p5 Uji Sensitivitas Kirby Baeur
p5 Uji Sensitivitas Kirby Baeur
Uji kepekaan terhadap antimikroba dimulai ketika pertemuan yang diprakarsai WHO di
Genewa (1977), kepedulian terhadap semakin luasnya resistensi antimikroba baik yang berhubungan
dengan infeksi manusia atau hewan. Hal ini mencetuskan program surveilance untuk memonitor
resistensi antimikroba menggunakan metode yang sesuai. Dengan tes kepekaan terhadap
antimikroba akan membantu klinisi untuk menentukan antimikroba yang sesuai untuk mengobati
infeksi. Untuk mendapatkan hasil yang valid, tes kepekaan harus dilakukan dengan metode
yang akurat dan presisi yang baik, dimana metode tersebut langsung dapat digunakan dalam
menunjang upaya pengobatan. Kriteria yang penting dalam metode tes kepekaan adalah
hubungannya dengan respon pasien terhadap terapi antimikroba.
Dari pertemuan tersebut WHO merekomendasikan penggunaan teknik difusi Kirby-Bauer
yang telah diperkenalkan pada tahun 1976, metode tersebut sangat sesuai khususnya untuk
golongan Enterobactriaceae, tetapi dapat pula digunakan untuk semua bakteri pathogen.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri
penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau
kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro,
sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
Informasi mengenai resistensi yang kemungkinan berasal dari lingkungan digunakan untuk
membuat metoda standar yang dapat mengurangi pengaruh faktor lingkungan terhadap bakteri uji,
sehingga pemeriksaan lebih akurat.
Persiapan inokulum
Persiapan inokulum yang tepat penting untuk uji kepekaan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
konsisten. Ada dua persiapan yang harus dilakukan yaitu: biakan murni dan pembuatan inokulum
standar.
Biakan murni diperlukan karena interpretasi berdasarkan inokulum yang tercampur tidak
dapat diterima dan akan menghambat mendapatkan hasil. Biakan murni dilakukan dengan
mengambil empat atau lima koloni yang sama secara morfologi dan ditanam pada media perbenihan
cair dan dibiarkan tumbuh subur, pada umumnya memerlukan waktu inkubasi 3 sampai 5 jam. Bisa
juga sebagai alternative 4 sampai 6 koloni berusia 16 sampai 24 jam dipilih dari media agar dan
dibuat suspensi dengan NaCl 0,85% untuk mendapatkan suspensi yang keruh. Kemudian kekeruhan
dibandingkan dengan suspensi standar Mc Farland, pada latar belakang hitam. Standar Mc Farland
dibuat dengan mencampur asam sulfat 1% dan barium klorida 1,175% untuk
mendapatkan kekeruhan standar. Standar kekeruhan 0,5 Mc Farland telah tersedia secara
komersial, yang memiliki kekeruhan sebanding dengan 1,5 x 108 colony forming unit (CFU)/ml.
A. Metode konvensional
1. Metode dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu teknik dilusi perbenihan cair dan teknik dilusi
agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan
kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah
diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri di sebut
dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan
dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan
perkiraan respon klinik.
a) Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya pengerjaannya
sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml,
sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan
disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi
tergantung jenis dan sifat antibiotik. (misalnya cefotaxime untuk uji kepekaan terhadap Streptococcus
pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 μg/ml, sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran
dilakukan pada 16 µg/ml atau lebih).
Secara umum untuk penentuan MIC pengenceran antimikroba dilakukan penurunan
konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml) konsentrasi terendah
yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat
semiotomats dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/ MIC (minimal
inhibitory concentration).Kondisi untuk uji kepekaan teknik perbenihan cair terdapat pada lampiran 1.
Gambar 1. Contoh teknik dilusi perbenihan cair
(sumber INTRODUCTION TO BACTERIOLOGICAL METHODS)
b) Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan kedalam agar,
sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengeceran ditambah satu perbenihan
agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik , konsentrasi terendah antibiotik yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji. Kondisi untuk uji kepekaan
teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2. Salah satu kelebihan metode agar dilusi untuk penentuan
MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi perbenihan cair.
Contoh MBC:
Misalnya pada konsentrasi antibiotik 0 μg/ml,1 μg/ml dan 2 μg/ml menunjukkan banyak pertumbuhan
bakteri
Pada konsentrasi 4 μg/ml,8 μg/ml,16 μg/ml masih menunjukkan pertumbuhan bakteri tapi jumlah
koloninya semakin sedikit
Pada konsentrasi antibiotik 32 μg/ml ,64 μg/ml, pada konsentrasi 32 μg/ml tumbuh 8 koloni bakteri,
sedangkan pada 64 μg/ml tidak tumbuh, sehingga MBC (minimum bactericidal concentration) adalah
64 μg/ml
Keuntungan dan kerugian metode dilusi:
Dengan teknik dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersama-
sama.MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk
penggunaan antimikroba .Kerugiannya metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit,
memerlukan banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses pengerjaannya
termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi
2. Metode difusi.
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba, ditempatkan pada
media yang telah ditanami organism yang akan di uji secara merata. Tingginya konsentrasi dari
antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organism uji dihambat
penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbenuk zona jernih disekitar cakram), sehingga
bakteri tersebut merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan persamaan
yang hampir linear (berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang diukur oleh metode dilusi dan
diameter zona daya hambat pada metode difusi.
Gambar 3. Hubungan linear antara konsentrasi MIC (μg/ml) dan zona hambat antimikroba (mm)
Gambar 4. Grafik hubungan log MIC dengan zona hambat metode difusi
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau lebih kategori.
Sistim yang sederhana menentukan dua kategori yaitu sensitif dan resisten. Meskipun klasifikasi
tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik dan epidemiologi, bagi klinisi
merupakan ukuran yang terlalu kasar untuk digunakan. Dengan demikian hasil dengan 3 klasifikasi
yang biasa digunakan, (sensitif, intermediate, dan resisten) seperti pada metode Kirby-Bauer. Terapi
antimikroba idealnya berdasarkan penentuan bakteri penyebab dan antimikroba sesuai yang sensitif
terhadap bakteri tersebut.
Pengobatan secara empiris biasanya dimulai sebelum ada hasil laboratorium mikrobiologi,
ketika pengobatan harus dilakukan sebelum penyakit menjadi bertambah parah . efektifitas
antimikroba bervariasi tergantung lokasi infeksi, kemampuan antimikroba mencapai sumber infeksi
dan kemampuan bakteri untuk menahan atau menginaktifasi antimikroba. Beberapa antimikroba
dapat bertindak sebagai bakterisidal (benar-benar membunuh bakteri) sedangkan yang lain bertindak
sebagai bakteriostatik (mencegah bakteri berkembang biak), dengan demikian sistem imun hospes
mempengaruhi kepekaan terhadap bakteri tersebut..
Di laboratorium klinik, uji kepekaan lebih banyak digunakan metode cakram difusi. Pada
metode ini inokulum bakteri ditanam secara merata pada permukaan agar.
Cakram antimikroba diletakkan pada permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke dalam media
sekitarnya. Hasilnya dilihat zona hambat antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri. Ukuran zona
jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme dan
kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding
terbalik dengan MIC. Semakin luas zona hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat
minimum MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter zona hambat yang
berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan kategori resisten, intermediate atau
sensitif terhadap antimikroba uji.
Tabel.1 Standar Diameter zona interpretasi dan perkiraan kaitannya MIC untuk
penentuan kategori serta interpretasi hasil
12-
Enterobacteriaceae <11 >14 >32 <8
13
beta-
Staphylococcus spp. <28 >29 <0.25
Lactamase
22-
Other streptococci <21 >30 >4 <0.12
29
Chloramphenicol 13-
<12 >18 >25 <12.5
(30 µg) 17
Erythromycin 14-
<13 >18 >8 <2
(15 µg) 17
12-
Streptomycin (10µg) <11 >15
14
15-
Tetracycline (30 µg) <14 >19 >16 <4
18
11-
Trimethoprim (5 µg) <10 >16 >16 <4
15
a dokumen diambil pada oktober 1983 (M2-T3 ) NCCLS. Sesuai dengan dokumen MCCLS terbaru untuk perubahan dan
diperbaharui
b R, Resistant; I, intermediate; MS, moderately susceptible; S, susceptible. Hasil intermediate mengindikasikan hasil yang
kurang tegas yang dapat membutuhkan tes lebih lanjut. Hasil MS seharusnya dilaporkan sebagai indikasi kepekaan yang
menunjukkan dosis aman maksimal untuk terapi. Strain bakteri dengan hasil MS dikategorikan sebagai sensitive bukan
intermediate.
c Korelasi perkiraan terdekat MIC digunakan untuk menentukan kategori resisten atau sensitif. Korelasi ini tidak dapat
digunakan untuk interpretasi uji kepekaan metode dilusi
Cara kerja:
1) Disiapkan agar Muller Hinton kondisikan pada suhu ruangan dan permukaan agar kering
2) Persiapkan inokulum 0,5 Mc Farland (dibuat baru dari 4-6 koloni dalam 2 ml NaCl fisiologis,
digunakan tidak lebih dari 15 menit dan supaya homogen bisa dibantu dengan vortex
3) Penanaman pada agar Muller Hinton
Celupkan swab steril ke dalam inokulum bakteri , angkat swab kemudian di atas permukaan suspensi
inokulum pada sisi tabung putar swab dengan sedikit ditekan agar tidak berlebih
4) Goreskan swab pada agar Muller Hinton dengan memutar agar sekitar 60 derajat 2 sampai 3 kali
untuk memastikan seluruh permukaan agar tergores
5) Putarkan swab pada pinggiran agar untuk mengambil kelebihan suspensi bakteri pada sekeliling
cawan petri
6) Tempatkan cakram antibiotik pada permukaan agar yang telah ditanami bakteri dengan
memperhatikan jarak penyimpanan cakram. Dapat dilakukan menggunakan pinset steril ataudisk
feeder
3. E-test
Metode yang digunakan selain metode Kirby-Bauer dalam uji kepekaan adalah E-
test(Epsilometer test) yang juga berdasarkan prinsip difusi. E-test digunakan untuk pemeriksaan
mikrobiologis untuk kepekaan bakteri dan jamur.
Antibiogram
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Antibiogram, palatine tonsil smear anjing dengan tonsilitis , agar Mueller-Hinton .Hanya Amoxicilline - asam
klavulanat (AMC) dan Kloramfenikol (C) menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri.
Sebuah antibiogram adalah hasil dari pengujian laboratorium untuk sensitivitas terisolasi strain
bakteri yang berbeda untuk antibiotik . Hal ini menurut definisi sebuah in vitro -sensitivitas.
Dalam praktek klinis, antibiotik yang paling sering diresepkan berdasarkan pedoman umum dan
pengetahuan tentang sensitivitas: misalnya rumitinfeksi saluran kemih dapat diobati dengan generasi
pertama kuinolon , dll Hal ini karena Escherichia coli adalah yang paling mungkin penyebabpatogen , dan
diketahui sensitif terhadap kuinolon pengobatan. Infeksi yang tidak diperoleh di rumah sakit, yang disebut
"masyarakat yang diperoleh" infeksi.
Namun, banyak bakteri yang diketahui resisten terhadap beberapa kelas antibiotik , dan pengobatan tidak
begitu jelas. Hal ini terutama terjadi pada pasien yang rentan, seperti pasien dalam perawatan
intensif Unit. Ketika pasien ini mengembangkan "didapat di rumah sakit" (atau "nosokomial")pneumonia ,
bakteri yang lebih kuat seperti Pseudomonas aeruginosa berpotensi terlibat. Pengobatan umumnya
kemudian dimulai berdasarkan data surveilans tentang patogen lokal mungkin terlibat. Perawatan ini
pertama, berdasarkan informasi statistik tentang mantan pasien, dan ditujukan pada sekelompok besar
mikroba berpotensi terlibat, disebut terapi empiris .
Sebelum memulai pengobatan ini, dokter akan mengumpulkan sampel dari yang diduga terkontaminasi
kompartemen: a darah sampel ketika bakteri mungkin telah menginvasi aliran darah, sebuah dahak sampel
dalam kasus pneumonia ventilator terkait, dan urin sampel dalam kasus kemih a Infeksi saluran. Sampel ini
ditransfer ke mikrobiologi lab, yang terlihat pada sampel di bawah mikroskop , dan mencoba untuk budaya
bakteri. Hal ini dapat membantu dalam diagnosis .
Setelah suatu budaya terbentuk, ada dua cara yang mungkin untuk mendapatkan antibiogram:
cara semi-kuantitatif berdasarkan difusi ( metode Kirby-Bauer ); cakram kecil berisi antibiotik yang
berbeda, atau cakram kertas diresapi, yang jatuh di zona yang berbeda dari budaya pada plate agar,
yang merupakan lingkungan yang kaya nutrisi di mana bakteri dapat tumbuh. Antibiotik akan
menyebar di daerah sekitarnya setiap tablet, dan piringan lisis bakteri akan menjadi terlihat. Karena
konsentrasi antibiotik adalah yang tertinggi di pusat, dan terendah di tepi zona ini, diameter adalah
sugestif untuk Konsentrasi Hambat Minimum, atau MIC, (konversi diameter dalam milimeter untuk
MIC, dalam mg / ml, didasarkan pada dikenal regresi linier kurva).
cara kuantitatif berdasarkan pengenceran : serangkaian pengenceran antibiotik didirikan (ini adalah
serangkaian botol reaksi dengan konsentrasi semakin rendah zat antibiotik). Botol terakhir di mana
ada bakteri tumbuh mengandung antibiotik di Penghambat Konsentrasi Minimal.
Setelah MIC dihitung, dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang diketahui untuk bakteri tertentu dan
antibiotik: misalnya MIC a> 0,06 mg / ml dapat ditafsirkan sebagai penisilin-tahanStreptococcus
pneumoniae . Informasi tersebut mungkin berguna bagi dokter, yang dapat mengubah terapi empiris, untuk
lebih disesuaikan dengan kebutuhan perawatan yang diarahkan hanya pada bakteri penyebab.
UJI RESISTENSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme yang berada di sekitar kita bermacam-macam ada yang menguntungkan dan
ada yang merugikan bagi makhluk hidup, khususnya pada manusia. Mikroorganisme misalnya bakteri
ada yang bersifat patogen dan non patogen. Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit tertentu, sedangkan bakteri non patogen adalah bakteri yang tidak
menyebabkan penyakit.Adanya bakteri patogen membuat peneliti mulai mengembangkan
pengetahuan mengenai resistensi suatu bakteri dan menemukan zat antimikrobia yang kemudian
memudahkan manusia untuk mengendalikan pertumbuhan suatu bakteri.
Cara mmengetahui efektivitas suatu antibiotik dengan mengetahui tingkat resistensi bakteri
terhadap antibiotik dapat dilakukan dengan uji Kirby-Bauer. Prinsip dasarnya adalah dengan
meletakkan disk yang telah mengandung antibiotik dengan konsentrasi dan kadar tertentu pada
media agar yang telah ditanam bakteri uji. Zona hambat/ bening yang dihasilkan disekitar disk inilah
yang digunakan sebagai dasar penentuan tingkat resistensi.tingkat resisntensi bakteri dibedakan
menjadi 3 yakni: sensitif, intermediet, dan resisten. Bakteri bersifat sensitif adalah jika terbentuk zona
bening pada saat diuji Kirby-Bauer, resisten adalah jika tidak terbentuk zona bening pada saat diuji
Kirby-Bauer, sedangkan intermediet adalah jika terbentuk zona bening pada saat diuji Kirby-Bauer
dengan diameter yang kecil.
Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui resistensi bakteri terhadap antibiotik (ampisilin)
dan mengetahui efektifitas antibiotik tersebut, maka dilakukan percobaan uji resistensi pada bakteri
(sampel air selokan) Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, dapat ditarik rumusan masalah yaitu:
a. Bagaimanakah cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik tertentu?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik tertentu.
b. Dapat memberikan pengetahuan mengenai sifat antibiotik yang memiliki efektivitas berbeda-beda
terhadap suatu jenis bakteri.
c. Dapat memberikan pengetahuan bahwa konsentrasi antibiotik mempengaruhi besar kecilnya zona
hambat yang dihasilkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu senyawa antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan salah satu jenis
mikroba misalnya bakteri adalah antibiotik. Antibiotik atau dikenal juga sebagai obat anti bakteri
merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Alexander Fleming pada tahun 1927 menemukan antibiotika yang pertama yaitu penisilin. Pada tahun
1940, antibiotika dapat dikatakan merubah dunia pengobatan serta mengurangi angka kesakitan &
kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi secara dramatis (Ganiswarna, 1995).
Pengertian dari antibiotika pada awalnya merujuk pada senyawa yang dihasilkan oleh jamur
atau mikroorganisme yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit pada hewan & manusia.
Saat ini beberapa jenis antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan dari mikororganisme)
tetapi jugadapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dapat
membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis atau alami disebut dengan zat antimikroba, akan
tetapi banyak orang yang menyebutnya dengan antibiotika. Antibiotika mempunyai manfaat yang
sangat banyak, penggunaanantibiotika secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi
antibiotika (Wasitaningrum, 2009).
Resistensi antibiotika ialah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan
efek antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa
hingga dapatmengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya
dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi sehingga mengakibatkan bakeri
tersebut tetap dapat bertahan hidup. Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu
jenis antibiotika tertentu, sehingga membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut.
Kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat yaitu adanya anggapan bahwa yang resisten
terhadap obat tertentu ialah tubuh seseorang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh
itulah yang menjadi resisten terhadap pengobatan, bukan tubuhnya (Stainier, et al., 1986).
Cara pengujian resistensi mikroba terhadap suatu jenis antibiotik dapat dilakukan dengan uji
resistensi. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme,
terutama mikroba yang patogen. Metode yang biasa dipakai adalah metode Metode Kirby-
Bauer yang merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu
bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada metode Kirby-Bauer adalah:
b. Umur bakteri
Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena mendekati kematian dan
tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri berumur sedang (fase eksponential)
karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat sehingga lebih peka terhadapa daya kerja
obat dan hasilnya lebih akurat.
c. Waktu inkubasi
Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal dan cepat. Waktunya
minimal 16 jam.
d. pH, temperature
Bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbeda-beda sehingga
sebaiknya dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.
e. Konsentrasi antibiotik
f. Jenis antibiotik
setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung sifat antibiotik
tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).
Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika tertentu,
sehingga membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut. Kesalahpahaman yang sering terjadi
di masyarakat yaitu adanya anggapan bahwa yang resisten terhadap obat tertentu ialah tubuh
seseorang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh itulah yang menjadi resisten
terhadap pengobatan, bukan tubuhnya (Sinaga, 2005).
Setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung sifat
antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit). Ampicillin merupakan salah satu antibiotik
yang termasuk golongan penisilin semi-sintetik yang berasal dari inti penisilin yaitu asam 6-amino
penisilat (6-APA) dan merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisid. Secara klinis,
ampicillin efektif terhadap bakteri gram-positif seperti S.
pneumonia, enterokokus dan stafilokokus yang tidak menghasilkan penisilinase, sedangkan pada
bakteri gram-negatif, diantaranya gonokokus, H. influenza, beberapa
jenisE.coli, Shigella, Salmonella dan P. mirabilis. Seperti golongan penicillin lainnya, ampicillin
bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan menyerang peptidoglikan dan mampu
melakukan penetrasi pada bakteri gram positif dan gram negatif. Keberadaan gugus amino pada
Ampicillin membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri (Brander,
et al., 1991).
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme kerja yang
secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja ampicilin antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi sintesis peptidoglikan
pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase merupakan enzim yang bekerja dalam
proses cross-linking dari rantai peptida dalam membentuk senyawa peptidoglikan yang terjadi pada
tahap akhir pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross linking tersebut
digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding Protein (PBP) yang
berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP. Aktivasi tersebut
menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et. al., 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
Praktikan melaksanakan praktikum uji resitensi bakteri pada hari kamis tanggal 4 april 2013.
Praktikan melaksanakan praktikum tersebut di Laboratorium Mikrobiologi Dasar, Gedung C9, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.
A. Alat
B. Bahan
Bakteri uji 2 ml
a. Dilakukan peremajaan/ sub culture bakteri uji yang akan digunakan pada media taoge cair.
c. Diambil 1 ml kultur bakteri, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril (dilakukan secara
duplo).
e. Membuat paper disc dari kertas hisap berbentuk lingkaran dengan diameter kurang dari 1 cm,
kemudian direndam dalam antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml (tiap
konsentrasi 3-4 paper disc).
f. Kertas hisap yang telah direndam diletakkan pada media Taoge Agar yang telah ditanami bakteri uji
(langkah no.4), diberi tanda pada bagian luar cawan supaya tidak tertukar.
4.1 Hasil
Gamba
r
25
mg/ml
50
mg/ml
5 mg/ml
Mikroor Bakteri
ganism
e (sampel air selokan depan gedung C3- F
Elevasi: raised
Bentuk
Coccus (bulat)
sel
Susun
Monococcus
an sel
Hasil yang kami dapatkan dari uji resistensi berupa reaksi dari bakteri terhadap antibiotik, sensitif
atau resisten, dapat dilihat dari zona inhibitor yang terbentuk. Terdapat perbedaan besar zona
hambat/ zona bening yang terbentuk sebagai respon terhadap perbedaan pengenceran antibiotik.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa besarnya pengenceran berbanding lurus dengan besarnya zona
hambat/zona yang terbentuk. Semakin besar pengenceran (50 mg/ml) maka semakin besar diameter
zona hambat/ zona bening yang terbentuk.
4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan uji sensitifitas mikroba terhadap
antibiotik dengan metode Kirby-Bauer dan menentukan mikroba uji termasuk sensitif atau resisten
terhadap antibiotik yang diujikan.
Pada percobaan ini kadar antibiotik ditentukan dengan metode Kirby-Bauer, yaitu
pengukuran sensitifitas antibiotik dengan metode paper disk yang berisi agen antimikroba pada
media yang telah ditanami mikroba dan akan berdifusi pada media agar. Daerah jernih
disekitar paper diskmerupakan hambatan mikroba oleh antibiotik pada permukaan agar. Metode
Kirby-Bauer merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu
bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.
Dalam percobaan uji resistensi ini, antibiotik yang digunakan adalah ampicillin 500
gram yangdidapatkan zona hambat/zona bening. Hal tersebut menunjukan bahwa bakteri sensitif
terhadap antibiotik ampicilin 500 gram, dapat dilihat dengan adanya zona jernih/zona hambat yang
mengindikasikan bahwa bakteri sensitif terhadap antibiotik ampicilin. Ampicillin bekerja dengan
menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan menyerang peptidoglikan dan mampu melakukan
penetrasi pada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino
pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada
bakteri. Percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona jernih yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003).
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme kerja yang
secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja antibiotik tersebut
antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi sintesis peptidoglikan
pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase merupakan enzim yang bekerja dalam
proses cross-linking dari rantai peptida dalam membentuk senyawa peptidoglikan yang terjadi pada
tahap akhir pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross linking tersebut
digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding Protein (PBP) yang
berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP. Aktivasi tersebut
menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et. al., 2003).
Perbedaan luas/lebar diameter zona hambat pada cawan A dengan cawan B disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain kurang halusnya dalam proses penggerusan antibiotik, konsentrasi
antibiotik yang diserap oleh paper disk pada cawan A berbeda dengan paper disk pada cawan B
karena larutan antibiotik pada tiap konsentrasi kurang homogen, volume spet yang disediakan tidak
sesuai dengan volume yang dibutuhkan serta adanya media Taoge Agar (TA) yang menggumpal
ketika di tuangkan pada cawan petri.
BAB V
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Agar zona hambat yang dihasilkan membentuk struktur yang bulat sempurna (diameter tiap
sisinya sama atau hampir sama) supaya mudah diamati praktikan harus berhati-hati ketika
meletakkan paper disc (yang telah dicelupkan ke larutan antibiotik) dalam suspensi bakteri pada
cawan petri. Pemilihan kertas yang digunakan sebagai disc harus dipilih jenis kertas yang dapat
menyerap sempurna larutan antibiotik, misalnya kertas saring.
DAFTAR PUSTAKA
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J. and Jenkins, W.L. 1991. Veterinary Applied Pharmacology and
Therapeutics, 5th ed. The English Language Book Society, Bailliere Tindal, London.
Chaidir J, Munaf S. 1994. Obat antimikroba. In : Munaf S, eds. Farmakologi Unsri. Jakarta : EGC.
Chambers, H. F. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th ed. Jakarta: Salemba Medika.
Dzen, Sjoekoer M; Roekistiningsih; Santoso, Sanarto; Winarsih, Sri; Sumarno; Islam, Samsul, A.S.
Noorhamdani; Murwani, Sri; Santosaningsih, Dewi. 2003. Bakteri Bentuk Batang. Bakteriologi
Medik. Malang: Bayumedia. Pp 189
Essack, S.Y., 2001. The Development of Beta-Lactam Antibiotics in Response to the Evolution of-
Lactamases. Pharmaceutical Research. 18(10): 1391-99.
Fleming, Alexander (1980). “On the antibacterial action of cultures of a penicillium, with special reference to
their use in the isolation of B. influenza.”. Clin Infect Dis 2 (1):129-39.
Jawet E. 1998. Prinsip kerja obat antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta :
EGC.
Wasitaningrum, I. D. A., 2009. Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli Dari Isolat
Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa Antibiotik. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta