Prov.Kepri
Bidang : Perekonomian dan Sosial Budaya
Tahun Anggaran : 2011

Program Perencanaan Sosial dan Budaya


Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Perekonomian dan Sosial
Kegiatan
Budaya
Indikator Tersusunnya Rencana Kerja Pembangunan Bidang Perekonomian dan Sosial
Kinerja Budaya
Kegiatan
Output Kegiatan
Kegiatan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Perekonomian dan Sosial
Budaya ;

subKegiatan:
Terlatihnya perencana (30% perempuan dan 70% laki-laki) pembangunan
sosial budaya
Analisis Pelaksanaan desentralisasi yang ditetapkan dengan Undang-Undang
Situasi No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan
kewenangan secara utuh kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan azas desentralisasi dan kewenangan terbatas kepada Pemerintah
Propinsi berdasarkan azas desentralisasi dan dekonsentrasi. Misi utama dari
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut bukan hanya pada keinginan
untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari Pusat ke Daerah, akan
tetapi lebih didasarkan pada keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumberdaya didaerah guna peningkatan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah, maka peran DPRD sangat penting dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Hal ini sejalan dengan tugas dan wewenang DPRD
antara lain membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama; membahas dan menyetujui rancangan Perda
tentang APBD bersama dengan kepala daerah dan melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Perda/APBD dan kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah.
Dalam rangka perwujudan kesetaraan gender dalam berbagai bidang
pembangunan, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana

60
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 dan
Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2007 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(RKP), Pengarusutamaan Gender telah ditetapkan sebagai salah satu strategi
pembangunan nasional.
Untuk mendorong tersusunnya kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan yang responsif gender dan peduli anak secara
berkesinambungan, maka perlu dilakukan penguatan kelembagaan
pengarusutamaan gender (PUG) di provinsi
Faktor penyebab kesenjangan adalah: 1) Perempuan kurang memiliki akses
sebagai perencana program , 2) Partisipasi Perempuan lebih rendah daripada
laki-laki, 3) Rendahnya kontrol perempuan dalam perencana program dan
kegiatan SKPD.
Faktor penyebab kesenjangan dari sisi internal adalah
 Kebijakan pimpinan terhadap disposisi peserta rakor dalam perencanaan
pembangunan, dan
 Kurangnya pemahaman isu gender pada pimpinan perencana pembangunan
 Belum adanya data terpilah perencana pembangun an

 Kurang terseleksinya perencana pembangunan yang memenuhi syarat pada


saat recruitment pegawai karena lebih memperhatikan kualifikasi pendidikan
dibandingkan jenis kelamin
Sedangkan dari sisi ekternal faktor kesenjangan terjadi karena: Pandangan
masyarakat terhadap perempuan yang pulang kerja larut malam masih belum
sepenuhnya dapat diterima
Oleh karena itu perlu ada reformulasi tujuan kegiatan dimaksud berupa
“Terlatihnya perencana pembangunan sosial budaya 30% perempuan 70%
laki-laki

 Penyusunan data terpilah perencana pembangunan


Rencana aksi  Sosialisasi gender terhadap pimpinan SKPD Provinsi Kab/Kota
 Pelatihan perencana sosial budaya dan pembangunan (perempuan dan laki-
laki)
Alokasi
Anggaran
Rp. 300.000.000,-
Output
kegiatan
Dampak/hasil
Terlaksananya Rakor Perencanaan Pembangunan Bidang Perekonomian
Output
dan Sosial Budaya dan terlatihnya perencana dengan presentasi 30%
Kegiatan
perempuan 70% laki-laki

61
Lampiran I. c:
KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PER KELUARAN KEGIATAN
SKPD : BAPPEDA Prov.Kepri
Bidang : Perekonomian dan Sosial Budaya
Tahun Anggaran : 2011
Program : Perencanaan Sosial dan Budaya
Kegiatan : Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Bidang Perekonomian dan Sosial Budaya
Indikator Kinerja Kegiatan : Tersusunnya Rencana Kerja Pembangunan
Bidang Perekonomian dan Sosial Budaya:

A. Latar Belakang

Provinsi Kepulauan Riau yang di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan di segala aspek baik bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan. Di samping itu dengan diberlakukannya otonomi daerah
yang berazaskan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan daerah dalam mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada.
Provinsi Kepulauan Riau dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran,
mencerdaskan, dan membentuk masyarakat yang berakhlak mulia, oleh karena itu untuk
mencapai hal tersebut diwujudkanlah Visi dan Misi serta Strategi Daerah yang disusun dalam
rangkaian program dan kegiatan pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya adalah proses perubahan dari kondisi awal menjadi kondisi yang
lebih baik, lebih berdayaguna, lebih bermanfaat dan lebih berkualitas, karenanya semua pelaku-
pelaku pembangunan baik di tingkat pemerintahan maupun di masyarakat (stakeholders) harus
ikut serta dilibatkan mulai dari proses perencanaan hingga ke pengawasan.
Melihat kondisi, potensi dan tantangan Provinsi Kepulauan Riau kini dan di masa yang akan
datang diperlukan adanya kebijakan yang mampu mengelola semua permasalahan yang ada
karena salah satu bidang pembangunan yang menjadi prioritas dalam perencanaan
pembangunan adalah Bidang Perekonomian dan Sosial Budaya karena berkaitan dengan hajat
hidup masyarakat terutama pada sektor pendidikan, sektor kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Untuk terlaksananya pembangunan dibidang Perekonomian & Sosial Budaya yang
terarah , terpadu dan berhasil guna sangat tergantung dengan kebijakan pembangunan yang
akan dilaksanakan.
Namun permasalahan yang sering timbul adalah terjadinya tumpang tindih penyusunan
program dan kegiatan yang berpengaruh kepada kurang optimalnya pencapaian hasil-hasil
pembangunan serta kurang padunya koordinasi pelaksanaan program dan kegiatan antara
SKPD di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sehingga berdasarkan pada hal ini perlu diadakan
Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Perekonomian & Sosial Budaya.
62
Pelaksanaan desentralisasi yang ditetapkan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan secara utuh kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan azas desentralisasi dan kewenangan terbatas kepada
Pemerintah Propinsi berdasarkan azas desentralisasi dan dekonsentrasi. Misi utama dari
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan
kewenangan dan pembiayaan dari Pusat ke Daerah, akan tetapi lebih didasarkan pada
keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya didaerah guna
peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, maka peran DPRD sangat penting dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Hal ini sejalan dengan tugas dan wewenang DPRD antara lain
membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah
dan melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda/APBD dan kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah.

Dalam rangka perwujudan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan,


Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional. Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden No. 5Tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 dan
Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2007 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP),
Pengarusutamaan Gender telah ditetapkan sebagai salah satu strategi pembangunan nasional.

Untuk mendorong tersusunnya kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang


responsif gender dan peduli anak secara berkesinambungan, maka perlu dilakukan penguatan
kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) di provinsi

I. DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2005 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
d. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004 - 2009.
e. Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014
63
f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Nasional.
g. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.
h. Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah

B. Penerima Manfaat : Perencana Program SKPD jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

C. Strategi Pencapaian Keluaran

1. Metode Pelaksanaan

Kegiatan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Perekonomian &


Sosial Budaya dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif berupa Presentasi
Program dan Diskusi/Dialog Teknis.
a. Presentasi Program
Adalahpendekatanberupapemaparan program/kegiatandan data yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran awal tentang apa yang telah di rancang oleh SKPD
untuk perencanaan bidang perekonomian&social budaya yang kemudian menjadi
dasar untuk ditindaklanjuti dalam sesi diskusi/dialog teknis.
b. Diskusi/Dialog Teknis
Adalah tindaklanjut dari Presentasi program yang bertujuan untuk penajaman
pemetaan masalah sekaligus untuk menggali masukan dari peserta dengan hasil
akhir program/kegiatan serta data yang akan menjadi prioritas untuk dilaksanakan
pada tahun anggaran selanjutnya oleh SKPD di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Dalam melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Bidang


Perekonomian dan Sosial Budaya ini diperlukan waktu pelaksanaan selama 10
(sepuluh) bulan kalender. Secara rinci, jadwal pelaksanaan pekerjaan untuk
menyelesaikan kegiatan ini dapat dilihat sebagai berikut :

64
Time Schedule
Rapat Koordinasi Teknis Bidang Perekonomian dan Sosial Budaya

TAHUN 2010

F A O N
J M A M J J S D
No G O
KEGIATAN A E A P E U U E E
. K
N R R I N L P S
B S T V
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penyiapan Administrasi
2. Pengumpulan Data
3. Pelaksanaan Kegiatan
4. Penyusunan Hasil Rakor
Pencetakan dan
5.
Penggandaan
6. Pendampingan
7. Penyelesaian Kegiatan

Uraian Kegiatan
1. Persiapan Administrasi :
Mempersiapkan SK Tim, Menyebarkan Format Renja SKPD, mengumpulkan
Kepala SKPD (Ka. Sekretariat dan Kasubag Sun-gram) membahas format yang
disebarkan untuk keseragaman, menampung perbaikan-perbaikan usulan dari SKPD
dan mengadakan rapat dengan SKPD terkait dengan perubahan yang diusulkan
2. Pengumpulan Data :
Melaksanakan perjalan dinas dalam rangka mengumpulkan data sambil mengikuti
jalannya forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten Kota
3. Pelaksanaan Kegiatan
Melaksanakan rapat koordinasi antara SKPD di Provinsi dengan SKPD Kab/Kota
untuk mensinkronisasikan usulan kegiatan
4. Penyusunan Hasil Rakor
Merangkum seluruh hasil rapat koordinasi dan menjadikannya dalam sebuah
laporan

65
5. Pencetakan dan Penggandaan
Setelah hasil rapat koordinasi dirangkum maka akan dicetak untuk menjadi dokumen
perencanaan.
6. Pendampingan
Mengikuti /mendampingi SKPD dalam membahas usulan kegiatan 2011 dengan
TAPD dan DPRD.
7. Penyelesaian Kegiatan :
Melengkapi pertanggungjawaban kegiatan.

D. Waktu Pencapaian Keluaran : 10 (sepuluh) bulan kalender

E. Biaya Yang Diperlukan


Tanggung Jawab dan Biaya yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan ini
dibebankan kepada APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 (DPA BAPPEDA Tahun
2011, Kegiatan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang
Perekonomian & Sosial Budaya). Jumlah biaya yang dianggarkan sebesar
Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Penanggungjawab

Kasubid Pendidikan dan Kesehatan


NIP……...…….....….....

66
KERANGKA ACUAN KERJA
K.A.K

MENGETAHUI
PENGGUNA ANGGARAN, KUASA PENGGUNA ANGGARAN,

Drs. H. SUHAJAR DIANTORO, M.Si Drs. EDI ROFIANO, M.Si

NIP. 19640502 198702 1 005 NIP. 19650330 199203 1 005


Pembina Utama Muda Pembina

67
Lampiran No. II.a.
GAP (Gender Analysis Pathway)
SKPD: Dinas Pendidikan Provinsi Riau
Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9
Program :
Data Pembuka Wawasan Kebijakan dan
Peningkatan Isu Gender Rencana Ke Depan Pengukuran Hasil
Mutu Pendidik Faktor Kesenjangan Sebab Sebab Reformulasi Rencana Aksi Data Dasar Indikator
dan Tenaga Kesenjangan Kesenjangan Tujuan (Base-lina) Gender
Kependidikan Internal Eksternal
-Data yang Akses:
Kegiatan: Diperoleh dari Disdik -Kegiatan pelaksanaan - Dinas - Peran suami -Terlatihnya 1.Mendata -Jumlah Jumlah
Tahun 2011, jumlah SMA Diklat Kepala Sekolah Pendidikan kurang Kepala Jumlah kepala yang akan
Diklat Kepala sebanyak 90 Sekolah SMK SMA/SMK se-Provinsi Provinsi / dinas memberi sekolah keseluruhan sekolah dilatih yaitu
SMA/SMK se- 61 sekolah total 151 Kepri dapat diterima kabupaten/Kota dukungan SMA/SMK se- sekolah SMA/SMK sebanyak
Provinsi sekolah kaum laki-laki lebih kurang terhadap istri provinsi yaitu 40 orang,
Kepulauan Riau -Berdasarkan Data Kepala banyak daripada kaum memahami untuk Kepri 2. Mendata sebanyak 150 laki-laki 33
Sekolah dapat dibagi perempuan. adanya isu mengikuti (peremuan jumlah kepala orang orang
Tujuan: kepala Sekolah SMA/SMK gender di dalam pelatihan dan laki-laki) sekolah Yang (79%);,
Laki-laki sebanyak 115 Partisipasi peserta diklat. mengikuti perempuan
Menumbuhkemb orang (76%) jumlah - Kaum perempuan -Image 3. Mendata pelatihan 7 orang
angkan perempuan SMA/SMK kurang aktif dalam - Kurangnya Masyarakat jumlah kepala tahun 2011 .(21%)
pengetahuan, sebanyak 35 orang (23%) berpartisipasi untuk sosialisasi terhadap sekolah yang yaitu
sikap dan dari jumlah kepala sekolah kegiatan Pelatihan ini. tentang hak-hak perempuan mengikuti sebanyak 40
keseluruhan. kaum perempuan yang diklat Kepala orang, laki-
keterampilan
Kontrol pada Dinas meningalkan sekolah laki 33 orang
kepala sekolah -Dari jumlah diatas untuk -Waktu yang Pendidikan. keluarga dalam (79%);
pada dimensi- tahun 2011 direncanakan dihabiskan perempuan waktu lama. 4. Persiapan perempuan 7
dimensi akan dilatih sebanyak 40 di sekolah lebih - Kurangnya sebelum orang.(21%)
kompetensi orang kepala sekolah, terbatas. koordinasi Disdik pelatihan -Kepala
- K
kepribadian, dimana laki-laki 33 orang Manfaat (Prov) dengan sekolah
-
manajerial, (79%) dan perempuan 7 - Untuk kaum aki-laki pihak, instansi 5. Penentuan SMA/SMK
orang (21%). ruang geraknya lebih terkait lainnya. tempat dan yang sudah
kewirausahaan,
-Dari 40 orang (80%) luas dan cepat materi mengikuti
supervisi, dan direncanakan untuk dibanding perempuan. -Kurangnya pelatihan
sosial dilatih, maka yang datang -Persyaratan untuk peninjauan ke 6.Sosialisasi sebanyak 50
yaitu sebanyak 38 orang jadi kepala sekolah lapangan dari mengenai isu orang laki-
Out dengan perincian laki-laki dibutuhkan Dinas gender pada laki 40 orang
putTerlaksanany 31orang dan perempuan 7 persyaratan khusus Pendidikan. dinas (80%),
a Diklat Kepala orang. yang lebih berpeluang Pendidikan. perempuan 9
SMA/SMK se- - Sementara jumlah kepala dipenuhi oleh laki-laki -Tidak orang (18%),
Provinsi Kepri sekolah yang sudah dilatih dibanding perempuan menyediakan 1 orang (2%)
sebanyak 50 orang, laki- kotak saran. perempuan
laki 40 orang dan 10 orang (keluhan dari tidak hadir..
perempuan. masyarakat)

68
Lampiran II.b:
1. GENDER BUDGET STATEMENT (GBS)
(Pernyataan Anggaran Gender)

Nama SKPD : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Nama Organisasi : Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau

Unit Penanggungjawab : Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Kegiatan Diklat Kepala SMA/SMK Se- Provinsi Kepulauan Riau

Untuk menumbuh-kembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan


Tujuan Kegiatan kepala sekolah pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial
Indikator Kinerja Kegiatan
a. Capaian Kinerja Meningkatkan Kepemimpinan Kepala Sekolah
b. Input Dana Yang di Sediakan (Rp 750.000.000,-)
c. Output
Terlaksananya Diklat Kepala Sekolah SMA/SMK Se-Provinsi Kepulauan
Riau
d. Outcome
Terlatihnya 40 orang kepala sekolah

Output Kegiatan Terlatihnya Kepala Sekolah se-Provinsi Kepulauan Riau


Analisa Situasi Kepala Sekolah sebagai pendidik dan manajer di sekolah mempunyai
peran yang sangat strategis di dalam meningkatkan mutu pendidikan di
(diharapkan tersedia angka sekolah.Tugas dan tanggungjawab kepala sekolah sangat penting,
kelompok sasaran baik laki-laki sehingga hanya kepala sekolah yang memiliki kompetensi dan kreatifitas
maupun perempuan. Jika tidak tinggi yang dapat mengemban tugas tersebut. Selain itu Kepala Sekolah
hanya berupa gambaran bahwa harus mampu membangun iklim sekolah yang kondusif yang
output kegiatan yang akan memungkinkan anggota sekolah mengembangkan potensinya seoptimal
dihasilkan mempunyai pengaruh mungkin.
Untuk memiliki kompetensi dan kreatifitas tinggi maka diperlukan
kepada kelompok sasaran tertentu)
persyaratan khusus yang harus dimiliki untuk menjadi seorang kepala
sekolah. Mengingat banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menjadi kepala sekolah dan persyaratan khusus tersebut lebih besar
peluang dipenuhi oleh kaum laki-laki dibanding kaum perempuan.
Diantara persyaratan menjadi kepala sekolah yaitu harus menjalani diklat
selama lebih kurang 1 bulan dan pendidikan minimal S2, dalam hal ini
kemandirian perempuan untuk mengikuti pelatihan akan mengalami

