0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3K tayangan2 halaman
Kedua puisi itu menceritakan perjuangan manusia. Puisi "Sebuah Jaket Berlumur Darah" mengisahkan perjuangan untuk kebebasan yang telah berlangsung lama dan menyisakan kepedihan, sementara puisi "Hanya Dalam Puisi" menceritakan perjuangan penyair yang terus mengetuk pintu demi pintu untuk menemukan raganya walaupun situasinya sulit. Kedua puisi ini menyoroti tema perjuangan manusia yang panjang dan p
Kedua puisi itu menceritakan perjuangan manusia. Puisi "Sebuah Jaket Berlumur Darah" mengisahkan perjuangan untuk kebebasan yang telah berlangsung lama dan menyisakan kepedihan, sementara puisi "Hanya Dalam Puisi" menceritakan perjuangan penyair yang terus mengetuk pintu demi pintu untuk menemukan raganya walaupun situasinya sulit. Kedua puisi ini menyoroti tema perjuangan manusia yang panjang dan p
Kedua puisi itu menceritakan perjuangan manusia. Puisi "Sebuah Jaket Berlumur Darah" mengisahkan perjuangan untuk kebebasan yang telah berlangsung lama dan menyisakan kepedihan, sementara puisi "Hanya Dalam Puisi" menceritakan perjuangan penyair yang terus mengetuk pintu demi pintu untuk menemukan raganya walaupun situasinya sulit. Kedua puisi ini menyoroti tema perjuangan manusia yang panjang dan p
Mereka berkuda sepanjang malam, Kami semua telah menatapmu sepanjang pantai terguyur garam. Telah pergi duka yang agung si bapak memeluk dan si anak dingin, Dalam kepedihan bertahun-tahun. menembus kelam dan gempar angin.
Sebuah sungai membatasi kita
Adakah sekejap anak tertidur, Di bawah terik matahari Jakarta atau takutkan ombak melimbur? Antara kebebasan dan penindasan “Bapak, aku tahu langkah si hantu, Berlapis senjata dan sangkur baja Ia memburuku di ujung itu.” Akan mundurkah kita sekarang Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’ Si bapak diam meregang sanggurdi, Berikara setia kepada tirani merasakan sesuatu akan terjadi. Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?. Kita teruskan saja sampai sampai, sampai tak lagi terbujur pantai. Spanduk kumal itu, ya spanduk itu Kami semua telah menatapmu “Tapi ‘ku tahu apa nasibku’, Dan di atas bangunan-bangunan lepaskanlah aku dari pelukmu.” Menunduk bendera setengah tiang. “Tahanlah, buyung, dan tinggallah diam, mungkin ada cahaya tenggelam.” Pesan itu telah sampai kemana-mana Melalui kendaraan yang melintas Namun si hantu tak lama nunggu, Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan dilepaskannya cinta bagai belenggu. Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa Si anak pun terbang ke sebuah cuaca, Prosesi jenazah ke pemakaman “Bapak, aku mungkin kangen disana.” Mereka berkata Semuanya berkata 1976 Lanjutkan Perjuangan. Tidakkah telah menjadi takdir penyair HANYA DALAM PUISI Mengetuk pintu demi pintu karya : Ajip Rosidi Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati Dalam kereta api Yang tak mau Kubaca puisi: Willy dan Menyerah pada Mayakowsky situasi? Namun kata-katamu kudengar Dalam lembah Mengatasi derak-derik menataplah wajahmu deresi. yang sabar. Dari lembah Kulempar pandang ke luar: mengulurlah tanganmu Sawah-sawah dan yang gemetar. gunung-gunung Dalam kereta api Lalu sajak-sajak Kubaca puisi: turihan-turihan hati tumbuh Yang dengan jari-jari Dari setiap bulir peluh besi sang Waktu Para petani yang Menentukan langkah-langkah Takdir: terbungkuk sejak pagi Menjulur Ke ruang mimpi yang kuatur Melalui hari-hari keras dan sunyi. sia-sia. Kutahu kau pun tahu: Hidup terumbang-ambing antara langit Aku tahu. dan bumi Kau pun tahu. Dalam puisi Adam terlempar dari surga Semuanya jelas dan pasti. Lalu kian kemari mencari Hawa. 1968