Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan
nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Puskesmas mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan.1
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.1
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari
pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh
karena upaya pelayanan imunisaasi termasuk salah satu pelayanan kesehatan
perseorangan tingkat pertama yang berhubungan dengan vaksin yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan di Puskesmas, maka
Puskesmas wajib untuk menjaga kualitas mutu dari vaksin.1
EVM (Effective Vaccine Management) pertama kali diluncurkan oleh
WHO (World Health Organization) dan UNICEF pad atahun 2010, sistem ini
diciptakan untuk pengembangan efektivitas dan efisiensi terhadap proses
bisnis dunia vaksinasi agar kualitas vaksin dapat terjaga dengan baik demi
kesejahteraan kesehatan manusia. Hal-hal ini yang menjadi penilaian dalam
sistem EVM menurut WHO, harus berfokuskan terhadap segala aktivitas
yang kemungkinan berpengaruh terhadap vaksin itu sendiri seperti
penanganan kedatangan vaksin, temperature control, kapasitas penyimpanan

1
(capacity storage), infrastruktur, perawatan, manajemen persediaan, proses
distribusi, dan sistem informasi.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian tahun 2012-2013
pada 57 negara yang tergabung ke dalam GAVI-eligible (wadah organisasi
dalam pengembangan teknologi dunia vaksinasi), dapat diketahui bahwa
sistem EVM masih terdapat permasalahan dan belum dapat menunjang secara
maksimal. Tiga tingkatan permasalahan terbesar dalam penerapan EVM pada
57 negara ini terdapat pada permasalahan kapasitas penyimpanan (capacity
storage), manajemen yang diterapkan (policy), dan infrastruktur yang
berkaitan dengan proses vaksinasi. Permasalahan dalam kapasitas
penyimpanan ini berdasarkan pada penelitian tersebut, disebutkan terdapat
pada kualitas dan kapasitas cold storage, dry storage, dan transport storage
untuk mengakomodasi seluruh bahan baku pembuatan hingga vaksin yang
telah diproduksi. Permasalahan dalam manajemen vaksinyang diterapkan
terdapat pada regulasi peraturan yang diimplementasikan seperti monitoring
vaksin yang tidak terpakai (waste) dengan menggunakan sistem VVM
(Vaccinne Vial Monitor). Dan yang terakhir, yang menjadi permasalahan
dalam sistem infrastruktur adalah pada status dan layout dari gedung
penyimpanan, perlengkapan penunjang cold chain management, dan
pemakaian kendaraan atau alat bantu yang digunakan untuk menciptakan
efektivitas.
Dalam program imunisasi terdapat komponen utama yaitu vaksin.
Untuk keberhasilan program imunisasi yang baik harus ditunjang dengan
pengelolaan dan ketersediaan vaksin dalam jumlah cukup, berkualitas dan
tepat waktu. Vaksin merupakan bahan biologis sangat mudah rusak, maka
pengelolaan (penyediaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pemakaian)
memerlukan penanganan khusus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 161/Menkes/SK/XI/2005 tentang pedoman penyelenggaraan
imunisasi.2
Jika pengelolaan vaksin tidak sesuai ketentuan akan mengakibatkan
turunnya atau hilangnya potensi vaksin, bahkan dapat memberikan Kejadian

2
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) jika diberikan pada sasaran. Kerusakan vaksin
dapat mengakibatkan kerugian sumberdaya tidak sedikit, baik bentuk biaya
vaksin maupun biaya lain yang terpaksa dikeluarkan untuk menanggulangi
masalah KIPI/KLB.2
Kerusakan potensi vaksin dapat dicegah dengan melakukan pengelolaan
vaksin secara benar, sejak vaksin diproduksi di pabrik hingga digunakan di
unit pelayanan. Proses produksi di pabrik umumnya memiliki prosedur
khusus sesuai dengan ketentuan GMP (Good Manufacturing Practice) di
bawah pengawasan NRA (National Regulatory Authority) setempat oleh
karena itu monitoring kualitas pengelolaan vaksin lebih ditujukkan pada
pengelolaan vaksin di gudang penyimpanan vaksin di tingkat primer sampai
unit pelayanan (Puskesmas, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan Swasta).2
Pada saat terdapat kegagalan peralatan/pengelolaan, vaksin dapat rusak
hanya dalam beberapa jam. Kepatuhan petugas dalam mengelola vaksin di
tempat pelayanan imunisasi adalah suatu hal utama dan perlu dilakukan agar
kualitas vaksin dapat dipertahankan.2
Untuk mempertahankan mutu, semua vaksin secara kontinu harus
disimpan dalam suhu yang tepat sejak saat dibuat sampai digunakan. Sekali
potensi vaksin hilang atau rusak, tidak dapat diperoleh kembali atau
diperbaiki. Tanpa penanganan yang tepat, setiap vaksin menjadi tidak efektif
untuk memberikan perlindungan terhadap sasaran. Pada beberapa kasus,
hilangnya potensi dapat pula menyebabkan vaksin lebih muda menimbulkan
reaksi (reactogenic)3,4
Departemen Kesehatan di beberapa negara telah memiliki program
jaminan mutu terhadap kualitas vaksin dengan menyiapkan tenaga-tenaga
pengelola cold chain yang terlatih. Tetapi di wilayah dengan pelayanan
mayoritas di unit pelayanan swasta, penyiapan tenaga terlatih mungkin tidak
diterapkan sehingga terjadi penyimpangan dalam pengelolaan vaksin.5
Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat
apakah vaksin masih layak digunakan atau tidak.6 studi terhadap klinik yang

3
melayani imunisasi di wilayah, menyebutkan dari 170 klinik yang ada hanya
12% yang memantau suhu vaksin secara rutin 2 kali sehari.6
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan vaksin telah
dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI baik berupa pelatihan dan
penggantian peralatan cold chain, yang umumnya lebih banyak ditujukan ke
puskesmas.
Keberhasilan program imunisasi antara lain ditandai dengan tingginya
angka cakupan dan menurunnya angka kematian dan kesakitan akibat PD3I
(Penyakit Tertentu yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi). Cakupan
imunisasi campak dan difteri di Kota Semarang selama 3 tahun berturut-turut
lebih dari 85%.7,8 Meskipun cakupan imunisasi cukup tinggi, namun kasus
PD3I cenderung meningkat. Jumlah kasus campak yang dilaporkan pada
tahun 2005 sebanyak 369 kasus, sedangkan pada tahun 2006 meningkat
menjadi 999 kasus. Selain peningkatan kasus campak, selama 6 tahun
berturut-turut dilaporkan KLB difteri.9 Terjadinya KLB PD3I dan masih
tingginya angka kesakitan PD3I, merupakan kendala bagi keberhasilan
program imunisasi. Salah satu faktor kemungkinan sebagai penyebab adalah
penyimpangan terhadap prosedur pengelolaan vaksin yang berakibat rusaknya
potensi vaksin.
Salah satu puskesmas di Kota Semarang yang saat ini sedang berusaha
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah Puskesmas
Bangetayu. Dipilihnya puskesmas Bangetayu sebagai tempat praktek dengan
beberapa pertimbangan antara lain, telah terakreditasi dasar sejak 26 Oktober
2016, dengan skore mutu sudah dapat pengakuan dari departemen kesehatan
serta merupakan salah satu Puskesmas yang telah bekerjasama dengan FK
Unimus. Sehingga dengan alasan tersebut, maka Puskesmas Bangetayu
digunakan sebagai tempat untuk penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut
pelayanan dalam monitoring harian vaksin dipilih sebagai tema dilakukannya
penelitian ini.

4
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kepatuhan petugas terhadap Standar Operasional Prosedur
(SOP) dalam melakukan pelayanan penilaian status gizi balita di
Puskesmas Bangetayu?
2. Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan dalam mendapatkan kualitas mutu
vaksin yang diberikan pada pelayanan imunisasi di Puskesmas Bangetayu.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tingkat kepatuhan petugas pada monitoring
vaksin terhadap SOP serta kepuasan pelanggan terhadap kualitas mutu
vaksin yang didapat di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang
berkaitan dengan kepatuhan petugas dalam melakukan monitoring
harian vaksin dalam di Puskesmas Bangetayu menggunakan Daftar
Tilik dan menilai dengan Compliance Rate.
b. Mahasiswa menentukan prioritas masalah yang berkaitan dengan
kepatuhan petugas dalam monitoring vaksin harian terhadap SOP serta
kepuasan pelanggan terhadap kualitas mutu vaksin di Puskesmas
Bangetayu menggunakan Matriks Problem Prioritas,
c. Mahasiswa mampu menganalisis penyebab potensial yang berkaitan
dengan kepatuhan petugas dalam melakukan monitoring harian vaksin
terhadap SOP serta kepuasan pelanggar terhadap kualitas mutu vaksin
di Puskemas Bangetayu menggunakan Analisis Pendekatan Sistem dan
Diagram Tulang Ikan( Fish Bone ),
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab yang paling mungkin
yang berkaitan dengan masalah kepatuhan petugas dalam melakukan
monitoring harian vaksin terhadap SOP serta kepuasan pelanggan

5
terhadap kualitas mutu vaksin di Puskesmas Bangetayu menggunakan
Grafik Analisis Pareto Paired Comparison,
e. Mahasiswa mampu menentukan alternatif pemecahan masalah
kepatuhan petugas dalam melakukan monitoring harian vaksin
terhadap SOP serta kepuasan pelanggan dalam kualitas mutu vaksin di
Puskesmas Bangetayu melalui brainstorming antara dokter muda,
pemegang program, kepala puskesmas, & pembimbing,
f. Mahasiswa mampu menentukan keputusan pemecahan masalah
kepatuhan petugas dalam melakukan monitoring harian vaksin
terhadap SOP serta kepuasan pelanggan dalam kualitas mutu vaksin di
Puskesmas Bangetayu menggunakan Cost Benefit Analysis,
g. Mahasiswa mampu menyusun rencana penerapan atau Plan of Action
(POA) untuk menyelesaikan masalah kepatuhan petugas dalam
melakukan monitoring harian vaksin di Puskesmas Bangetayu sesuai
dengan alternatif pemecahan terpilih.
h. Melaksanakan intervensi sesuai dengan Plan of Action(POA)
penyelesaian masalah kepatuhan petugas dalam melakukan monitoring
harian vaksin di Puskesmas Bangetayu,
i. Membuat dan menempatkan media edukasi sesuai untuk
peruntukkannya.
D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas Bangetayu
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
menerapkan SOP dalam rangka meningkatkan manajemen monitoring
harian vaksin di Puskesmas Bangetayu Semarang.
2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan yang digunakan
dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan
masyarakat.
3. Bagi Peneliti

6
Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang Ilmu Kesehatan
Masyarakat khususnya tentang manajemen monitoring harian vaksin.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
manajemen monitoring harian vaksin di Puskesmas Bangetayu.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Puskesmas
1. Definisi
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.1
2. Visi dan Misi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional.1
3. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
a. Paradigma Sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.1
b. Pertanggungjawaban Wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.1
c. Kemandirian Masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.1
d. Pemerataan
Puskesmas menyelanggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya

8
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama,
budaya dan kepercayaan.1
e. Teknologi Tepat Guna
Puskesmas menyelanggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.1
f. Keterpaduan dan Kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan
penyelanggaraan UKM dan UKP lintas program dan sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen
Puskesmas.1
4. Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.1
5. Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :1
a. Penyelanggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
b. Penyelanggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya
c. Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga
Kesehatan
6. Wewenang Puskesmas
Dalam menyelenggarakan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya,
Puskesmas berwenang untuk :1
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan

9
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan
masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap askes,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
pengulangan penyakit
Dalam menyelenggarakan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya,
Puskesmas berwenang untuk :1
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu.
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif
dan kerja sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu
dan akses Pelayanan Kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.
i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

10
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
7. Upaya Kesehatan
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.1
Untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan
tersebut maka Puskesmas harus menyelenggarakan manajemen
Puskesmas, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan kesehatan
masyarakat dan pelayanan laboratorium.1
a. Upaya Kesehatan Masyarakat/UKM
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya
kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus
diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung
pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang
kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:1
1) pelayanan promosi kesehatan;
2) pelayanan kesehatan lingkungan;
3) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
4) pelayanan gizi; dan
5) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.1
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang
sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia
di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada,
yakni:1
1) Upaya Kesehatan Sekolah

11
2) Upaya Kesehatan Olah Raga
3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4) Upaya Kesehatan Kerja
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6) Upaya Kesehatan Jiwa
7) Upaya Kesehatan Mata
8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
j. Upaya Kesehatan Perseorangan/UKP
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan
sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan
dalam bentuk rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu
hari (one day care), home care, dan/atau rawat inap berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.1
8. Kedududukan, Organisasi dan Tata Kerja10
a. Kedudukan
Kedudukan Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya
dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah:
1) Sistem Kesehatan Nasional
Kedudukan Puskesmasdalam Sistem Kesehatan Nasional adalah
sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya.
2) Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota diwilayah
kerjanya.
3) Sistem Pemerintah Daerah

12
Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah
sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bidang kesehatan ditingkat kecamatan.
4) Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja Puskesmas terdapat berbagai organisasi
pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga
masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi,
praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat.
Kedudukan Puskesmas diantara berbagai sarana pelayanan
kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja
Puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis
dan bersumberdaya masyarakat seperti posyandu, polindes, pos
obat desa dan pos UKK. Kedudukan Puskesmas diantara berbagai
sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya
masyarakat adalah sebagai pembina.10
b. Organisasi10
1) Struktur Organisasi
Struktur organisasi Puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban
tugas masing-masing Puskesmas. Penyusunan struktur organisasi
Puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan
Peraturan Daerah.
2) Kriteria Personalia
Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas
disesuaikan dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing unit
Puskesmas.Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut
dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang
kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan.
3) Eselon Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan

13
kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab
tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan,
maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B.
Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk
menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk pejabat sementara yang
sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmasyakni seorang sarjana di
bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup
bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara
dengan pejabat tetap.
c. Tata Kerja
1) Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas berkoordinasi dengan
kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan
di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan,
Penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta
penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya
masyarakat oleh Puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan
mencakup pula kegiatan fasilitasi.10
2) Dinas KesehatanKabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dengan demikian secara teknis dan administratif,
Puskesmas bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan
administratif dan teknis kepada Puskesmas.10
3) Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang
dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta, Puskesmas
menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan rujukan dan
memantau kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan sebagai

14
pembina upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat,
Puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan
rujukan sesuai kebutuhan.10
4) Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerjasama yang erat
dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya
kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebut diselenggarakan
dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan perorangan seperti
rumah sakit (kabupaten/kota) dan berbagai balai kesehatan
masyarakat (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai
Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Kerja Masyarakat,
Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat, Balai Kesehatan Jiwa
Masyarakat, Balai Kesehatan Indra Masyarakat). Sedangkan untuk
upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasama diselenggarakan
dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat rujukan,
seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai Balai
Kesehatan Masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan
melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam
koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.10
5) Lintas Sektor
Tanggungjawab Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah
menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Untuk
mendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan
kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai
lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan
disatu pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
kecamatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai sektor
terkait, sedangkan dipihak lain pembangunan yang

15
diselenggarakan oleh sektor lain ditingkat kecamatan berdampak
positif.10
6) Masyarakat
Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas memerlukan dukungan
aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan.
Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan
Penyantun Puskesmas(BPP) yang menghimpun berbagai potensi
masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi
kemasyarakatan, serta dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai
mitra Puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan
kesehatan.10
B. Vaksin
1. Definisi
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih
hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.11
Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan sehingga
memerlukan penanganan khusus. Berselang suatu waktu, vaksin akan
kehilangan potensinya, yaitu kemampuan untuk memberikan perlindungan
terhadap suatu penyakit.3,12 Beberapa situasi yang mempengaruhi vaksin
antara lain: pengaruh kelembaban (humidity effect). Kelembaban hanya
berpengaruh terhadap vaksin yang disimpan terbuka atau penutupnya tidak
sempurna (bocor), pengaruh kelembaban sangat kecil dan dapat diabaikan
jika kemasan vaksin baik, misalnya dengan kemasan ampul atau botol
tertutup kedap (hermatically sealed).4
a. Pengaruh suhu (temperature effect).
Suhu adalah faktor yang sangat penting dalam penyimpan
vaksin karena dapat menurunkan potensi maupun efikasi vaksin

16
yang bersangkutan apabila disimpan pada suhu yang tidak sesuai.4
Suhu penyimpanan vaksin yang tepat akan berpengaruh terhadap
umur vaksin sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2.1 Suhu dan umur vaksin13

Tabel tersebut menunjukan bahwa untuk jenis vaksin sensistif panas


dapat disimpan pada lemari es dan freezer. Umur vaksin polio akan
lebih lama bila disimpan pada suhu freezer jika dibandingkan bila
disimpan pada suhu lemari es. Apabila terjadi penyimpangan terhadap
suhu penyimpanan yang direkomendasikan, maka akan berpengaruh
terhadap umur vaksin, sebagaimana tabel berikut:14
Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan dan Umur Vaksin

b. Pengaruh sinar matahari (sunlight effect).


Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi harus dilindungi
dari terhadap pengaruh sinar matahari langsung maupun tidak

17
langsung, sebab bila tidak demikian, maka vaksin tersebut akan
mengalami kerusakan dalam waktu singkat.4,14 Kemasan vaksin saat
ini disertai dengan label VVM (vaccine vial monitoring) yang
berfungsi sebagai indikator paparan panas, sehingga petugas dengan
mudah dapat mengenali vaksin yang telah terpapar suhu panas
dengan membaca perubahan pada label VVM.15,16
2. Penggolongan Vaksin
a. Penggolongan berdasarkan asal antigen (Immunization Essential)
Berdasarkan asal antigen, vaksin dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu :
1) Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya
dengan cara pembiakan berulang-ulang. Vaksin hidup attenuated
bersifat labil dan mudah mengalami kerusakan bila kena panas dan
sinar, oleh karenanya vaksin golongan ini harus dilakukan
pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.3,12 Vaksin
hidup attenuated yang tersedia :
a) Berasal dari virus hidup: vaksin campak, gondongan, rubella,
polio, rotavirus, demam kuning.
b) Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.
2) Inactivated (bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif)
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau
virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan
penambahan bahan kimia (biasanyaformalin).3,12 Vaksin
inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:
a) Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio,
rabies, hepatitis A.
b) Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera.
c) Toksoid, contoh difteria, tetanus.
d) Polisakarida murni, contoh pneomukokus, meningokokus.

18
e) Gabungan polisakarida.
3) Rekombinan (rekayasa genetika)
Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa
genetik. Produk ini sering disebut sebagai vaksin rekombinan.
Contoh vaksin dari rekayasa genetik yang saat ini telah tersedia:
vaksin Hepatitis B dan vaksin tifoid.
b. Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu
1) Vaksin yang peka terhadap suhu dingin dibawah 0 OC yaitu vaksin
FS (Freeze Sensitive = Sensitif Beku). Vaksin yang tergolong FS
adalah: Hepatitis B (dalam kemasan vial atau kemasan PID =Prefill
Injection Device), DPT,DPT-HB,DT,TT17,18
2) Vaksin yang peka terhadap suhu panas berlebih ( > 34 OC ), yaitu
vaksin HS (Heat Sensitive = Sensitif Panas), seperti: BCG,Polio,
Campak.17,18
C. Pengelolaan Vaksin
Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu
suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang
telah ditetapkan agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan
sampai pada saat pemberiannya kepada sasaran.4,18,19 Pengelolaan rantai
vaksin sebagai suatu sistem pengawasan, mempunyai komponen yang terdiri
dari input, proses, out put, efek, out come dan mekanisme umpan baliknya.20,21
1. Input
Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man. money, material,
method, disingkat dengan 4 M. Man atau sumber daya manusia di tingkat
puskesmas minimal mempunyai tenaga yang bertugas sebagai petugas
imunisasi dan pengelola cold chain dengan standar kualifikasi tenaga
minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain.
Rumah Sakit dan Rumah Bersalin serta pelayanan imunisasi pada praktek
swasta lainnya, pada prinsipnya hampir sama dengan di Puskesmas.
Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.22,23

19
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan
petugas pengelola vaksin perlu dilakukan pelatihan.
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan faktor yang dominan yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour).24 Studi tentang pengelolaan vaksin
di menunjukan bahwa dengan pengetahuan yang baik dan ditindaklanjuti
dengan praktik pengelolaan vaksin yang baik akan menurunkan jumlah
vaksin yang rusak. Pada penelitian tersebut dari 170 responden hanya 23%
petugas dengan pengetahuan memuaskan, dan 49% unit pelayanan
ditemukan vaksin yang rusak.6 Program pelatihan dapat mempengaruhi
perilaku kerja dalam dua cara dan yang paling jelas adalah dengan
langsung memperbaiki ketrampilan yang diperlukan petugas agar berhasil
menyelesaikannya pekerjaannya.25
Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional
untuk pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi
darurat bila terjadi kerusakan peralatan. Material adalah dalam
pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai vaksin yang meliputi lemari es,
vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan dan sebagainya.
Method antara lain prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin.21
2. Proses
Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan
vaksin mulai dari permintaan vaksin, penerimaan/.pengambilan
penyimpanan s/d pemakaian vaksin.17,18
a. Permintaan vaksin
Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah sasaran
yang akan diimunisasi dengan mempertimbangkan kapasitas tempat
penyimpanan vaksin. Permintaan vaksin di semua tingkatan
dilakukan pada saat stock vaksin telah mencapai stock minimum
oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus mencantumkan sisa
stock yang ada.

20
b. Penerimaan/pengambilan Vaksin
Pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai vaksin
yang sudah ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine carrier atau
termos. Sebelum memasukan vaksin ke dalam alat pembawa,
petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin
BCG. Vaksin yang boleh digunakan hanya hanya bila indikator
VVM A atau B, sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin
tidak diterima karena tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke
dalam vaccine carrier dimasukan kotak cair dingin (cool pack) dan
di bagian tengah diletakan termometer. Vaccine carrier yang telah
berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena matahari
langsung.17,19
c. Penyimpanan Vaksin
Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu
diberikan kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu
tertentu dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-
masing tingkatan administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin
sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya.
Dibawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin
disetiap tingkatan:18
Tabel 2.3 Lama Penyimpanan vaksin di setiap tingkatan

21
Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu
dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi.17,18

Gambar 2.1 Susunan Vaksin dalam Lemari Es


Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio,campak) pada
pedoman sebelumnya harus disimpan pada suhu di bawah 0oC.
Dalam perkembangan selanjutnya, hanya vaksin polio yang masih
memerlukan suhu di bawah 0oC di provinsi dan kabupaten/kota,
sedangkan vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu
2-8 oC. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8 oC
d. Pemakaian
Prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk pelayanan
imunisasi, adalah, "Earliest Expired First Out/EEFO" (dikeluarkan
berdasarkan tanggal kadaluarsa yang lebih dulu). Namun dengan
adanya VVM (Vaccine Vial Monitor) ketentuan EEFO tersebut

22
menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam
manajemen vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna
pada indikator yang ada.17,18 Kebijaksanaan program imunisasi
adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun sasaran sedikit
untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada awalnya indeks
pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah
dosis per vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen
program di unit pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin
ini harus semakin tinggi.21
e. Pencatatan dan Pelaporan
Stock vaksin harus dilaporkan setiap bulan, hal ini untuk
menjamin tersedianya vaksin yang cukup dan memadai. Keluar
masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, no batch, kondisi
VVM, dan tanggal kedaluwarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa
atau stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan
dan pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai
kartu stok tersendiri, Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima
vaksin juga perlu dicatat di Surat Bukti Barang Keluar (SBBK).17
3. Output
Yang menjadi output dalam sistem pengelolaan rantai vaksin adalah
kualitas vaksin. Kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin
disimpan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga
penggunaan.4,19 Monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan secara cepat
dengan melihat indikator VVM dan Freeze tag atau freeze watch.
VVM adalah indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial
vaksin yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun
dalam penyimpanan.15,16 Semua vaksin program imunisasi kecuali BCG
telah dilengkapi dengan VVM. VVM tidak mengukur potensi vaksin
secara langsung, namun memberikan informasi tentang layak tidaknya
pemakaian vaksin yang telah terkena paparan panas. VVM mempunyai
karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk

23
vaksin polio tidak dapat digunakan untuk vaksin Hb, begitu juga
sebaliknya.

Gambar 2.2 Alat Pemantau vaksin (VVM) yang menunjukkan kondisi


yang berbeda 13
Freeze tag dan freeze watch adalah alat pemantau paparan suhu dingin
dibawah 0oC. Freeze tag dan freeze watch digunakan untuk memantau
kinerja leamari es terhadap penyimpanan vaksin yang sensitif beku. Bila
menemukan vaksin yang dicurigai beku maka perlu dilakukan uji kocok
(shake test) dengan prosedur yang baru. Perbedaan uji kocok pada
prosedur yang lama adalah adanya vaksin pembanding yang berupa vaksin
yang sengaja dirusak atau dibekukan. Prosedur uji kocok vaksin adalah
sebagai berikut:
a. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai
pernah beku, utamakan yang dekat dengan evaporator dan bagian
lemari es yang paling dingin. Beri label “Tersangka Beku”.
Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang
sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
“Dibekukan”.
b. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai
mencair seluruhnya
c. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara
bersamaan.
d. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku”
bersebelahan untuk membandingkan Waktu Pengendapan .

24
(umumnya 5 – 30 menit). uji kocok dilakukan untuk tiap vaksin yang
berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan” yang
sesuai.

Gambar 2.3 Cara Uji Kocok Vaksin17


Komponen input, proses dan output dalam pengelolaan vaksin di unit
pelayanan swasta berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain
supervisi, komitmen pimpinan dan komitmen petugas.
a. Supervisi
Supervisi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
berkala dan berkesinambungan meliputi pemantauan, pembinaan dan
pemecahan masalah serta tindak lanjut. Kegiatan ini sangat berguna
untuk melihat bagaimana program atau kegiatan dilaksanakan sesuai
dengan standar dalam rangka menjamin tercapaianya tujuan
program.25,26
Tingginya cakupan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan
akhir program imunisasi yaitu menurunkan angka kesakitan dan
kematian terhadap PD3I. Cakupan yang tinggi harus disertai dengan
mutu program yang tinggi pula. Untuk meningkatkan mutu program,
supervisi dan bimbingan teknis secara berjenjang sangat
diperlukan.21,22

25
b. Komitmen Pimpinan dan Petugas
Dalam upaya perbaikan mutu, seorang pemimpin memiliki
empat tugas utama,yaitu merumuskan visi dan nilai-nilai dalam
organisasi yang mengarah pada perbaikan mutu, penyusunan dan
penguraian kebijakan mutu, memiliki strategi untuk mencapai tujuan
perbaikan mutu dan mengelola perubahan, serta memelihara budaya
mutu dalam organisasi.25,27
Nilai-nilai mutu yang terwujud menjadi budaya yang
ditunjukkan dalam perilaku petugas hanya dapat terjadi dengan
adanya komitmen. Yang dimaksud dengan komitmen adalah
tanggung jawab atau kemauan yang tinggi untuk menjalankan tugas
atau pekerjaan.28 Pendapat lain mengemukaan bahwa komitmen
adalah tekad bulat untuk melakukan sesuatu dengan niat yang
sungguh-sungguh. Komitmen yang baik adalah komitmen yang
dimulai dari pimpinan.29
Pada dasarnya kepemimpinan merupakan inti dari manajemen.
Kepemimpinan adalah hubungan antara manusia, sehingga dengan
demikian, maka baik buruknya manajemen tergantung pada baik
buruknya kepemimpinan. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki
kemampuan, untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau
kelompok tanpa mengindahkan alasannya. Sedangkan
kepemimpinan sendiri memiliki arti keseluruhan aktivitas dalam
rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk
mencapai suatu tujuan yang diinginkan bersama. Jadi yang dimaksud
pimpinan adalah orang yang melakukan aktivitas dalam pencapaian
tujuan yang ditetapkan.
Pimpinan harus mempunyai komitmen, sebab kalau tidak
program akan mengalami kegagalan. Bila pimpinan puncak tidak
komit lagi dengan program yang sudah berjalan, maka program
tersebut sebaiknya dihentikan atau tidak dijalankan dahulu.26,29

26
Komitmen merupakan konsep manajemen yang menempatkan
sumber daya manusia sebagai figur sentral dalam organisasi usaha.
Tanpa komitmen, sukar mengharapkan partisipasi aktif dan
mendalam dari sumber daya manusia. Oleh sebab itu komitmen
harus dipelihara agar tetap tumbuh dan eksis disanubari sumber daya
manusia. Dengan cara dan teknik yang tepat pimpinan yang baik bisa
menciptakan dan menumbuhkan komitmen.
Lima prinsip kunci dalam membangun komitmen yakni:
1) Memelihara atau meningkatkan harga diri. Artinya pimpinan harus
pintar menjaga agar harga diri bawahan tidak rusak.
2) Memberikan tanggapan dengan empati.
3) Meminta bantuan dan mendorong keterlibatan. Artinya bawahan
selain butuh dihargai juga ingin dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
4) Mengungkapkan pikiran, perasaan dan rasional.
5) Memberikan dukungan tanpa mengambil alih tanggung jawab.
Prinsip ini mencerminkan falsafah kepemimpian dimana pimpinan
menawarkan bantuan agar bawahan dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Fungsi pimpinan hanya membantu, tanggung jawab
ada pada masing-masing karyawan.
Dalam pengelolaan vaksin, komitmen pimpinan diwujudkan antara
lain adalah :23
1) Menyediakan sarana cold chain sesuai dengan ketentuan yang ada;
2) Mengupayakan perbaikan atau penggantian sarana yang rusak
3) Melakukan pemantauan kinerja petugas pengelola vaksin antara
lain dalam hal pencatatan penerimaan dan pemakaian vaksin,
catatan suhu vaksin serta kualitas vaksin.
Sedangkan komitmen petugas dalam pengelolaan vaksin diujudkan
antara lain:
1) Melakukan prosedur pengelolaan vaksin yang benar
2) Menindaklanjuti hasil temuan penyimpangan pengelolaan vaksin

27
3) Bersama pimpinan melakukan telaah pengelolaan vaksin
D. Imunisasi
1. Pengertian
Lebih dari 70 bakteri, virus, parasit dan jamur merupakan kuman
patogen terhadap manusia. Vaksinasi atau lazim disebut dengan istilah
imunisasi mampu melawan beberapa agent penyakit tersebut, bahkan
imunisasi yang dikembangkan saat ini mampu melawan hampir semua
jenis bakteri dan virus serta separoh jumlah parasit yang ada.30
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.31,32 Dilihat dari cara timbulnya
kekebalan, maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan
kekebalan aktif.
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan
dibuat oleh individu. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian
suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena
akan dimetabolisme oleh tubuh.31,32
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat
terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.
Kekebalan aktif biasanya berlangsung lama karena adanya memori.31,32
2. Tujuan dan manfaat
Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar.30,33
Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil di dunia
kedokteran sekaligus merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang
terbaik yang pernah dapat diberikan oleh ilmuwan di dunia ini. Imunisasi
adalah upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan
dengan upaya kesehatan lainnya.12,31,32

28
Berbagai keuntungan imunisasi, antara lain: 1) Pertahanan tubuh yang
terbentuk akan dibawa seumur hidup; 2) Bersifat cost effective karena
murah dan efektif; 3) Imunisasi tidak berbahaya. Reaksi yang sangat serius
sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang dari komplikasi yang timbul apabila
terserang penyakit tersebut secara alamiah.31,32
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor antara lain:
status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas
vaksin.31,34,35
a. Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang
diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Misalnya pada
bayi semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus
campak, bila imunisasi campak diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik terhadap virus campak masih tinggi akan memberikan hasil
yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang
mengandung IgA sekretori (slgA) terhadap virus polio dapat
mempengaruhi keberhasilan imunisasi polio yang diberikan secara
oral, namun pada umumnya kadar slgA terhadap virus polio pada ASI
sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Kadar slgA
tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila imunisasi polio
diiberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang atau sama dengan
3 hari setelah lahir), hendaknya ASI kolostrum jangan diberikan
dahulu 2 jam sebelum dan sesudah imunisasi.
Keberhasilan imunisasi memerlukan maturitas imunologik. Pada
neonatus fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi
mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA (human leucocyte
antigen) masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas
membran serta respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar
komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih rendah, demikian
pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts (T

29
supresor) relatif lebih menonjol dibandingkan pada bayi atau anak
karena fungsi imun pada masa intra uterin lebih ditekankan pada
toleransi, dan hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir. Pembentukan
antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan
sendirinya, imunisasi pada neonatus akan memberikan hasil yang
kurang dibandingkan pada anak. Oleh karenanya, apabila imunisasi
diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, disarankan untuk
memberikan imunisasi ulangan.32,33
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang
mendapat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau
menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder
seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi
keberhasilan imunisasi.36
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem
imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan
imunitas humoral spesifitasnya rendah. Meskipun kadar globulin γ
normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak
dapat mengikat antigen dengan baik, karena terdapat kekurangan asam
amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen
juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons
terhadap vaksin atau toksoid berkurang.36,37
b. Faktor Genetik
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas
genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas
responder baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Masing-
masing dapat memberikan repsons rendah terhadap antigen tertentu
namun terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran
bila kita menemukan keberhasilan imunisasi yang tidak mencapai
100%.3,31,33

30
c. Kualitas dan kuantitas vaksin
Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan
keberhasilan imunisasi seperti cara pemberian, dosis, frekuensi
pemberian, ajuvan yang dipergunakan dan jenis vaksin. Hal- hal yang
harus diperhatikan dalam pemberian imunisasi adalah:3
1) Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang
timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas
lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan
memberikan imunitas sistemik saja.
2) Dosis vaksin terlalu tinggi atau rendah juga mempengaruhi respons
imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons
imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak
merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat
diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai
dengan dosis yang direkomendasikan.
3) Frekuensi pemberian imunisasi juga mempengaruhi timbulnya
respons imun yang terjadi. Pemberian imunisasi ulangan untuk
meningkatkan titer antibodi yang mulai menurun. Respons imun
sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya dan afinitasnya lebih tinggi. Jarak pemberian
imunisasi mempengaruhi respons imun. Vaksin yang berikutnya
diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka akan
segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi.
4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan
respons imun terhadap antigen, fungsinya memperluas permukaan
antigen, atau memperlama penyimpanan antigen dalam tubuh
hospes, dan dapat mengembangkan populasi limfosit T dan B.
Ajuvan mempertahankan antigen pada atau dekat dengan suntikan
sehingga tidak cepat hilang, dan merangsang APC mengaktifasi sel
APC untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi
interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.

31
5) Vaksin yang mengandung organisme hidup yang dilemahkan akan
menimbulkan respons imun efektif yaitu memberikan perlindungan
yang lebih besar dan lama dengan pemberian satu dosis.
Rangsangan sel Tc memori membutuhkan sel yang terinfeksi,
sehingga diperlukan vaksin hidup untuk menginduksi terbentuknya
antibodi. Pemberian vaksin hidup perlu memperhatikan jadwal
waktu pemberian karena bayi masih mempunyai antibodi maternal
yang spesifik.3
6) Penanganan vaksin sejak vaksin diterima, disimpan, didistribusikan
dan dipergunakan dengan rantai vaksin merupakan bagian yang
penting dan harus sesuai dengan persyaratan agar potensi vaksin
tetap terjamin sampai di lapangan. Vaksin tidak poten disebabkan
oleh buruknya sistem rantai vaksin dari pabrik sampai ke
pelayanan. Ada penurunan yang bermakna titer virus vaksin sejak
dari Biofarma sampai dengan tingkat posyandu.8 Vaksin yang telah
dilarutkan lebih dari 8 jam potensinya telah menurun. Bila vaksin
sudah dilarutkan, vaksin harus terlindung dari sinar matahari dan
hanya tahan 8 jam pada suhu 2-80C.38
E. Mutu pelayanan Kesehatan
1. Definisi
Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.39
2. Manfaat
Suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis,
objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan

32
kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran-saran tindak lanjut. Manfaat tersebut sebagai berikut :39
a. Meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Berhubungan dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat
dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan
diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan
pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Berhubungan dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan
pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya
tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus
mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
c. Meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Berhubungan dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai
pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat
diwujudkan, maka akan berperan besar dalam peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Dapat melindungi pelaksana pelayanan
kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
3. Ruang Lingkup Kegiatan39
a. Membangun kesadaran mutu
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi
organisasi pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan menjadi
pelayanan yang sesuai standar.
b. Pembentukan tim jaminan mutu
Tim jaminan mutu dapat terdiri dari sub tim pembuat standar,
sub tim pelaksana dan sub tim penilai kepatuhan terhadap standar dan
evaluasi.
c. Pembuatan alur kerja dan standar pelayanan

33
Alur pelayanan di tempel di dinding agar mudah diketahui dan
sebagai petunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit pelayanan
kesehatan.
d. Penilaian kepatuhan terhadap standar
Di butuhkan daftar tilik untuk mengukur kelengkapan sarana
dan prasarana, pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi
tekhnis petugas dan persepsi penerima pelayanan.
e. Penyampaian hasil kerja
Data temuan diolah dan dianalisa kemudian di sajikan di
lokakarya mini jika nilai dibawah 80% maka keadaan ini perlu
diperbaiki dengan melakukan intervensi terhadap rendahnya tingkat
kepatuhan terhadap standar
f. Survey Pelanggan
Dilakukan dengan metode survey pada klien atau pasien.
g. Penyusunan rencana kegiatan menggunakan siklus problem solving.
4. Dimensi Mutu40
Kualitas pelayanan sesuai dengan metode SERVQUAL (Service
Quality) ada lima, yaitu:
a. Bukti Kualitas Pelayanan (Tangibles)
Bukti langsung meliputi keadaan fisik, misalnya kebersihan
ruangan tunggu, kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis dan
non medis, serta kerapian petugas kesehatan.
b. Kehandalan Pelayanan (Reliability)
Kehandalan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam
memberikan pelayanan, ketersediaan petugas pelayanan dan ketepatan
waktu pelayanan.
c. Tanggap Pelayanan (Responsiveness)
Ketanggapan yaitu keinginan para petugas dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan tepat, misalnya

34
menanggapi keluhan pasien, membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien.
d. Jaminan Pelayanan (Assurances)
Jaminan yang mencakup kemampuan, ketrampilan, kesopanan
dan kejujuran, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan dalam
bertindak.
e. Sikap Empati Petugas(Emphaty)
Kemudahan dalam melakukan komunikasi, perhatian,
keramahan dan memahami kebutuhan pasien.
5. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :40
a. Penataan organisasi
Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif
dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan
jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip
organization through the function.
b. Regulasi peraturan perundangan
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan
perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang
mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.
c. Pemantapan jejaring
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan
pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi
dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan mutu pelayanan.
d. Standarisasi
Standarisasi, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun
kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan
pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus
distandarisasi.
e. Pengembangan sumber daya manusia.

35
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara
berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral
dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta
bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi
baik perubahan secara lokal maupun global.
f. Quality Assurance
Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera
dilaksanakan dengan diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan
berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai
peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh
dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan
dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini
dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ danPlan- Do- Control-
Action (PDCA)
g. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan
dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat
unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun
internasional.Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek pembiayaan.
h. Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi.
Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan
anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber
daya manusia.
i. Peningkatan kontrol sosial.
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan
akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.

36
F. Analisis Pendekatan Sistem41
Program dan pelayanan kesehatan Puskesmas pada dasarnya adalah
sebuah sistem, maka analisis yang dilakukan adalah analisis sistem, yaitu
suatu cara kerja dengan menggunakan fasilitas yang tersedia, melakukan
pengumpulan berbagai masalah yg dihadapi oleh suatu sistem pelayanan dan
program kesehatan untuk kemudian dicarikan berbagai jalan
keluar/pemecahan yang memungkinkan lengkap dengan uraiannya sehingga
dapat membantu pimpinan Puskesmas dalam pengambilan keputusan untuk
mencapai tujuan Puskesmas yang telah ditetapkan.41
Analisis dengan pendekatan sistem dilakukan dengan cara merinci faktor-
faktor atau komponen-komponen sistem pelayanan dan program kesehatan
seperti pada gambar 2.1 di bawah ini: 41

Gambar 2.4 Bagan Analisis Situasi41

Oleh sebab itu, analisis situasi program dan pelayanan Puskesmas meliputi
analisis terhadap:41
1. Input (Masukan)
Masukan manajemen berupa sumber daya manajemen yang terdiri
atas man (ketenagaan), money (dana/biaya), material (bahan, sarana

37
dan prasarana), machine (mesin, peralatan/teknologi) untuk mengubah
masukan menjadi keluaran, method (metode), market dan marketing
(pasar dan pemasaran), minute/time (waktu), dan information (informasi),
yang disingkat 7 M + 1 I.
2. Proses
Proses manajemen Puskesmas yakni pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dan pelayanan kesehatan Puskesmas. Namun karena aspek
proses dalam program dan pelayanan Puskesmas sangat banyak dan
berbeda-beda, maka analisis lebih menekankan pada input dan output.
Masalah ini berhubungan dengan proses manajemen Planning,
Organizing, Actuating, Controlling/Evaluating (POAC/E) dan proses
pelayanan kesehatan yang ditunjang oleh pelaksanaan standar mutu
pelayanan dan standart operating procedure (SOP) Puskesmas dan SP3-
SIMPUS.
a. Masalah proses, seperti belum terumuskannya dan/atau belum
dipahaminya tentang visi, misi, tujuan dan program Puskesmas
oleh stakeholder Puskesmas, tujuan dan rumusan masalah program
kurang jelas sehingga Rencana Operasional (RO) atau plan of action
(POA) Puskesmas kurang relevan dengan upaya pemecahan
masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.
b. Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Puskesmas(Organizing)
belum ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan atau belum sesuai
dengan aturan serta pedoman tentang Kebijakan Dasar Puskesmas,
uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) belum dilaksanakan
dan/atau belum disusun, pembagian tugas dan tanggung jawab
diantara para pegawai Puskesmas kurang profesional dan
proporsional.
c. Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Simplifikasi (KISS)
kegiatan(Actuating) dan program Puskesmas kurang berjalan seperti
yang diharapkan, motivasi pegawai rendah, kepemimpinan kepala
Puskesmas kurang efektif

38
d. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian (P3) (Controlling dan
Evaluating) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas
lemah dan jarang dilakukan, stratifikasi Puskesmas atau penilaian
kinerja Puskesmas belum dilaksanakan sebagaimana mestinya
standar mutu pelayanan dan SOP Puskesmas belum dirumuskan
dan/atau belum dilaksanakan, sehingga pelayanan kesehatan masih
kurang berkualitas, SP3 kurang akurat dan saheh serta belum
dimanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan dan proses
manajemen, serta belum ditindak lanjuti dan diumpan balikkan.
3. Output (Hasil Antara)
Indikator-indikator ketiga pilar Indonesia Sehat yang memengaruhi
hasil akhir, yaitu indikator-indikator keadaan lingkungan, indikator-
indikator perilaku hidup masyarakat, serta indikator-indikator akses dan
mutu pelayanan kesehatan.
4. Outcome (Mutu / efek)
Efek langsung dan tidak langsung atau konsekuensi yang
diakibatkan dari pencapaiuan tujuan, yaitu benefit cost, jumlah/angka
(morbiditas, mortalitas, harapan hidup).
5. Impact (Dampak)
Derajat kesehatan berupa peningkatan/penurunan kepuasan pelanggan
dan masyarakat, indikator-indikator mortalitas (kematian), yang
dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas (kesakitan).
6. Lingkungan
Lingkungan fisik, biologis, dan sosio-kultural, lingkungan tugas (task
environment) dan lingkungan umum (general environment) atau
lingkungan makro, yaitu ekonomi, sosial, budaya, demografi, dan
lingkungan, politik, pemerintahan, dan hukum, teknologi, dan persaingan.
7. Masalah Rumit (Complex Problem)
Memiliki ciri-ciri, sebagai berikut :
a. Masalahnya Besar
b. Tidak berdiri sendiri

39
c. Saling berkaitan dengan masalah lain
d. Mengandung konsekuensi yang besar
e. Pemecahannya memerlukan pemikiran yang luas
f. Pemecahannya dilakukan secara team, pimpinan dibantu staf
G. Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagrams)41
1. Konsep dan pengertian
Fishbone Diagrams (Diagram Tulang Ikan) merupakan konsep analisis
sebab akibat yang dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa untuk
mendeskripsikan suatu permasalahan dan penyebabnya dalam sebuah
kerangka tulang ikan. Fishbone Diagrams juga dikenal dengan istilah
diagram Ishikawa, yang diadopsi dari nama seorang ahli pengendali
statistik dari Jepang, yang menemukan dan mengembangkan diagram ini
pada tahun 1960-an. Diagram ini pertama kali digunakan oleh Dr. Kaoru
Ishikawa untuk manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki, yang
selanjutnya diakui sebagai salah satu pioner pembangunan dari proses
manajemen modern.
Diagram Fishbone (Ishikawa) pada dasarnya menggambarkan sebuah
model sugestif dari hubungan antara sebuah kejadian (dampak) dan
berbagai penyebab kejadiannya. Struktur dari diagram tersebut membantu
para pengguna untuk berpikir secara sistematis. Beberapa keuntungan dari
konstruksi diagram tulang ikan antara lain membantu untuk
mempertimbangkan akar berbagai penyebab dari permasalahan dengan
pendekatan struktur, mendorong adanya partisipasi kelompok dan
meningkatkan pengetahuan anggota kelompok terhadap proses analisis
penyebab masalah, dan mengidentifikasi wilayah dimana data seharusnya
dikumpulkan untuk penelitian lebih lanjut.

40
Gambar 2.5 Fishbone Diagrams (Diagram Tulang Ikan) atau Diagram
Ishikawa
Desain diagram Ishikawa terlihat seperti tulang ikan. Representasi dari
diagram tersebut sederhana, yakni sebuah garis horizontal yang melalui
berbagai garis sub penyebab permasalahan. Diagram ini dapat digunakan
juga untuk mempertimbangan risiko dari berbagai penyebab dan sub
penyebab dari dampak tersebut, termasuk risikonya secara global.
2. Tujuan Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagrams)41
Fishbone Diagrams (Diagram Tulang Ikan) adalah diagram sebab-
akibat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi masalah
kinerja. Diagram tulang ikan menyediakan struktur untuk diskusi
kelompok sekitar potensi penyebab masalah tersebut. Tujuan utama dari
diagram tulang ikan adalah untuk menggambarkan secara grafik cara
hubungan antara penyampaian akibat dan semua faktor yang berpengaruh
pada akibat ini.
Fishbone Diagrams adalah alat analisis yang menyediakan cara
sistematis melihat penyebab yang membuat atau berkontribusi terhadap
akibat tersebut. Karena fungsi diagram Fishbone, dapat disebut sebagai
diagram sebab-akibat.

41
3. Manfaat 41
Pada dasarnya diagram tulang ikan dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah dari suatu
masalah.
b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
d. Mengidentifikasi tindakan untuk menciptakan hasil yang diinginkan.
e. Membuat issue secara lengkap dan rapi.
f. Menghasilkan pemikiran baru.

Beberapa manfaat lainnya dari membangun diagram tulang ikan adalah


membantu menentukan akar penyebab masalah atau karakteristik kualitas
menggunakan pendekatan terstruktur, mendorong partisipasi kelompok
dan memanfaatkan pengetahuan kelompok proses, serta mengidentifikasi
area dimana data harus dikumpulkan untuk studi lebih lanjut.
4. Kelebihan dan Kekurangan Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagrams)41
Kelebihan Fishbone diagrams adalah dapat menjabarkan setiap masalah
yang terjadi dan setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat
menyumbangkan saran yang mungkin menjadi penyebab masalah tersebut.
Sedangkan kekurangan Fishbone diagrams adalah opinion based on tool
dan didesain membatasi kemampuan tim/pengguna secara visual dalam.
Menjabarkan masalah yang mengunakan metode “level why” yang
dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar-benar besar untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting
digunakan untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar
pada diagram tersebut.42
H. Teori Problem Solving (Pengambilan Keputusan dan Pemecahan
Masalah)41
Pengambilan kuputusan merupakan fungsi utama manajemen dalam suatu
organisasi, karena keputusan yang telah dibuat akan mengikat seluruh
komponen organisasi untuk melaksanakan hasil keputusan tersebut.

42
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakekat
suatu masalah dengan mengumpulkan fakta-fakta dan data, penentuan
yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang
menurut perhitungan merupakan suatu tindakan yang paling tepat.41
Langkah pertama dalam siklus pemecahan masalah adalah
menentukan masalah dengan baik. Ini dimulai dengan kegiatan analisis
situasi atau disebut juga identifikasi masalah. Untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah kerja
Puskesmas dan pengembangan program intervensinya, pimpinan
Puskesmas dapat menganalisis masalah kesehatan tersebut dengan
menggunakan pendekatan epidemiologi, prinsip-prinsip kesehatan
masyarakat, kedokteran pencegahan, paradigma hidup sehat menurut
Blum dan analisis sistem.41
Dari analisis situasi akan diketemukan banyak masalah. Masalah adalah
kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang menjadi
kenyataan. Umumnya dalam kehidupan sehari-hari, sumber daya yang
tersedia tidak cukup untuk memecahkan semua masalah tersebut. Oleh sebab
itu, perlu ditentukan masalah kesehatan mana yang harus diutamakan.
Ada beberapa teknik untuk menentukan peringkat prioritas masalah antara
lain teknik skoring, teknik non skoring, dan mempertimbangkan
kebijakan.41
Masalah yang sudah menjadi prioritas, perlu dirumuskan dengan jelas.
Perumusan masalah yang baik adalah jika: (1) ada pernyataan tentang
kesenjangan secara kualitatif dan/atau kuantitatif, (2) didukung oleh data, dan
(3) dinyatakan secara spesifik apa masalah tersebut (butir 1 dan 2), siapa
yang terkena, dimana lokasinya, kapan waktunya. Untuk masalah yang
sudah dirumuskan dengan baik, kemudian ditentukan tujuan yang akan
dicapai, yaitu apakah: (1) masalah tersebut akan dikurangi sampai tingkat
tertentu atau (2) masalah tersebut dihilangkan sama sekali.41
Selanjutnya adalah memilih alternatif intervensi atau kegiatan yang
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diatas. Untuk itu, perlu

43
dilakukan analisis determinan masalah atau kadang-kadang disebut analisis
faktor risiko.
Selanjutnya adalah menguraikan alternatif tersebut dalam bentuk rencana
kegiatan program. Ini disebut penyusunan rencana operasional Puskesmas.
Selanjutnya rencana operasional program Puskesmas tersebut dilaksanakan.
Untuk itu memerlukan suatu organisasi yang tertata dengan baik. Pelaksanaan
program atau implementasi memerlukan fungsi penggerakan dan pelaksanaan
dengan melaksanakan fungsi kepemimpinan, motivasi, komunikasi, dan
pengarahan serta pengawasan dan pengendalian. Hasil implementasi dan
pelaksanaan kemudian dilakukan penilaian. Evaluasi ini kemudian
dipergunakan sebagai masukan dalam proses atau siklus selanjutnya dalam
pemecahan masalah.41

Gambar 2.6 Siklus Problem Solving

I. Standart Operating Procedure ( SOP)43


1. Definisi
Standart operating procedure (SOP) adalah suatu standar atau pedoman
tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Dan menurut Depkes RI,
SOP adalah suatu prosedur tetap yang merupakan tata atau tahapan yang
harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh

44
seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk
mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga
sesuatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.43
2. Tujuan SOP
a. Agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim
dalam organisasi atau unit.
b. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggungjawab dari petugas
terkait.
d. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan
administrasi lainnya.
e. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan
inefisiensi.43
3. Fungsi SOP
a. Memperlancar tugas petugas atau tim
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak
d. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.43
4. Keuntungan adanya SOP :
a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat
komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan
secara konsisten.
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu
apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.43
5. Prinsip-prinsip SOP
a. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan
b. Bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan yang
berlaku

45
c. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada
setiap upaya
d. Harus di dokumentasikan43
J. Teori Indeks Kepuasan Masyarakat42
1. Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil
dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang
diharapkan.Pada dasarnya pengertian kepuasan mencakup perbedaan
antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.Ukuran
keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat
kepuasaan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai
apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang
dibutuhkan dan diharapkan.42
2. Dimensi Kepuasan
Pada umumnya, dimensi kepuasan dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu :
a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta
standar pelayanan profesi. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya
mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai hubungan
dokter-pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan pilihan,
pengetahuan dan kompetensi teknis, efektifitas pelayanan, dan yang
terakhir keamanan tindakan.
b. Kepuasan yang mengacu pada persyaratan pelayanan kesehatan.
Ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap
kepuasan pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan,
kewajaran pelayanan kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan,
penerimaan pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan,
keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan kesehatan
dan mutu pelayanan kesehatan.42
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang
tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara

46
kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan
membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.42
Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) diperlukan untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat secara berkala dan mengetahui
kecenderungan kinerja pelayanan pada masing-masing Unit Pelayanan
instansi Pemerintah dari waktu ke waktu. Komponen ini berkaitan dengan
pelaksanaan survei IKM, metode yang digunakan, skor yang diperoleh,
serta tindak lanjut dari hasil pelaksanaan survei IKM.42
Monitor tolak ukur standar operasional prosedur adalah tingkat
kepatuhan atau compliance rate (CR). Dikatakn baik apabila prosentase
lebih dari 80%.42

Nilai CR = JML.Ya × 100 %


JML. Ya+Tidak
Unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks
kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:42
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan
b. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif
yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian
petugas yang memberikan pelayanan
d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja
sesuai ketentuan yang berlaku
e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan

47
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan
h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak membedakangolongan/status masyarakat yang dilayani
i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai dan menghormati
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan
rasa nyaman kepada penerima pelayanan
n. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan,
sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan
terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Hasil Survei Kepuasan Masyarakat, dimaksudkan untuk:42


a. Mengetahui kelemahan atau kekuatan dari masing-masing unit
penyelenggara pelayanan publik.
b. Mengukur secara berkala penyelenggaraan pelayanan yang telah
dilaksanakan oleh unit pelayanan publik.
c. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan langkah
perbaikan pelayanan.

48
d. Sebagai umpan balik dalam memperbaiki layanan. Masyarakat terlibat
secara aktif mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan
publik.
Nilai IKM dihitung sesuai langkah-langkah sebagai berikut:41
a. Nilai masing-masing unsur pelayanan di jumlahkan (kebawah) sesuai
dengan jumlah responden yang menjawab, kemudian untuk
mendapatkan nilai rata-rata per unsure pelayanan, jumlah nilai dibagi
jumlah responden yang menjawab
b. Untuk mendapat nilai rata-rata tertimbangan per unsure pelayanan,
jumlah nilai rata-rata per unsure pelayanan, jumlah nilai rata-rata per
unsure dikali 0.071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang
c. Untuk mendapat nilai indeks pelayanan, dengan cara menjumlahkan
14 unsur dari nilai rata-rata tertimbangan.
d. Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara
25-100 maka hasil nilai indeks pelayanan dikonversikan dengan nilai
dasar 25.
K. Pembuatan Media Edukasi
1. Latar Belakang Pembuatan Media Edukasi44
Komunikasi adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan
lingkungan sekitarnya.Tanpa komunikasi manusia jadi terpisah dari
lingkungan. Namun tanpa lingkungan komunikasi menjadi kegiatan yang
tidak relevan. Dengan kata lain manusia berkomunikasi karena perlu
mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Dalam berkomunikasi,
manusia tentunya memerlukan media komunikasi. Media komunikasi
adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi,
mereproduksi, mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan
informasi.
Media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat.
Proses pengiriman informasi di zaman keemasan ini sangat canggih.
Teknologi telekomunikasi paling dicari untuk menyampaikan atau
mengirimkan informasi ataupun berita karena teknologi telekomunikasi

49
semakin berkembang, semakin cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif
dan efisien. Berbagi informasi antar Benua dan Negara di belahan dunia
manapun semakin mudah.
2. Tujuan Pembuatan Media Edukasi
a. Tujuan Umum: Dengan pembuatan media edukasi diharapkan petugas
dapat melakukan tugasnya sesuai dengan SOP yang berlaku.
b. Tujuan Khusus :
1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3) Media dapat memperjelas informasi.
4) Media dapat mempermudah pengertian.
5) Media dapat mengurangi komunikasi yang verbalistis.
6) Media dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap mata.
7) Media dapat memperlancar komunikasi.
c. Proses Komunikasi
Proses komunikasi memenuhi 6 unsur, yaitu:
1) Reference: Stimulus yang memotivasi seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain, dapat berupa pengalaman, ide
atau tindakan.
2) Pengirim atau komunikator, dapat berupa perorangan atau
kelompok.
3) Pesan: Informasi yang dikirimkan, dapat berupa kata-kata, gerakan
tubuh atau ekspresi wajah.
4) Median: Alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/sasaran.
5) Penerima sasaran: Kepada siapa pesan yang ingin disampaikan
tersebut dituju.
6) Umpan balik: Reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.

50
3. Macam-macam media edukasi
Media edukasi dalam penyuluhan kesehatan adalah media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan karena alat tersebut
digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi
masyarakat yang dituju. 44
Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan
visual. Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang
termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip
chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah,
poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa
kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,
mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media
cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan
efek suara dan mudah terlipat. Media cetak terdiri dari :
a. Booklet atau brosur adalah suatu media untuk menyampaikan pesan
kesehatan dan bentuk buku, baik tulisan ataupun gambar. merupakan
barang cetakan yang berisikan gambar dan tulisan (lebih dominan) yang
berupa buku kecil setebal 10-25 halaman, dan paling banyak 50
halaman. Booklet ini dimaksudkan untuk memepengaruhi pengetahuan
dan keterampilan sasaran tetapi pada tahapan menilai, mencoba dan
menerapkan. Dalam penggunaan media cetak brosur sebagai media
pertanian ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1) Gaya bahasa, kata-kata dan istilah harus mudah dimengerti
kalimatnya ringkas dan jelas sesuai dengan tingkat kemampuan
sasaran,
2) Sebaiknya kata yang tertulis dilengkapi dengan gambar atau foto
agar lebih jelas dan mudah dimengerti,
3) Tulisan atau materi yang disajikan harus bersifat nyata, baik, dan
menguntungkan sesuai dengan kebutuhan sasaran ,

51
4) Harus mengandung daya penarik pembaca, kertas yang baik,
berwarna, bergambar, atau bentuknya menarik untuk dibaca
b. Leaflet atau folder adalah suatu bentuk penyampaian informasi melalui
lembar yang dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat maupun
gambar. sama hal nya dengan pamflet keduanya merupakan barang
cetakan yang juga dibagi-bagikan kepada sasaran penyuluhan. Bedanya
adalah umumnya dibagikan langsung oleh penyuluh, leaflet selembar
kertas yang dilipat menjadi dua (4 halaman) sedangkan folder dilipat
menjadi 3 (6 halaman) atau lebih, leaflet dan folder lebih banyak
berisikan tulisan daripada gambarnya dan keduanya ditujukan kepada
sasaran untuk memepengaruhi pengetahuan dan keterampilannya pada
tahapan minat, menilai dan mencoba.
c. Selebaran adalah suatu bentuk informasi yang berupa kalimat maupun
kombinasi. Selebaran yaitu barang cetakan yang berupa selebar kertas
bergambar atau bertulisan yang dibagi-bagikan oleh penyuluh secara
langsung kepada sasarannya, disebarkan ke jalan raya atau disebarkan
dari udara melalui pesawat terbang atau helikopter. Alat peraga seperti
ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran dan minat sasarannya
meskipun demikian, jika berisi informasi yang lebih lengkap dapat
dimanfaatkan oleh sasaran pada tahapan menilai dan mencoba.
d. Flipchart adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
dalam bentuk lembar balik berisi gambar dan dibaliknya berisi pesan
yang berkaitan dengan gambar tersebut. adalah sekumpulan poster
selebar kertas karton yang digabungkan menjadi satu. Masing-masing
berisikan pesan terpisah yang jika digabungkan akan merupakan satu
kesataun yang tidak terpisahkan yang ingin disampaikan secara utuh.
Flipchart dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap, pengetahuan atau
keterampilan. Akan tetapi, karena biasa digunakan dalam pertemuan
kelompok, alat peraga ini lebih efektif dan efisien untuk disediakan bagi
sasaran pada tahapan minat, menilai, mencoba.

52
e. Rubrik atau tulisan pada surat kabar mengenai bahasan suatu masalah
kesehatan.
f. Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan kesehatan yang biasanya
ditempel di tempat umum, merupakan barang cetakan yang ukurannya
relatif besar untuk ditempel atau direntangkan di pinggir jalan. Berbeda
dengan placard yang banyak berisiskan tulisan, poster justru lebih
banyak berisi gambar. Keduanya dimaksudkan untuk mempengaruhi
perasaan/ sikap dan pengalaman pada tahapan sadar dan minat.
g. Foto yang mengungkap informasi kesehatan yang berfungsi untuk
memberi informasi dan menghibur, merupakan alat peraga yang
dimaksudkan untuk mengenalkan inovasi atau menunjukkan bukti-bukti
keberhasilan/keunggulan satu inovasi yang ditawarkan. Photo ini
dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan pengetahuan sasaran pada
tahapan sadar, minat, menilai.
h. Media elektronik yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu
elektronika. Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis,
dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu
elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio,
video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media
elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan
diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media
ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat
canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya. Adapun macam media
elektronik: (1) Televisi; (2) Radio; (3) Video; (4) Slide; (5) Film
i. Luar ruangan yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar
ruangan secara umum melalui media cetak dan elektronika secara statis.

53
Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikutsertakan
seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya
relative besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi,
sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang,
peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan
penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya. Misalnya :
(1) Pameran; (2) Banner; (3) TV Layar Lebar; (4) Spanduk; (5) Papan
Reklame. Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang
mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai
dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu
untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.

54
L. Kerangka Teori
PUSKESMAS

PELAYANAN MONITORING
HARIAN VAKSIN

Proses :
Input : P1 : SOP dan Kuesioner
SIMPLE PROBLEM
1. Man P2 :
2. Money
3. Material 1. Kepatuhan petugas
monitoring harian Output : Cakupan
4. Methods
vaksin
5. Market
2. Kuesioner kepuasan
6. Marketing pelanggan
7. Environment
P3 : Outcome :
Mutu
1. Daftar Tilik SOP
2. Kuesioner Tingkat
Kepuasan Pelanggan

TINGKAT Impact: Kepuasan


Pasien
KEPATUHAN
PETUGAS
COMPLEX
PROBLEM

Masalah Mutu
Pelayanan

Gambar 2.7. Gambar Kerangka Teori Pendekatan Sistem


M. Kerangka Konsep
TINGKAT
KEPATUHAN
PETUGAS MASALAH
MUTU
KEPUASAN
PASIEN

Gambarv 2.8 Gambar Kerangka Konsep Pendekatan Sistem

55
BAB III
METODOLOGI PENETILIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang ilmu kesehatan
masyarakat khususnya tentang manajemen monitoring
2. Tempat pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di ruang Farmasi (lemari es vaksin) di
Puskesmas Bangetayu.
3. Waktu pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2017 sampai
dengan 13 Desember 2017.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasi diskriptif yang menjelaskan
kepatuhan petugas memonitoring harian vaksin terhadap standar operasional
prosedur monitoring vaksin dan meneliti kepuasan pasien yang mendapatkan
vaksin di Puskesmas Bangetayu. Metode pendekatan menggunakan cross
sectional yang merupakan penggambilan data yang dilakukan secara
bersamaan antara variabel tingkat kepatuhan petugas dalam melakukan
monitoring harian vaksin dan variabel kepuasan pasien yang mendapatkan
vaksin, untuk memperoleh data yang lengkap dengan waktu yang relatif
singkat.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi Kepatuhan Petugas
Populasi penelitian kepatuhan petugas adalah 2 bidan. Yaitu 1
penanggung jawab sekaligus sebagai pelaksana dan 1 bidan di ruang poli
gigi.

56
b. Populasi Kepuasan Pelanggan
Populasi penelitian kepuasan pelanggan adalah 20 pelanggan, yang
terdiri dari 1 Kepala Puskesmas, 1 tim mutu, 3 bidan ruang KIA dan 15
petugas vaksinansi yang bertugas saat posyandu.
2. Sampel
Sampel penelitian kepatuhan petugas meliputi 2 bidan yang
bertugas dengan cara mengamati kegiatan monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu sebanyak 8 kali kegiatan.
Sampel penelitian kepuasan pelanggan dengan cara mengisi
kuesioner kepuasan pelanggan kepada 10 orang yaitu Kepala Puskesmas,
Tim Mutu, 3 Bidan pelaksana imunisasi di ruang KIA, dan 5 petugas
imunisasi di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
3. Metode pengambilan sampel
a. Metode pengambilan sampel pada penelitian monitoring vaksin
dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu mengambil subjek
bukan berdasarkan atas strata, random atau daerah tetapi berdasarkan
atas adanya tujuan dan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel
berdasarkan kriteria (inklusi & eksklusi) yang telah ditetapkan peneliti,
kriteria inklusi dan eksklusi tersebut meliputi :
1) Kriteria inklusi
a) Petugas di pelayanan KIA yang bertugas melakukan monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu.
b) Petugas di luar pelayanan KIA yang mendapat jadwal bertugas
memonitoring vaksin.
2) Kriteria ekslusi
a) Petugas yang tidak sedang melakukan monitoring vaksin pada
saat observasi.
b. Metode pengambilan sampel pada penelitian kepuasan pelanggan
dilakukan dengan dengan cara purposive sampling yaitu mengambil
subjek bukan berdasarkan atas strata, random atau daerah tetapi
berdasarkan atas adanya tujuan dan pertimbangan tertentu.

57
Pengambilan sampel berdasarkan kriteria (inklusi & eksklusi) yang
telah ditetapkan peneliti, kriteria inklusi dan eksklusi tersebut meliputi :
1) Kriteria inklusi
a) Kepala Puskesmas dan Tim Mutu
b) Bidan yang melakukan vaksinasi di ruang KIA
c) Petugas posyandu yang mendapatkan jadwal bertugas dalam
kegiatan imunisasi di posyandu
2) Kriteria eksklusi
a) Petugas posyandu yang mendapat jadwal tetapi tidak melakukan
kegiatan imunisasi di posyandu.
D. Bahan dan Alat Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder.
1. Data primer didapatkan dari:
a. Hasil observasi langsung mengenai kepatuhan petugas terhadap
prosedur monitoring harian vaksin di ruang farmasi Puskesmas
Bangetayu dengan menggunakan daftar tilik atau checklist. Checklist
yang dibuat sesuai dengan SOP monitoring harian vaksin revisi
Puskesmas Bangetayu yang telah disosialisasikan.
b. Hasil wawancara mengenai kepuasan pelanggan atau petugas yang
melakukan vaksinasi di ruang KIA atau pun posyandu Puskesmas
Bangetayu dengan menggunakan kuesioner survei indeks kepuasan
masyarakat yang berdasarkan dari Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (KepMenPan No. KEP/25/M.PAN/2/2004).
c. Wawancara atau curah pendapat dengan Kepala Puskesmas, pemegang
program, kepala tim penjamin mutu, dan petugas monitoring vaksin.
2. Data sekunder berupa gambaran umum Puskesmas Bangetayu didapatkan
dari arsip data gambaran umum profil Puskesmas Bangetayu.

58
E. Prosedur pengambilan data
1. Perencanaan
a. Mempelajari SOP monitoring vaksin yang sudah ada di Puskesmas
Bangetayu
b. Mencari tinjauan pustaka yang sesuai dengan SOP monitoring vaksin
c. Menentukan sampel penelitian serta merencanakan pengumpulan data
2. Pelaksanaan
a. Penyempurnaan SOP monitoring harian vaksin
b. Advokasi SOP revisi dengan kepala puskesmas dan pemegang program.
c. Persetujuan dan sosialisasi SOP revisi yang akan digunakan dalam
pengamatan tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP
d. Pembuatan check list dan daftar tilik SOP monitoring vaksin
e. Pengamatan petugas memonitoring vaksin berdasarkan SOP yang sudah
direvisi
f. Persiapan kuesioner kepuasan pelanggan
g. Wawancara pelanggan atau pasien menggunakan kuesioner kepuasan
pelanggan
h. Pengumpulan dan pencatatan data
i. Pengolahan data
F. Pengolahan data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai
berikut :45
1. Editing
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan dilakukan koreksi terlebih
dahulu.
2. Coding
Kemudian dilakukan pengkodean data supaya lebih mudah dalam proses
pengolahan data yaitu dengan mengubah data bentuk kalimat menjadi data
berbentuk angka.
3. Processing
Memasukkan dan memproses data dengan bantuan alat komputer.

59
4. Cleaning
Pengecekan kembali data yang ada untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan kode, kurang lengkap sehingga dapat dilakukan koreksi.
G. Analisis data
Pada penelitian ini menggunakan analisa identifikasi masalah dilihat dari
tingkat kepatuhan/compliance rate (CR). Analisis data dilakukan setelah
memperoleh data, masalah didapatkan jika nilai angka kepatuhan (Compliance
Rate) kurang dari 80% dan selanjutnya dimasukkan ke dalam identifikasi
masalah. Masalah yang ada kemudian diprioritaskan dengan matriks problem
priority. Kemudian dilakukan analisis penyebab masalah dengan menggunakan
analisis pendekatan sistem. Setelah itu analisis faktor penyebab masalah
tersebut dimasukkan ke dalam Fish Bone Analyze. Selanjutnya dicari penyebab
masalah paling mungkin dengan paired comparison, tally, kemudian
menggunakan diagram pareto untuk mencari penyebab masalah yang paling
mungkin. Penyebab masalah yang terpilih kemudian dicari alternatif
pemecahan masalahnya dengan cara brainstorming bersama koordinator UKM
dan pemegang program kemudian dilakukan pengambilan keputusan mengenai
pemecahan masalah dengan menggunakan matriks cost benefit, kemudian
dibuat Plan Of Action (POA) sesuai dengan keputusan yang diambil untuk
selanjutnya dilakukan intervensi kegiatan sesuai kewenangan mahasiswa dan
pembuatan media edukasi yang sesuai. Penilaian kepuasan pelanggan ditelusuri
menggunakan kuisioner dan data yang didapat diolah dengan cara menghitung
jumlah nilai per unsur, nilai rata-rata (NRR) per unsur, nilai rata-rata
tertimbang per unsur, nilai indeks kepuasan masyarakat (IKM), mencari nilai
IKM setelah dikonveksi, dan melihat mutu pelayanan serta kinerja unit
pelayanan.40

60
H. Alur Penelitian
1. Kepatuhan Petugas

Mengidentifikasi dan Masalah yang didapat Menentukan


merumuskan masalah kemudian diprioritaskan penyebab masalah
menggunakan daftar menggunakan matriks C dengan analisis
tilik & dinilai problem priority pendekatan sistem
menggunakan jumlah V
nilai CR
C
Alternatif pemecahan Penyebab masalah V faktor
Analisis
masalah dengan cara paling mungkin dicari penyebab masalah
curah pendapat dengan teknik paired dengan analisis fish
(brainstorming) comparison yang bone
dilanjutkan
menggunakan diagram
pareto

Pengambilan keputusan Menyusun rencana Upaya intervensi serta


menggunakan matriks kegiatan pemecahan penyerahan media
cost benefit masalah (plan of edukasi
Action)

C
V media
Memberikan
edukasi

Gambar 3.1 Alur Penelitan Kepatuhan Petugas

2. Kepuasan Pelanggan

Membuat kuisioner b. Melakukan a. Menilai


kepuasan pelanggan survei kepuasan kepuasan pelanggan
tentang monitoring pelanggan tentang tentang monitoring
vaksin di Puskesmas monitoring di vaksin di Puskesmas
Bangetayu Puskesmas Bangetayu Bangetayu melalui
melalui wawancara penghitungan hasil
responden yang survei menggunakan
menerima vaksin dan tabel Indeks Kepuasan
melakukan vaksinasi Masyarakat (IKM).
menggunakan kuisioner

Gambar 3.2 Alur Penelitan Kepuasan Pelanggan

61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Puskesmas Bangetayu
Kondisi Geografis
Puskesmas Bangetayu sebagai salah satu puskesmas yang berada di
wilayah Kecamatan Genuk, yang merupakan puskesmas rawat jalan dan
rawat inap untuk umum yang telah terakreditasi tingkat dasar sejak tahun
2016.44
Secara Geografis Puskesmas Bangetayu berada pada ketinggian tanah dari
permukaan Laut 1,5 – 2 meter yang makin ke arah utara makin rendah
sehingga bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air. Luas
Wilayah Puskesmas Bangetayu 11,67 Km2, dengan jumlah penduduk 58015
jiwa. Yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Bagian Utara : Kelurahan Banjardowo
Bagian Selatan : Kecamatan Pedurungan
Bagian Barat : Kelurahan Muktiharjo Lor
Bagian Timur : Kabupaten Demak

Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk


Luas Wilayah Jumlah Jumlah Jumlah
No Kelurahan Jumlah RT
(km2) RW KK Penduduk

1. Bangetayu Kulon 1,79 84 11 3884 16307

2. Bangetayu Wetan 1,85 70 6 3638 12824

3. Sembungharjo 2,50 62 10 3624 10744

4. Penggaron Lor 1,54 26 4 1502 5866

5. Kudu 1,84 48 7 2084 7047

6. Karangroto 2,15 81 13 3509 12520

JUMLAH 11,67 370 57 18241 65308

62
B. Gambaran Khusus Puskesmas Bangetayu
1. Sejarah Singkat
Sejak tahun 1985 secara administrasi kecamatan Genuk berpisah dari
Kabupaten Demak dan selanjutnya masuk ke wilayah Semarang. Pada
awalnya di Kecamatan Genuk hanya ada 1 Puskesmas yaitu Puskesmas
Genuk, dengan berjalannya karena wilayah Puskesmas Genuk yang terlalu
luas dan jumlah penduduk yang lebih dari 60.000 jiwa maka dibangun 1
lagi Puskesmas yaitu Puskesmas Bangetayu, pada awal berdirinya
Puskesmas Bangetayu hanya melayani pemeriksaan rawat jalan seiring
dengan perkembangannya pada tahun 2008 Puskesmas Bangetayu mulai
melakukan pelayanan rawat inap dan pada tahun 2010 Puskesmas
Bangetayu mulai membuka pelayanan persalinan sebagai salah satu
Puskesmas PONED di Kota Semarang.
Puskesmas Bangetayu pada awalnya memiliki 2 (dua) pustu yaitu
Pustu Kudu dan Pustu Karangroto, sejak bulan Maret tahun 2016
pelayanan Pustu Kudu dialihkan ke Pustu Karangroto oleh karena gedung
mengalami kerusakan.
2. Bangunan
Dengan luas tanah 11,67 km2 Puskesmas bangetayu memiliki 1
bangunan induk rawat jalan dan rawat inap,gudang dan garasi. Adapun
untuk bangunan rawat jalan terdiri dari :
a. Ruang pendaftaran
b. Ruang Ka.Sub.Bag. TU
c. Ruang Pemeriksaan Umum
d. Ruang Pemeriksaan Gigi dan Mulut
e. Ruang Pemeriksaan Ibu, Anak, Imunisasi dan KB
f. Ruang Farmasi
g. Ruang Lansia
h. Ruang Laboratorium
i. Ruang Konseling
j. Ruang TB Paru

63
k. Gudang Obat
l. Gudang
Untuk bangunan rawat inap terdiri dari :
a. Ruang Gawat Darurat
b. Ruang perawatan
c. Ruang Persalinan
d. Ruang Pasca Persalinan
3. Visi dan Misi Puskesmas
a. Visi :
Terwujudnya pelayanan kesehatan dasar yg bermutu, serta
masyarakat yang mandiri dalam bidang kesehatan
b. Misi :
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu,
manuasiawi, serta terjangkau oleh seluruh masyarakat
2) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3) Membangun citra pelayanan dengan memberlakukan pengguna
layanan sebagai pusat perhatian
4) Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan dalam pengembangan kesehatan masy
Motto :“Ramah Cermat Tanggap Ikhlas”
Dengan filosofi untuk membangun motivasi guna mengoptimalkan
potensi pegawai puskesmas Bangetayu dalam etos kerja dan berupaya
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik demi terwujudnya
masyarakat Bangetayu yang sehat.
4. Sumber Daya Manusia
Sebagai organisasi yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat luas dibidang kesehatan, Puskesmas Bangetayu memiliki 32
pegawai PNS dan tenaga magang sebagai berikut:

a. Administrasi : 2 orang
b. Cleaning Servis : 2 orang

64
c. Tenaga bidan : 5 orang
d. Tenaga perawat : 3 orang
e. Petugas jaga malam: 1 orang
a. Tenaga perawat K2 : 1 orang
Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Bangetayu
No Jenis SDM SDM Kebutuhan Kekurangan
yang ada SDM
1. Kep. Puskesmas 1 1 0
2. Dokter 4 6 2
3. Dokter gigi 1 1 0
4. Apoteker 1 1 0
5. Perawat 6 10 4
6. Bidan 6 10 4
7. Perawat gigi 1 1 0
8. HS 1 1 0
9. Analis 2 2 0
10. Ahli Gizi 2 2 0
11. AA 1 2 1
12. Ka. Sub bag TU 1 1 0
13. Epidemiologi 1 1 0
14. Penyuluh 0 2 2
15. Rekam medis 0 2 2
16. Pengemudi 1 2 1
17. Administrasi 4 6 2
18. Pet. Kebersihan 0 4 4
19. Penjaga Malam 0 2 2
20. Pramusaji 0 1 1
21 Tukang kebun 0 2 2
JUMLAH 32 60 28

5. Pembiayaan Puskesmas Bangetayu


Sumber biaya:
1) APBD dari Pemerintah daerah
2) BOK dari Pemerintah pusat
3) JKN dari kapitasi pasien BPJS
6. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Bangetayu merupakan Puskesmas Induk dengan 2
puskesmas pembantu ( Pustu Kudu dan Pustu Karangroto ) Puskesmas
Bangetayu selain memberikan pelayanan rawat jalan juga memberikan
pelayanan rawat inap dengan jumlah tempat tidur 6 dan 2 tempat tidur

65
nifas. Untuk kebutuhan operasional Puskesmas Bangetayu mempunyai 1
unit mobil puskesmas keliling dan 1 unit mobil ambulance.
7. Morbiditas
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insidensi
maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Morbitias menggambarkan
kejadian penyakit dalam suatu populasi dan pada kurun waktu tertentu.
Menurut hasil rekapitulasi laporan kunjungan pasien di Puskesmas
Bangetayu, 10 Besar Penyakit terbanyak yang ditangani adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.3 Daftar 10 Besar Penyakit Puskesmas Bangetayu
No Nama Penyakit JUMLAH
1 ISPA 10595
2 MIALGIA 3161
3 FARINGITIS AKUT 3134
4 HIPERTENSI 3077
5 GASTRITIS 1709
6 DKA 1461
7 VERTIGO 1423
8 KEHAMILAN NORMAL 1363
9 DM 1286
10 TYPOID 1129

C. Gambaran Mutu Pelayanan Penilaian Status Gizi Balita di Ruang Gizi


Puskesmas Bangetayu15
1. Input
a. Man (Sumber Daya Manusia)
Jumlah petugas monitoring vaksin di ruang farmasi sebanyak 2
orang yang terdiri 1 bidan (1 pemegang program vaksin yang
merangkap sebagai pelaksana) dan 1 bidan (yang bertugas di ruang
poli gigi). Petugas yang diambil sebagai responden berjumlah 1 orang.
b. Money (Pendanaan)
Pendanaan pelayanan monitoring vaksin bersumber dari DKK.
DKK rutin setiap bulan memberikan jatah vaksin untuk Puskesmas
Bangetayu sesuai dengan kebutuhan dari Puskesmas
c. Method (Cara Kerja)

66
Metode pelayanan monitoring harian vaksin merupakan
pelayanan terintegrasi dengan pelayanan KIA. Metode pelayanan
monitoring vaksin menggunakan SOP pelayanan monitorng vaksin di
Puskesmas Bangetayu. Untuk penelitian ini menggunakan SOP
pelayanan monitoring vaksin di ruang farmasi yang telah di revisi
yang sudah disesuaikan dengan referensi untuk digunakan sebagai
penelitian tentang kepatuhan petugas.
d. Material (Fasilitas)
Fasilitas ruang monitoring vaksin terdiri dari alat tulis, indicator
paparan suhu panas (VVCM dan VVM), cold pack, lemari es,
thermometer vaksin. Sedangkan dokumen yang dikelola oleh petugas
monitoring vaksin adalah buku pencatatan grafik suhu dan buku
pencatatan stock vaksin
d. Market (Sasaran Penduduk)
Market yaitu petugas yang mendapatkan serta melakukan vaksinasi.
e. Marketing
SOP pelayanan monitoring harian vaksin yang sudah disesuaikan
dengan referensi telah diadvokasikan kepada Kepala Puskesmas dan
disetujui, sosialisasi SOP tersebut telah dilakukan kepada tim
penjamin mutu Puskesmas, pemegang program gizi dan petugas
pelaksana.
2. Process
a. P1 (Perencanaan) Pelayanan Monitoring Harian Vaksin di Ruang
Farmasi
Terdapat SOP pelayanan monitoring harian vaksin di ruang farmasi
wilayah kerja Puskesmas Bangetayu yang digunakan sebagai
pedoman. SOP baru merupakan revisi SOP lama yang dibuat oleh
mahasiswa dan telah disesuaikan dengan referensi.
b. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan)
1) Petugas pelaksana memberikan pelayanan monitoring harian vaksin
di ruang farmasi sesuai dengan SOP yang disepakati.

67
2) Kegiatan pelayanan monitoring harian vaksin di ruang farmasi
dilaksanakan setiap Senin – Kamis: 07.30-13.00; Jum’at 07.30-
10.30 dan Sabtu: 07.30-11.30.
c. P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian)
Pelaporan yang dilaksanakan di puskesmas Bangetayu terdiri atas
pelaporan harian dilaksanakan setiap hari dan data laporan harian
dimasukkan ke buku register harian, laporan bulanan dan tahunan
dimasukkan dalam simpus & SP3 online pada akhir bulan.
3. Output
Vaksin yang didapatkan oleh petugas vaksinasi berkualitas, belum
kadaluarsa dan indeks VVM dalam kategori A atau B, sehingga masih
layak untuk digunakan
4. Outcome
Peningkatan mutu monitoring harian vaksin akan mempengaruhi
tingkat kepuasan petugas vaksinasi terhadap pelayanan monitoring harian
vaksin di ruang farmasi di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
5. Impact
Peningkatan keberhasilan program imunisasi akibat dari rantai
dingin penyimpanan vaksin yang baik
D. Simple Problem
1. Identifikasi masalah mutu Pelayanan Monitoring Vaksin di Ruang
Farmasi wilayah kerja Puskesmas Bangetayu
Pengamatan mengenai kepatuhan petugas pelaksana terhadap SOP
pelayanan monitoring vaksin di ruang farmasi. Observasi kepatuhan ini
dilakukan 8 kali kegiatan. Penelitian dilakukan pada tanggal 9 sampai 13
Desember 2017 dengan mengamati kegiatan petugas menggunakan daftar
tilik kepatuhan petugas dalam monitoring vaksin. Data yang diamati
ditabulasi selanjutnya dinilai tingkat kepatuhan/compliance rate (CR). CR
dinilai baik, bila lebih dari 80% dan dinilai kurang baik jika kurang dari
80%. Hasil perhitungan CR petugas pelaksana dan pemegang program
monitoring vaksin di ruang farmasi adalah sebagai berikut:

68
CR kepatuhan petugas terhadap SOP monitoring vaksin :
∑ 𝑌𝑎 144
𝑥 100% = 𝑥 100% = 78,2%
∑ 𝑌𝑎 + ∑ 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 144 + 40

Dari data diatas menunjukkan angka kepatuhan petugas terhadap SOP


monitoring vaksin dengan CR kurang karena < 80%. CR yang kurang dari
80% dilihat pada masing-masing item SOP monitoring vaksin adalah :
a. Petugas siap memonitoring 2 kali sehari (Senin-Kamis pukul 07:30
dan 13:00 ; Jumat pukul 07:30 dan 10:30 ; Sabtu pukul 07:30 dan
11:30). (25%) (A)
b. Petugas memonitor cool pack pada bagian bawah lemari es. (0%) (B)
c. Petugas memonitor jarak minimal antara lemari es dengan dinding
bagian belakang ±15 cm. (25%) (C)
d. Petugas memonitor Vaksin ditata dengan rapi. (37,5%) (D)
e. Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
(25%) (E)
f. Petugas mencatat di buku grafik pencatatan suhu 2 kali sehari. (37,5%)
(F)
2. Prioritas masalah
Dari enam masalah tersebut peneliti menentukan prioritas masalah.
Peneliti menentukan prioritas masalah dengan menggunakan matrix
problem priority.
Matriks prioritas masalah atau problem priority matriks merupakan
salah satu alat dalam menyusun urutan prioritas dari sejumlah masalah.
Setiap masalah ditentukan rangking manfaat dan rangking usahanya untuk
menyelesaikan masalah. Rangking dimulai dari yang terbaik dengan
urutan 1-5. Rangking manfaat kemudian dikalikan dengan nilai rangking
usaha sebagai extended value. Nilai extended value terkecil dapat dipilih
sebagai prioritas masalah.
Penilaian dengan skala 1-5 :
- Angka 5 melambangkan kemampuan besar
- Angka 4 melambangkan kemampuan cukup
- Angka 3 melambangkan kemampuan sedang

69
- Angka 2 melambangkan kemampuan kurang
- Angka 1 melambangkan kemampuan kecil
Kemudian rangking manfaat dikali nilai rangking usaha sebagai
extended value. Berdasarkan nilai extended value yang terkecil dapat
dipilih prioritas masalah. Berikut adalah matriks prioritas masalah dari
beberapa masalah dalam penelitian ini :
Tabel 4.4 Matriks prioritas masalah pelayanan monitoring vaksin
Masalah Rangking Rangking usaha Extended value Urutan prioritas
manfaat
Masalah A 3 3 9 5
Masalah B 4 3 12 6
Masalah C 4 2 8 3
Masalah D 4 2 8 2
Masalah E 4 2 8 1
Masalah F 3 3 9 4

Matriks prioritas masalah disusun oleh peneliti kemudian melakukan


konfirmasi dan curah pendapat dengan ketua koordinator UKP. Dengan
demikian berdasarkan hasil matriks problem priority maka prioritas
masalah diatas adalah Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan
vaksin 1-2 cm, maka kemudian dicari penyebab masalahnya.
3. Identifikasi penyebab masalah
Identifikasi penyebab masalah petugas memonitor sirkulasi udara,
antara kemasan vaksin 1-2 cm..
Tabel 4.5 Identifikasi masalah pada pelayanan monitoring sirkulasi udara,
antara kemasan vaksin 1-2 cm.
Input Penyebab masalah
Man
Money 1. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin
Material 2. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat semua stok vaksin yang
ada
Method
Marketing -

Lingkungan 3. Tidak ada ruang yang cukup bila ada penambahan lemari es vaksin

70
1. Belum ada anggaran
untuk pengadaan
- lemari es vaksin baru -

MAN MONEY METHODE

Petugas memonitor
sirkulasi udara,
LINGKUNGAN
antara kemasan
vaksin 1-2 cm.
(25%)

3. Tidak ada ruang


yang cukup bila
ada penambahan MARKETING MATERIAL
lemari es vaksin
- 2. Kurangnya jumlah lemari es untuk
memuat semua stok vaksin yang ada

Gambar 4.1 Pendekatan Analisis Fish Bone untuk masalah pelayanan


monitoring sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
4. Menentukan Penyebab Masalah Paling Mungkin
a. Paired Comparison
Pada Perbandingan Berpasangan (Paired Comparasion)
membandingkan enam penyebab masalah dibandingkan dengan sisa
jumlah masalah, pada penelitian ini terdapat enam masalah, sehingga
digunakan hanya lima pada sisi horizontal. Telah di bandingkan
dimenangkan dengan cara dalam kurung.
Berdasarkan analisa penyebab masalah dengan Metode Paired
Comparison didapatkan urutan prioritas penyebab masalah sebagai
berikut:

71
Tabel 4.6 Perbandingan Berpasangan (Paired Comparasion)
No Penyebab masalah I II
(1) (1)
Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari
1 es vaksin baru 2 3
(2)
Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat
2 semua stok vaksin yang ada 3
Tidak ada ruang yang cukup bila ada
penambahan lemari es vaksin
3

Keterangan jumlah:
1. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin baru = 2
2. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat semua stok vaksin yang
ada = 1
3. Tidak ada ruang yang cukup bila ada penambahan lemari es vaksin =0

b. Distribusi frekuensi penyebab masalah


Dengan menjumlah penyebab masalah pada tabel Paired
Comparison yang ditanda kurung maka dapat dihitung jumlah distribusi
frekuensi penyebab masalah dengan cara membuat turus/ tally. Hasil
Tally yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Penyebab Masalah
No Penyebab masalah Tally Jumlah
1. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es II 2
vaksin baru
2. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat I 1
semua stok vaksin yang ada
3. Tidak ada ruang yang cukup bila ada 0 0
penambahan lemari es vaksin

Dari data diatas didapatkan nilai tertinggi pada penyebab masalah


yaitu belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin baru.
c. Diagram frekuensi penyebab masalah
Langkah berikutnya adalah membuat diagram frekuensi penyebab
masalah berdasarkan hasil dari tally.

72
2.5

1.5

1 A
1
B

0.5

0
Penyebab Masalah

Gambar 4.2. Diagram Frekuensi Penyebab Masalah


Keterangan:
A. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin baru
B. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat semua stok vaksin yang
ada
d. Membuat tabel pareto
Tujuan pembuatan tabel pareto adalah sebagai dasar pembuatan
diagram analisis pareto dengan cara mengurutkan penyebab masalah
dimulai dari frekuensi terbesar ke frekuensi yang terkecil
Tabel 4.8 Tabel Pareto untuk masalah pelayanan monitoring sirkulasi
udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
No Penyebab masalah Frekuensi Jumlah Prosentase
Kumulatif kumulatif
1. Belum ada anggaran untuk 2 2 66%
pengadaan lemari es vaksin baru
2. Kurangnya jumlah lemari es untuk 1 3 100%
memuat semua stok vaksin yang ada
Total 3 5

73
e. Diagram Analisis Pareto

ANALISIS PARETO Presentase


10 100%
9 90%
8 80%
7 70%
A 60%
Frekuensi

6
5 50%
B
4 40%
3 30%
2 20%
1 10%
0
PENYEBAB MASALAH

Gambar 4.3. Diagram Analisis Pareto Pelacakan Masalah Pelayanan


Monitoring sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
Keterangan :
A. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin baru
B. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat semua stok vaksin yang
ada.
Diagram pareto adalah alat statistik yang digunakan untuk
memilih faktor masalah bedasarkan fakta dan data. Azas pareto
mengungkapkan bahwa dengan mengendalikan yang sedikit 20%, maka
dengan cepat menguasai yang lebih besar (80%). Hal ini berarti dengan
menyelesaikan masalah A, B pada tabel pareto maka bisa
menyelesaikan sebagian besar masalah terkait sirkulasi udara, antara
kemasan vaksin 1-2 cm.
Berdasarkan perhitungan dengan analisis pareto dalam
menyelesaikan suatu masalah maka dipilih satu masalah dengan
persentase kumulatif kurang dari 80% dan berupa persentase kumulatif
terendah (67%) yaitu belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es
vaksin baru.

74
5. Alternatif Pemecahan Masalah
Pada penelitian ini dari tiga penyebab masalah yang didapatkan penyebab
masalah yang paling mungkin adalah belum ada anggaran untuk pengadaan
lemari es vaksin baru yang ada di ruang farmasi. Beberapa alternatif
pemecahan masalah yang diusulkan lewat curah pendapat dan persetujuan
dengan Kepala Puskesmas Bangetayu dan pemegang program vaksin.
Adapun beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Alternatif I : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru.
b. Alternatif II : Penyediaan ruangan yang cukup untuk penyimpanan lemari
es vaksin baru.
c. Alternatif III : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru dan rehabilitasi ruangan untuk penyimpanan lemari es vaksin baru
serta membuat media edukasi berupa still picture tentang monitoring
vaksin serta pemberian jarak antar kemasan 1-2 cm.
6. Keputusan Pemecahan Masalah
Dari 2 alternatif pemecahan masalah yang diusulkan maka selanjutnya
akan diambil pengambilan keputusan pemecahan masalah dengan matrix
cost benefit (manfaat dibanding biaya) sebagai berikut :
Penilaian dapat dibuat dengan skala 1-5
- Angka 5 melambangkan kemampuan sangat besar
- Angka 4 melambangkan kemampuan besar
- Angka 3 melambangkan kemampuan cukup besar
- Angka 2 melambangkan kemampuan kurang besar
- Angka 1 melambangkan kemampuan tidak besar (kecil)
Tabel 4.9 Matriks cost benefit
Alternatif Manfaat Biaya Ratio Ranking
Alternatif I 4 3 1,3 II
Alternatif II 3 3 1 III
Alternatif III 5 3 1,6 I
Keterangan :

75
a. Ranking I : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru dan rehabilitasi ruangan untuk penyimpanan lemari es vaksin baru
serta membuat media edukasi berupa still picture tentang monitoring
vaksin serta pemberian jarak antar kemasan 1-2 cm.
b. Ranking II : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru.
c. Rangking III : Penyediaan ruangan yang cukup untuk penyimpanan
lemari es vaksin baru.
7. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (Plan of Action)
Berdasarkan alternatif pemecahan masalah yang telah diambil, maka
disusun Plan Of Action berupa pengadaan alokasi anggaran untuk
pengadaan lemari es baru dan rehabilitasi ruangan untuk penyimpanan
lemari es vaksin baru serta membuat media edukasi berupa still picture
tentang monitoring vaksin serta pemberian jarak antar kemasan 1-2 cm.
E. Compleks Problem
Penelusuran complex problem dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara dengan responden penerima pelayanan monitoring vaksin yaitu
sebanyak 10 responden (Kepala Puskesmas, Tim Mutu, 3 Bidan ruang KIA,
dan 5 petugas imunisasi di Pusyandu). Wawancara dilakukan dengan
menanyakan 14 buah pertanyaan sesuai dengan unsur minimal penilaian
indeks kepuasan masyarakat. Setelah semua pertanyaan dari 10 responden
selesai diwawancarai, maka data diolah dengan cara :
1. Menghitung Jumlah Nilai Per Unsur
Menjumlahkan skor dari 14 pertanyaan pada setiap unsur.
2. Menghitung Nilai Rata-Rata (NRR) Per Unsur
Jumlah Nilai Per Unsur Dibagi dengan Jumlah Responden
3. Menghitung Nilai Rata-Rata Tertimbang Per Unsur
Nilai Rata-Rata Per Unsur di kalikan 0.071 (Standart Baku)
4. Menghitung Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Jumlah Nilai Rata-Rata Tertimbang Per Unsur di jumlahkan
5. Mencari Nilai IKM setelah di Konversi

76
Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dikali 25 (Standar Baku).
6. Melihat Mutu Pelayanan (Pada setiap Unsur)
Nilai Rata-Rata Tertimbang Per Unsur dikali dengan 25
7. Kinerja Unit Pelayanan
Hasil penilaian terhadap kepuasan responden yang pernah mendapat
pelayanan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu menggunakan
nilai Indeks Kepuasan Masyarakat dapat dilihat pada tabel.
Tabel.4.10 Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat dengan nilai standar
Nilai Nilai Interval Nilai Interval Mutu Kinerja Unit
Persepsi IKM Konversi IKM pelayanan Pelayanan

1 1,00 - 1,75 25 – 43, 75 D Tidak Baik


2 1,76 - 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang Baik
3 2,51 - 3,25 62,50 – 82, 26 B Baik
4 3,26 - 4,00 82,27 – 100,00 A Sangat Baik

Hasil dari wawancara kepuasan 10 pelanggan dengan menggunakan


kuesioner indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu, didapatkan bahwa pasien puas sehingga
dapat disimpulkan bahwa kinerja unit pelayanan baik dengan nilai IKM
(3,0033) dan nilai konversi (75,08) .
Namun, dilihat dari identifikasi compleks problem terdapat nilai
persepsi 2 pada pertanyaan nomor 2 tentang kesesuaian persyaratan
sebanyak 1 (10%), dengan hasil nilai interval IKM > 2,51 (2,90) hal ini
menunjukkan baik bahwa petugas masih sesuai dengan persyaratan yang
ada dalam melakukan monitoring vaksin. Terdapat nilai persepsi 2 pada
pertanyaan nomor 4 sebanyak 4 (40%) dengan hasil nilai interval IKM
>2,51 (2,60) hal ini menunjukkan baik bahwa petugas disiplin dalam
melakukan monitoring vaksin sesuai dengan jam yang diberlakukan.
Terdapat nilai persepsi 2 pada pertanyaan nomor 5 sebanyak 2 (20%)
dengan hasil nilai interval IKM >2,51 (2,80) hal ini menunjukkan baik
bahwa petugas masih bertanggung jawab dalam melakukan monitoring
vaksin 2 kali sehari. nilai persepsi 2 sebanyak 2 (20%) dengan nilai
interval IKM >2,51 (2,80) pada pertanyaan nomor 13 yaitu tentang

77
kenyamanan ruang dalam penyimpanan vaksin dalam lemari es vaksin,
hal ini menunjukkan bahwa pelanggan merasa nyaman.

Tabel 4.11 Hasil wawancara kepuasan pelanggan terhadap pelayanan


penilaian status gizi balita di Puskesmas Bangetayu.
Pertanyaan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
30 29 30 26 28 30 30 30 31 30 40 31 28 30
JumlahNilai

NilaiPersepsi 3.00 2.90 3.00 2.60 2.80 3.00 3.00 3.00 3.10 3.00 4.00 3.10 2.80 3.00
Nilaibobot rata-rata
tertimbang 0.213 0.2059 0.213 0.1846 0.1988 0.213 0.213 0.213 0.2201 0.213 0.284 0.2201 0.1988 0.213
Nilaiindekspelayanan 3,0033
Nilai interval konversi 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08 75,08
MutuPelayanan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

F. Pemilihan Media Edukasi (Berdasarkan Skala Intensitas)


Media komunikasi yang dipilih untuk menyelesaikan masalah petugas
dalam memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm, adalah
media komunikasi visual berupa still picture. Penulis memilih media edukasi
still picture ini dikarenakan memiliki skala intensitas metoda dan media
komunikasi sebagai berikut:
1. Faktor Situasi
a. Waktu yang dibutuhkan dari peserta (Intensitas 1)
b. Keterlibatan staff (Intensitas 1)
c. Ruang khusus yang dibutuhkan (Intensitas 1)
2. Efisiensi
a. Harga/biaya awal (Intensitas 2)
b. Ongkos awal (Intensitas 2)
c. Ongkos pemeliharaan (Intensitas 1)
d. Luas ruangan (Intensitas 1)
e. Perbaikan alat penggantian (Intensitas 1)
3. Efektifitas
a. Ciri-ciri
1) Interaksi (Intensitas 1)
2) Cahaya (Intensitas 1)

78
3) Perhatian warna (Intensitas 3)
4) Identitas (intensitas 1)
5) Kemantapan retensi (Intensitas 2)
6) Kemantapan repetisi (Intensitas 1)
b. Tujuan pendidikan
1) Fakta (Intensitas 2)
2) Prosedur (Intensitas 2)
3) Sikap/ pendapat (Intensitas 1)
POA langkah – langkah pembuatan media still picture sebagai media edukasi,
yaitu:
1. Menentukan masalah yang akan diinformasikan kepada sasaran atau
petugas monitoring vaksin.
2. Membuat konsep yang akan diinformasikan,
3. Melakukan konsultasi dengan pemegang program dan petugas pelaksana
di Puskesmas Bangetayu,
4. Menyiapkan alat dan bahan pembuatan still picture),
5. Membuat still picture (pemilihan tulisan, gambar, pewarnaan, design dan
masalah yang diinformasikan),
6. Melakukan konsultasi kembali dengan petugas (pemegang program)
7. Melakukan proses pembuatan still picture
8. Mencetak file still picture
9. Pemberian materi pentingnya menata rapi vaksin serta memberi jarak 1-2
cm, untuk mendapatkan vaksin yang berkualitas, serta memberikan hasil
still picture tentang penataan vaksin yang rapi dan jarak antar kemasan
vaksin kepada petugas.

79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Mutu pelayanan Puskesmas Bangetayu dilihat dari identifikasi
masalah simple problem didapatkan nilai CR total petugas pelayanan
monitoring vaksin adalah 76% (<80%) yang berarti bahwa tingkat
kepatuhan petugas pelayanan monitoring vaksin kurang baik.
CR yang kurang dari 80 % dilihat pada masing-masing item SOP
pelayanan monitoring vaksin dari petugas adalah :
1. Petugas siap memonitoring 2 kali sehari (Senin-Kamis pukul 07:30
dan 13:00 ; Jumat pukul 07:30 dan 10:30 ; Sabtu pukul 07:30 dan
11:30). (25%) (A)
2. Petugas memonitor cool pack pada bagian bawah lemari es. (0%) (B)
3. Petugas memonitor jarak minimal antara lemari es dengan dinding
bagian belakang ±15 cm. (25%) (C)
4. Petugas memonitor Vaksin ditata dengan rapi. (37,5%) (D)
5. Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
(25%) (E)
6. Petugas mencatat di buku grafik pencatatan suhu 2 kali sehari. (37,5%)
(F)
Dari 6 masalah tersebut kemudian dicari prioritas masalah
menggunakan matrix problem priority dan kemudian ditemukan prioritas
masalahnya yaitu petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan
vaksin 1-2 cm.
Kemudian prioritas masalah tersebut dicari penyebab masalah
menggunakan metode fish bone analysis. Didapatkan tiga (3) penyebab
masalah yaitu :
1. Belum ada anggaran untuk pengadaan lemari es vaksin.
2. Kurangnya jumlah lemari es untuk memuat semua stok vaksin yang
ada.

80
3. Tidak ada ruang yang cukup bila ada penambahan lemari es vaksin

Penyebab yang paling mungkin berkaitan dengan masalah mutu


pelayanan monitoring vaksin dicari menggunakan diagram pareto dan
ditemukan penyebab paling potensial berupa Kurangnya jumlah lemari es
untuk memuat semua stok vaksin yang ada.
Setelah didapatkan penyebab masalah paling mungkin, alternatif
pemecahan masalah didapatkan sebagai berikut:
1. Alternatif I : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru.
2. Alternatif II : Penyediaan ruangan yang cukup untuk penyimpanan
lemari es vaksin baru.
3. Alternatif III : Pengadaan alokasi anggaran untuk pengadaan lemari es
baru dan rehabilitasi ruangan untuk penyimpanan lemari es vaksin
baru serta membuat media edukasi berupa still picture tentang
monitoring vaksin serta pemberian jarak antar kemasan 1-2 cm.
Alternatif pemecahan masalah terpilih yang dijadikan dasar untuk
penyusunan Plan of Action (POA) untuk menyelesaikan masalah mutu
pelayanan monitoring vaksin adalah alternatif I yaitu Pengadaan alokasi
anggaran untuk pengadaan lemari es baru dan rehabilitasi ruangan untuk
penyimpanan lemari es vaksin baru serta membuat media edukasi berupa
still picture tentang monitoring vaksin serta pemberian jarak antar
kemasan 1-2 cm.
Sedangkan dilihat dari identifikasi compleks problem yang didapat
dari hasil dari wawancara kepuasan 10 pelanggan dengan menggunakan
kuesioner indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu, didapatkan bahwa pelanggan puas
sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja unit pelayanan baik dengan
nilai IKM (3,0033) dan nilai konversi (75,08) . Namun, dilihat dari
identifikasi compleks problem terdapat nilai persepsi 2 pada pertanyaan
nomor 2 tentang kesesuaian persyaratan sebanyak 1 (10%), dengan hasil

81
nilai interval IKM > 2,51 (2,90) hal ini menunjukkan baik bahwa petugas
masih sesuai dengan persyaratan yang ada dalam melakukan monitoring
vaksin. Terdapat nilai persepsi 2 pada pertanyaan nomor 4 sebanyak 4
(40%) dengan hasil nilai interval IKM >2,51 (2,60) hal ini menunjukkan
baik bahwa petugas disiplin dalam melakukan monitoring vaksin sesuai
dengan jam yang diberlakukan. Terdapat nilai persepsi 2 pada pertanyaan
nomor 5 sebanyak 2 (20%) dengan hasil nilai interval IKM >2,51 (2,80)
hal ini menunjukkan baik bahwa petugas masih bertanggung jawab dalam
melakukan monitoring vaksin 2 kali sehari. nilai persepsi 2 sebanyak 2
(20%) dengan nilai interval IKM >2,51 (2,80) pada pertanyaan nomor 13
yaitu tentang kenyamanan ruang dalam penyimpanan vaksin dalam lemari
es vaksin, hal ini menunjukkan bahwa pelanggan merasa nyaman.
Kami memilih still picture sebagai panduan & pengingat petugas
dalam melakukan monitoring vaksin. Still picture tersebut bertujuan untuk
mengingatkan komitmen yang telah dilakukan petugas dan dapat
meningkatkan kepatuhan petugas terhadap SOP pelayanan monitoring
vaksin di puskesmas Bangetayu Semarang.
B. Saran
Bagi Puskesmas
1) Petugas monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu diharapkan bisa
meningkatkan ketentuan tentang kesesuaian persyaratan penyimpanan
vaksin di ruang farmasi.
2) Petugas diharapkan lebih disiplin dalam memonitoring vaksin harian di
Puskesmas Bangetayu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
3) Lebih bertanggung jawab dalam melakukan monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu sehari 2 kali.
4) Petugas menata vaksin dalam lemari es vaksin lebih rapi.
5) Semua petugas harus melakukan tugas sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur pelayanan monitoring vaksin yang berlaku.

82
6) Pengadaan dana untuk pembelian lemari es vaksin baru untuk
menunjang monitoring dan penataan vaksin sesuai syarat penyimpanan
yang berlaku.
7) Pembuatan jadwal harian yang pasti dalam pembagian monitoring
vaksin antar petugas.

83
Daftar Pustaka

1. Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun


2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2014.

2. World Health Organization. Vaccines, Immunization And Biologicals. The


Cold Chain.2002.
http://www.WHO.Int/Vaccines%Access/Vacman/Coldchain/TheCold_Chain
_.Htm, diakses tanggal 8 Desember 2017

3. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for Maintaning and
Managing The Vaccine Cold Chain. MMWR 2003: 52 (42): 1023-1025

4. Woodyard E. Woodyard L. Alto W. Vaccine Storage in The Physician’s


Office : A Community Study. 1995; 8 : 91-94

5. British Columbia Centre for Disease Control (BCCDC). Putting The ”Cold
Back into The Chain”: Strengthening Capacity Management Through
Training of The Physicians. BC Medical Journal. 2006 :48: 342-343

6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun


2005.

7. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun


2006.

8. Seksi Pengamatan Penyakit. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Data Penyakit-


Penyakit Potensial Wabah Tahun 2005-2006

9. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara;


2006.

10. Menteri RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha.
Jakarta : Depkes RI; 2013

84
11. Nossal. Vaccines, in: Fundamental Immunology. 5 Th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins Company. Philadelphia, USA, 2003 P:1328-1330

12. WHO. Modul 2 Sifat dan Penyimpanan Vaksin. 9 Desember 2014

13. World Health Organization ,Thermostability of Vaccines, 1998

14. World Health Organization, VVM for All. www.WHO.Int/Vaccines-


Access/Vacman/VVM/vvmmainpage.Htm

15. World Health Organization. Getting Started with Vaccine Vial Monitors,
Question and Answer on The Fields Operational, Bull WHO V,2002

16. World Health Organization. Ensuring Quality of Vaccines at Country Level-


A Guidelines for Health Staff. WHO,2002

17. World Health Organization, User’s Handbook for Vaccine Cold Room or
Freezer Room ,2002

18. World Health Organization–Unicef. Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan


Vaksin, Modul 1: 10 Kriteria umum pengelolaan penyimpanan vaksin yang
efektif, 2003. P: 23-29

19. Fleming Steven T, Epidemiology and The Controling Function, Medical


Care,1995 P:186-201

20. Muninjaya A.A G, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Penerbit Buku


Kedokteran, 2004; H: 44,94-99, 177

21. Health Protection Agency. National Minimum Standards of Immunization


Training.Www.HPA.Org.Uk.2005

22. Departemen Kesehatan RI. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:


1611/Menkes/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
Jakarta. 2005

85
23. Green L W. Health Promotion and Educational and Enviromental Approach.
2sc Mayfield Publishing co. London. 2000

24. Robbins P Stephen. Perilaku Organisasi. Jilid I. Edisi kedelapan. PT


Prenhalindo, Jakarta 2001; Hal 40-46

25. Maibach E & Holtgrave. Advances in Public Health Communication


Ann.Rev. Public Health.1995. 16: 219

26. Lomax KC & Fleming ST. Epidemiology and The Directing Function. In
Managerial Epidemiology.2000 P 147-150

27. Arvan Pradiansyah. Lima Prinsip membangun Komitmen. Manajemen. Edisi


125. Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. 1999. Hal 31

28. Wiyono. FX. Menyamakan Persepsi tentang Komitmen. Manajemen. Edisi no


126 Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. 1999. Hal 34

29. Ada G, Vaccines and Vaccination. New England Journal of Medicine. 2001
345:1042-1053

30. Cutts,Ft. The Immunological Basic for Immunization, Expanded Programme


on Immunization, 1993

31. Grossman M, Terr, Immunization in : Medical Immunology.10th Ed.


Mc.Graw Hill. A Lange Medical Book. 2003:P: 699

32. Belanti JA, Immunology III, Wahab A,1993 (Alih Bahasa), Suripto,
Gajahmada University Press, Yogyakarta,1985

33. Parslow Tristram G. Immunogent, Antigens & Vaccine, in:Medical


Immunology.10th Ed. Mc.Graw Hill. A Lange Medical Book. 2003:70-75

34. Supriyono. Gambaran Suhu Vaksin di Dalam Vaccine Carrier. Universitas


Diponegoro Semarang. 2005 (unpublizer)

86
35. Boyd Rf. Immunological Disorders in Basic Medical Microbiology ,5th Ed ,
Little Brown & Co. 1995 P:183-184

36. Levinson W. Jawetz E. Medical Microbiology & Immunology. 7th ed. Mc


Graw Hill.2002; P:361-362

37. Biofarma, Beberapa Petunjuk Pemakaian Vaksin, Bandung PT Bio Farma,


2002, H 15-77

38. Wijono. D. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga


Universitaas Press; 2007.

39. Rizanda M. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Padang: PPSIKM;


2008.

40. Azwar A. Pelayanan Kesehatan yang Bermutu Dalam Program Menjaga


Mutu Kesehatan. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia; 1996.

41. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia KepMenPan No. KEP/25/M.PAN/2//2004/tentang
Pengukuran Indeks Kepuasan masyarakat; 2004.

42. Standar Operasional Prosedur (SOP). Kumpulan file kuliah COASS Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang;
2017.

43. Rakhmadona Irma. Penilaian Media Cetak. Jakarta: Indonesia University


Press. 2009.

44. Puskesmas Bangetayu. Profil Puskesmas Bangetayu. Semarang: Puskesmas


Bangetayu; 2017.

87
Lampiran 1
SOP Asli Monitoring Vaksin

MONITORING VAKSIN
No. Dok : IMUN/SOP-08/2016
No. Revisi : 00
SOP
Tanggal Terbit : 02 Mei 2016

PUSKESMAS dr. Suryanto Setyo Priyadi


BANGETAYU NIP. 19650621.199903.1.004

1. Pengertian Suatu kegiatan memonitor vaksin untuk menghindari terjadinya


penggunaan vaksin yang tidak boleh digunakan karena vaksin sudah
rusak
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah bagi petugas imunisasi
Puskesmas Bangetayu dalam melakukan pelayanan imunisasi terhadap
pasien.
3. Kebijakan SK kepala Puskesmas Bangetayu Nomor 440/181 B tanggal 2 April 2016
tentang Standar Pelayanan Imunisasi
4. Referensi Modul Pelatihan Imunisasi Bagi Petugas Puskesmas tahun 2013
5. Alat dan Bahan 1. Buku pencatatan stock vaksin
2. Alat tulis
3. Indicator paparan suhu panas (VCCM dan VVM)
6. Prosedur 1. Petugas membuka lemari es seminimal mungkin.
2. Petugas memeriksa suhu cool chain dan mencatat di grafik suhu,
setiap pagi dan sore hari (suhu yang ditetapkan adalah 2-8oC).
3. Petugas memeriksa freeze tag dan thermometer untuk mengetahui
keadaan vaksin sebelumnya.
4. Petugas memeriksa label dan kadaluarsa vaksin.
5. Petugas memeriksa alat pemantau vaksin (VVM). Jika kondisi VVM
berada pada kondisi A vaksin ini dapat digunakan atau kondisi B
vaksin segera digunakan dan jika kondisi VVM sudah berada pada
kondisi C atau D, vaksin tidak digunakan.
6. Petugas menutup lemari es.
7. Petugas mencatat pada buku stock vaksin.
7. Alur Proses
8. Unit Terkait 1. Unit Poli Imunisasi
9. Dokumen 1. Kartu Stok Vaksin
Terkait
10. Catatan Revisi

88
Lampiran 2
SOP Revisi Monitoring Harian Vaksin

MONITORING HARIAN VAKSIN


No. Dok : IMUN/SOP-08/2016
No. Revisi : 00
SOP
Tanggal Terbit : 02 Mei 2016

PUSKESMAS dr. Suryanto Setyo Priyadi


BANGETAYU NIP. 19650621.199903.1.004

1 Pengertian Monitoring vaksin adalah Suatu kegiatan memonitor vaksin untuk menjaga kualitas vaksin tetap
tinggi dan menghindari terjadinya penggunaan vaksin yang tidak boleh digunakan karena vaksin
sudah rusak
2 Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah bagi petugas imunisasi Puskesmas Bangetayu dalam
melakukan monitoring harian dan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan
dan mengetahui kadaluarsa vaksin agar memiliki mutu yang baik.
3 Kebijakan SK kepala Puskesmas Bangetayu Nomor 440/181 B tanggal 2 April 2016 tentang Standar Pelayanan
Imunisasi
4 Referensi 1. PERMENKES No. 42 Tahun 2013 pasal 1 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
2. Buku Ajar Imunisasi oleh KEMENKES tahun 2014
3. Modul 2 Sifat dan Penyimpanan Vaksin, WHO 9 Desember 2014
4. Modul Pelatihan Imunisasi Bagi Petugas Puskesmas tahun 2013
5 Alat dan Alat :
Bahan 4. Buku pencatatan grafik suhu
5. Buku pencatatan stock vaksin
6. Alat tulis
7. Indicator paparan suhu panas (VCCM dan VVM)
8. Cold pack
9. Lemari es
10. Thermometer
Bahan :
1. Vaksin
8) Prosedur PERSIAPAN
8. Menyiapkan peralatan
9. Petugas siap memonitoring 2 kali sehari (Senin-Kamis pukul 07:00 dan 13:00 ; Jumat pukul 07:00
dan 10:30 ; Sabtu pukul 07:00 dan 12:30)
PELAKSANAAN
1. Petugas membuka lemari es dalam sehari hanya 2 kali.
2. Petugas memonitoring bahan makanan selain vaksin dalam lemari es.
3. Petugas memonitor cool pack pada bagian bawah lemari es.
4. Petugas memonitor jarak minimal antara lemari es dengan dinding bagian belakang ±15 cm.
5. Petugas memonitorLemari es tidak terkena sinar matahari langsung.
6. Petugas memonitor Vaksin ditata dengan rapi
7. Petugas memonitor penataan vaksin, yang pertama masuk diletakkan di paling atas.
8. Petugas memonitor, dan menyimpan vaksin berdasarkan sifat terhadap paparan beku/panas
yang hampir sama untuk memudahkan identifikasi.
9. Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.
10. Petugas memonitor suhu cool chain dan mencatat di grafik suhu, setiap pagi dan sore hari

89
(suhu yang ditetapkan adalah 2-8oC).
11. Petugas memeriksa freeze tag dan thermometer untuk mengetahui keadaan vaksin
sebelumnya.
12. Petugas memeriksa label dan kadaluarsa vaksin.
13. Petugas memonitor vaksin lewat kartu stok, Vaksin yang terlebih dahulu diterima dikeluarkan
terlebih dahulu.
14. Petugas memonitor alat pemantau vaksin (VVM). Jika kondisi VVM berada pada kondisi A
vaksin ini dapat digunakan atau kondisi B vaksin segera digunakan dan jika kondisi VVM sudah
berada pada kondisi C atau D, vaksin tidak digunakan.
15. Petugas memonitoring vaksin dengan masa kadaluarsa panjang disimpan di bawah/belakang.
16. Petugas memonitor vaksin dengan masa kadaluarsa pendek dan status VVM pada kondisi B
harus disimpan pada bagian atas/depan dan digunakan terlebih dahulu.
17. Petugas memonitor vaksin sisa pada pelayanan statis bisa digunakan pada pelayanan hari
berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah ;
a. Disimpan pada suhu 2oC sampai dengan 8oC.
b. VVM dalam kondisi A atau B
c. Belum kadaluarsa.
d. Tidak terendam air selama penyimpanan.
e. Belum melampaui masa pemakaian.
18. Petugas menutup lemari es.
19. Petugas mencatat di buku grafik pencatatan suhu 2 kali sehari
20. Petugas mencatat pada buku stock vaksin.
21. Setiap akhir bulan, hasil monitoring dilaporkan kepada kepala Puskesmas
9) Alur Proses

10) Unit 2. Unit Poli Imunisasi


Terkait
11) Dokumen 2. Kartu Stok Vaksin
Terkait
12) Catatan -
Revisi

90
Lampiran 3

DAFTAR TILIK PENILAIAN MONITORING HARIAN VAKSIN DI


PUSKESMAS BANGETAYU
Nama sasaran :
Tanggal Kegiatan :
Nama petugas :
T jml CR
NO Kegiatan Y T
B h %
A. Persiapan
1. Menyiapkan peralatan

Petugas siap memonitoring 2 kali sehari (Senin-Kamis pukul 07:30


2. dan 13:00 ; Jumat pukul 07:30 dan 10:30 ; Sabtu pukul 07:30 dan
11:30)

B. Pelaksanaan
1. Bidan membuka lemari es seminimal mungkin

2. Bidan memonitoring bahan makanan selain vaksin dalam lemari es.

3. Petugas memonitor cool pack pada bagian bawah lemari es.

Petugas memonitor jarak minimal antara lemari es dengan dinding


4.
bagian belakang ±15 cm.

5. Petugas memonitorLemari es tidak terkena sinar matahari langsung.

6. Petugas memonitor Vaksin ditata dengan rapi

Petugas memonitor penataan vaksin, yang pertama masuk diletakkan


7.
di paling atas.

Petugas memonitor, dan menyimpan vaksin berdasarkan sifat


8. terhadap paparan beku/panas yang hampir sama untuk memudahkan
identifikasi.

9. Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm.

Petugas memonitor suhu cool chain dan mencatat di grafik suhu,


10.
setiap pagi dan sore hari (suhu yang ditetapkan adalah 2-8oC).

Petugas memeriksa freeze tag dan thermometer untuk mengetahui


11.
keadaan vaksin sebelumnya.

12. Petugas memeriksa label dan kadaluarsa vaksin.

Petugas memonitor vaksin lewat kartu stok, Vaksin yang terlebih


13.
dahulu diterima dikeluarkan terlebih dahulu.

91
Petugas memonitor alat pemantau vaksin (VVM). Jika kondisi VVM
berada pada kondisi A vaksin ini dapat digunakan atau kondisi B
14.
vaksin segera digunakan dan jika kondisi VVM sudah berada pada
kondisi C atau D, vaksin tidak digunakan.

Petugas memonitoring vaksin dengan masa kadaluarsa panjang


15.
disimpan di bawah/belakang.

Petugas memonitor vaksin dengan masa kadaluarsa pendek dan status


16. VVM pada kondisi B harus disimpan pada bagian atas/depan dan
digunakan terlebih dahulu.

Petugas memonitor vaksin sisa pada pelayanan statis bisa digunakan


17. pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi adalah ;

a. Disimpan pada suhu 2oC sampai dengan 8oC.

b. VVM dalam kondisi A atau B

c. Belum kadaluarsa.

d. Tidak terendam air selama penyimpanan.

e. Belum melampaui masa pemakaian.


18. Petugas menutup lemari es.

19. Petugas mencatat di buku grafik pencatatan suhu 2 kali sehari

20. Petugas mencatat pada buku stock vaksin.

Setiap akhir bulan, hasil monitoring dilaporkan kepada kepala


21.
Puskesmas

92
Lampiran 4

HASIL OBSERVASI PENILAIAN MONITORING HARIAN VAKSIN DI


PUSKESMAS BANGETAYU
Nama sasaran : Petugas
Tanggal Kegiatan : 9-13 Desember 2017
Nama petugas : Esti Wijayanti, AmKeb
NO Kegiatan Y T TB jlh CR%
A. Persiapan
1. Menyiapkan peralatan 8
8 0 - 100%
Petugas siap memonitoring 2 kali sehari (Senin-Kamis pukul 07:30 2
2. dan 13:00 ; Jumat pukul 07:30 dan 10:30 ; Sabtu pukul 07:30 dan
2 6 - 25%
11:30)

B. Pelaksanaan
1. Bidan membuka lemari es seminimal mungkin 8
8 0 - 100%
2. Bidan memonitoring bahan makanan selain vaksin dalam lemari es. 8
8 0 - 100%
3. Petugas memonitor cool pack pada bagian bawah lemari es. 0 8 - 0 0%
Petugas memonitor jarak minimal antara lemari es dengan dinding 2
4. 2 6 - 25%
bagian belakang ±15 cm.

5. Petugas memonitorLemari es tidak terkena sinar matahari langsung. 8


8 0 - 100%
6. Petugas memonitor Vaksin ditata dengan rapi 3 37,5
3 5 -
%
Petugas memonitor penataan vaksin, yang pertama masuk diletakkan 8
7. 8 0 - 100%
di paling atas.

Petugas memonitor, dan menyimpan vaksin berdasarkan sifat 7


8. terhadap paparan beku/panas yang hampir sama untuk memudahkan 87,5
7 1 -
identifikasi. %

9. Petugas memonitor sirkulasi udara, antara kemasan vaksin 1-2 cm. 2


2 6 - 25%
Petugas memonitor suhu cool chain dan mencatat di grafik suhu, 8
10.
setiap pagi dan sore hari (suhu yang ditetapkan adalah 2-8oC). 8 0 - 100%

Petugas memeriksa freeze tag dan thermometer untuk mengetahui 8


11. 8 0 - 100%
keadaan vaksin sebelumnya.

12. Petugas memeriksa label dan kadaluarsa vaksin. 7 87,5


7 1 -
%
Petugas memonitor vaksin lewat kartu stok, Vaksin yang terlebih 8
13. 8 0 - 100%
dahulu diterima dikeluarkan terlebih dahulu.

93
Petugas memonitor alat pemantau vaksin (VVM). Jika kondisi VVM 7
berada pada kondisi A vaksin ini dapat digunakan atau kondisi B
14. 87,5
vaksin segera digunakan dan jika kondisi VVM sudah berada pada 7 1 -
%
kondisi C atau D, vaksin tidak digunakan.

Petugas memonitoring vaksin dengan masa kadaluarsa panjang 7


15. 87,5
disimpan di bawah/belakang. 7 1 -
%
Petugas memonitor vaksin dengan masa kadaluarsa pendek dan status 8
16. VVM pada kondisi B harus disimpan pada bagian atas/depan dan
8 0 - 100%
digunakan terlebih dahulu.

Petugas memonitor vaksin sisa pada pelayanan statis bisa digunakan 8


17. pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus
8 0 - 100%
dipenuhi adalah ;

f. Disimpan pada suhu 2oC sampai dengan 8oC.

g. VVM dalam kondisi A atau B


h. Belum kadaluarsa.

i. Tidak terendam air selama penyimpanan.

j. Belum melampaui masa pemakaian.


18. Petugas menutup lemari es. 8
8 0 - 100%
19. Petugas mencatat di buku grafik pencatatan suhu 2 kali sehari 3 37,5
3 5 -
%
20. Petugas mencatat pada buku stock vaksin. 8
8 0 - 100%
Setiap akhir bulan, hasil monitoring dilaporkan kepada kepala 8
21. 8 0 - 100%
Puskesmas

CR total petugas pelayanan monitoring di ruang farmasi adalah :

∑ 𝑌𝑎 144
𝑥 100% = 𝑥 100% = 78,2%
∑ 𝑌𝑎 + ∑ 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 144 + 40

94
Lampiran 5

KUISIONER KEPUASAN PELANGGAN UNTUK KEPALA PUSKESMAS,


TIM MUTU DAN BIDAN KIA
MONITORING VAKSIN HARIAN
DI PUSKESMAS BANGETAYU

Nama Responden :
Umur Responden :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
1. Bagaimana pendapat anda tentang kemudahan prosedur dalam monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah prosedur/alur dalam monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu mudah untuk dilaksanakan bagi petugas
monitoring ?)
a. Tidak mudah
b. Kurang mudah
c. Mudah
d. Sangat mudah
2. Bagaimana pendapat anda tentang kesesuaian persyaratan (penyimpanan
vaksin) dengan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah sudah
sesuai dengan persyaratan seperti memonitor sehari 2 kali, mempertahankan
suhu antara 2-8oC, memberi jarak antara lemari vaksin dengan dinding 15 cm,
memberi jarak antar kemasan vaksin 1-2cm ?)
a. Tidak sesuai
b. Kurang sesuai
c. Sesuai
d. Sangat sesuai
3. Bagaimana pendapat anda tentang kejelasan dan kepastian petugas yang
melakukan monitoring harian vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah anda

95
mengenali identitas/mengenali siapa yang melakukan monitoring vaksin harian
di Puskesmas Bangetayu setiap harinya?)
a. Tidak jelas
b. Kurang jelas
c. Jelas
d. Sangat jelas
4. Bagaimana pendapat anda tentang kedisiplinan petugas dalam memonitoring
vaksin harian di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas sudah disiplin dalam
memonitoring vaksin pada jam pelayanan yaitu jam 07.30-13.00 pada hari
senin-kamis, pukul 07.30-11.30 pada hari jumat, dan pukul 07.30-11.30 pada
hari sabtu ?)
a. Tidak disiplin
b. Kurang disiplin
c. Disiplin
d. Sangat disiplin
5. Bagaimana pendapat anda tentang tanggung jawab petugas dalam melakukan
monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas bertanggung
jawab melakukan monitoring rutin sehari 2 kali ?)
a. Tidak bertanggung jawab
b. Kurang bertanggung jawab
c. Bertanggung jawab
d. Sangat bertanggung jawab
6. Bagaimana pendapat anda tentang kemampuan petugas dalam melakukan
monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas mampu
mengetahui syarat-syarat dalam penyimpanan vaksin, seperti pengecekan suhu,
pencatatat di buku grafik, persediaan stok dan melihat indeks VVM serta
kadaluarsa dan penempatan vaksin?)
a. Tidak mampu
b. Kurang mampu
c. Mampu
d. Sangat mampu

96
7. Bagaimana pendapat anda tentang kecepatan saat petugas melakukan
monitoring di Puskesmas Bangetayu ? (apakah masing-masing petugas
memonitor dan membuka lemari es vaksin dengan cepat ?)
a. Tidak cepat
b. Kurang cepat
c. Cepat
d. Sangat cepat
8. Bagaimana pendapat anda tentang keadilan dalam monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu ? (apakah dirasa adil dalam pelaksanaan imunisasi,
vaksin yang hampir mendekati masa kadaluarsa dan indikator panas VVM B
segera digunakan pada pelanggan? )
a. Tidak adil
b. Kurang adil
c. Adil
d. Sangat adil
9. Bagaimana pendapat anda tentang kesopanan dan keramahan petugas dalam
melakukan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu?
a. Tidak sopan dan ramah
b. Kurang sopan dan ramah
c. Sopan dan ramah
d. Sangat sopan dan ramah
10. Bagaimana pendapat anda tentang biaya dalam melakukan monitoring vaksin
di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas memerlukan biaya dalam
memonitoring vaksin ? jika ada besarnya berapa ?)
a. Tidak wajar
b. Kurang wajar
c. Wajar
d. Sangat wajar
11. Bagaimana pendapat anda tentang kesesuaian biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang sudah ditetapkan di Puskesmas bangetayu ? (apakah ada biaya
tambahan) ?

97
a. Selalu tidak sesuai (selalu ada biaya tambahan)
b. Kadang-kadang sesuai (sering ada biaya tambahan)
c. Sering sesuai (kadang-kadang ada biaya tambahan)
d. Selalu sesuai (tidak ada biaya tambahan)
12. Bagaimana pendapat anda tentang ketepatan waktu pelaksanaan terhadap
jadwal monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah menurut
bapak/ibu, petugas monitoring vaksin tepat waktu setiap hari dalam memonitor
vaksin dari jam 07.30-13.00 pada hari senin-kamis, pukul 07.30-10.30 pada
hari jumat, dan pukul 07.30-11.30 pada hari Sabtu? Apakah sesuai dengan jam
pelayanan di puskesmas?)
a. Selalu tidak tepat (selalu terlambat)
b. Kadang-kadang tepat (sering terlambat)
c. Sering tepat (kadang terlambat)
d. Selalu tepat (tidak pernah terlambat)
13. Bagaimana pendapat anda tentang kenyamanan di ruang monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu? (apakah bapak/ibu/ merasa nyaman dengan luas dan
keadaan dari lemari es vaksin dalam menyimpan stok vaksin yang ada ?)
a. Tidak nyaman, karena......
b. Kurang nyaman, karena.....
c. Nyaman
d. Sangat nyaman
14. Bagaimana pendapat anda tentang keamanan di ruang monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu? (apakah bapak/ibu merasa aman saat petugas
menggunakan alat-alat pemeriksaan yang dipakai petugas?)
a. Tidak aman, karena......
b. Kurang aman, karena .....
c. Aman
d. Sangat aman

98
KUISIONER KEPUASAN PELANGGAN UNTUK PETUGAS POSYANDU
MONITORING VAKSIN HARIAN
DI PUSKESMAS BANGETAYU

Nama Responden :
Umur Responden :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
15. Bagaimana pendapat anda tentang kemudahan prosedur dalam monitoring
vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah menurut ibu dan bapak
prosedur/alur dalam monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu mudah untuk
dilaksanakan bagi petugas monitoring vaksin ?)
a. Tidak mudah
b. Kurang mudah
c. Mudah
d. Sangat mudah
16. Bagaimana pendapat anda tentang kesesuaian persyaratan (penyimpanan
vaksin) dengan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah sudah
sesuai dengan persyaratan seperti memonitor sehari 2 kali, lemari es vaksin di
simpan di ruang farmasi ?)
a. Tidak sesuai
b. Kurang sesuai
c. Sesuai
d. Sangat sesuai
17. Bagaimana pendapat anda tentang kejelasan dan kepastian petugas yang
melakukan monitoring harian vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah anda
mengenali identitas/mengenali siapa yang melakukan monitoring vaksin harian
di puskesmas Bangetayu setiap harinya?)
a. Tidak jelas

99
b. Kurang jelas
c. Jelas
d. Sangat jelas
18. Bagaimana pendapat anda tentang kedisiplinan petugas dalam
memonitoring vaksin harian di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas sudah
disiplin dalam memonitoring vaksin pada jam pelayanan yaitu jam 07.30-13.00
pada hari senin-kamis, pukul 07.30-11.30 pada hari jumat, dan pukul 07.30-
11.30 pada hari sabtu?)
a. Tidak disiplin
b. Kurang disiplin
c. Disiplin
d. Sangat disiplin
19. Bagaimana pendapat anda tentang tanggung jawab petugas dalam
melakukan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas
bertanggung jawab melakukan monitoring rutin sehari 2 kali ?)
a. Tidak bertanggung jawab
b. Kurang bertanggung jawab
c. Bertanggung jawab
d. Sangat bertanggung jawab
20. Bagaimana pendapat anda tentang kemampuan petugas dalam melakukan
monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas mampu
mengetahui syarat-syarat dalam penyimpanan vaksin, seperti pengecekan suhu,
pencatatat di buku grafik, persediaan stok dan melihat indeks VVM serta
kadaluarsa dan penempatan vaksin?)
a. Tidak mampu
b. Kurang mampu
c. Mampu
d. Sangat mampu
21. Bagaimana pendapat anda tentang kecepatan saat petugas melakukan
monitoring di Puskesmas Bangetayu ? (apakah masing-masing petugas
memonitor dan membuka lemari es vaksin dengan cepat ?)

100
a. Tidak cepat
b. Kurang cepat
c. Cepat
d. Sangat cepat
22. Bagaimana pendapat anda tentang keadilan dalam monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu ? (apakah dirasa adil dalam pelaksanaan imunisasi,
vaksin yang hampir mendekati masa kadaluarsa dan indikator panas VVM B
segera digunakan pada pelanggan ? )
a. Tidak adil
b. Kurang adil
c. Adil
d. Sangat adil
23. Bagaimana pendapat anda tentang kesopanan dan keramahan petugas
dalam melakukan monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu?
a. Tidak sopan dan ramah
b. Kurang sopan dan ramah
c. Sopan dan ramah
d. Sangat sopan dan ramah
24. Bagaimana pendapat anda tentang biaya dalam melakukan monitoring vaksin
di Puskesmas Bangetayu ? (apakah petugas memerlukan biaya dalam
memonitoring vaksin ? jika ada besarnya berapa ?)
a. Tidak wajar
b. Kurang wajar
c. Wajar
d. Sangat wajar
25. Bagaimana pendapat anda tentang kesesuaian biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang sudah ditetapkan di Puskesmas bangetayu ? (apakah ada biaya
tambahan) ?
a. Selalu tidak sesuai (selalu ada biaya tambahan)
b. Kadang-kadang sesuai (sering ada biaya tambahan)
c. Sering sesuai (kadang-kadang ada biaya tambahan)

101
d. Selalu sesuai (tidak ada biaya tambahan)
26. Bagaimana pendapat anda tentang ketepatan waktu pelaksanaan terhadap
jadwal monitoring vaksin di Puskesmas Bangetayu ? (apakah menurut
bapak/ibu, petugas monitoring vaksin tepat waktu setiap hari dalam memonitor
vaksin dari jam 07.30-13.00 pada hari senin-kamis, pukul 07.30-10.30 pada
hari jumat, dan pukul 07.30-11.30 pada hari Sabtu? Apakah sesuai dengan jam
pelayanan di puskesmas?)
a. Selalu tidak tepat (selalu terlambat)
b. Kadang-kadang tepat (sering terlambat)
c. Sering tepat (kadang terlambat)
d. Selalu tepat (tidak pernah terlambat)
27. Bagaimana pendapat anda tentang kenyamanan di ruang monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu? (apakah bapak/ibu/ merasa nyaman dengan luas dan
keadaan dari lemari es vaksin dalam menyimpan stok vaksin yang ada ?)
a. Tidak nyaman, karena......
b. Kurang nyaman, karena.....
c. Nyaman
d. Sangat nyaman
28. Bagaimana pendapat anda tentang keamanan di ruang monitoring vaksin di
Puskesmas Bangetayu? (apakah bapak/ibu merasa aman saat petugas
melakukan monitoring vaksin?)
a. Tidak aman, karena......
b. Kurang aman, karena .....
c. Aman
d. Sangat aman

102

Anda mungkin juga menyukai