69
sedikit kesulitan terutama bagi yang sudah berkeluarga karena harus
meningalkan keluarga, banyak istri yang tidak mendapat izin tugas
belajar dari suami, juga image masyarakat yang kurang terhadap
keberhasilan perempuan. Sementara untuk ruang gerak laki-laki lebih
luas untuk berkarier dalam mengikuti semua pelatihan termasuk pelatihan
kepala sekolah ini.
Untuk itu dapat kita lihat dalam kegiatan Diklat Kepala Sekolah SMA/SMK
se-Provinsi Kepulauan Riau yang dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi
Kepulauan Riau terlihat ada ketimpangan gender antar perempuan dan
laki-laki, dimana peserta laki-laki lebih banyak dibanding peserta
perempuan, dari 40 orang peserta yang direncanaka untuk dilatih jumlah
laki-laki sebanyak 33 orang (79%); dan perempuan sebanyak 7 orang
.(21%), sementara peserta yang hadir 31 laki-laki (77,5%) dan 7 orang
perempuan.
Dengan adanya ketimpangan gender di atas diharapkan pemerintah
provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Kabupaten/kota beserta jajaran yang
terkait dapat melakukan Evaluasi sehinga mencarikan solusi untuk
menghadapi masalah tersebut, sehingga Terwujud keselarasan dan
keseimbangan gender yang marak-maraknya dicanangkan oleh
pemerintah pusat dan daerah saat ini, bahkan masyarakat dunia juga
sudah mulai memikirkan masalah gender yaitu melalui MDGs ( millinium
Development Goals).
.
Untuk melaksanakan kegiatan diklat Kepala SMA/SMK
Se-Provinsi Kepulauan Riau yang responsif gender ini
Sub output 1 diperlukan biaya antara lain : Belanja Pegawai
Rencana Aksi Rp. 144.145.000,-
Persiapan (Honorarium Panitia, Honorarium Peserta,
Honorarium Tim Pengadaan Barang dan Jasa, Panitia
Pemeriksa)
Sub output 2 Belanja Barang dan Jasa Rp.
605.855.000,-
Pelelangan (Belanja bahan pakai habis, dokumen lelang)
Anggaran Kegiatan (Jumlah
anggaran (Rp)
yang
dialokasikan Rp. 750.000.000,-
untuk mencapai
suatu Output
kegiatan)

Outcome / hasil Output Kegiatan Terlatihnya 40 orang kepala sekolah


SMA/SMK se-provinsi Kepuluan Riau

70
Lampiran No. II.c.
KERANGKA ACUAN KEGIATAN/TERM OF REFERENCE (KAK/TOR)
SKPD : Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
:Dinas Pendidikan Prov Kepulauan Riau.
Program : Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Hasil : Meningkatnya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kegiatan : Diklat Kepala Sekolah SMA/SMK Se-Provinsi Kepulauan
Riau
Indikator Kinerja Kegiatan : Meningkatkan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Terlatihnya Kepala Sekolah SMA/SMK Se-Provinsi
Kepulauan Riau
Volume : 1 (satu) Kegiatan
A. Latar Belakang

1. Dasar Hukum Tugas dan Fungsi


Landasan hukum penyelenggaraan Diklat Penguatan Kepala SMA/SMK Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2012 antara lain yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
c. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
pendidikan.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2007 tentang Standar pengawas Sekolah /Madrasah
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2007 tentang Standar pengelolaan Sekolah.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja lembaga Pengembangan dan
Pemberdayaan Kepala Sekolah.
i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.

71
j. Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.
k. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepela Sekolah/Madrasah.
2. Gambaran Umum
Kunci keberhasilan suatu Sekolah pada hakikatnya terletak pada kepemimpinan
seorang kepala sekolah. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala
sekolah dan keberhasilan kepala sekolah adalah keberhasilan sekolah. Pada
saat ini masalah ke-kepala sekolahan, merupakan suatu peran yang menuntut
peryaratan kualitas kepemimpinan yang kuat. Bahkan telah berkembang menjadi
tuntutan yang meluas dari masyarakat, sebagai kriteria keberhasilan sekolah
diperlukan adanya kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas.
Betapa perlunya kualitas kepemimpinan kepala sekolah, maka selalu ditekankan
pentingnya tiga kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu
conseptual skill, human skill, dan technical skill.
Manajemen kepemimpinan kepala sekolah perlu ditingkatkan setiap saat sesuai
dengan perkembangan dunia pendidikan sekarang ini, kepala sekolah yang tidak
memiliki inovasi dan pembaharuan dalam kepemimpinannya akan tertinggal
dengan sekolah-sekolah yang kreatif, inovatif serta selalu mengikuti
perkembangan dunia pendidikan. Oleh sebab itu dinas Pendidikan Provinsi mulai
dari tahun 2009 telah menyelenggarakan diklat kepala Sekolah dalam rangka
meningkatkan manajemen kepemimpinan kepala sekolah, dengan harapan
meningkatnya mutu pendidikan di provinsi kepulauan riau di negri segantang
lada ini.
Lahirnya peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang
penugasan Guru sebagai kepala sekolah/madrasah memberikan acuan bagi
sistem penyiapan kepala sekolah/madrasah, pengembangan ke profesian
berkelanjutan (PKB) Kepala sekolah/madrasah, dan penilaian kinerja kepala
sekolah/madrasah.
Permendiknas ini tidak menghilangkan peran bupati/walikota dalam menentukan
sumberdaya terbaik untuk menjadi kepala sekolah. Guru yang akan di angkat
menjadi kepala sekolah tetap dipilih oleh bupati/walikota melalui program
penyiapan kepala sekolah.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah mulai di berlakukan di
seluruh wilayah indonesia pada tahun 2013. Pemerintah pusat, pemerintah

72
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara seklah/madrasah,
wajib melaksanakan program penyiapan kepala sekolah/madrasah,
pengembangan ke profesian berkelanjutan kepala sekolah/madrasah dan
penilaiankinerja kepala sekolah/madrasah. Untuk mendapatkan format sistem
penyiapan kepala sekolah yang terbaik, Kemendiknas melalui LPPKS melakukan
piloting program penyiapan kepala sekolah di sejumlah kabupaten/kota di
Indonesia. Pada saatnya akan dihasilkan kepala sekolah/madrasah yang
memiliki kompetensi seperti yang digambarkan pada Permendiknas Nomor 13
Tahun 2007, yakni kepala sekolah/madrasah yang memiliki kompetensi yang
memadai pada dimensi kompetensi kepribadian, sosial, manajerial, supervisi
akademik, dan kewirausahaan.
Pada sisi bagian yang lain, kepala sekolah/madrasah yang saat ini sedang
menjalankan tugasnya juga perlu di kondisikan supaya mereka sesuai dengan
potret kepala sekolah menurut Permendiknas nomor 13 tahun 2007 untuk
kepentingan ini, kemendiknas melakukan program penguatan dengan materi
yang mencakup dimensi kompeteni kepribadian, sosial, manajerial, supervisi
akademik, dan kewirausahaan.
Sejalan dengan program penguatan yang sedang dilaksanakan oleh
Kemendiknas, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui dinas Pendidikan
Provinsi, Bekerja sama dengan lembaga pengembangna dan pemberdayaan
Kepala Sekolah (LPPKS) surakarta melaksanakan Program penguatan terhadap
kepala SMP di seluruh Provinsi Kepulauan Riau. Program ini berbentuk
pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan selama 20 hari. Dengan
demikian program ini akan dilaksanakan dengan nama Diklat Kepala SMA/SMK
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012.
Untuk pelaksanaan kegiatan ini diperlukan tenaga ahli antara lain :
- Tenaga Supervisi Akademik
- Tenaga Ahli Instruktur/narasumber
- Tenaga panitia kegiatan
B. Penerima Manfaat
Pelaksanaan Diklat Kepala Sekolah SMA/SMK se-Provinsi Kepulauan Riau ini
memberikan manfaat yang besar bagi para kepala sekolah diantaranya untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepala sekolah pada
dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirasusahaan, supervisi dan
sosial. Adapun manfaat lain yaitu melatih kecakapan kepala sekolah dalam
melaksanakan manajemen sekolah baik intern maupun ekstern sekolah.

73
C. Strategi Pencapaian Output

3. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan diklat kepala sekolah ini dilakukan dengan pendekatan in-
service learning 1 (IN-1); on the job learning (OJL); dan in-service 2 (IN-2).
Artinya, diklat dilakukan melalui tiga tahap.
4. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan diklat kepala sekolah ini dilaksanakan di
Tanjungpinang Tahun 2012. Uraian tahapan dan waktu pelaksanaan sebagai berikut
data terlampir
BULAN
No Tahapan Septem
Feb Maret April Juni Juli Agustus Oktober
ber

1. PERSIAPAN XX XX

2. PELAKSANAAN XX

A. Waktu Pencapaian Keluaran


Waktu pencapaian pelaksanaan Diklat kepala sekolah ini diperkirakan selama 20 hari
kalender.

B. Biaya Yang Diperlukan


Kegiatan ini akan membutuhkan biaya yang bersumber dari APBD sebesar Rp
750.000.000 (Tujuh Ratus Lima puluh Ribu Rupiah) yang disediakan melalui APBD
Tahun Anggaran 2012. Biaya tersebut diatas adalah untuk belanja Pegawai sebesar Rp.
114.145.000 (honorarium panitia pelaksanan, Honorarium tenaga ahli, honorarium
peserta), belanja barang dan jasa Rp. 605.855.000 (Belanja Bahan Pakai
habis pakai)

Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Tanjungpinang,

Penanggunjawab

……………………
NIP……………

74
75
Lampiran No. III.a.: Gender Analysis Pathway
SKPD : Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9

Pilih Kebijakan Isu Gender Keijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil
atau program Kedepan
Data pembuka
atau kegiatan
wawasan Faktor Sebab Sebab Reformulasi Rencana Data Dasar Indikator
yang akan
Kesenjan Eksternal Tujuan Aksi (Baseline)
dianalisis Kesenjangan Gender
gan
internal

Program Jumlah Pegawai pada Acces: - Jadwal Meningkatny 1. Sosialis Jumlah Pegawai Meningkatny
Peningkatan Inspektorat Provinsi Pimpinan pelaksanaa a asi tentang pada Inspektorat a jumlah
Pada saat ada undangan PUG
Kapasitas Kepri Tahun 2011 dan Para n Bimtek/ Kompetensi Provinsi Kepri Tahun pegawai
untuk mengikuti Bimtek/ 2. Pelatiha
Kelembagaan yaitu 46 orang yang Perencan Diklat tidak SDM 2011 yaitu 46 orang yang
Diklat, Pegawai Laki-Laki n PPRG
dan SDM terdiri dari : PNS: 40 a belum sesuai Perempuan 3. Mengiri yang terdiri dari : mengikuti
sedang berada di
Aparatur orang dan PTT: 6 paham dengan dan Laki-laki m peserta PNS: 40 orang dan pelatihan
lapangan untuk
orang. benar waktu di Bimtek/ PTT: 6 orang. peningkatan
Kegiatan melakukan tugas audit,
tentang ketersediaa inspektorat Diklat kompetensi
Pegawai Perempuan: sehingga informasi terutama Pegawai Perempuan:
Peningkatan isu n SDM Provinsi SDM
16 org (34,78%), tentang pelatihan yang belum 16 org (34,78%),
Kompetensi gender Inspektorat. kepri Inspektorat
30Pegawai Laki-laki: tersebut tidak sampai. pernah 30Pegawai Laki-laki:
SDM sebanyak 46 sebesar
30 org (65,22%). hal ini di luar kendali mengikuti 30 org (65,22%).
Inspektorat orang 4. Menyiap 100%
inspektorat.
Provinsi Jumlah PNS dan PTT kan data Jumlah PNS dan PTT
Pegawai
Kepulauan yang pernah Manfaat: untuk yang pernah
Perempuan:
Riau mengikuti diklat pemeringkat mengikuti diklat
Pegawai Laki-Laki an 16 org
peningkatan peningkatan
Tujuan: kurang mendapat kompetensi (34,78%),
kompetensi aparatur kompetensi aparatur
Meningkatnya manfaat dari Kegiatan ini 5. Bimtek/ 30Pegawai
sebanyak 38 orang sebanyak 34 orang
Kompetensi dikarenakan informasi Diklat Laki-laki: 30
(83%) Mandiri (76%)
SDM Aparatur di yang tidak sampai pada org (65,22%
Inspektorat Perempuan: 13 orang semua laki-laki di Perempuan: 12 orang
Prov. Kepri (87,5%) Inspektorat terutama (75%)
sebanyak 46 pada saat turun ke
Laki-laki: 25 orang Laki-laki: 22 orang
orang lapangan untuk audit.
(83,3%) (73%)

76
Lampiran III.b.: GENDER BUDGET STATEMENT (GBS)
(Pernyataan Anggaran Gender)
Berdasarkan PMK No. 104/2010
SKPD : Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau
Tahun Anggaran : 2012

Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan SDM Aparatur


Pengawasan
Kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Inspektorat Provinsi Kepri
Indikator Kinerja - Jumlah Peserta Pelatihan Sebanyak 46 orang yang dikirim secara
Kegiatan bertahap selama tahun 2012

Output Kegiatan Meningkatnya Kompetensi 46 orang SDM Aparatur Inspektorat


Provinsi Kepri
Dari data kepegawaian Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau di
peroleh data jumlah keseluruhan pegawai tahun 2010 yaitu 46 orang
yang terdiri dari PNS sebanyak 40 orang dan PTT 6 orang dengan
komposisi Pegawai perempuan sebanyak 16 orang dan laki-laki
sebanyak 30 orang.

Analisa Situasi Pegawai Inspektorat yang telah mengikuti diklat s.d Juli 2011 yaitu
sebanyak 38 orang (83% dari total Pegawai Inspektorat) dengan
rincian Pegawai Perempuan yang pernah mengikuti Bimtek/ Diklat
sebanyak 13 orang (87,5% dari total pegawai perempuan) dan
Pegawai Laki-Laki yang pernah mengikuti Bimtek/ Diklat sebanyak
25 orang (83% dari total pegawai laki-laki).
Dari data tersebut diketahui bahwa terdapat kesenjangan antara
Pegawai Perempuan dan Pegawai laki-laki yang pernah mengikuti
Bimtek/ Diklat yaitu sebesar 4,5%. Hal ini lebih dikarenakan jadwal
undangan Bimtek/ Diklat yang diselenggarakan oleh Lembaga Diklat
diluar kendali Inspektorat, sehingga mungkin saja pada saat
diadakannya Diklat Pegawai Inspektorat khususnya Auditor yang
rata-rata Pegawai laki-laki sedang berada di lapangan untuk
melakukan audit, sehingga informasi tersebut tidak sampai.
disamping itu faktor internal juga mempengaruhi kesenjangan
tersebut seperti kurangnya pemahaman Pimpinan dan Para
Perencana tentang isu gender.
Pegawai PNS dan PTT di lingkungan inspektorat provinsi kepri
diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pelatihan peningkatan kompetensi sesuai dengan bidang tugas

77
masing-masing. Dengan demikian diharapkan kemampuan yang
dimiliki personil inspektorat dapat meningkat sehingga mendukung
kelancaran tugas yang diberikan.
Suboutput Melaksanakan Kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM
1 Perempuan dan Laki-Laki Aparatur Provinsi Kepri

Rencana Aksi
Meningkatnya Kemampuan SDM
Perempuan dan Laki-Laki Aparatur
Tujuan :
Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau
Komponen 1 Sosialisasi Pengarusutamaan Gender
Komponen 2 Pelatihan PPRG

Komponen 3 Mengirim Peserta Bimtek/ Diklat


terutama yang belum pernah mengikuti
Bimtek/ Diklat
Komponen 4 Menyiapkan data untuk pemeringkatan
kompetensi
Komponen 5 Diklat/ Bimtek Mandiri
Alokasi 1. Belanja Perjalanan Dinas untuk Pegawai yang
Anggaran mengikuti pelatihan yaitu sebesar Rp. 265.000.000,-
Output Kegiatan (Dua Ratus Enam Puluh Lima Juta Rupiah)
2. Belanja Kontribusi Bimbingan Teknis/ Pendidikan dan
Pelatihan bagi Pegawai Rp. 160.000.000,- (Seratus
Enam Puluh Juta Rupiah)
3. Belanja untuk Bimtek Mandiri Rp. 250.000.000,- (Dua
ratus lima puluh juta rupiah)
Dampak/Hasil Output: Terkirimnya SDM Yang mengikuti Diklat secara
Output Kegiatan bertahap sebanyak 45 orang
Outcome: Meningkatnya kompetensi SDM Perempuan
dan Laki-Laki Inspektorat yang mampu meningkatkan
kinerja inspektorat secara menyeluruh,

78
Lampiran III.c.:
KERANGKA ACUAN KEGIATAN/TERM OF REFERENCE (KAK/TOR)
Satuan Organisasi : Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau

Program : Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

Kegiatan : Peningkatan Kompetensi SDM Inspektorat Provinsi Kepri

Hasil : Meningkatnya kompetensi SDM Perempuan dan Laki-Laki


Inspektorat yang mampu meningkatkan kinerja inspektorat
secara menyeluruh

A. Latar Belakang

1. Dasar Hukum

Dasar Hukum pelaksanaan kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Inspektorat Provinsi


Kepulauan Riau yang responsif gender adalah sebagai berikut:

a. Undang-UndangNo.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian;


b. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan PNS;
c. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional;
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;

2. Gambaran Umum
Terjadinya perubahan sistem pemerintahan daerah tersebut berimplikasi pada perubahan UU
Nomor 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang manajemen kepegawaian yang lebih
berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan dan pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh

79
semua golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan yang demikian, SDM
aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan
sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No. 43
Tahun 1999 sebagai penganti UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional
yaitu dengan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan
antara sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada
hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik Untuk peningkatan kompetensi, dua
kebijakan telah dikeluarkan yaitu dan PP 101/ 2000 Tentang Diklat Jabatan PNS.

Eksistensi SDM aparatur perlu mendapat perhatian khusus, berkaitan dengan strategi
peningkatan kualitas dan kompetensinya. Peningkatan kompetensi SDM aparatur dalam
mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat adalah berorientasi pada standar
kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja disesuaikan
dengan kebutuhan stakeholder-nya. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat tanpa adanya
usaha-usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh karena itu diklat perlu terus
ditingkatkan agar SDM aparatur benar-benar memiliki kompetensi dalam melaksanakan
tugasnya secara profesional. Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan perilaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

Strategi pembinaan diklat berbasis kompetensi dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan
penyelenggara diklat yang menawarkan jasanya kepada Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau
yang mengakibatkan bervariasinya jenis-jenis diklat yang tersedia baik yang diselenggarakan
oleh lembaga diklat pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga diklat swasta. Untuk
menghindari fenomena asal ikut diklat, maka dalam penyelenggaraan diklat untuk PNS
diberlakukan kebijakan diklat berbasis kompetensi. Artinya, diklat yang diperuntukkan bagi PNS
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan
dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat
membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan.

80
Penerapan kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar
kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional tertentu, maupun
fungsional umum. Karena setiap PNS adalah pelayan publik, maka sesuai dengan tugas
pokoknya sudah barang tentu kompetensi merupakan keharusan pada setiap standar jabatan.
Dalam prakteknya, tidak semua kompetensi tersebut diperoleh melalui diklat melainkan
diperoleh melalui belajar mandiri, bimbingan di tempat kerja, dan sebagainya. Kompetensi yang
diperoleh melalui diklatlah yang ditindaklanjuti dalam bentuk program diklat. Dengan demikian,
kebijakan diklat berbasis kompetensi ini diharapkan dapat menjadi pendorong (trigerting)
dalam memberikan pelayanan yang baik.

Kegiatan peningkatan kompetensi SDM Aparatur di Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia Inspektorat Provinsi
Kepulauan Riau sesuai dengan bidang tugas yang diemban masing-masing personil melalui
pengiriman peserta untuk mengikuti Bimbingan Teknis / Pendidikan dan Pelatihan yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penyelenggara Diklat yang kompeten.

Pegawai perempuan dan laki-laki dilingkungan Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti pelatihan ataupun bimbingan teknis sesuai dengan
bidang tugasnya masing-masing. Berdasarkan data dari laporan tahunan kegiatan Peningkatan
Kompetensi SDM Aparatur Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 diketahui bahwa
76% Pegawai Perempuan dan Laki-laki telah mengikuti Bimtek peningkatan Kompetensi dan
pada bulan Juli 2011 meningkat menjadi 83%. Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa pegawai
perempuan yang telah mengikuti diklat yaitu sebanyak 87,5% dan pegawai laki-laki sebanyak
83%, terdapat kesenjangan sebesar 4,5%.

Kendala yang dihadapi dalam hal pengiriman peserta pelatihan yang berbasis kompetensi
adalah jadwal pelaksanaan Diklat/ Bimtek yang diselenggarakan diluar kewenangan
Inspektorat, sehingga bisa saja pada saat pelaksanaan Bimtek tersebut, pegawai yang
dibutuhkan terutama pegawai laki-laki untuk mengikuti Bimtek/ Diklat tersebut sedang berada di
lapangan untuk melakukan tugas audit (mengingat pegawai di bidang auditor didominasi oleh
Pegawai laki-laki).

Kebijakan-kebijakan yang dapat diambil dalam rangka meningkatkan peran laki-laki dalam
mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi antara lain:

a. Membuat Diklat/ Bimtek Peningkatan Kompetensi Mandiri (dilaksanakan oleh Inspektorat


dengan mengundang narasumber yang kompeten)

81
b. Menetapkan Pemeringkatan Kompetensi, sehingga Pegawai yang bersangkutan
mempunyai motivasi untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensinya.

B. Penerima Manfaat

Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau


diharapkan mampu meningkatkan kemampuan personil yang akhirnya akan meingkatkan
kinerja instansi secara keseluruhan. Penerima Manfaat dari kegiatan ini yaitu:

a. Pegawai Perempuan dan Laki-laki di Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau;


b. Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau;
c. Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sebagai stake holder.

C. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Inspektorat Provinsi


Kepulauan Riau yaitu :

a. mengirimkan auditor dalam rangka mendapatkan sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor


(JFA) yang diselenggarakan oleh BPKP dan Jabatan Fungsional Pejabat Pengawas
Urusan Pemerintah Daerah (P2UPD) dan pelatihan serta bimbingan teknis lainnya dibidang
pengawasan.

b. Pengiriman peserta pelatihan bidang keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga-


lembaga penyelenggara bimbingan teknis serta pelatihan bidang lainnya yang
diselenggarakan oleh instansi lainnya yang disesuaikan dengan waktu, anggaran dan
lokasi diselenggarakannya bimbingan teknis tersebut.

c. Mengadakan Pelatihan/ Bimtek Mandiri dengan mengundang narasumber yang kompeten


dibidangnya untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi Pegawai terutama
Pegawai Laki-Laki yang belum mengikuti pelatihan dan bimbingan teknis peningkatan
kompetensi.

D. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau dilaksanakan


dengan tahapan sebagai berikut:

82
2012

No Tahapan J F M A M J J A S O N D
a e a p e u u g e k o e
n b r r i n l t p t v s

A. PERSIAPAN
Mendata Pegawai yang akan mengikuti
1.
DIKLAT/ BIMTEK
Menyesuaikan jadwal DIKLAT dan
2. BIMTEK dengan waktu, lokasi dan
anggaran

B. PELAKSANAAN

Mengirimkan peserta ke tempat


3. diselenggarakannya DIKLAT dan
BIMTEK
4. Mengadakan Pelatihan/ Bimtek Mandiri

C. PELAPORAN

5. Laporan Akhir Kegiatan

83
E. Waktu Pencapaian Keluaran

Dalam rangka menciptakan SDM yang Profesional dan Handal di Inspektorat Provinsi
Kepulauan Riau, perlu diusahakan secara terus menerus dengan cara terus mengadakan
pelatihan-pelatihan dan mengirimkan peserta untuk mengikuti Pelatihan/ Bimtek yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penyelenggara Bimtek dalam rangka meningkatkan
kemampuan personil pegawai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap baik perempuan
maupun laki-laki di Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau.

F. Biaya Yang Diperlukan

Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan Peningkatan Kompetensi Sumber Daya
Manusia Aparatur yaitu sebesar RP. 625.000.000,-. (Enam Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah)

Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mengetahui
Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

ROSITA, SE.,MM
NIP. 19581229 198012 2 002

84
Lampiran No.IV,a,:
GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)
SKPD : DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Bidang/Sub Bagian : -
Tahun Anggaran : 2012

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9


Kebijakan/ Isu Gender Keijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil
Kedepan
program/kegiatan Data pembuka
yang akan wawasan1 Faktor Sebab Sebab Eksternal Reformulasi Rencana Aksi Data Dasar Indikator
dianalisis Kesenjangan Tujuan (Baseline)
Kesenjangan Gender
internal
Program  Jumlah rumah Akses:  Kurangnya  Adanya Tersedianya  Pendataan  Jumlah 1. Jumlah
tangga miskin di pemahaman pandangan hunian yang sasaran bagi Rumah perempuan
Pembangunan  Akses kepala
Tg.Pinang Thn tentang isu sosial bahwa tertata, layak dan rumah tangga Layak Huni
Infrastruktur 2009: 4.965; perempuan gender pada urusan yang layak yang rumah
terhadap sehat yang dapat
Pedesaan dan jumlah penduduk dinas PU itu pembangunan mendapatkan dibangun tangga
perumahan memberikan yang
Perkotaan miskin di Bintan sendiri rumah adalah bantuan sebanyak
masih kurang manfaat secara menerima
Thn 2009: 15.539  Belum pernah bidangnya laki- pembangunan 350 unit di 5
jiwa; jumlah dilaksanakan laki. optimal kepada rumah layak Kab/Kota di bantuan
rumah tangga Partisipasi: pendataan  Lebih banyak perempuan dan huni Prov. Kepri sebanyak
Kegiatan:
miskin di Natuna  Kurangnya perempuan laki-laki yang laki-laki  Sosialisasi ke-5  Jumlah 5% dari total
Pembangunan Thn 2008: 3.522; keterlibatan terutama kaum mendapatkan Kab/Kota rumah penerima
Rumah untuk jumlah keluarga kaum janda yang perlu informasi tentang tangga bantuan
Masyarakat Kurang pra sejahtera di perempuan mendapatkan  Perempuan pentingnya yang
Mampu Karimun Thn dalam perhatian lebih tidak terbiasa gender dikepalai 2. Meningkatka
2009: 8.955 sosialisasi dari kegiatan hadir dalam responsif dalam perempuan n
pelaksanaan pemabangunan pertemuan/sosi pelaksanaan belum ada keterlibatan
 Rumah tangga di pembangunan rumah ini. alisasi pembangunan yang pernah perempuan
Tujuan:
Prov. Kepri rumah rumah menerima dalam
Tersedianya hunian umumnya  Terlaksana-nya bantuan sosialisasi
yang tertata, sehat, dikepalai oleh Kontrol: pembangunan pembanguna pelaksanaan
laki-laki: rumah layak n rumah
dan layak bagi pembanguna
Laki-laki : 90 %  Kurang huni bagi sebelumnya
masyarakat kurang mampunya n rumah
Perempuan 10 % penduduk  Dalam
mampu perempuan berpenghasilan pembanguna sebesar 20%
 Jumlah rumah dalam rendah, dengan n fisik 3. Terwujudnya
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9
tidak layak huni di mendapatkan mengutamakan perumahan kepedulian
Kab. Karimun akses pada rumah tangga biasanya para
Output Kegiatan: tahun 2009 sumber daya miskin yang belum stakeholders
Terlaksananya sebanyak 1.419. ekonomi, dikepalai oleh melibatkan terhadap
pembangunan Sekitar 53,6% misalnya dalam perempuan. aspirasi kualitas
rumah tangga di bekerja perempuan hunian
rumah layak huni
Kab Bintan perempuan terutama
sebanyak 350 unit di menempati rumah mendapat upah bagi kaum
5 Kab/Kota di Prov. yang belum sehat, lebih rendah perempuan
Kepri (Tg. pinang, yaitu luas lantai < dari laki-laki. dan anak-
Bintan, Karimun, 40 m2. anak
Lingga, Natuna) Sedangkan di
Kota Tg.Pinang
terdapat 11,65%
rumah yang
memiliki luas
lantai < 19 m2.

 Jumlah rumah
tangga yang
dikepalai
perempuan belum
ada yang pernah
menerima
bantuan
pembangunan
rumah
sebelumnya

2
Lampiran No. IV.b.:
GENDER BUDGET STATEMENT
(Pernyataan Anggaran Gender)
Nama SKPD : DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Bidang/Sub Bagian : Cipta Karya
Tahun Anggaran : 2012
Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dan Perkotaan
Kegiatan Pembangunan Rumah untuk Masyarakat Kurang Mampu
Tujuan Kegiatan Tersedianya hunian yang tertata, sehat, dan layak bagi masyarakat kurang mampu
Output Kegiatan Terlaksananya pembangunan rumah layak huni sebanyak 350 unit di 5 Kab/Kota di
Prov. Kepri (Tg. pinang, Bintan, Karimun, Lingga, Natuna)
Analisis Situasi Masyarakat di daerah perkotaan dan perdesaan saat ini menghadapi berbagai
masalah baik aspek sosial maupun ekonomi dan bersifat multidimensional. Prioritas
pembangunan bidang cipta karya salah satunya adalah peningkatan pelayanan
kebutuhan dasar masyarakat yaitu perumahan, dengan mendorong peningkatan
kapasitas daerah dalam pembangunan untuk mewujudkan perkotaan dan
perdesaaan yang layak huni (livable), peningkatan ekonomi berkeadilan dan
bersosial budaya.
Kawasan kumuh yang banyak dihuni oleh MBR (masyarakat berpenghasilan
rendah) menimbulkan permasalahan :
- Rawan terhadap penyebaran dan penularan penyakit dan yang paling sering
terkena adalah anak-anak dan kaum perempuan
- Akses terhadap air bersih yang mahal, sulit, tidak efisien menyebabkan para
ibu harus mengalokasikan ekstra waktu dan biaya untuk memperoleh air
bersih
- Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah
dilingkungan rumah secara sembarangan, padahal perempuan (ibu rumah
tangga) lebih banyak menghabiskan waktu di rumah

Rumah tangga di Prov. Kepri umumnya dikepalai oleh laki-laki yaitu sebesar 90%.
Jumlah rumah tangga miskin di Tg.Pinang Thn 2009: 4.965; jumlah penduduk
miskin di Bintan Thn 2009: 15.539 jiwa; jumlah rumah tangga miskin di Natuna Thn
2008: 3.522; jumlah keluarga pra sejahtera di Karimun Thn 2009: 8.955. Jumlah
rumah tidak layak huni di Kab. Karimun tahun 2009 sebanyak 1.419. Sekitar 53,6%
rumah tangga di Kab Bintan menempati rumah yang belum sehat, yaitu luas lantai <
40 m2. Sedangkan di Kota Tg.Pinang terdapat 11,65% rumah yang memiliki luas
lantai < 19 m2.
Jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan belum ada yang pernah menerima
bantuan pembangunan rumah sebelumnya. Kesenjangan gender ini dapat dilihat
dari akses perempuan terhadap perumahan masih kurang, kurangnya keterlibatan
kaum perempuan dalam sosialisasi pelaksanaan pembangunan rumah, dan
kemampuan ekonomi perempuan umumnya lebih rendah dari laki-laki. Kesenjangan
ini disebabkan antara lain :
 Adanya pandangan sosial bahwa urusan pembangunan rumah adalah
bidangnya laki-laki.
 Lebih banyak laki-laki yang mendapatkan informasi
 Perempuan tidak terbiasa hadir dalam pertemuan/sosialisasi
 Kurangnya pemahaman tentang isu gender pada dinas PU
 Belum pernah dilaksanakan pendataan perempuan terutama bagi kaum janda
yang perlu mendapatkan perhatian lebih

Sub kegiatan1/aktivitas Pendataan sasaran bagi rumah tangga yang layak


mendapatkan bantuan pembangunan rumah layak huni
Sub output 1 Tersedianya data sasaran rumah tangga yang layak
menerima rumah layak huni, terutama untuk KK
perempuan.
Komponen input 1 - Tim terpadu pendataan RTLH
- Biaya Pekerjaan

Sub Kegiatan 2 Sosialisasi ke-5 Kab/Kota tentang pentingnya gender


responsif dalam pelaksanaan pembangunan rumah
Rencana Aksi Sub output 2 Rencana pembangunan rumah yang telah menampung
aspirasi perempuan
Komponen input 2 - Jumlah perempuan yang hadir dalam pertemuan
- Aspirasi kaum perempuan yang terakomodir
-
Sub Kegiatan 3 Terlaksananya pembangunan rumah layak huni bagi
penduduk berpenghasilan rendah, dengan mengutamakan
rumah tangga miskin yang dikepalai oleh perempuan
Sub Output 3 Jumlah Rumah Layak Huni yang dibangun di 5 Kab/ Kota
(total 350 unit rumah)
Komponen input 3 Pembangunan fisik yang mengakomodasi aspirasi
terutama bagi kaum perempuan dengan komponen input:
- DED
- - Konsultan Pengawas Pekerjaan
- - Kontraktor Pelaksana
- - Peralatan dan material
- - Rencana Anggaran Biaya
Alokasi Anggaran
Output kegiatan
Total : Rp. 12.100.000.000,-
4. Jumlah perempuan kepala rumah tangga yang
menerima bantuan sebanyak 5% dari total penerima
bantuan.
Dampak/hasil 5. Meningkatkan keterlibatan perempuan dalam
Output Kegiatan sosialisasi pelaksanaan pembangunan rumah sebesar
20%
6. Terwujudnya kepedulian para stakeholders terhadap
kualitas hunian terutama bagi kaum perempuan dan
anak-anak

2
Lampiran No.V,a,:
GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)
SKPD : DINAS Prdagangan & Perindustrian Kabupaten Natuna
Bidang/Sub Bagian : Cipta Karya
Tahun Anggaran : 2012

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9


Isu Gender Kebijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil

Pilih Kebijakan atau Faktor


Program atau Data Pembuka Kesenjangan
Sebab Sebab Reformul Data Dasar
Kegiatan yang akan Wawasan (Akses, Indikator
Kesenjangan Kesenjangan asi Rencana Aksi
dianalisis Partisipasi, ( base line) Gender
Internal Eksternal Tujuan
Kontrol &
Manfaat)
Program:  Anggota kelompok Partispasi:  Ketidakpahaman Masyarakat Terlatihny  Mendata jumlah  Peserta Laki-laki turut
nelayan dominan aparat terhadap beranggapan a 8 laki-laki dan pelatihan serta dalam
Program perempuan yang Peran laki-laki konsep gender, perempuan pada pengola
bahwa kelompok pengolahan
Pengembangan berusia 18 s.d. 40 pada pengolahan PUG, ARG, dst anggota han hasil
pengolahan hasil tani hasil laut/ ikan
Industri Kecil dan tahun (brp prakiraan hasil laut masuh kelompok tani laut di
….. % prpn laut hanya nelayan dan nelayan dominasi (30 %) dan
Menengah rendah
dimaksud?) dilakukan oleh @ 10  Melakukan perempu perempuan
Kegiatan:  Laki-laki lebih perempuan orang pelatihan kepada an ( 70%
dominan (100% ?) yang laki-laki tentang 90%)
Pelatihan Manfaat:
bekerja sebagai dilatih pengolahan ikan dan laki-
Pembuatan/ pengumpul hasil laut  Melakukan laki
Pembuatan/ (perempu
pengolahan Hasil  Peserta pelatihan sosialisasi (10%)
pengolahan Hasil an dan
Laut pengolahan hasil laut konsep Gender,
Laut dirasakan laki-laki)
di dominasi PUG,ARG,dst.
Tujuan: perempuan ( 90% ) lebih banyak oleh kepada Aparat
dan laki-laki (10%) perempuan Pem Da
Terlatihnya 8
kelompok tani
nelayan @ 10 orang
yang dilatih

3
Lampiran No. V b
PERNYATAAN ANGGARAN GENDER
(GENDER BUDGET STATEMENT)
SKPD : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Natuna
TAHUN ANGGARAN : 2011

PROGRAM Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah


KEGIATAN Pelatihan Pembuatan/ pengolahan Hasil Laut
KODE REKENING ………………………………..
ANALISIS SITUASI Di rumah-rumah masyarakat masih ditemukan adanya hasil laut yang membusuk
karena tidak diolah dan tidak habis dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh belum
adanya fasilitas listrik dan mesin pendingin. Selain itu juga dikarenakan belum
adanya pengetahuan masyarakat untuk mengolah hasil laut menjadi bahan baku
sebagai hasil olahan bahan mentah berupa hasil laut.

Masyarakat nelayan sudah membentuk kelompok nelayan. Anggota kelompok


nelayan dominan perempuan yang berusia 18 s.d. 40 tahun. Hal ini disebabkan
oleh laki-laki lebih dominan bekerja sebagai pengumpul hasil laut pada sore
hingga pagi hari. Sedangkan pada siang hari laki-laki bekerja mengumpulkan dan
mengolah kelapa di perkebunan. Ketidaktahuan masyarakat (kelompok tani/
nelayan) tentang pengolahan hasil laut. Peran laki-laki tidak ada pada
pengolahan hasil laut. Kemahiran kelompok nelayan mengolah hasil laut perlu
ditingkatkan agar dapat memanfaatkan hasil laut lebih maksimal.

Aparatur Pemda belum memahami konsep gender, PUG dan ARG dalam
penyusunan kegiatan pembangunan. Hal ini mengakibatkan kurangnya motivasi
penyusunan anggaran yang responsif gender sehingga tidak dapat dijelaskan
seberapa besar manfaat kegiatan terhadap laki-laki dan perempuan.
Laki-laki cenderung melakukan pekerjaan ke laut dan siang hari nya
mengumpulkan dan mengolah kelapa
RENCANA TINDAK Komponen Input 1/ Mendata jumlah laki-laki dan
Aktifitas perempuan pada anggota kelompok
tani dan nelayan.
Tujuan:
Kegiatan / Memperoleh data jumlah laki-laki
Sub dan perempuan sebagai anggota
Kegiatan kelompok tani dan nelayan
Komponen Input 1/ Melakukan pelatihan kepada laki-
Aktifitas laki tentang pengolahan ikan.
Tujuan:
Terlatihnya laki-laki tentang
pengolahan hasil laut
4
Komponen Input 1/ Melakukan sosialisasi konsep
Aktifitas Gender, PUG, ARG,dst. kepada
Aparat Pemerintah Daerah
Tujuan:
Meningkatnya pengetahuan
aparatur pemda tentang Konsep
Gender, PUG, ARG, dst.
ALOKASI SUMBER Anggaran Rp. 150.000.000
DAYA
SDM Pegawai ( berapa laki-laki : perempuan) Dinas Perindag
Kabupaten Natuna
Peserta Pelatihan berapa orang (perempuan : laki-laki ?)
Peralatan -
dan Mesin
DAMPAK / Tersedianya tenaga terampil dari 8 kelompok nelayan (masing-masing 10
orang) terdiri dari Laki-laki (30 %) yang turut serta dalam pengolahan
HASIL / MANFAAT hasil laut/ikan dan perempuan (70%)

5
C. Peraturan Gubernur KEPRI Nomor 19 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU


PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU
NOMOR 19 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER
DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas
perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan
gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional mulai dari
proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, penganggaran,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan di daerah;
b. bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses
pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kegiatan fungsional semua lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintah di Daerah;

c. bahwa untuk memenuhi maksud sebagaimana huruf a dan huruf b


diatas perlu pedoman Peaksanaan Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau yang ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur Kepulauan Riau;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3277);

6
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Daerah Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4237);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pebangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4614);
6. Keputusan Presiden Nomor 150/M Tahun 2005 tentang
Pengesahan Pengangkatan Drs. H. ISMETH ABDULLAH
dan Drs. H. MUHAMMAD SANI sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
Kepulauan Riau masa jabatan tahun 2005-2010;
7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 121. 21 – 248 Tahun 2010
tanggal 24 Juni 2010 tentang Penunjukan Wakil Gubernur Kepulauan
Riau sebagai Pelaksana Tugas Gebernur Kepulauan Riau;
8. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 6 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintah yang Menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2008 Nomor 6);
9. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 7 Tahun 2008
tentang Organisasi Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2008 Nomor 7);
10. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2010
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Tahun Anggaran 2010 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2010 Nomor 1);
11. Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2010 (Berita Daerah Provinsi
Kepulauan Riau Nomor 1);

7
Memperhatikan : 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;
2. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender Dalam Pembangunan Nasional;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
2. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Riau
3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan
Riau
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau
5. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya
masyarakat.
6. Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut PUG adalah strategi yang dibangun
untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan di daerah.
7. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,
dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
8. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.
9. Analisis Gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian
kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya
pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati,
pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanannya
memperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
10. Isu Gender adalah sebuah isu gender yang mengandung masalah kesenjangan antara laki-laki
dan perempuan dalam seluruh lintas pembangunan. Kesenjangan gender itu diukur dari aspek
akses, partisipasi, manfaat dan kontrol yang terjadi di semua dimensi pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya, hukum, teknologi, lingkungan dan pertahanan keamanan

8
11. Diskriminasi Gender adalah perbedaan perlakuan, fasilitas, perioritas, hak, kesempatan yang
diberikan kepada laki-laki dan perempuan.
12. Kesadaran Gender digunakan untuk pengertian kemampuan seseorang untuk mengidektifikasi
masalah ketimpangan gender dan upaya untuk memecahkannya.
13. Pemberdayaan Perempuan adalah proses peningkatan kualitas sumber daya perempuan dalam
segala aspek pembangunan.
14. Focal Point PUG adalah aparatur SKPD yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pengarusutamaan gender di Unit kerjanya masing-masing.
15. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalah
wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dari berbagai
instansi/lembaga di daerah.
16. Lembaga Non Pemerintah adalah lembaga yang dibentuk masyarakat dalam rangka
menumbuhkan dan mengembangkan keswadayaan atau kemandirian masyarakat agar
dapat memenuhi kebutuhan serta mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai yang
diharapkan.
17. Data Terpilah adalah data yang menggambarkan peran, kondisi umum dari laki dan perempuan
dalam setiap aspek kehidupan di masyarakat
18. Perencanaan Berperspektif Gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan
keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan,
potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki.
19. Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang
berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mecapai kesetaraan dan keadilan gender
20. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
22. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan daerah
Kota.
23. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten dan/atau
Daerah Kota di bawah Kecamatan
24. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN


Pasal 2
Pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan Provinsi Kepulauan Riau
dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada lembaga pemerintah dan lembaga non

9
pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang
berperspektif gender.

Pasal 3
Pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender bagi perangkat pemerintah provinsi Kepulauan
Riau bertujuan :
a. memberikan acuan bagi SKPD dalam menyusun strategi pengintegrasian gender yang
dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan masing-masing SKPD;
b. mewujudkan perencanaan berperspektif gender melalui pengintegrasian pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan laki-laki dan perempuan;
c. mendorong dan mempercepat terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)
diseluruh bidang pembangunan;
d. mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang responsif gender;
e. meningkatkan kesetaraan dan keadilan dalam kedudukan, peranan, dan tanggung jawab
laki-laki dan perempuan sebagai insan dan sumberdaya pembangunan; dan
f. memperkecil atau menghilangkan gender gap yang terdapat diseluruh bidang
pembangunan.

BAB III
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 4
(1) Satuan Kerja Perangjkat Daerah (SKPD) berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan berperspektif gender sesuai dengan Tupoksi masing-masing yang
dituangkan dalam Rencana Strategis SKPD, Rencana Kerja SKPD, dan Rencana Kerja
Anggaran SKPD.
(2) Penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gender
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender
Pasal 5
(1) Dalam melakukan analisis gender seperti yang dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) dapat
menggunakan metode Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analisys Pathway) atau metode
analisis lain.
(2) Analisis gender terhadap Rencana Kerja SKPD dilakukan oleh masing-masing SKPD.
(3) Tolok ukur Rencana Kerja yang Berspektif Gender adalah :
a. Melibatkan perempuan dan laki-laki dalam semua proses pembangunan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

10
b. Memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam semua proses
pelaksanaan pembangunan
c. Hasil dan manfaat dari pembangunan dapat dirasakan secara utuh bagi perempuan dan
laki-laki serta semua lapisan masyarakat.
(4) Dalam melakukan analisis gender seperti yang dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) harus
memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Identifikasi dan menuliskan tujuan dari kebijakan, program dan kegiatan yang dianalisis
b. Menggunakan data terpilah perempuan dan laki-laki sesuai dengan kebutuhan dari
perencanaan yang disusun sebagai data pembuka wawasan untuk mengetahui apakah
terdapat kesenjangan gender;
c. Dalam analisa gender wajib memperhatikan 4 faktor kesenjangan gender yaitu akses,
kontrol, partisipasi dan manfaat;
d. Menemukan isu gender di internal lembaga atau organisasi yang menyebabkan
terjadinya kesenjangan gender;
e. Menemu kenali isu gender di eksternal lembaga yang dapat mempengaruhi
kesenjangan gender dalam lembaga atau organisasi;
f. Merumuskan kebijakan/ program/ kegiatan sesuai dengan hasil identifikasi dan analisis
tujuan pada langkah-a
g. Menyusun Rencana Aksi Yang Responsif Gender merujuk pada isu gender yang telah
diidentifikasi (Langkah c-e) dan sesuai dengan tujuan kebijakan/ program/Kegiatan yang
telah diformulasikan pada langkah f.

Pasal 6
Bappeda mengoordinasikan penyusunan RPJMD, Renstra SKPD, dan Rencana Kerja SKPD
berperspektif gender.

Bagian Kedua
Pelaksanaan
Pasal 7
(1) Pemerintah Provinsi memiliki kewajiban melaksanakan Kebijakan, Program dan Kegiatan
berspektif gender yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Kepulauan Riau.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan unsur masyarakat dan
lembaga Non. Pemerintah yang berfungsi sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan
pembangunan daerah.
Pasal 8
(1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPD Provinsi
dibentuk Pokja PUG Provinsi.
(2) Gubernur menetapkan Ketua Bappeda sebagai Ketua Pokja PUG Provinsi dan
beranggotakan seluruh Kepala SKPD.

Pasal 9
11
(1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPD
dibentuk Pokja PUG disetiap SKPD
(2) Pokja PUG disetiap SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawah tanggung jawab
pimpinan SKPD masing-masing
(3) Pelaksanaan tanggung jawab pimpinan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibantu oleh Bagian/Sub Bagian yang membidangi program di SKPD yang bersangkutan.
(4) Anggota Pokja PUG adalah Kepala Bidang/Bagian, Sub. Bidang, Bagian/Kasi atau lainnya
yang dianggap mempunyai kemampuan untuk melaksanakan Pengarusutamaan gender.
(5) Pembentukan Pokja PUG SKPD ditetapkan oleh Pimpinan SKPD masing-masing

Pasal 10
Pokja PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas :
a. mempromosikan dan menfasilitasi PUG kepada masing-masing bidang;
b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada masing-masing bidang;
c. menyusun program kerja setiap tahun;
d. mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif gender;
e. menyusun rencana kerja POKJA PUG setiap tahun;
f. bertanggung jawab kepada pimpinan SKPD;
g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pimpinan SKPD;
h. menfasilitasi bidang atau Unit Kerja yang membidangi Pendataan untuk menyusun Profil
Gender;
i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing bidang;
j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran SKPD;
k. Menyusun Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di provinsi; dan
l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point PUG di masing-masing
SKPD.
Pasal 11
(1) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf l pada setiap SKPD di
Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri dari pejabat dan/atau staf yang membidangi
perencanaan program dan Bidang lainnya.
(2) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud patia ayat (1), mempunyai tugas :
a. mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b. menfasilitasi penyusunan Rencana Kerja SKPD yang berperspektif gender;
c. melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada seluruh
pejabat dan staf di lingkungan SKPD;
d. melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan SKPD;

12
e. mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan
pada unit kerja; dan
f. menfasilitasi penyusunan profil gender pada setiap SKPD.
(3) Pelaksanaan tugas Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinir oleh
pejabat pada setiap SKPD yang membidangi tugas perencanaan program atau yang telah
ditunjuk oleh Kepala SKPD.
(4) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dan ditetapkan oleh
Kepala/Pimpinan SKPD.
Pasal 12
(1) Pemerintah Kabupaten/Kota juga memiliki kewajiban melaksanakan Kebijakan, Program
dan Kegiatan berspektif gender yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota juga memiliki kewajiban membentuk Pokja PUG dan Focal
Point PUG Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Gubernur ini.

BAB IV
PELAPORAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
Pasal 13
(1) Pimpinan SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan PUG di SKPD nya kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah secara berkala setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan ke
Ketua Kelompok Kerja.
(2) Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Menteri Dalam Negeri secara
berkala setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan.
Pasal 14
Materi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 meliputi :
a. pelaksanaan program dan kegiatan;
b. instansi yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan;
c. sasaran kegiatan;
d. penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN, APBD, atau sumber lain;
e. permasalahan yang dihadapi; dan
f. upaya yang telah dilakukan.
Pasal 15
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 menjadi bahan pemantauan dari evaluasi
pelaksanaan PUG.
Pasal 16

13
(1) Gubernur dan Pimpinan SKPD melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap
SKPD dan secara berjenjang antar susunan pemerintahan
(3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG dilakukan sebelum diadakannya penyusunan
program atau kegiatan tahun berikutnya
(4) Bappeda melakukan evaluasi secara makro terhadap pelaksanaan PUG berdasarkan
RPJMD dan Renja SKPD
(5) Hasil evaluasi pelaksanaan PUG menjadi bahan masukan dalam penyusunar kebijakan,
program, dan kegiatan tahun mendatang

BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 17
Pembiayaan untuk melaksanakan Peraturan Gubernur bersumber dari anggaran pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2010 dan/atau Anggara Pendapatan dan
Belanja Negara serta dari sumber-sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur ini maka Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Dan Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau mengacu pada Peraturan Gubernur ini.
Pasal 19
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini
dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Kepulauan Riau.
Ditetapkan di Tanjungpinang pada tanggal 11 Agustus 2010
Plt. GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,
Drs. H. MUHAMMAD SANI
Diundangkan di Tanjungpinang
pada tanggal
Sekretaris Daerah,

Dr. Drs. H. SUHAJAR DIANTORO, Msi


Pembina Utama Madya
NIP. 19640502 198702 1 005
BERITA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2010 NOMOR 19
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai