PUTARAN KRITIS
Oleh:
KELOMPOK B5
ARIYA SUJATMIKO 1307113184
HARRY RUDI SARAGIH 1207121235
NOFRI EKA CANDRA 1307113432
TENGKU HAMZIR M.Y 1307114531
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir pratikum FENOMENA DASAR, khususnya ”PUTARAN KRITIS”
sebagai laporan akhir pratikum PUTARAN KRITIS ini tepat pada waktunya.
Pertama-tama penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini yaitu, sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik poros dan mengamati hubungan antara defleksi
yang terjadi dengan posisi rotor untuk berbagai tegangan.
2. Mengamati fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada tegangan
yang telah ditentukan.
3. Menentukan putaran kritis yang terjadi dengan berputarnya poros pada
variasi tegangan.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum putaran kritis ini yaitu:
1
2. Mahasiswa mampu mengamati fenomena yang terjadi dengan berputarnya
poros pada tegangan yang telah ditentukan.
3. Mahasiswa mampu menentukan putaran kritis yang terjadi dengan
berputarnya poros pada variasi tegangan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dilepaskan.Ingin ditentukan tipe dari gerakan maa dapat menggunkan
persamaan-persamaan Newton dengan persamaan energi.
2.1.2 Poros
Gandar (berputar atau diam) atau poros adalah untuk menopang bagian
mesin yang diam, berayun atau berputar, tetapi tidak menderita momen putar
dan dengan demikian tegangan utamanya adalah tekukan (bending). Gandar
pendek juga disebut sebagai baut.
4
Bagian yang berputar dalam bantalan dari gandar (dan poros) disebut tap.
Poros (keseluruhannya berputar) adalah untuk mendukung suatu momen putar
dan mendapat tegangan puntir dan tekuk. Menurut arah memanjangnya
(longitudinal) maka dibedakan poros yang bengkok (poros engkol) terhadap
poros lurus biasa, sebagai poros pejal atau poros berlubang, keseluruhannya rata
atau dibuat mengecil. Menurut penampang melintangnya disebutkan sebagai
poros bulat dan poros profil (contohnya dengan profil alur banyak dan profil –
K). Disamping itu dikenal juga poros engsel, poros teleskop, poros lentur, dan
lain-lain. Persyaratan khusus terhadap design dan pembuatan adalah sambunagn
dari poros dan naf serta poros dengan poros.
Pembuatan poros sampai diameter 150 mmadalah dari baja bulat (St 42, St
50, St 70 dan baja campuran) yang diputar atau ditarik.Dari lebih tebal ditempa
menjadi jauh lebih kecil. Poros beralur diakhiri dengan penggosokan, dalam hal
dikehendaki bulatan yang tepat. Tempat bantalan dan peralihan menurut
persyaratan diputar halus digosok, dipoles, dicetak dan pada pengaretan tinggi
kemudian dikeraskan.
Pemilihan bahan poros selain diarahkan menurut beban yang dikenakan
dan kekakuan bentuk yang diperlukan juga menurut kondisi pemasangannya,
contohnya pada poros rituel yang bahannya dipilih setelah untuk roda giginya.
Pada bantalan luncur maka keausan dan sifat putaran darurat memegang
perangkat, tetapi pemuaian dan nilai pukulan takikan menurun (kepekaan
takikan lebih tinggi).
Design pada poros diarahkan menurut bagian tetap yang mana poros atau
gandar dihubungkan (bantalan, sil dan naf dari piringan atau roda yang
dipasang). Sebagai gambaran maka tempat sambungan yang dibuat dengan
benar yang peralihannya dibuatkan dengan baik, yaitu umumnya pada
perlemahan dari berbagai pengaruh takikan.
Yang perlu diperhatikan dalam perancangan poros ini diantaranya :
1. Gandar diam dapat ditahan jauh lebih ringan daripada poros yang berputar
yang diputar.
2. Poros dari baja kekuatan tinggi tidak sekaku seperti dari St.42 yang
semacam itu (modulus E sama), hanya kekuatan tekuk berubah-ubah atau
5
kekuatan torsi berubah-ubah yang lebih besar, kalau pengaruh takikan
yang tajam dihindarkan.
3. Poros berlubang denagn d1 = 0,5d beratnya hanya 75%, tetapi tahanan
momennya 94% dari poros pejal.
4. Poros berputar yang kencang berlubang kencang memerlukan kekuatan
yang baik, bantalan yang kaku dan pembentukan yang kaku.
5. Panjang konstruksi dari mesin seringkali sangat tergantung pada panjang
dari tap bantalan, naf dan sil.
6
1. Kekuatan poros
Pada poros transmisi misalnya dapat mengalami beban puntir atau
lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros
yangmendapatkan beban tarik atau tekan, seperti poros baling-baling
kapal atau turbin.
Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter
poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur
pasak harus diperhatikan. Jadi, sebuah poros harus direncanakan cukup
kuat untuk menahan beban-beban yang terjadi.
2. Kekakuan poros
Walaupun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup, tetapi jika
lenturan dan defleksi puntirannya terlalu besar, maka hal ini akan
mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan
suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi).
3. Putaran kritis
Putaran kritis terjadi jika putaran mesin dinaikkan pada suatu harga
putaran tertentu sehingga dapat terjadi getaran yang terlalu besar. Hal
ini dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian yang
lainnya. Untuk itu, maka poros harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritis.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeller dan
pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula
untuk poros-poros yang terancam kavitas dan poros mesin yang sering
berhenti lama.
5. Bahan poros
Bahan untuk poros mesin umum biasanya terbuat dari baja karbon
konstruksi mesin, sedangkan untuk pembuatan poros yang dipakai
untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari
baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap
keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom,
dan baja khrom molybdenum.
7
b. Macam – Macam Poros
Poros sebagai penerus daya diklasifikasikan menurut pembebanannya
sebagai berikut:
1) Poros transmisi
Poros transmisi atau poros perpindahan mendapat beban puntir murni
atau puntir dan lentur. Dalam hal ini mendukung elemen mesin hanya
suatu cara, bukan tujuan. Jadi, poros ini berfungsi untuk memindahkan
tenaga mekanik salah satu elemen mesin ke elemen mesin yang lain.
8
Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros, maka bantalan dibedakan
menjadi dua hal berikut :
1. Bantalan luncur, dimana terjadi gerakan luncur antara poros dan
bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan
dengan lapisan pelumas.
1. Bantalan Luncur
Menurut bentuk dan letak bagian poros yang ditumpu bantalan.Salah
satunya adalah bantalan luncur.
Adapun macam – macam bantalan luncur adalah sebagai berikut:
a. Bantalan radial, dapat berbentuk silinder, elips, dan lain-lain.
b. Bantalan aksial, dapat berbentuk engsel kerah Michel, dan lainlain.
c. Bantalan khusus, bantalan ini lebih ke bentuk bola.
9
Bahan untuk bantalan luncur harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mempunyai kekuatan cukup.
b. Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu
besar.
c. Mempunyai sifat anti las.
d. Sangat tahan karat.
e. Dapat membenamkan debu yang terbenam dalam bantalan.
f. Ditinjau dari segi ekonomi.
g. Tidak terlalu terpengaruh oleh temperatur.
2. Bantalan Aksial
Bantalan aksial digunakan untuk menahan gaya aksial. Adapun
macamnya, yaitu bantalan telapak dan bantalan kerah.Pada bantalan
telapak, tekanan yang diberikan oleh bidang telapak poros kepada
bidang bantalan semakin besar untuk titik yang semakin dekat dengan
pusat.
10
Gambar 2.7 Bantalan bola pada sudut
11
pada poros, atau suatu kombinasidari keduanya. Meskipun kedua peristiwa itu
berbeda, namun akan ditunjukkan bahwa masing – masing dapat ditangani
dengan cara – cara yang serupa dengan memperhatikan frequensi pribadi dari
isolasi. Karena poros – poros pada dasarnya elastik, dan menunjukkan
karakteristik – karakteristik pegas.
Poros ini mengalami suatu momen punter atau momen lentur .Jika pada
poros tersebut terdapat kombinasi antara momen lentur dan momen puntir maka
perancangan poros harus didasarkan pada kedua momen tersebut. Banyak teori
telah diterapkan untuk menghitung elastic failure dari material ketika dikenai
momen lentur dan momen puntir, misalnya :
1. Maximum shear stress theory atau Guest’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang dapat diregangkan (ductile),
misalnya baja lunak (mild steel).
2. Maximum normal stress theory atau Rankine’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang keras dan getas (brittle), misalnya
besi cor (cast iron).
Secara analitis getaran yang mengakibatkan tegangan pada poros dapat dihitung
secara terperinci. Misalnya, tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian
umum pada poros dapat diperoleh dari berbagai cara, salah satu cara diantaranya
dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kelelahan puntir yang besarnya
diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari
kekuatan tarik. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai
dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar .
Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0
untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan
dengan . Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak
atau dibuat bertangga karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar.
Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukan
pengaruh ini kedalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan dalam
yang besarnya 1,3 sampai 3,0 (Sularso dan Kiyokatsu suga, 1994: 8).
Pada Pembebanan yang berubah – ubah (fluctuating loads),Pada berbagai
sumber bacaan tentang poros pembebanan tetap (constant loads) telah banyak
12
dibahas mengenai yang terjadi pada poros dan ternyata pembebanan semacam
ini divariasikan apapun akan tetap konstan sehingga pembebanan seperti apapun
tidak menjadi masalah, dengan asumsi masih dibawah tegangan luluhnya (yield).
Dan dari segi lain pada kenyataannya bahwa poros akan mengalami pembebanan
puntir dan pembebanan lentur yang berubah-ubah. Dengan mempertimbangkan
jenis beban, sifat beban, dll. yang terjadi pada poros maka ASME (American
Society of Mechanical Engineers) menganjurkan dalam perhitungan untuk
menentukan diameter poros yang dapat diterima (aman) perlu memperhitungkan
pengaruh kelelahan karena beban berulang.
13
𝑚.𝑔 𝑃
𝑘= =
𝛿 𝛿
Dimana:
g = gravitasi (9,81 m/𝑠 2 )
P = Gaya (N)
Defleksi (δ) merupakan keadaan dimana sebuah batang dengan panjang L
yang dikenai beban sebesar P maka akan mengalami pelendutan sejauh X (mm).
Besarnya defleksi untuk setiap material berbeda-beda bergantung pada posisi
pembebanan, modulus elastisitas bahan I, Inersia penampang (I), serta panjang
batang (L).Bentuk-bentuk defleksi yang diakibatkan oleh pemberian beban pada
batang dalam berbagai posisi dapat dilihat pada lampiran. Defleksi dipengaruhi
oleh Momen Inersia poros, dimana besarnya momen inersia poros dapat
ditentukan dengan persamaan berikut :
𝜋. 𝑑4
𝐼=
64
Dimana :
I = momen inersia
d = diameter penampang poros (mm)
Sehingga besarnya putaran kritis dapat ditentukan dengan persamaan berikut
60 𝑘
𝑁𝑐 = √
2.𝜋 𝑚
Dimana :
k = konstanta kekakuan pegas (N/m)
m = massa rotor
Bila terdapat beberapa benda yang berputar pada satu poros, maka
dihitung terlebih dahulu putaran-putaran kritis Nc1, Nc2, Nc3, …, dari masing-
masing benda tersebut yang seolah-olah berada sendiri pada poros, maka putaran
kritis total dari 14ka na Nc,tot dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
1 1 1 1
= + +
𝑁 2 𝑐, 𝑡𝑜𝑡 𝑁 2 𝑐1 𝑁 2 𝑐2 𝑁 2 𝑐3
14
meskipun poros dapat berputar secara mulus pada kecepatan-kecepatan yang
lebih rendah atau lebih tinggi.
Pada gambar dibawah menunjukkan sebuah poros dengan panjang L cm
ditumpu oleh bantalan pada ujung-ujungnya, sebuah piringan yang dipandang
sebagai sebuah massa terpusat dan beratnya W Newton, aksi giroskop dari
massa akan diabaikan, dan selanjutnya akan diasuksikan poros bergerak melalui
sebuah kopling yang bekerja tanpa menahan lendutan poros. Poros dipandang
vertical sehingga gravitasi dapat diabaikan, meskipun hasil-hasil yang
didapatkan akan sama apakah poros 15ka nada atau horizontal.
Apabila titik berat dari massa ada disumbu punter, maka tidak 15ka nada
ketakseimbangan macam apapun yang dapt menyebabkan poros berputar disuatu
sumbu lain diluar sumbu poros. Namun dalam prakteknya, kondisi semacam ini
tidak dapat dicapai, dan titik berat piringan ada disuatu jarak e yang boleh
dikatakan kecil, dari pusat geometri piringan. Dengan titik berat yang diluar
sumbu putar atau sumbu bantalan, terdapat suatu gaya inersia yang
mengakibatkan poros melendut, dimana lendutan pusat poros dinyatakan dengan
r pada gambar dibawah :
Gambar 2.9 Gerak dan gaya poros berputar terhadap satu sumbu tetap
Pusat geometri dari piringan , O adalah sama dengan pusat poros pada
piringan. Ketika poros berputar, titik tinggi T akan berputar terhadap sumbu
15
bantalan S. Gaya inersia piringan diseimbangkan oleh apa yang dapat disebut
dengan gaya pegas dari poros ketika poros berputar. Gaya inersia, untuk sebuah
massa yang berpuatr terhadap satu pusat tetap, adalah :
W
(r e) 2
g
Gaya pegas dari poros dapat dinyatakan dengan Kr, dimana k adalah laju
pegas poros, yakni gaya yang diperlukan per cm lendutan poros pada piringan.
Dengan menyamakan jumlah gaya-gaya pada gambar dengan nol, dengan
termasuk gaya inersia, maka didapatkan
W
(r e) 2 kr 0
g
Dengan menata kembali suku-sukunya
W 2
r g
e W
k 2
g
Kecepatan berbahaya dari operasi suatu poros tertentu dinyatakan dengan
kecepatan putaran kriyis atau kecepatan olakan, yakni kecepatan dimana
perbandingan r/e adalah tah hingga.Operasi pada suatu kecepatan yang
mendekati kecepatan kritis juga tak dikehendaki karena besarnya perpindahan
pusat piringan dari sumbu putar. Kecepatan kritis dapat diperoleh untuk kondisi
dimana persamaan diatas sama dengan nol :
W 2
k 0or (kg / W ) 0.5
g
Konstanta k dapat dinyatakan dalam bermacam cara, misalnya seperti
konstanta yang diperoleh dari persamaan lendutan sebuah poros dengan tumpuan
sederhana dibawah aksi suatu beban P
Pab 2
r (L a 2 b 2 )
6 LEI
Persamaan diatas dapat diturunkan sebagai berikut:
16
Gambar 2.10 Balok sederhana Dengan Beban Titik
Dari gambar diatas besarnya reaksi dukungan dan momen sebesar
𝑑2𝑦
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 𝐸𝐼 ( ) = −𝑀
𝑑𝑥 2
persamaan garis elastis sehingga didapat
17
Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2, maka C3 = C4,
sehinggapersamaannya menjadi :
Besarnya L – a = b
18
Perbandingan P/r mendefinisikan laju pegas k menjadi
P 6 PLEI
k
r ab( L2 a 2 b 2 )
Khusus untuk poros yang sedang dibahas ini, kecepatan kritis dapat
dinyatakan dengan
6PLEI g
.rad / det
ab( L a b ) W
2 2 2
Sebuah metode alternative adalah dengan menulis laju pegas k dalam suku-
suku suatu beban spesifik dan lendutan spesifik, beban yang sama dengan berat
piringan, yaitu P=W. Lendutan resultane akan berupa lendutan static dari poros
horizontal, dibawah aksi beban piringan, lendutan static tersebut dinamakan xst-
Jadi,
1
P W
1
W g 2
k atau (kg / W ) 2 ( g / x st )rad / det
r x st x st W
19
Gambar 2.12 Grafik getaran kritis r/e
Dari analisa didapatkan hubungan perbandingan maksimum dari r/e tidak
tak hingga apabila gesekan diperhitungkan.Tetapi terdapat satu daerah pada
suatu kecepatan yang tidak jauh dari kecepatan yang dihitung dengan tanpa
gesekan.Juga, harga r/e pada kecepatan-kecepatan yang agak jauh dari kecepatan
olakan tidak terlalu banyak berbeda dengan atau tanpa gesekan.
Dalam praktek, biasanya gesekan diabaikan dan kecepatan olakan
dihitung dengan tanpa gesekan, dengan kesalahan yang sangat kecil.
20
menggunakan tachometer digital dengan satuan rpm.
2. Mistar
Digunakan untuk mengukur jarak agar memvariasikan posisi massa rotor
21
BAB III
METODOLOGI
3.1. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum fenomena dasar putaran
kritis ini adalah sebagai berikut:
1. Seperangkat alat uji putaran kritis
2. Beban (2 variasi)
3. Tachometer
Tachometer digunakan sebagai alat ukur kecepatan putar dari poros.
22
4. Mistar
Mistar digunakan sebagai alat ukur jarak antara massa yang diberikan.
5. Kunci
Kunci berfungsi untuk membuka bantalan pada alat uji putaran kritis
23
Gambar 3.7 Slide Regulator
3. Pasangkan poros dengan dua pembebanan dan atur posisi (besar nilai a
dari posisi beban tersebut).
4. Hidupkan motor dan atur tegangan dengan slide regulator (pada percobaan
menggunakan tegangan 100 V, 125 V dan 150 V).
5. Hitunglah putaran-putaran rotor dari variasi tegangan tersebut.
6. Matikan putaran motor dengan memutar slide regulator ke posisi 0 V.
7. Ulangi prosedur 3 sampai 7 dengan 2 variasi jarak beban lainnya.
8. Pasangkan poros dengan satu pembebanan dan atur posisi (besar nilai a
dan b dari posisi beban tersebut).
24
Gambar 3.10 Pengujian Dengan Satu Pembebanan
9. Hidupkan motor dan atur tegangan dengan slide regulator (pada percobaan
menggunakan tegangan 100 V, 125 V dan 150 V).
10. Hitunglah putaran-putaran rotor dari variasi tegangan tersebut.
11. Matikan putaran motor dengan memutar slide regulator ke posisi 0 V.
12. Ulangi prosedur 8 sampai 11 dengan 2 variasi jarak beban lainnya.
3.3 Asumsi-asumsi
1. Pertambahan putaran slide regulator dianggap konstan.
2. Panjang batang poros tetap.
3. Batang penyangga rotor tidak melendut.
4. Percepatan Gravitasi 9,81 m/𝑠 2 .
25
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Diketahui :
Diameter poros ( d ) = 20 mm
Modulus elasitas ( E ) = 190.000 Mpa
Massa 1 beban ( m ) = 1,625 kg
Inersia batang poros ( I ) =7853,982 mm4
Panjang poros ( L ) = 675 mm
26
4.2 Perhitungan
a. Contoh perhitungan untuk poros yang beri satu beban dengan diberi
tegangan 100 V:
Perhitungan untuk a = 300 mm dan b = 375 mm
Perhitungan inersia
D4
I
64
𝜋. 204
𝐼= = 7853,982 𝑚𝑚4
64
Perhitungan defleksi
P a b
( L2 a 2 b 2 )
6 E I L
15,9413 . 300 . 375
𝛿= (6752 − 3002 − 3752 )
6 .190000 . 7853,982 .675
𝛿 = 0,0680 𝑚𝑚
60 k
Nc
2 m
60 234,4301
𝑁𝑐 = √ = 1838,5876 𝑟𝑝𝑚
2𝜋 1,625
27
b. Contoh perhitungan untuk poros yang beri dua beban dengan diberi
tegangan 100 V:
Perhitungan untuk a = 200 mm dan b = 200
Perhitungan inersia
D4
I
64
𝜋. 204
𝐼= = 7853,982 𝑚𝑚4
64
Perhitungan defleksi
𝑃𝑎
𝛿𝑚𝑎𝑥 = (3𝐿2 − 4𝑎2 )
24 𝐸 𝐼
31,8825 .200
𝛿𝑚𝑎𝑥 = (3. (675)2 − 4(200)2
24 . 190000 .7853,9820
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 0,2149 𝑚𝑚
60 k
Nc
2 m
60 148,375
𝑁𝑐 = √ = 2068,5871 𝑟𝑝𝑚
2𝜋 3,250
28
4.3 Tabel Perhitungan
29
Tabel 4. 4 Hasil Perhitungan dengan Dua Beban
m L E a b n d defleksi
NO
(kg) (mm) Voltase (Mpa) (mm) (mm) (rpm) (mm) I (mm4) P (N) teoritis (mm) K (N/m) Nc teoritis
3,250 675 100 190000 1457 20 7853,9820
1 3,250 675 125 190000 150 150 1475 20 7853,9820 31,8825 0,1705 186,9886 2322,2027
3 3,250 675 125 190000 250 250 1463 20 7853,9820 31,8825 0,2486 128,2656 1923,3028
30
4.4 Grafik Perhitungan
a (mm) vs n (rpm)
1490
1485
1480
1475
n (rpm)
1470
1465 a (mm) vs n (rpm)
1460
1455
1450
0 100 200 300 400
a (mm)
Gambar 4.1 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs n (rpm) dengan satu beban
a (mm) vs Nc (rpm)
2000
1980
1960
1940
Nc (rpm)
1920
1900 Nc (rpm) vs a (mm)
1880
1860
1840
1820
0 100 200 300 400
a (mm)
Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Nc (rpm) dengan satu beban
31
a (mm) vs defleksi teoritis (mm)
0.07
0.068
Defleksi teoritis (mm)
0.066
0.064
a (mm) vs defleksi
teoritis (mm)
0.062
0.06
0.058
0 100 200 300 400
a (mm)
Gambar 4.3 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Defleksi teoritis (mm) dengan
satu beban
a (mm) vs n (rpm)
1490
1480
1470
n (rpm)
1460
a (mm) vs n (rpm)
1450
1440
1430
0 100 200 300
a (mm)
Gambar 4.4 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs n (rpm) dengan dua beban
32
a (mm) vs Nc (rpm)
2500
2000
1500
Nc (rpm)
500
0
0 100 200 300
a (mm)
Gambar 4.5 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Nc (rpm) dengan dua beban
0.25
Defleksi teoritis (mm)
0.2
0.15
a (mm) vs
0.1 defleksi teoritis…
0.05
0
0 100 200 300
a (mm)
Gambar 4.6 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Defleksi teoritis (mm) dengan
dua beban
33
pengaruhnya berupa radius per minute (rpm) yang dihasilkan dari
putaran poros yang bervariasi. Namun untuk perhitungan defleksi rpm
diabaikan karena defleksi dipengaruhi oleh jarak, beban dan, sifat dari
material poros yang digunakan.
2. Untuk grafik a (mm) vs Ns (rpm) dengan satu ataupun dua beban
memiliki nilai yang berbeda namun kedua grafiknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka
putaran poros yang dihasilkan akan semakin besar. Sebaliknya jika
jaraknya dari motor ke rotor semakin jauh makan putaran yang
dihasilkan akan semakin kecil.
3. Untuk grafik a (mm) vs defleksi teoritis (mm) dengan satu ataupun dua
beban memiliki nilai yang berbeda namun kedua grafiknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka
defleksi yang dihasilkan akan semakin kecil. Sebaliknya jika jaraknya
dari motor ke rotor semakin jauh makan deflkesi yang dihasilkan akan
semakin besar. Sehingga untuk mengurangi deflesi pada batang poros
maka kecilkan jarak antar dudukan.
34
BAB VI
DISKUSI DAN KESIMPULAN
Pada praktikum putaran kritis untuk mendapatkan nilai putaran kritis tidak
dapat ditentukan karena umumnya putaran kritis menghasilkan putaran +5000
rpm . untuk mencapai kecepatan tersebut alat pada praktikum tidak dimungkinkan
untuk mencapai putaran itu, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Menghindari kecelakaan pada praktikan.
2. Menghidari kerusakan alat praktikum.
Dari praktikum putaran kritis ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka defleksi yang dihasilkan
akan semakin kecil. Sebaliknya jika jaraknya dari motor ke rotor semakin
jauh makan deflkesi yang dihasilkan akan semakin besar.
2. Semakin besar tegangan yang diberikan maka semakin besar putaran yang
dihasilkan, sehingga terjadi getaran dan bunyi pada bearing.
3. Semakin kecil nilai defleksi maka konstanta kekakuan poros semakin besar
sebaliknya semakin besar nilai defleksi maka konstanta kekakuan poros
semakin kecil hal ini karena sesuai rumus nilai k berbanding lurus terhadap
nilai P dan berbanding terbalik terehadap nilai defleksi.
35
36