FIQH MUAMALAH
Disusun Oleh:
Andre Novian Megantara 165020301111001
Rifda Hanifah 165020301111005
Khorin Deviana Admini 165020301111012
Hari Hikmatun 165020301111013
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
CORPORATE GOVERNANCE DAN STAKEHOLDER MANAGEMENT : PENDEKATAN
ISLAM
A. Latar Belakang
Setiap perusahaan membutuhkan adanya Corporate Governance(CG) yang baik, praktik tata kelola
perusahaan yang baik tergantung pada seberapa baik perusahaan mengelola beragam harapan dan
kepentingan dari berbagai kelompok pemangku kepentingan. Namun, dalam praktiknya, tidak mudah untuk
dapat mengelola beragam kepentingan yang saling bertumpang tindih. Oleh karena itu, melalui pendekatan
Islam, muncul sebuah konsepsi syariah yang dapat dijadikan kerangka kerja bagi manajer untuk
menciptakan CG yang baik. Konsekuensi dari lemahnya CG dapat memberikan dampak buruk pada sisi :
• Keuangan
• Sosial
• Lingkungan
• Manusia itu sendiri
Terdapat gerakan yang kuat menuju model CG yang lebih luas yaitu Nilai Stakeholders. Kebutuhan
untuk mempertimbangkan pemangku kepentingan lain selain shareholders adalah penting, terutama ketika
keputusan manajerial tidak hanya berdampak pada investor tetapi juga mengerahkan eksternalitas pada
sejumlah stakeholders yang memang otomatis memiliki hubungan dengan perusahaan. Hal ini terjadi
ketika, stakeholder terutama pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan kontrak dengan perusahaan adalah
orang yang biasanya akan dipengaruhi oleh eksternalitas dari keputusannya.
C. Teori Stakeholder
Terdapat 3 pandangan dalam teori stakeholder, yaitu :
1. Deskriptif
Berfokus pada dampak yang dapat ditimbulkan oleh stakeholder dalam hal efektivitas perusahaan,
hal ini menunjukkan bahwa ketaatan stakeholder pada manajemen prinsip dapat menghasilkan
pencapaian yang baik dalam tujuan kinerja perusahaan.
3. Normatif
Dalam pandangan normatif ini, mengusulkan perilaku moral dan pedoman filosofis untuk
operasional dan manajemen perusahaan dalam konteks stakeholder. Dalam pandangan ini, menjelaskan
tentang “apa yang seharusnya dilakukan”.
D. Perspektif Islam terhadap Teori Stakeholder
Perspektif Islam terhadap teori ini menekankan pada justifikasi siapa yang bisa memenuhi syarat
sebagai stakeholder dan apa hak serta kewajiban antara perusahaan dan berbagai stakeholder yang ada.
F. Piramida Maslahah
Tahsiniyyah
Hajiyyah
Daruriyyah
Terdapat tiga tahapan dalam piramida maslahah yang akan digunakan manajer untuk menyelesaikan
konflik etika yang secara tidak sengaja yaitu Daruriyyah, Hajiyyah, dan Tahsiniyyah. Tahapan maslahah
menunjukkan tingkat kepentingan yang perlu dicapai. Tiga tahap dalam piramida maslahah mencerminkan
derajat yang berbeda dalam hal pemenuhan tanggung jawab. Oleh karena didasarkan pada prinsip islam yang
memotivasi sehingga mendorong umat islam untuk terus menerus dan konsisten untuk memperoleh keunggulan
serta ridho Allah dan manfaat yang lebih baik dari-Nya.
Panah yang mengarah ke atas dan ke bawah sepanjang piramida maslahah mengungkapkan fleksibelitas
dan mekanisme perubahan dalam pengambilan keputusan. Maksudnya, setiap elemen yang terdiri datu tingkat
maslahah mungkin dapat meningkat ke atas atau ke bawah. Hal ini tergantung pada keadaan yang berbeda pada
masyarakat luas. Piramida maslahah membantu dalam proses pengambilan keputusan pada konteks seperti
waktu dan ruang yang berbeda.
- Daruriyyah
Daruriyyah adalah tahapan pada tingkat pertama. Daruriyyah merupakan pencapaian paling dasar dan
utama yang harus dicapai. Manajer diharapkan berjuang untuk melestarikan dan melindungi kebutuhan
esensial seperti: agama, kehidupan, kecerdasan, dan lain-lain. Selain itu manajer juga harus selalu
membatasi operasi bisnis sehingga perusahaan memiliki moral dan tingkat tanggung jawab sosial yang
tinggi.
- Hajiyyah
Begitu tahapan paling dasar telah terpenuhi, perusahaan dapat melengkapi untuk mencapai tahapan yang
kedua. Hajiyyat dianggapp bermanfaat untuk mengurangi kesulitan meskipun kemungkinan ancaman bagi
kelangsungan perusahaan akan timbul. Manajer harus benar-benar memperhatikan komitmen yang tidak
akan menimbulkan kesengsaraan pada karyawan karena tanggung jawab merupakan hal penting yang
saling melengkapi dan akan memberikan kemajuan intelektual para karyawan.
- Tahsiniyyah
Tahapan tertinggi dalam piramida maslahah adalah Tahsiniyyah. Dalam tahapan tahsiniyyah perusahaan
diharapkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial yang memungkinkan untuk memberikan perbaikan
dan pencapaian kesempurnaan dalam kehidupan. Misalkan dengan memberikan sumbangan untuk orang
miskin dan yang membutuhkan, memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang beruntung, dan
memberikan informasi yang memadai terhadap orang-orang yang membutuhkan informasi.
Secara keseluruhan piramida maslahah mengelompokkan perusahaan agar mengelola kegiatan bisnis
sesuai dengan prioritas. Prioritas dapat berkembang dari pemahaman mendalam tentang tujuan dari syari’ah
agar dapat ditangani sesuai kepentingan dengan tingkat yang berbeda. Al-Qaradhawi menjelaskan bahwa
konflik yang timbul dari berbagai kategori bungan akan lebih dikorbankan (karena bunga dianggap lebih
rendah) untuk melindungi kepentingan yang lebih tinggi.dalam kasus pluralitas, yang memiliki kepentingan
saling bertentangan dapat dicegah dengan menggunakan prinsip prioritas.
Oleh karena itu, prinsip maslahah memiliki kontribusi terhadap pembentukan pedoman untuk menilai
moral dengan pendekatan normatif dan pengelolaan dalam analisis stakeholder. Piramida maslahah juga
sebagai model yang layak untuk merancang prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai trade-off antara
kepentingan pemegang saham, pemasok, konsumen, karyawan, masyarakat umum, atau yang lainnya yang
memenuhi syarat sebagai stakeholder. Piramida maslahah juga memungkinkan manajer untuk menimbang dan
menyeimbangkan kepentingan yang diprioritaskan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
AL-SUYULAH : KONSEP LIKUIDITAS DALAM ISLAM
A. Konsep Likuditas dalam Perspektif Konvensional
Istilah likuiditas merupakan salah satu istilah ekonomi yang sering digunakan untuk menunjukkan posisi
keuangan ataupun kekayaan sebuah organisasi perusahaan. Tingkat likuiditas sebuah organisasi perusahaan
biasanya dijadikan sebagai salah satu tolok ukur untuk pengambilan keputusan orang-orang yang berkaitan
dengan perusahaan. Beberapa pihak yang biasanya terkait dengan tingkat likuiditas suatu perusahaan yaitu
pemegang saham, penyuplai bahan baku, manajemen perusahaan, kreditor, konsumen, pemerintah,
lembaga asuransi dan lembaga keuangan.
Semakin tinggi tingkat likuiditas sebuah organisasi perusahaan, maka semakin baik pula kinerja
perusahaan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat likuiditas sebuah organisasi perusahaan, maka
semakin buruk lah kinerja perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi
biasanya lebih berpeluang mendapatkan berbagai macam dukungan dari pihak-pihak luar seperti lembaga
keuangan, kreditur, dan juga pemasok bahan baku.
Tingkat likuiditas perusahaan biasanya ditunjukkan dalam bentuk angka-angka tertentu seperti angka rasio
cepat, angka rasio lancar, dan angka rasio kas. Keseluruhan angka yang ada dalam tiga rasio ini merupakan
perbandingan antara tingkat aset lancar dengan jumlah kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan.
Likuiditas memiliki setidaknya empat fungsi utama bagi perusahaan yaitu :
Sebagai media untuk menjalankan aktivitas bisnis sehari-hari
Sebagai antisipator dana – dana yang dibutuhkan secara tiba-tiba atau pun mendesak
Sebagai pemuas nasabah (khusus lembaga keuangan) yang ingin melakukan pinjaman ataupun
penarikan dana
Sebagai poin penentu tingkat fleksibelitas perusahaan dalam mendapatkan persetujuan investasi
ataupun usaha yang menguntungkan
Kerapatan-Kerapatan merupakan gap yang terjadi dalam harga yang disetujui dengan harga normal
suatu barang.
Kedalaman-Kedalaman merupakan jumlah ataupun volume produk yang dijual dan dibeli pada tingkat
harga tertentu.
Resiliensi-Resiliensi merupakan kecepatan perubahan harga menuju harga efisien setelah
berlangsungnya penyimpangan ataupun ketidaktabilan harga.
Dalam sektor perbankan, pengelolaan likuiditas merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas. Melalui
pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa
mereka dapat mengambil dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, bank harus
mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa bank sewaktu-waktu dapat memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
Dalam likuiditas, terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank
banyak yang idle (menganggur) dan resiko ketika kekurangan dana sehinga akan berakibat dana yang
tersedia tidak dapat mencukupi kewajiban jangka pendek. Kedua kondisi inilah yang tentu tidak diharapkan
oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut.