Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit jantung iskemik, menjadi epidemi sejak abad ke-20 pada kebanyakan
negara industri, yang mana penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian
utama pada orang dewasa. Epidemi tersebut mulai terlihat di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia (Djoko Kraksono, 2002; Luepker et al., 2003; Schoen, 2005).
Diseluruh dunia diperkirakan 30% dari semua penyebab kematian diakibatkan oleh
penyakit jantung iskemik (Fuster, et al., 2008). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik
(Mamat Supriyono, 2008).
Penyakit tersebut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada orang dewasa di Eropa dan Amerika Utara (Wilson et al., 1998). Setiap tahun, di
Amerika hampir 500.000 orang meninggal karena penyakit jantung iskemik (Schoen,
2005). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular sebagai penyebab
kematian semakin meningkat (Heru Sulastomo, 2010). Berdasarkan SKRT 1992 penyakit
kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dengan angka sebesar 16,4% dari
seluruh penyebab kematian (Djoko Kraksono, 2002).
Persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular di tahun 1998 sekitar 24,4%
(Heru Sulastomo, 2010). Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian
karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4
%, dan sampai dengan saat ini penyakit jantung iskemik juga merupakan penyebab utama
kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia menengah (Mamat
Supriyono, 2008). Penyakit jantung iskemik dibagi menjadi empat sindrom, yaitu infark
miokardium, angina pectoris, penyakit jantung iskemik kronis, dan kematian jantung
mendadak (sudden cardiac death) (Schoen, 2005).

1
Infark miokardium, dikenal sebagai serangan jantung, merupakan kematian otot jantung
akibat iskemia. Infark miokardium adalah bentuk terpenting penyakit jantung iskemik
dan merupakan penyebab utama kematian di Amerika dan negara-negara industri lainnya
(Schoen, 2005).
Lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita infark miokardium akut
(IMA) dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena infark miokardium
akut sebelum sampai ke rumah Sakit (Christofferson, 2009). Setengah dari kematian yang
berhubungan dengan infark miokardium akut terjadi pada satu jam pertama dan pasien ini
tidak mencapai rumah sakit (Schoen, 2005). Literatur lain mengatakan laju mortalitas
awal pada infark miokardium akut sebesar 30%, dengan lebih dari separuh kematian
terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit, angka mortalitas ini juga bertambah pada
pasien infark miokardium yang berusia 65 tahun ke atas yaitu sebesar 2,2-5% (Idrus
Alwi, 2006; Sjaharuddin Harun et al, 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur anatomi jantung?
2. Apa defenisi IHD?
3. Etiologi dan Patofisiologi IHD?
4. Komplikasi Iskemia dan Infark?
5. Pengobatan seperti apa yang dapat dilakukan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur anatomi jantung agar memudahkan
pemahaman selanjutnya mengenai IHD.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang IHD.
3. Untuk mengetahui dan memahami Etiologi dan Patofisiologi IHD.
4. Untuk mengetahui tentang komplikasi iskemia dan infark.
5. Untuk mengetahui pengobatan apa saja yang dapat dilakukan untuk
IHD.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Jantung
Jantung terletak dalam
mediastinum di rongga dada, yaitu
diantara ke-2 paru-paru. Pericardium
yang meliputi jantung terdiri dari 2
lapisan, lapisan dalam (pericardium
viseralis) dan lapisan luar pericardium
parietalis). Kedua lapisan ini dipisahkan
oleh sedikit cairan pelumas yang
berfungsi mengurangi gesekan
padapompa jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan:
lapisan luar disebut epikardium lapisan
tengah merupakan lapisan otot
disebut miokardium, sedangkan lapisan
terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium. Ruang jantung bagian atas, atrium, secara
anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah, atau ventrikel, oleh suatu anulus fibrosus.
Ke-4 katub jantung terletak dalam cicin ini.
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri. Pembagian fungsi
ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi: vena cava, atrium
kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri,
aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava. Sebenarnya jantung memutar kekiri
dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior di
bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat dipalpasi di
garis midclavicula pada ruang intercostals ke-4 atau ke-5.

3
B. Defenisi IHD
IHD atau biasa disebut penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom
yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidak keseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab terserIng penyakit jantung iskemik
adalah menyempitnya lumen arterial koronaria oleh aterosklerosis, sehingga penyakit
jantung iskemik sering disebut penyakit jantung koroner atau penyakit arteria koronaria.
Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab tunggal kematian tersering di
negara maju, termasuk Amerika Serikat dan Eropa Barat, dan penyakit ini merupakan
penyebab pada sepertiga kematian. Dapat timbul satu dari empat sindrom, bergantung
pada kecepatan dan keparahan penyempitan arteria koronaria dan respons miokardium:
(1) berbagai bentuk angina pectoris (nyeri dada), (2) infark miokardium (MI) akut, (3)
kematian jantung mendadak, dan (4) penyakit jantung iskemik kronis disertai gagal
jantung kongestif.
Sindrom tersebut merupakan manifestasi aterosklerosis koroner yang mungkin
berawal pada masa anak atau dewasa muda. Istilah sindrom koroner akut diterapkan pada
spectrum tiga manifestasi akut berat penyakit jantung iskemik-angina tak stabil, MI akut,
dan kematian jantung mendadak. Seperti akan dibahas, ketiganya terjadi akibat
perubahan akut dalam morfologi plak aterosklerotik.

C. Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab iskemia miokard yang paling umum ialah penyakit aterosklerosik arteri
koronaria epikardial. Dengan mengurangi lumen pembuluh ini, aterosklerosis
menyebabkan pengurangan perfusi miokard yang absolut dalam keadaan basal atau
membatasi bertambahnya perfusi yang sesuai jika tuntutan akan aliran bertambah besar.
Aliran darah koroner juga dapat dibatasi oleh trtrombi arterial spasme dan jarang-jarang
juga emboli koroner karena penyempitan ostium akibat aoritis leutika.
Kelainan kongenital, seperti anomali arteri koronaria desendens anterior krii
berasal dari arteri pulmonalis, dapat menyebabkan iskemia miokard dan infark, tetapi
penyebab ini sangat jarang pada orang dewasa. Iskemia miokard juga dapat terjadi jika
tuntutan oksigen miokard meningkat secara tidak normal, seperti pada hipertrofi ventrikel

4
karena hipertensi atau stenosis aorta. Yang terakhir dapat tampil dengan angina yang
tidak dapat dibedakan dari yang disebabkan oleh aterosklerosis koroner. Penurunan
kapasitas membawa oksigen darah, seperti pada anemia yang sangat berat atau pada
adanya karboksihemoglobin, adalah penyebab yang jarang dari iskemia miokard. Tidak
jarang, dua atau lebih penyakit iskemia terdapat berdampingan, seperti peningkatan
tuntutan oksigen yang meningkat yang disebabkan hipertrofi ventrikel dan berkurangnya
suplai oksigen sekunder akibat aterosklerosis koroner.
Sirkulasi koroner yang normal didominasi dan dikendalikan oleh kebutuhan
miokard dan oksigen. Kebutuhan ini dipenuhi kemampuan jantung untuk mengubah-ubah
resitensi vakular koroner (dan oleh karena nya aliran darah) secara sebanding sedangkan
miokardium mengekstrak persentasi yang tinggi dan secara relatif tertentu (Bab 12).
Biasanya, arteriole resistensi intramiokard menunjukkan kapasitas yang besar sekali
untuk dibatasi. Dengan latihan (exercise) dan stres emosional, kebutuhan oksigen yang
berubah mempengaruhi resistensi vaskular koroner dan secara ini mengatur suplai darah
dan oksigen (regulasi metabolik).
Pembuluh yang sama menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiologik tekanan
darah agar mempertahankan aliran darah koroner pada tingkat yang sesuai dengan
kebutuhan miokard (autoregulasi). Meskipun arteri koronaria epikardial yang besar
mempunyai kemampuan konstriksi dan relaksasi, pada individu sehat erteri tersebut
membantu sebagai pipa penyalur dan dirujuk padanya sebagai pembuluh resistensi
(resistence vessels). Konstriksi yang tidak normal atau gagalnya dilatasi normal
pembuluh resistensi koroner juga dapat menyebabkan iskemia. Jika pembuluh resistensi
koroner menyebabkan angina keadaan ini kadang-kadang disebut sebagai angina
mikrovaskuler.

D. Aterosklerotik Koroner
Arteri koronaria epikardial adalah tempat utama penyakit aterosklerotik. Faktor
risiko utama untuk aterosklerosis (LDL plasma tinggi, HDL plasma rendah, merokok,
diabetes melitus dan hipertensi) diduga mengganggu fungsi normal endotelium vaskuler.
Disfungsi endotelium vaskuler dan interaksi dengan monosit dan trombosit darah
menyebabkan pengumpulan lemak yang tidak normalm sel dan debris (yakni, plak

5
aterosklerotik), yang berkembang pada kecepatan yang tidak teratur pada berbagai
segmen batang koronaria epikardial dan akhirnya menyebabkan pengurangan daerah
potongan melintang secara segmental. Hubungan antara aliran yang berdenyut dan
stenosis lumen ialah kompleks, tetapi eksperimen menunjukkan bahwa stenosis
mengurangi daerah potongan-melintang kira-kira sebanyak 75 persen, suatu kisaran
penuh dari kenaikan aliran untuk memenuhi tuntutatn miokard yang meningkat tidaklah
mungkin. Jika daerah lumen berkurang kira-kira lebih dari 80 persen, aliran darah pada
istirahat mungkin berkurang, dan pengurangan sedikit lebih lanjut pada orifisium stenotik
dapat mengurangi aliran koroner secara dramatis dan menyebabkan iskemia miokard.
Penyempitan aterosklerotik segmental arteri koronaria epikardial disebabkan
paling umum oleh pembentukan plak, yang menjadi sasaran terjadinya fisur, pendaraha
dan trombosis. Setiap kejadian ini dapat memperburuk obstruksi, mengurangi aliran
darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis iskemia miokard, seperti dilukiskan
di bawah. Lokasi obstruksi akan mempengaruhi banyaknya miokard yang dibuat menjadi
iskemik dan dengan demikian menentukan kehebatan manifestasi klinis. Penyempitan
koroner yang hebat dan iskemia miokard sering disertai oleh berkembangnya pembuluh
kolateral, khususnya jika penyempitan berkembang secara berangsur-angsur. Jika
berkembang dengan baik, pembuluh demikian dapat memberikan cukup aliran darah
untuk mempertahankan kehidupan miokardium pada istirahat tetapi tidak selama keadaan
tuntutan yang bertambah.
Sekali stenosis hebat dari arteri epikardial proksimal telah mengurangi daerah
potongan-melintang kira-kira lebih dari 70 persen, pembuluh resistensi yang distal (jika
berfungsi secara normal) berdilatasi untuk mengurangi resistensi vaskuler dan
mempertahankan aliran darah koroner. Gradien tekanan berkembang melintasi stenosis
proksimal, dan tekanan pascastenotik menurun. Jika resistensi pembuluh berdilatasi
secara maksimal, aliran darah miokard menjadi bergantung pada tekanan dalam arteri
koronaria yang distal terhadap obstruksi. Pada keadaan ini, perubahan oksigenisasi
miokard yang disebabkan oleh perubahan kebutuhan oksigen miokard dan perubahan
kaliber arteri koronaria yang mengalami stenosis karena gerak pembuluh yang fisiologik,
spasme patologik, atau sumbatan trombosi. Semua kejadian sementara ini dapat

6
mengacaukan keseimbangan kritis antara suplai oksigen dan kebutuhan, dan dengan
demikian mencetuskan iskemia miokard.

E. Efek Iskemia

Oksigenisasi yang tidak memadai, yang disebabkan oleh aterosklerosis koroner


dapat menyebabkan gangguan sementara dari fungsi mekanis, biokimiawi, dan elektris
miokardium. Perkembangan iskemia mendadak biasanya mempengaruhi segmen
miokardium ventrikel kiri dengan gagal kontraksi dan relaksasi otot normal yang hampir
segera. Perfusi subendokardium yang relatif buruk menyebabkan iskemia yang lebih
hebat dari dinding bagian ini. Iskemia segmen ventrikel yang besar akan menyebabkan
gagal ventrikel kiri yang sementara, dan jika otot papilaris terlibat, regurgitasi mitral
dapat mempersulit kejadian ini.
Jika kejadian iskemik sementara, kejadian iskemik dapat berhubungan dengan
angina pektoris; jika berkepanjangan, mereka dapat menyebabkan nekrosis miokard dan
pembentukan parut dengan atau tanpa gambaran klinis infark miokard. Aterosklerosis
koroner merupakan proses fokal yang biasanya menyebabkan iskemia yang tidak
seragam. Akibatnya, gangguan regional kontraktilitas ventrikel menyebabkan
pengembangan segmental atau diskinesia dan dapat mengurangi banyak efisiensi fungsi
pompa miokard.
Gangguan mekanis yang mendasari ini adalah keanekaragaman yang luas
abnormalitas dalam metabolisme, fungsi dan struktur sel. Jika mendapat oksigen,
miokardium normal memetabolisis asam lemak dan glukosa menjadi karbondioksida dan
air. Dengan kekurangan oksigen yang hebat, asam lemak tidakdapat dioksidasi dan
glukosa dipecah menjadi laktat; pH intraseluler berkurang, demikian pula cadangan fosfat
energi-tinggi miokard, adenosin trifosfat (ATP) dan kreatin fosfat. Fungsi membran sel
yang rusak menyebabkan kebocoran kalium dan pengambilan natrium oleh miosit.
Hebatnya dan lamanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard
akan menentukan apakah kerusakan itu reversibel ataukah permanen dengan akibat
nekrosis miokard.

7
Iskemia juga menyebabkan perubahan elektrokardiografik yang karakteristik
seperti kelainan repolarisasi yang dibuktikan oleh terbaliknya (inversi) gelombang T dan
kemudian oleh bergesernya segmen ST. Depresi segmen ST yang sementara sering
mencerminkan iskemia subendokardial, sedangkan elevasi segmen ST yang sementara
diduga disebabkan oleh iskemia transmural yang lebih hebat, karena hal ini dapat
menyebabkan takikardia ventrikel atau fibrilasi vetrikel. Kebanyakan pasien yang mati
mendadak karena penyakit jantung iskemik meninggal sebagai akibat takiaritmia
ventrikel mangna yang disebabkan oleh iskemia.

F. Manifestasi Klinis

1. PENYAKIT JANTUNG KORONER ASIMPTOMATIK VERSUS


SIMPTOMATIK

Penyelidikan pascamati (postmortem) pada korban kecelakaan dan korban


perang di negara-negara barat telah membuktikan bahwa aterosklerosis koroner
sering mulai berkembang sebelum umur 20 tahun dan tersebar luas bahkan di antara
orang dewasa yang asimtomatik selama hidupnya. Pada perempuan sebelum
menopause, aterosklerosis koroner kurang berkembang dan mempunyai insidensi
manifestasi klinis penyakit arteri koronaria (angina pektoris, infark miokard dan
kematian koroner) yang lebih rendah. Proteksi ini menghilang secara progresif setelah
menopause.
Jika diperhatikan semua kelompok umur, penyakit jantung iskemik adalah
penyebab kematian yang paling umum tidak hanya pada laki-laki tetapi juga pada
perempuan. Exercise stress test latihan pada orang asimtomatik dapat menunjukkan
bukti iskemiamiokard yang bisu,yakni,perubahan elektrokardiografik yang diinduksi
oleh exercise tidak disertai oleh angina, penyelidikan angiografik koroner individu
seperti itu sering mengungkapkan penyakit arteri koronaria obstruktif. Pemeriksaan
pascamati pasien dengan penyakit koroner obstruktif yang tidak mempunyai riwayat
manifestasi klinis iskemia miokard apapun sering menunjukkan parut makroskopik
infark miokard dalam daerah yang disuplai oleh arteri koronaria yang berpenyakit.

8
Menurut penyelidikan populasi kira-kira 25 persen pasien yang hidup terus
setelah infark miokard akut mungkin tidak mendapat perhatian medis, dan pasien ini
memikul prognosis buruk yang sama dengan individu yang tampil dengan sindroma
klinis yang klasik. Kematian mendadak mungkin tanp[a gembar-gembor dan adalah
manifestasi yang tampil umum dari penyakit jantung iskemik.
Pasien dapat juga tampil dengan kardiomegali dan gagal jantung terhadap
kerusakan iskemik miokard ventrikel kiri yang tidakmenyebabkan gejala sebelum
berkembangnya gagal jantung; keadaan ini disebut sebagai kardiomiopati iskemik.
Berlawanan terhadap fase asimtomatik penyakit jantung iskemik, fase simtomatik
dicirikan oleh dada terasa tidak enak baik karena angina pektoris ataupun infark
miokard akut. Setelah memasuki fase simtomatik, pasien mungkin menunjukkan
perjalanan yang stabil atau progresif, kembali ke tahap asimtomatik, atau mati secara
mendadak.

2. ANGINA PEKTORIS STABIL KRONIS

Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iskemia miokard yang
sementara. Berbagai penyakit yang menyebabkan iskemia miokard demikian juga
banyak bentuk ketidakenakan dengan yang dapat dikacaukan dibicarakan pada Bab
12. Laki-laki merupakan kira-kira 70 persen dari semua pasien dengan angina
pektoris dan suatu bagian yang bahkan lebih besar dari mereka yang lebih muda dari
umur 50 tahun.
Pasien tipikal dengan angina ialah seorang laki-laki setua 50 sampai 60
tahun atau seorang perempuan setua 65 sampai 75 tahun yang mencari pertolongan
medis untuk rasa tidak enak pada dada yang menakutkan, biasanya dilukiskan sebagai
rasa berat, rasa tertekan, rasa tercekik atau merasa sesak napas dan hanya jarang-
jarang sebagai nyeri yang nyata. Jika pasien diminta untuk melokalisasi sensasi/rasa
itu, ia aka secara tipikal menekan pada sternum, kadang-kadang tinju dengan tangan
yang terkepal, untuk menunjukkan suatu perasaan tidak enak pada substernal, sentral
dan rasa terperas. Gejala ini biasanya bersifat kresendo-deskresendo dan bertahan 1
sampai 5 menit.

9
Angina dapat memancar ke bahu kiri dan kedua lengan, dan khususnya ke
permukaan ulnar lengan bawah dan tangan. Angina juga dapat timbul pada atau
memancar ke punggung, leher, rahang, gigi-geligi, dan epigastrium. Walau episode
angina secara tipikal disebabkan oleh pengerahan tenaga (misalnya , exercise,
tergesa-gesa, atau aktivitas seksual) atau emosi (misalnya, stres, marah, ketakutan,
atau frustasi ) dan dibebaskan/dihilangkan oleh istirahat, episode angina dapat juga
terjadi pada istirahat dan pada malam hari sewaktu pasien berbaring (dekubitus
angina). Pasien dapat terbangun pada malam hari karena menderita rasa tidak enak
dada yang tipikal dan dispnea.
Patofisiologi angina nokturnal ialah analog dengan yang patofisiologi
dispnea nokturnal paroksismal, yakni ekspansi volume darah intratorakal yang terjadi
karena berbaring menyebabkan bertambahnya ukuran jantung dan kebutuhan oksigen
miokard yang meyebabkan iskemia serta gagal ventrikel kiri yang sementara.
Ambang untuk berkembangnya angina pektoris berbeda-beda dan waktu dapat
berubah karena hari dan keadaan emosional. Seorang pasien mungkin melaporkan
gejala pada pengerahan tenaga ringan pada pagi hari (jalan jarak singkat atau
bercukur) tetapi pada tengah hari mungkin mampu berprestasi lebih besar tanpa
gejala. Angina dapat dicetuskan oleh pekerjaan yang tidak biasa, santapan yang berat,
atau terpajan hawa dingin.
Nyeri dada yang pedih, cepat menghilang atau berkepanjangan, rasa sakit
samar-samar yang terbatas pada daerah di bawah payudara jarang disebabkan oleh
iskemia miokard. Akan tetapi, angina pektoris mungkin lokasinya atipikal dan
mungkin tidak berkaitan secara erat dengan faktor yang memprovokasinya. Selain itu,
gejala ini dapat kambuh kembali dan berkurang berhari-hari, berminggu-minggu, atau
berbulan-bulan, dan terjadinya dapat musiman. Menanyakan secara seistematis pasien
yang dicurigai menderita penyakit jantung iskemik adalah penting untuk menyingkap
riwayat keluarga yang positif mengenai penyakit jantung iskemik, diabetes dan faktor
risiko lainnya untuk aterosklerosis koroner.
Pada angina varian (Prinzmetal) rasa tidak enak pada dada secara
karakteristik terjadi pada istirahat atau membangunkan pasien dari tidur. Angina
varian mungkin disertai oleh palpitasi atau pendek napas yang hebat, eksplosif pada

10
permulaan, hebat dan menakutkan. Angina varian mungkin juga ditimbulkan oleh
pengerahan tenaga, meskipun beban kerja yang padanya dicetuskan biasanya
bervariasi secara luas. Angina varian disebabkan oleh spasme fokal arteri koronaria
epkardial yang proksimal; pada kira-kira tiga per empat pasien terdapat obstruksi
arteri koronaria aterosklerotik, dalam kasus vasospasme terjadi deat lesi stenotik.

2.1 Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis sering normal. Penampilan umum pasien mungkin


mengungkapkan tanda faktor risiko yang berhubungan dengan aterosklerotis
koroner seperti xantelasma, xantoma, atau lesi kulit diabetik. Mungkin juga
terdapat tanda anemia, penyakit tiroid dan noda nikotin pada ujung jari karena
merokok sigaret. Palpasi dapat mengungkapkan arteri perifer yang menebal atau
tidak terdapat, tanda pembesaran jantung dan kontraksi yang tidak normal dari
impuls jantung (akinesia atau diskinesia ventrikel kiri).
Pemeriksaan fundus mungkin mengungkapkan refleks cahaya yang
bertambah dan penakikan arteriovenosa sebagai bukti hipertensi (faktor risiko
yang penting untuk penyakit jantung iskemik), sedangkan auskultasi dapat
menyingkap arterial bruits, suatu bunyi jantung ketiga dan/atau keempat, dan jika
iskemia akut atau infark yang lebih dahulu telah mengganggu fungsi otot
papilaris, suatu bising sistolik apikal yang lanjut akibat regurgitasi mitral. Tanda
auskultasi ini paling baik dinilai dengan pasien dalam posisi berbaring miring kiri.
Stenosis aorta, regurgitasi aorta (Bab 205) harus disingkirkan, karena
gangguan dapat menyebabkan angina bahkan pada tidak adanya penyakit arteri
koronaria. Pemeriksaan selama serangan angina berguna, karena iskemia dapat
menyebabkan gagal ventrikel kiri sementara dengan munculnya bunyi jantung
ketiga dan/atau keempat, apeks jantung yang diskinetik, regurgitasi mitral dan
bahkan edema paru.

11
2.2 Pemeriksaan laboratorium

Walaupun diagnosis penyakit jantung iskemik dapat dibuat dengan


keyakinan dari riwayat tipikal, sejumlah tes laboratorium sederhana dapat
membantu. Urin seharusnya diperiksa untuk bukti diabetesmelitus dan penyakit
ginjal, karena kedua keadaan ini dapat mempercepat aterosklerosis. Begitupun
pemeriksaan darah seharusnya mencakup pengukuran lipid (kolesterol-total,
densitas rendah, dan densitas tinggi, glukosa, kreatinin, hematokrit dan, jika
diindikasikan berdasarkan atas pemeriksaan fisis, fungsi tiroid.
Sinar-X dada penting, karena ia dapat menunjukkan akibat penyakit jantung
iskemik, yakni pembesaran jantung, aneurisma ventrikel, atau tanda gagal jantung.
Kalsifikasi arteri koronaria kadang-kadang dapat diidentifikasi pada fluoroskopi
dada. Tanda ini dapat menunjag diagnosis penyakit arteri koroner dan penting
dalam menilai derajat kerusakan jantung dan efek terapi untuk gagal jantung.

2.3 Elektrokardiogram

Suatu EKG normal tidak menyingkirkan diagnosis penyakit jantung


iskemik; akan tetapi, kelainan tertentu pada rekaman yang diperoleh pada istirahat
dapat memastikan itu. Suatu EKG 12 lead yang dicatata pada keadaan istirahat
normal pada kira-kira setengah pasien dengan angina pektoris yang tipikal, tetapi
mungkin terdapat tanda infark miokard yang lama. Rekaman serial terutama
berguna untuk mencari infark miokard yang lalu atau yang sedang berkembang.
Walaupun repolarisasi kelainan, yaitu, perubahan gelombang T dan segmen
ST serta gangguan konduksi intraventrikel pada istirahat, mengesankan penyakit
jantung iskemik, adalah tidakspesifik, karena dapat juga terdapat pada penyakit
miokard dan katup atau dengan kecemasan (anxiety), perubahan sikap tubuh, obat,
atau penyakit esofagus. Perubahan segmen ST yang tipikal dan perubahan
gelombang T merubah yang menyertai episode angina pektoris dan
menghilangnya setelah itu adalah lebih spesifik/khas.

12
Perubahan yang paling karakteristik mencakup pergeseran segmen ST yang
sama dengan pergeseran segmen ST yang di induksi selama strest test. Segmen
ST biasanya mengalami depresi pada waktu angina tetapi dapat mengalami
ekevasikadang demikian mencolok mata seperti pada tahap permulaan infark
miokard dan pada angina Prinzmetal.

2.4 Arteriografi koroner

Metode diagnostik invasif ini melukiskan dalam garis besar anatomi koroner
dan dapat digunakan untuk mendeteksi bukti penting aterosklerosis koroner atau
menyingkirkan keadaan ini. Dengan jalan ini, seseorang dapat menilai kehebatan
lesi obstruktif dan jika digabung dengan angiokardiografi dan menilai fungsi
global dan fungsi regional ventrikel kiri.
Arteriografi koroner diusulkan pada (1) pasien dengan angina pektoris stabil
atau tidak stabil yang kronis yang simtomatik secara hebat kendati terapi medis
dan yang dipertimbangkan untuk vaskularisasi, yakni, angioplasti koroner
transluminal perkutaneosa atau operasi cangkok pintas arteri koronaria (coronary
artery bypass graft); (2) pasien dengan gejala yang menyusahkan dan
menunjukkan kesulitan diagnostik yang di dalamnya terdapat keperluan untuk
memastikan atau menyingkirkan diagnosis penyakit arteri koronaria; dan (3)
pasien yang dicurigai mempunyai penyakit arteri koroner cabang utama kiri atau
ketiga pembuluh berdasarkan atas tanda iskemia hebat pada pengujian yang tak
invasif, tidak peduli dengan terdapatnya atau kehebatan gejala.

Contoh dari situasi klinis yang mungkin lainnya mencakup:

1 Pasien dengan rasa tidak enak pada dada yang memberi kesan angina pektoris
tetapi exercise test negatif yang membutuhkan diagnosis definitif untuk
membimbing pegelolaan medis, menghilangkan stres psikologik, karier atau
perencanaan keluarga atau maksud asuransi.

13
2 Pasien yang telah masuk rumah sakit berulang kali untuk infark miokard akut
yang dicurigai tetapi padanya diagnosis ini tidak pernah ditegakkan dan
padanya ada atau tidak adanya penyakit arteri koroner harus ditentukan.
3 Pasien dengan karer yang melibatkan keamanan individu lain (misalnya pilot
perusahaan penerbangan) yang mempunyai gejala yang mencurigakan, tes
tidak invasif yang mencurigakan atau yang positif, dan padanya terdapat
kecurigaan yang layak mengenai keadaan arteri koronaria.
4 Pasien dengan stenosis aorta atau kardiomiopati idiopatik dan angina dengan
nyerinya mungkin disebabkan oleh penyakit arteri koronaria.
5 Pasien laki-laki berumur 45 tahun den perempuan berumur 55 tahun atau lebih
tua yang akan mengalami penggantian katup dan yang mungkin atau mungkin
tidak mempunyai bukti klinis iskemia miokard.
6 Pasien yang berisiko tinggi setelah infark miokard karena kambuhnya angina,
gagal jantung, kontraksi prematur ventrikel yang sering, atau tanda iskemia
pada tes dengan beban.
7 Pasien dengan angina pektoris tidak peduli hebatnya, yaitu pengujian tidak
invasif mengungkapkan tanda-tanda iskemia hebat, yakni dini dan/atau
ditandai (>2 mm) depresi segmen ST, defek perfusi yang besar atau multipel
dan/atau peningkatan pengambilan thallium 201 skintigram oleh paru setelah
latihan, disfungsi ventrikel kiri global yang dicetuskan oleh latihan, dan/atau
hipotensi yang diinduksi oleh latihan.

3. ANGINA PEKTORIS YANG TIDAK STABIL

Tiga kelompok pasien berikut ini dapat dikatakan mempunyai angina pektoris
yang tidak stabil: (1) pasien dengan angina yang baru mulai (<2 bulan) yang hebat
dan/atau sering (> atau = 3 episoda tiap hari); (2) pasien dengan angina yang
dipercepat, yakni mereka dengan angina stabil kronis yang mengembangkan angina
yang secara nyata lebih sering, hebat, berkepanjangan, atau dicetuskan oleh
pengerahan tenaga yang kurang daripada sebelumnya; (3) mereka dengan angina
pada istirahat.

14
Angina tidak stabil mungkin ialah primer, yakni, terjadi pada tiadanya
keadaan luar-jantung yang mempunyai iskemia miokardial yang meningkat,atau ia
dapat dicetuskan oleh suatu keadaan eksentrik terhadap lapisan vaskular koroner
yang telah memperhebat iskemia miokardial, seperti anemi, demam, infeksi,
takiaritmia, stres emosional atau hipoksemi. Angina tak-stabil dapat juga
berkembang segera setelah infark miokardial. Angina yang tak-stabil, terutama jika
ia dicirikan oleh nyeri pada istirahat atau terjadi pada keadaan pasca-infark memikul
suatu prognosis buruk, dengan risiko bermakna akan infark miokardial yang akut
atau berkembangnya angina stabil kronis yang tidak dapat dikendalikan.

Jika angina tidak stabil disertai oleh bukti elektrokardiografik yang objektif
iskemia miokardial sepintas lalu (perubahan segmen ST dan/atau terbaliknya
gelombang T selama episoa nyeri dada), ia hampir selalu berhubungan dengan
stenosis yang kritis pada satu atau lebih arteri koroner epikardial. Lesi aterosklerotik
dapat mempunyai suatu morfologi yang ruwet, dengan bukti trombosis yang terdapat
di atasnya (superimpose) pada kira-kira 25 sampai 60 persen dari kasus-kasus.
Spasme segmental di sekitar bercak (plaque aterosklerotik) juga dapat memainkan
suatu peranan dalam perkembangan angina yang tidak stabil.

3.1 Penatalaksanaan

Pasien harus segera dimasukkan dalam rumah sakit untuk observasi,


diagnosis dan terapi lebih lanjut. Adalah penting untuk mengenali dan
mengobati keadaan yang berdampingan yang dapat memperhebat iskemia,
seperti takikardi yang tak terkendali, hipertensi dan diabetes melitus,
kardiomegali, gagal jantung, aritmia, tirotoksikosis dan sembarang penyakit
demam. Infark miokardi akut harus disingkirkan melalui EKG serial dan
pengukuran aktivitas enzim jantung dalam plasma.

Pemantauan elektrokardiografik yang terus-menerus harus dilaksanakan


dan pasien harus menerima penenangan dan sedasi. Pembentukan trombus sering
memeprsulit keadaan ini. Karena itu, heparin intravena harus diberikan selama 3
sampai 5 hari untuk mempertahankan waktu tromboplastin parsial pada 2 sampai

15
2,5 kali kontrol, bersama dengan atau diikuti oleh aspirin oral pada dosis 325
mg/hari. Obat beta-adrenoseptor dan antagonis kalsium harus diberikan, tetapi
dengan hati-hati dan kesadaran akan efek samping yang mungkin yang telah
dibicarakan di atas.

Dosis harus dititrasi untuk menghindarkan bradikardia, gagal jantung, dan


hipotensi. Nitrogliserin harus diberikan dengan rute sublingual selama
dibutuhkan karena gejala. Lagipula, nitrogliserin intravena sangat efektif,
meskipun memerlukan pemantauan tekanan arteri. Nitrogliserin intravena
dimulai pada dosis 10µg/menit dan dinaikkan penambahan 5µg/menit sampai
kadar pada nyeri dada menghilang tetapi tekanan arteri sistolik bertahan atau
berkurang sedikit saja dan efek samping lainnya terhindarkan.

Sebagian besar pasien bertambah baik dengan pengobatan demikian. Akan


tetapi, hasil klinis sangat bervariasi. Jika angina dan/atau bukti
elektrokardiografik iskemia tidak berkurang dalam 24 sampai 48 jam
pengobatan komprehensif yang dibicarakan di atas pada pasien tanpa
kontraindikasi yang nyata untuk revaskularisasi, kateterisasi dan arteriografi
koroner harus dilaksanakan. Jika anatominya cocok, angioplasti koroner
transluminal perkutan (AKTP) dapat dilaksanakan dengan tim operasi siap sedia
untuk menolong. AKTP dalam keadaan ini terutama bila terdapat trombus,
disertai oleh risiko yang meningkat akan penutupan akut dan iskemia. Jika
angioplasti tidak dapat dilakukan, penanduralihan pintas arteri koronaria harus
dipertimbangkan untuk membebaskan gejala dan iskemia miokard serta sebagai
cara pencegahan kerusakan miokard. Jika gejala dan tanda pasien terkendalikan
pada terapi medis, EKG exercise yang diagnostik harus diperoleh dekat waktu
diizinkan meninggalkan rumah sakit.

Jika terdapat bukti iskemia miokard yang hebat, harus diberikan


pertimbangan serius untuk kateterisasi dan revaskularisasi. Harus diingat bahwa
penyakit arteri koronaria sering terdapat pada pasien dengan angina tidak stabil
yang berespons terhadap terapi medis. Banyak pasien yang keadaan stabilnya

16
terkendalikan dengan angina stabil kronik yang hebat dan akhirnya memerlukan
revaskularisasi mekanis.

4. ISKEMIA ASIMPTOMATIK

Penyakit arteri koroner obstruktif, infark miokard akut, dan iskemia miokard
sementara ialah sering asimtomatik. Selama pemantauan elektrokardiografik
ambulatori terus-menerus, sebagian besar pasien ambulatori dengan angina stabil
kronik yang tipikal ditemukan mempunyai bukti iskemia miokard yang objektif
(depresi segmen ST) pada waktu episode rasa tidak enak pada dada sedangkan pasien
aktif di luar rumah sakit, tetapi banyak dari pasien ini rupanya juga lebih sering
mengalami episode iskemia asimtomatik.

Lagipula, terdapat sejumlah besar individu yang sama sekali asimtomatik


(tetapi hingga kini belum diketahui) dengan aterosklerosis koroner yang hebat yang
memperlilhatkan perubahan segmen ST selama aktivitas. Bukti episode iskemia
(asimtomatik dan simtomatik) yang sering selama kehidupan sehari-hari rupanya
menunjukkan kemungkinan yang meningkat dari kejadian koroner yang buruk
seperti kematian dan infark miokard.

Penggunaan elektrokardiografi exercise pada waktu pemeriksaan rutin juga


menetapkan beberapa pasien dengan penyakit arteri koronaria asimtomatik yang
hingga kini tidak dikenali. Penyelidikan longitudinal telah menunjukkan insidensi
kejadian koroner yang meningkat (kematian mendadak, infark miokard, dan angina)
pada pasien asimtomatik dengan tes treadmill yang positif. Lagipula, pasien dengan
iskemia asimtomatik setelah menderita suatu infark miokard adalah berisiko jauh
lebih besar untuk kejadian koroner yang kedua. Pasien yang mencari evaluasi dan
yang mempunyai iskemia asimtomatik harus menjalankan pemeriksaan noninvasif
yang terperinci, memanfaatkan elektrokardiografi stres dan skintigrafi radionuklida.

4.1 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan iskemia asimtomatik harus di


individualisasikan. Jadi, dokter harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

17
(1) exercise test, terutama tahap exercise pada tanda elektrokardiografik
iskemia muncul, besarnya dan jumlah defek perfusi pada skintigrafi
thallium, dan perubahan fraksi ejeksi vantrikel kiri yang terjadi pada
waktu iskemia dan/atau pada waktu exercise pada ventrikulografi
radionuklid;
(2) lead elektrokardiografik yang menunjukkan respons positif, dengan
perubahan pada lead prekordial anterior yang menunjukkan prognosis
yang kurang baik dibanding dengan perubahan lead inferior;
(3) umur pasien, pekerjaan, dan keadaan medis umum. Kebanyakan ahli
akan menyetujui bahwa seorang pilot penerbangan komersial berumur
45 tahun yang asimtomatik dengan depresi segmen ST 4 menit pada
lead V1 sampai V4 pada waktu exercise ringan harus menjalani
arteriografi koroner, sedangkan seorang pensiunan berumur 75 tahun,
yang duduk terus-menerus, yang asimtomatik dengan depresi segmen
ST 1-mm pada lead II dan III pada waktu aktivitas maksimal tidak
perlu menjalani arteriografi koroner.

Akan tetapi, tidak terdapat consensus pada mayoritas pasien yag


situasinya kurang ekstrim. Pasien dengan bukti iskemia hebat pada pengujian
noninvasif harus menjalani arteriografi koroner. Pasien asimtomatik dengan
iskemia bisu, penyakit arteri koroner tiga-pembuluh, dan fungsi ventrikel kiri
yang terganggu dapat dianggap calon yang tepat untuk bedah pintas arteri
koroner.

Pemberian aspirin kepada pasien dengan iskemia asimtomatik setelah


infark miokard telah menunjukkan berkurangnya kejadian koroner yang buruk.
Sementara insidensi iskemia asimtomatik dapat dikurangi dengan terapi beta
blocker, calcium chanel blocker, dan long-acting nitrat, belumlah jelas apakah
ini diperlukan atau diinginkan pada pasien yang tidak pernah menderita infark
miokard. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa penghambatan beta-adrenoseptor
yang dimulai 7 sampai 35 hari setelah infark miokard akut memperbaiki
ketahanan hidup.

18
G. Penatalaksanaan IHD

Tiap pasien harus dievaluasi secara individual mengenai pola-hidup, faktor risiko,
pengendalian gejala dan pencegahan kerusakan miokardium ventrikel kiri. Derajat
ketidakmampuan pasien dan stres-stres fisik dan emosional yang spesifik yang
mencetuskan rasa nyeri semuanya harus dicatat secara teliti untuk menentukan sasaran
yang tepat bagi terapi. Rencana penatalaksanaan harus terdiri atas (1) penjelasan kepada
pasien, (2) pengurangan faktor risiko dalam usaha untuk memperlambat melajunya
aterosklerosis koroner. (3) terapi keadaan berdampingan yang mampu memperberat
angina, (4) penyesuaian aktivitas yang bijaksana untuk meminimalkan serangan angina,
(5) rancangan terapi obat-obatan, dan (6) definisi titik akhir yang menandakan perlunya
mempertimbangkan revaskularisasi mekanis.

1. PENJELASAN KEPADA PASIEN

Pasien dengan penyakit jantung iskemik perlu mengerti keadaan kemampuannya


dan menyadari bahwa kehidupan yang panjang dan berguna adalah mungkin walaupun
menderita angina pektoris atau pernah mengalami dan sembuh dari infark miokardi
akut. Memberikan riwayat kasus individu dalam kehidupan umum yang hidup dengan
penyakit koroner mungkin amat berarti bila menganjurkan pasien untuk memulai lagi
dan mempertahankan aktivitas dan kembali ke pekerjaannya. Program rehabilitasi yang
telah dirancang dapat mendorong pasien untuk mengurangi berat badan, memperbaiki
toleransi exercise, dan mengendalikan faktor risiko dengan keyakinan yang lebih besar
.
2. MENGURANGI FAKTOR RISIKO (PENCEGAHAN SEKUNDER)

Penghentian merokok sigaret ialah vital. Risiko kejadian koroner adalah rendah
bila kolesterol plasma total kurang dari 200mg/100mL, menengah (intermediate) jika
ia 200 sampai 240 mg/100mL, dan meningkat secara tidak normal jika kolesterol
plasma di atas 240 mg/100mL. Percobaan klinis pada pasien terpilih rupanya
menunjukkan bahwa memodifikasi faktor risiko dengan efektif (misalnya, kadar lipid

19
plasma) dapat meperlambat pertumbuhan aterosklerosis koroner dan mengurangi
morbiditas dan mortalitas akibat penyakit arteri koroner.
Berat ideal harus dicapai dan dipertahankan. Faktor yang memperberat (misalnya,
gangguang endokrin, hipertensi, dan obat-obatan seperti glukokortikoteroid) harus
diobati dan disingkirkan jika mungkin. Setelah diet dan exercise yang cocok, terapi
obat harus digunakan pada pasien dalam usaha untuk mengurangi kolesterol plasma
total (nilai ideal <200mg/100 mL), mengurangi fraksi LDL plasma (nilai ideal <130
mg/100 mL. Dan meningkatkan fraksi HDL (nilai ideal >45mg/mL). Kolesterol total
dan fraksi LDL berkurang secara efektif karena resin yang mengikat asam empedu
(misalnya, kolestiramin) dan inhibitor reduktase HMB KoA sintesis kolesterol
(misalnya, Lovastatin) sedangkan HDL secara efektif meningkat karena obat-obatan
seperti niasin dan gemfibrozil.
Diabetes melitus dan hipertensi bila terdapat harus diobati. Kecuali kalau angina
angina dibangkitkan oleh aktivitas yang berat, pasien harus dianjurkan untuk
diikutsertakan dalam latihan dinamik yang tetap seperti berjalan; exercise isometrik
mungkin berbahaya. Dengan mempertahankan kondisi fisik yang baik, pasien akan
mampu melaksanakan kerja fisik secara lebih efisien dan pada kecepatan nadi yang
lebih lambat, jadi mengurangi frekuensi angina pektoris.
Pasien dalam kondisi fisik yang baik dapat juga mempunyai kesempatan hidup
terus setelah mengalami infrak miokard. Pemberian estrogen kepada perempuan
pascamenopause rupanya memberikan proteksi yang bermakna dengan pengurangan
kejadian koroner. Meskipun demikian terdapat peningkatan yang lumayan dalam
terjadinya beberapa keganasan dan oleh karenanya terapi harus diindividualkan.

3. ELIMINASI PENYAKIT YANG BERSAMAAN

Sejumlah penyakit yang secara primer selain jantung dapat meningkatkan


kebutuhan oksigen ataupun mengurangi suplai oksigen pada miokardium dan dapat
mencetuskan atau memperberat angina. Pada kategori tersebut lebih dulu, hipertensi
dan hipertiroidisme dapat diobati dengan penuh agar frekuensi serangan angina
berkurang. Suplai oksigen miokardi yang berkurang dapat disebabkan oleh

20
berkurangnya oksigenisasi darah (misalnya penyakit paru primer atau, jika terdapat
karbonsihemoglobin, akibat menghisap cerutu atau sigaret) atau berkurangnya
kapasitas pembawa oksigen (contohnya, pada anemia). Koreksi kelanian ini, jika ada,
dapat mengurangi bahkan menghilangkan gejala angina.

4. AKTIVITAS ADAPTASI

Terapi angina iskemia miokardi terdiri atas menghilangkan ketidaksesuaian antara


permintaan otot jantung dan oksigen dan kesanggupan sirkulasi koroner untuk
memenuhi permintaan ini. Kebanyakan pasien akan mengerti konsep fundamental ini
dan menggunakannya dalam perancangan aktivitas yang rasional. Banyak tugas
tertentu yang biasanya membangkitkan angina dapat dilaksanakan tanpa gejala hanya
dengan mengurangi kecepatan dilaksanakannya tugas itu. Pasien harus menyadari
variasi djurnal dalam daya tahanya terhadap aktivitas tertentu dan harus mengurangi
keperluan energinya pada pagi hari dan dengan segera setelah santapan. Kadang-
kadang berguna untuk mengubah pola makan, memakan santapan kecil dan lebih
sering.
Mungkin perlu dianjurkan perubahan pekerjaan dan tempat kediaman untuk
menghindari stress fisik; akan tetapi dengan pengecualian dengan pekerja tangan,
kebanyakan pasien dengan penyakit jantung iskemik biasanya dapat terus bertahan
hanya dengan memberi waktu yang lebih untuk menyelesaikan tiap tugas. Pada
beberapa pasien, kemarahan dan frustasi mungkin merupakan faktor yang paling
penting yang mencetuskan iskema miokardi. Jika ini tidak dapat dihindari, pelatihan
dalam mengelola stress dapat berguna. exercise test pada treadmill untuk menentukan
kira-kira pada kecepatan jantung berapa berkembang perubahan elektrokardioaktif atau
gejala iskemik dapat berguna dalam program pengembangan latihan yang khusus.
Ambulatory electrocardiography selama kegiatan sehari-hari dapat membantu dalam
hal ini.

21
5. TERAPI OBAT
a. . Nitrat
Kelompok obat-obatan yang berharga dalam panatalaksanaan angina pektoris
bekerja dengan menyebabkan venodilatasi sistemik, dengan demikian mengurangi
tegangan dinding miokard dan kebutuhan oksigen, dan juga dengan melebarkan
pembuluh koroner eipkardial dan meningkatkan aliran darah pembuluh kolateral.
Absorpsi bahan ini (karena kerja) ialah lebih cepat dan lengkap melalui selaput
lendir. Karena alasan ini, nitrogliserin diberikan secara sublingual (bawah-lidah)
dalam tablet 0,4 atau tablet 0,6 mg. Pasien dengan angina harus diberi instruksi
untuk mengkonsumsi obat-obatan ini, baik untuk menghilangkan serangan dan juga
dalam antisipasi stres (exercise atau emosional) yang mungkin menyebabkan
serangan. Nilai penggunaan profilaktik obat tidak dapat lebih ditekankan.
Sakit kepala dan perasaan berdenyut pada kepala merupakan efek sampingan
yang paling umum dari nitrogliserin dan untungnya hanya jarang menjadi
mengganggu pada dosis yang biasanya dibutuhkan untuk menhilangkan atau
mencegah angina. Nitrogliserin menjadi semakin buruk bila terpajan terhadap
udara, embun, dan sinar matahari, sehingga jika obat itu tidak menghilangkan rasa
tidak enak atau sakit kepala maupun tidak menimbulkan sensasi terbakar pada
tempat absorpsi bawah lidah (sublingual) preparat mungkin adalah inaktif dan
suplai segar harus didapat. Jika tidak dicapai keringanan setelah dosis pertama
nitrogliserin, dosis kedua atau ketiga dapat diberikan pada interval 5 menit. Jika
rasa tidak enak berlanjut meskipun pengobatan, pasien harus konsultasi seorang
dokter atau melapor segera kepada instalasi gawat darurat untuk evaluasi akan
kemungkinan angina pektoris yang tidak stabil atau infark miokardi akut.
Menanyakan pasien dengan angina pektoris yang baru didiagnosis untuk
mencatat terjadinya nyeri relatif terhadap aktivitas dan faktor pencetus lain
demikian pula konsumsi nitrogliserin sering bermanfaat bagi dokter yang berusaha
menyesuaikan program pengelolaan. Buku harian seperti itu dapat juga berharga
untuk mendeteksi frekuensi atau hebatnya rasa tidak enak yang dapat menandakan
berkembangnya angina pektoris dan/atau memberitahukan infark miokardi yang
mengancam.

22
Tiada satupun nitrat yang kerja-lama seefektif nitrogliserin sublingual untuk
menghilangkan angina akut. Preparat/sediaan ini dapat ditelan, dikunyah atau
diberikan sebagai koyo atau pasta melalui rute transdermal. Sediaan ini dapat
memberikan kadar plasma yang efektif untuk sampai 24 jam, tetapi respons
terapeutik ialah sangat variabel. Sediaan yang berlainan dan/atau pemberian selama
siang hari harus dicoba hanya untuk menghilangkan rasa tidak enak pada pasien
masing-masing sementara menghindari efek samping seperti sakit kepala dan
pusing kepala. Titrasi dosis seseorang penting agar efek samping tercagah. Sediaan
yang berguna mencakup isosorbid dinitrat (10 sampai 40 mg PO tid), salep
nitrogliserin (0,5 sampai 2,0 inci 4 kali sehari), atau koyo transdermal yang lepas-
lambat (5 sampai 25 mg/hari).
Nitrat kerja-lama adalah relatif aman dan dapat digunakan bersama dengan
nitrogliserin sublingual yang intermiten untuk membebaskan rasa tidak enak dan
mencegah serangan angina. Nitrat cenderung terikat pada guanilat klaslase dalam
sel otot polos vaskular mengoksidasi gugus sulfhidril, dan diubah menjadi S-
nitrosotiol. Ini menyebabkan peningkatan siklik guanosin momofostat yang
menyebabkan relaksasi sel otot polos vaskular. Toleransi dengan menghilangnya
keefektifan berkembang dengan 12 sampai 24 jam keterpaparan terus-menerus
terhadap semua nitrat kerja-lama akibat kehabisan gugus sulfhidril dan karena
gangguan counter-regulatory pada keseimbangan cairan intravaskular dengan
retensi cairan. Agar meminimalkan efek toleransi, dosis efektif minimal harus
digunakan dan minimum 8 jam setiap hari bebas obat supaya mengembalikan tiap
respons yang berguna.

b. Antagonis beta-adrenoseptor

Penghambat beta-adrenoseptor mewakili komponen penting dari pengobatan


farmokologik angina pektoris. Obat ini mengurangi kebutuhan akan oksigen
miokardial dengan menghambat peningkatan kecepatan jantung dan kontraktilitas
miokardi yang disebabkan oleh aktivitas adrenergik. Penghambatan beta
mengurangi variabel ini paling mencolok selama exercise sementara menyebabkan

23
hanya sedikit penurunan kecepatan jantung, curah jantung, dan tekanan arteri pada
istirahat.
Propanolol biasanya diberikan dalam dosis awal 20 sampai 40 mg empat kali
sheari dan ditambah selama ditoleransi sampai 320 mm tiap hari dalam dosis
terbagi. Obat penghambat beta kerja-lama (antenolol, 50 atau 100 mg/hari dan
nadolol, 40 sampai 80 mg/hari) memberikan keuntungan dosis sekali sehari (Tabel
68-1). Tujuan terapeutik mencakup meringankan angina dan iskemia. Obat ini juga
dapat mengurangi mortalitas dan reinfark jika diberikan kepada pasien setelah
infark miokardi. Obat tersebut dapat menimbulkan kelelahan, impotensi, anggota
gerak badan dingin, klaudikasio intermiten, bradikardi dan dapat memperburuk
konduksi jantung yang terganggu, gagal ventrikel kiri, dan asma bronkial atau
memperhebat hipoglikemia yang disebabkan obat hipoglisemik dan insulin.
Mengurangi dosis atau bahkan menghentikan obat itu mungkin diperlukan jika efek
samping ini berkembang dan bertahan.

c. Antagonis kalsium

Nifedipin (10 sampai 40 mg empat kali sehari), verapramil (80 sampai 120
tiga kali sehari) dan diltiazem (30 sampai 90 mg empat kali sehari) dan antagonis
kalsium lain semua adalah vasodilator koroner yang menimbulkan variabel dan
pengurangan tuntutan oksigen miokardi yang tergantung-dosis, kontraktilitas, dan
tekanan arteri. Efek farmakologik yang tergabung ini menguntungkan dan membuat
agen sangat efektif pada terapi angina pektoris.
Verapramil dan diltiazem dapat menyebabkan gangguan konduksi jantung
dan bradiaritmia, memaksakan kerja inotropik yang negatif, dan lebih mungkin
memperburuk gagal ventrikel kiri, khususnya jika digunakan dalam kombinasi
dengan penghambat-beta pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang
mendasarinya. Walaupun efek bermanfaat biasanya dicapai jika antagonis kalsium
digabung dengan penghambat-beta dan nitrat, titrasi dosis individual yang teliti
esensial dengan kombinasi yang poten ini.

24
Angina varian (angina Prinzmetal) berespons teristimewa baik terhadap
antagonis kalsium yang ditambahkan nitrat jika diperlukan. Antagonis kalsium kini
diformulasikan sebagai sediaan kerja-panjang termasuk nifedipin (30 mg sampai 90
mg sekali sehari), diltiazem (60 sampai 120 mg dua kali sehari), dan verapamil
(180 sampai 240 sekali sehari).
Verapamil seharusnya tidak digabung dengan obat penghambat beta-
adrenoseptor karena efek gabungannya atas kecepatan dan kontraktilitas jantung.
Diltiazem dapat digabung dengan penghambat-beta dengan hati-hati dan hanya
pada pasien dengan fungsi ventrikel yang normal dan tidak ada gangguan konduksi.
Nifedipin dan penghambat-beta mempunyai kerja secara komplementer atas suplai
darah koroner dan permintaan oksigen miokardi. Sedangkan yang tersebut duluan
mengurangi tekanan darah dan melebarkan arteri koronaria yang tersebut
belakangan memperlambat kecepatan jantung dan mengurangi kontraktilitas.

d. Aspirin

Aspirin adalah inhibitor irreversibel dari aktivitas siklooksigenase trombosit


dan dengan demikian menganggu aktivasi trombosit. Pemberian kronik 100 sampai
325 mg secara oral tiap hari telah menunjukkan berkurangnya peristiwa koroner
pada orang dewasa, pasien dengan iskemia asimtomatik setelah infark miokard,
pasien dengan angina astabil yang kronis, dan pasien yang pernah mengalami
bertahan hidup angina yang tidak stabil dan infark miokard. Pemberian obat ini
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan penyakit arteri koroner pada
tiadanya efek samping seperti pendarahan gastrointestinal, alergi, atau dispepsia.

25
TABEL 1 Obat yang paling umum digunakan untuk angina pektoris
obat dosis Efek samping Kontraindikasi
NITRAT
NTG Sublingual 0,3-0,6 mg Muka menjadi merah Efek samping yang
Sakit kepala tak dapat ditoleransi
Isosorbid 40 mg Muka menjadi merah seperti diatas,
dinitrat SR Sakit kepala yang memburuk pada
Toleransi setelah 24 penghentian obat
jam
NTG transdermal 5-100 mg Muka menjadi merah Seperti diatas
Sakit kepala Iskemia yang
Toleransi setelah 24 memburuk pada
jam pengentian obat
OBAT PENGAHAMBAT BETA – ADRENORESESPTOR
Propanolol 20-80 mg Depresi, konstipasi, Asma, blok konduksi
4 kali/hari impotensi spasme AV, gagal jantung
bronkus, gagal
jantung, bradikardia
Metoprolol 25-200 mg Seperti diatas Seperti diatas
2 kali/hari
Atenolol 50-150 mg Seperti diatas Seperti diatas
1 kali/hari
OBAT ANTAGONIS KALSIUM
Nifedipin XL 30-90 mg Hipotensi, muka Hiotensi, efek
1 kali/hari merah,edema, angina samping yang tidak
yang memburuk dapat ditoleransi
Diltiazem SR 60-120 mg Konstipasi, blok Blok konduksi AV,
2 kali/hari konduksi AV, fungsi ventrikel kiri
gagal jantung yang yang terganggu,
memburuk bradikardia

26
Verapamil 180-240 mg Konstipasi, blok Tertundanya konduksi
1 kali/hari konduksi AV, gagal AV, fungsi
jantung yang buruk ventrikel kiri
terganggu, bradikardia
Singkatan : SR = lepas lambat, NTG = nitrogliserin, XL = preparat lepas lambat

6. REVASKULARISASI MEKANIS

Adalah penting untuk dipahami meskipun penatalaksanaan dasar pasien dengan


keadaan seumur hidup seperti penyakit jantung iskemik secara medis, bertahun-tahun
penatalaksanaan medis dapat diperkuat oleh prosedur revaskularisasi, seperti
dilukiskan di bawah. Intervensi ini seharusnya tidak menggantikan kebutuhan yang
terus-menerus untuk menenangkan gejala dan mengurangi faktor risiko.

a. Angioplasti koroner transluminal perkutan (AKTP)

Angioplasti koroner transluminal perkutan (AKTP) merupakan metode yang


digunakan secara luas untuk mencapai revaskularisasi miokardium pada pasien
dengan penyakit jantung iskemik yang simtomatik dan stenosis arteri koronaria
epikardial yang cocok.
Sedangkan pasien dengan stenosis arteri koronaria utama kiri dan pasien
dengan penyakit arteri koroner tiga-pembuluh yang membutuhkan revaskularisasi
paling baik diobati dengan bedah pintas arteri koronaria, AKTP dipergunakan
secara luas pada pasien dengan gejala dan bukti iskemia yang disebabkan oleh
stenosis satu atau dua pembuluh, dan bahkan pasien pilihan dengan penyakit tiga-
pembuluh, dan dapat memberikan banyak keuntungan yang diperoleh melalui
pembedahan.
Setelah kawat penuntun yang fleksibel dimasukkan ke dalam arteri koronaria
dan melewati stenosis yang dilebarkan, kateter balon miniatur/kecil dimajukan pada
kawat penuntun dan ke dalam stenosis diikuti inflasi berulang-ulang sampai

27
stenosis berkurang atau menghilang. Perkembangan baris kawat penuntun yang
dapat dikemudikan, kateter balon profil rendah, dan kateter balon yang
mengizinkan aliran koroner selama inflasi semuanya membantu mengurangi
komplikasi, mencapai lesi yang lebih distal, dan memperlebar stenosis yang lebih
kompleks.

1. Indikasi dan seleksi pasien

Indikasi klinis paling umum untuk AKTP ialah angina pektoris, stabil atau
tak stabil, yang harus disertai oleh bukti iskemia pada exercise test. Gejala ini
harus cukup hebat untuk menjamin pertimbangan pembedahan cangkok pintas.
AKTP adalah lebih efektif daripada terapi medis untuk menghilangkan angina
pada pasien dengan penyakit arteri koronaria pembuluh tunggal. Nilai prosedur
ini dalam memperbaiki hasil belum dipastikan, dan oleh karenanya nilai
tersebut tidak dituntut pada pasien asimtomatik atau simtomatik ringan.
AKTP dapat juga digunakan untuk memperlebar stenosis pada arteri
koronaria asli dan dalam cangkok pintas pada pasien yang mempunyai angina
yang berulang mengikuti pembedahan arteri koronaria. Ini adalah indikasi
penting bila kesulitan teknis dan bertambahnya mortalitas yang menyertai
reoperasi dipertimbangkan. Angioplasti juga telah dilaksanakan pada pasien
dengan penutupan total yang baru (dalam waktu 3 bulan) dan arteri koronaria
dan angina yang hebat; pada kelompok ini angka sukses primer berkurang
hingga kira-kira 50 persen.

2. Risiko

Jika stenosis koroner tersendiri (discrete) dan simetris, dua atau tiga
pembuluh dapat dilebarkan berurutan. Akan tetapi, menyeleksi kasus dengan
hati-hati agar menghindari risiko komplikasi penghalang. Jenis kelamin, umur
lanjut, arteri desendens anterior kiri, stenosis dengan trombus disfungsi
ventrikel kiri, stenosis arteri yang memperfusi segmen besar miokardium tanpa

28
kolateral, stenosis panjang eksentrik atau tidak teratur, dan plak yang mengapur
semuanya ini memperbesar kemungkinan komplikasi.
Komplikasi utama biasanya disebabkan oleh diseksi atau trombosis
dengan penyumbatan pembuluh, iskemia tak terkendalikan dan gagal ventrikel.
Di tangan individu yang berpengalaman, keseluruhan angka mortalitas
seharusnya kurang dari 1 persen, kebutuhan untuk pembedahan koroner darurat
kurang dari 3 persen, dan infark miokard kurang dari 3 persen kasus.
Komplikasi kecil terjadi pada 5 sampai 10 persen pasien mencakup
penyumbatan cabang arteri koronaria dan komplikasi kateterisasi arteri.

3. Keefektifan

Dilatasi yang wajar dengan pembebasan angina, dicapai pada 85 sampai


90 persen kasus. Stenosis yang berulang dari pembuluh yang dilebarkan terjadi
pada 20 sampai 40 persen kasus dalam 6 bulan prosedur, dan angina akan
kembali lagi dalam 6 sampai 12 bulan pada 25 persen kasus. Kambuhnya
gejala dan stenosis lebih umum pada pasien dengan diabetes melitus, angina
yang tidak stabil, dilatasi stenosis yang tidak lengkap, dilatasi arteri koronaria
desendens anterior kiri, dan stenosis yang mengandung trombus.
Dilatasi arteri yang tersumbat secara total dan tandur alih vena stenotik
atau tersumbat juga menunjukkan insiden stenosis yang tinggi. Dalam hal ini
adalah praktek klinis yang biasa untuk memberikan aspirin dan antagosis
saluran kalsium untuk berbulan-bulan setelah prosedur. Meskipun aspirin dapat
membatu mencegah trombosis koroner yang akut selama dan segera setelah
AKTP, tidak terdapat percobaan klilnis yang terkendali yang menunjukkan
bahwa obat ini atau obat apapun yang lain dapat mengurangi dengan jelas
insidensi restenosis (stenosis ulang).
Jika pasien restenosis atau angina tidak berkembang dalam tahun pertama
seolah angioplasti, prognosis untuk mempertahankan perbaikan pada empat
tahun kemudian ialah sangat baik. Jika terjadi restenosis, AKTP dapat diulangi

29
dengan sukses dan risiko yang sama, tetapi kemungkinan restenosis bertambah
besar dengan usaha ketiga atau berikutnya.
Antara 30 sampai 50 persen pasien dengan penyakit arteri koronaria
simtomatik yang membutuhkan revaskularisasi dapat diobati dengan AKTP
dan tidak perlu mengalai pembedahan pintas arteri koronaria. Angioplasti yang
berhasil ialah kurang invasif dan kurang mahal daripada bedah arteri koronaria,
biasanya memerlukan hanya dua hari di rumah sakit, dan mengizinkan
penghematan biaya yang besar. AKTP yang berhasil juga memungkinkan
kembali bekerja yang lebih dini dan meneruskan kehidupan yang aktif.

b. Coronary artery bypass grafting

Pada prosedur ini, bagian vena (biasanya vena saphena) digunakan untuk
membentuk hubungan antara aorta dan arteri koronaria distal terhadap lesi
obstruktif. Sebagai kemungkinan lain, anastomosis satu atau kedua arteri mamaria
interna distal terhadap lesi obstruktif dapat digunakan. Meskipun beberapa indikasi
untuk pembedahan pintas arteri koronaria adalah kontroversial, terdapat beberapa
bidang persetujuan:
1 Operasi secara relatif aman, dengan angka kematian kurang dari 1 persen jika
prosedur dilakukan oleh tim bedah yang berpengalaman pada pasien tanpa
penyakit komorbid (comorbid) yang serius dan fungsi ventrikel kiri normal

2 Mortalitas intraoperatif dan pascaoperatif meningkat dengan derajat disfungsi


vetrikel, komorbiditas, dan tidak berpengalaman. Keefektifan dan risiko pintas
arteri koronaria berbeda-beda secara luas bergantung pada seleksi kasus dan
keterampilan serta pengalaman tim bedah, sehingga yang tersebut belakangan
harus dipertimbangkan sebagai calon untuk prosedur ini.

3 Oklusi vena tandur-alih diamati pada 10 sampai 20 persen selama tahun


pascaoperatif pertama dan insidensi ialah akhir kira-kira 2 persen tiap tahun
pada waktu 5 sampai 7 tahun tindak lanjut dan 5 persen tiap tahun sesudah itu.

30
Angka rata-rata terbukanya potensi jangka panjang amat lebih tinggi untuk
implantasi arteri mamaria interna; pada pasien dengan obstruksi arteri koronaria
desendens anterior kiri, ketahanan hidup lebih baik jika pintas koronaria
melibatkan arteri mamaria interna dibanding dengan vena saphena.

4 Angina ditiadakan atau berkurang banyak pada kira-kira 85 persen pasien


setelah revaskularisasi lengkap. Meskipun ini biasanya berhubungan dengan
terbukanya (potensi) tandur alih dan perbaikan aliran darah, rasa nyeri dapat
diredakan sebagai akibat daro infark segmen yang iskemik atau efek plasebo.

5 Penandur-alihan pintas arteri koronaria rupanya tidak mengurangi insidensi


infark miokardi pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik; infark
miokard perioperatif terjadi pada 5 sampai 10 persen kasus, tetapi pada
kebanyakan kasus infark ini kecil.

6 Mortalitas berkurang dengan operasi pada pasien dengan stenosis arteri


koronaria utama kiri demikian juga dengan pada pasien dengan penyakit arteri
koronaria tiga-pembuluh dan fungsi ventrikel kiri yang terganggu. Akan tetapi,
tidak terdapat bukti bahwa bedah pintas arteri koronaria memperbaiki ketahanan
hidup pada pasien dengan penyakit satu-pembuluh atau dua-pembuluh yang
mempunyai angina stabil yang kronis dan fungsi ventrikel kiri normal atau pada
pasien dengan penyakit satu-pembuluh dan fungsi ventrikel kiri yang terganggu.
Bukti bertentangan mengenai efek operasi terhadap ketahanan hidup pada
pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang terganggu dan penyakit obstruktif dua
arteri koronaria, salah satu di antaranya ialah arteri desendens anterior
proksimal kiri.

Indikasi untuk penandur-alihan pintas koronaria biasanya didasarkan atas


kehebatan gejala, anatomi koroner, dan fungsi ventrikel. Calon yang ideal ialah
laki-laki, usia kurang dari 70 tahun, tidak mempunyai penyakit penyulit lainnya,
mempunyai gejala yang menyusahkan atau menyebabkan ketidakmampuan yang
tidak terkendalikan secara memadai oleh terapi medis, ingin menjalankan

31
kehidupan yang lebih aktif, dan mempunyai stenosis beberapa arteri koronaria
epikardial yang hebat dengan bukti objektif iskemia miokardi sebagai penyebab
rasa tidak enak pada dada. Keuntungan simtomatik yang besar dapat diantisipasi
pada pasien demikian. Lagipula jika pasien juga mengalami gangguan fungsi
ventrikel kiri, penandur-alihan pintas arteri koronaria dapat dan tambahan,
memperpanjang hidup.

H. Prognosis

Indikator prognosik utama pada pasien dengan penyakit jantung iskemik ialah
keadaan fungsional ventrikel kiri, lokasi dan kehebatan penyempitan arteri koronaria, dan
kehebatan atau aktivitas iskemia miokardial Angina pektoris yang baru mulai, angina
yang tidak stabil, angina yang tidak responsif atau kurang responsif terhadap terapi medis
atau disertai gejala gagal jantung kongestif semuanya merupakan petunjuk risiko yang
meningkat untuk kejadian koroner yang buruk.
Hal yang sama ialah benar untuk tanda fisis gagal jantung, episode edema paru atau
bukti kardiografik pembesaran jantung. EKG sewaktu istirahat yang abnormal atau bukti
positif iskemia miokardi selama stress test juga menunjukkan risiko yang meningkat.
Yang paling penting, tanda berikut selama pengujian noninvasif menunjukkan risiko
tinggi untuk kejadian koroner; exercise test yang positif kuat menunjukkan bermulanya
iskemia miokardi pada beban kerja yang rendah, defek perfusi yang besar atau yang
multipel atau ambilan (uptake) paru selama stress thallium scanning, pengurangan faksi
ejeksi ventrikel kiri selama gerak badan pada ventrikulografi radionukleida, dan hipotensi
dengan iskemia pada waktu pengujian stres.
Pada kateterisasi jantung, peningkatan tekanan akhir-diastolik ventrikel kiri dan
volume ventrikel serta ejection fraction yang berkurang adalah tanda paling penting
disfungsi ventrikel kiri dan berhubungan dengan prognosis yang buruk, Pasien dengan
rasa tidak enak pada dada tetapi fungsi ventrikel kiri normal dan arteri koronaria normal
mempunyai progosis yang sanga baik. Pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri normal
dan angina yang ringan tetapi dengan stenosis yang kritis (≥70 persen diameter lumen)
dari satu, dua atau tiga arteri koronaria epikardial, angka mortalitas 5-tahun ialah masing-
masing kira-kira 2, 8 dan 11 persen.

32
Lesi obstruktif dari arteri koronaria desendens anterior kiri bagian proksimal
berhubungan dengan risiko yang lebih besar daripada lesi arteri koronaria kanan atau
sirkumfleks kiri, karena pembuluh yang disebut lebih dahulu biasanya memperfusi
kuantitas miokardium yang lebih besar. Stenosis yang kritis dan arteri koroner utama
yang kiri berhubungan dengan mortalitas kurang lebih 15 persen tiap tahun.
Dengan sembarang derajat penyakit koroner obstruktif, mortalitas banyak meningkat
jikafungsi ventrikel kiri terganggu; sebaliknya, pada sembarang tingkat fungsi ventrikel
kiri, prognosis dipengaruhi secara penting oleh luasnyamiokardium yang diperfusi oleh
pembuluh yang mengalami obstruksi secara kritis. Adalah berguna untuk menganggap
bahwa aterosklerosis koroner menunjukkan potensial yang berbahaya denagn
menyebabkan iskemia miokardi sementara dan dengan menyebabkan infark miokardial,
yang secara karakteristik merusak miokardium, dengan demikian mengurangi cadangan
jantung pada kecepatan yang tidak dapat diramalkan (atau menyebabkan kematian
mendadak). Makin besar kuantitas nekrosis miokardi, makin kurang mampu jantung
menahan kerusakan tambahan dan makin buruk prognosis. Dipandang dari sudut ini,
berbagai indeks kerusakan iskemi, seperti EKG yang menunjukkan bukti infark lama dan
gejala atau tanda gagal jantung atau pembesaran jantung, hendaknya diambil sebagai
indikasi kerusakan miokardi.
Plak aterosklerotik pada arteri epikard ialah melalui fase aktivitas selular, degenerasi,
instabilitas, vasomotion yang tidak normal, agregasi trombosit dan terbentuknya fisur
atau perdarahan. Faktor ini dapat secara termporer memperburuk stenosis dan
menyebabkan reaktivitas yag tidak normal dinding pembuluh dengan demikian membuat
membuat lebih buruk manifestasi iskemia. Perkembangan angina yang tak stabil dan/atau
iskemia hebat pada waktu stress testing mencerminkan progresi yang cepat.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

IHD atau biasa disebut penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang
berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidak keseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dan aliran darah. Penyebab terserang penyakit jantung iskemik adalah
menyempitnya lumen arteriak koronaria oleh aterosklerosis, sehingga penyakit jantung iskemik
sering disebut penyakit jantung koroner atau penyakit arteria koronaria.
Faktor penyebab penyakit jantung iskemik adalah merokok, kadar kolesterol yang tinggi,
diabetes mellitus, faktor genetik, dan faktor keturunan. Jadi, hal ini bisa dimengerti bahwa jika
keluarga anda memiliki riwayat gagal jantung, ada kecenderungan bahwa anda atau anak-anak
anda dimasa depan akan menderita penyakit jantung iskemik.

B. Saran

Bagi penderita, sebaiknya makan makanan yang sehat dan menghindari pantangan
penyakit jantung seperti, makanan tinggi lemak jenuh, berolahraga lebih teratur untuk
memperkuat sistem kardiovaskuler, berhenti meminum alcohol, dan berhenti merokok.

34
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo.2014.Penyakit Jantung Koroner. Buku Ajar Ilmu Penyakt Dalam FK UI Jilid I
Edisi V. Jakarta. Hal 1436-1473
Braundwald E et al: ACC/AHA guidelines for the management of patients with unstable angina
and non-ST-segment elevation myocardial infarction: executive summary and
recommendations, Circulation 102:1193-1209,2000.
Harrison. 2012. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13 vol 4. Jakarta EGC. Hal 1213-
1222
Perki.2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi III
Sylvia A. 2010. Price,Lorraine M. Wilson.2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Buku Ajar
Patofisiologi Konsep Klinis proses proses penyakit Edisi VI. Jakarta:EGC. Hal 576-590
Talbert,R.L., 2008, Ischemic Heart Disease dalam Dipiro et.al : Pharmacotherapy- A
Pathophysiologic Approach, 7th ed, 2008, Mc Graw Hill Canpantes,Inc:United State Of
America. Tan Hoan Tjay.

35

Anda mungkin juga menyukai