Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FENOMENA DASAR

PUTARAN KRITIS

Oleh:
KELOMPOK B5
ARIYA SUJATMIKO 1307113184
HARRY RUDI SARAGIH 1207121235
NOFRI EKA CANDRA 1307113432
TENGKU HAMZIR M.Y 1307114531

LABORATORIUM KONSTRUKSI DAN PERANCANGAN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
OKTOBER
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir pratikum FENOMENA DASAR, khususnya ”PUTARAN KRITIS”
sebagai laporan akhir pratikum PUTARAN KRITIS ini tepat pada waktunya.
Pertama-tama penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

 Orang tua yang telah memberikan dorongan moril dan materildalam


proses pembuatan laporan akhir ini.
 Bapak Mustafa Akbar,ST.,MT,selaku dosen pengampu praktikum
fenomena dasar khususnya dibidang kontruksi.
 Asisten praktikum fenomena dasar khususnya di laboratorium
kontruksi dan perancangan yang telah membimbing dan memberikan
arahan dalam proses pembuatan laporan ini
 Teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan laporan
pratikum fenomena dasar,khususnya PUTARAN KRITIS.

Penulis telah berusaha menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya.


Namun, penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan penulis, sehinggamasih
terdapatnya banyak kesalahan dan kekurangan yang luput dari perhatian penulis.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sangatlah diharapkan untuk
membangun kedepannya. atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima
kasih.

Pekanbaru, Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR TABEL

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bidang konstruksi sifat material yang dapat terdefleksi merupakan
suatu hal yantg sangat menakutkan karena bila saja hal tersebut terjadi maka
struktur yang dibangun baik itu struktur statis maupun dinamis akan roboh atau
mengalami kegagalan. Hal tersebut tentu saja akan membahayakan jika itu
merupakan alat yang berfungsi untuk mengangkut orang atu ditempati banyak
orang, oleh karena itu perlu perencanaan yang sangat matang untuk membangun
suatu struktur tertentu. Begitu juga dengan poros, seperti poros turbin pada
pembangkit daya (powerplant) pada saat operasi dengan putaran tertentu poros
akan terdefleksi akibat berat rotor ataupun berat dia sendiri. Defleksi yang
paling besar terjadi pada putaran operasi itulah yang disebut dengan putaran
kritis, yang dapat membuat struktur poros tersebut gagal sehingga dalam
operasi dihindari kecepatan putar yang demikian. Oleh karena itu perlu
pengetahuan yang dalam mengenai putaran kritis ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari diadakannya praktikum ini yaitu, sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik poros dan mengamati hubungan antara defleksi
yang terjadi dengan posisi rotor untuk berbagai tegangan.
2. Mengamati fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada tegangan
yang telah ditentukan.
3. Menentukan putaran kritis yang terjadi dengan berputarnya poros pada
variasi tegangan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum putaran kritis ini yaitu:

1. Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik poros dan mengamati


hubungan antara defleksi yang terjadi dengan posisi rotor untuk berbagai
tegangan.

1
2. Mahasiswa mampu mengamati fenomena yang terjadi dengan berputarnya
poros pada tegangan yang telah ditentukan.
3. Mahasiswa mampu menentukan putaran kritis yang terjadi dengan
berputarnya poros pada variasi tegangan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar


2.1.1 Definisi Putaran Kritis
Putaran kritis adalah batas antara putaran mesin yang memiliki jumlah
putaran normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi. Hal
ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar, motor listik dan lain-lain. Selain itu,
timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan
bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu mempertimbangkan
putaran kerja dari poros tersebut agar lebih rendah dari putaran kritisnya.
Apabila pada suatu poros yang didukung diantara dua bantalan dipasang
disk maka poros tersebut akan mengalami defleksi statis. Defleksi tersebut
disebabkan oleh berat disk (jika massa poros diabaikan). Defleksi akan bertambah
besar akibat gaya sentrifugal pada saat poros berputar.
Putaran kritis poros adalah putaran yang mengakibatkan terjadinya defleksi
maksimum pada poros. Hal ini mengakibatkan poros berputar sambil bergetar
dengan amplitudo yang besar. Gejala ini disebut whirling shaft. Terjadinya
whirling shaft pada permesinan dapat mengakibatkan:
a. Timbulnya getaran yang berlebihan, getaran ini kemudian diinduksikan ke
komponen mesin lainnya dan sekelilingnya.
b. Kerusakan mekanik. Hal ini disebabkan oleh tegangan bending yang besar
pada poros, gesekan antara poros dan rumah, dan beban yang diterima
bearing menjadi berlebih.
c. Pada akhirnya, semua hal diatas akan memperpendek umur (komponen)
mesin.

a. Massa bergerak di bidang horizontal


Gambar dibawah memperlihatkan suatu massa dengan berat W pound
yang diam atas suatu permukaan licin tanpa gesekan dan diikatkan ke rangka
stationer melalui sebuah pegas. Dalam analisa, massa pegas akan diabaikan.
Massa dipindahkan sejauh x dari posisi keseimangannya, dan kemudian

3
dilepaskan.Ingin ditentukan tipe dari gerakan maa dapat menggunkan
persamaan-persamaan Newton dengan persamaan energi.

Gambar 2.1 Massa bergerak disuatu bidang horizontal

b. Massa bergetar di suatu bidang vertical


Gambar dibawah memperlihatkan massa yang digantung dengan
sebuah pegas vertical. Bobot menyebabkan pegas melendut sejauh x o.
Bayangkan massa ditarik kebawah pada suatu jarak x o dari posisi
keseimbangannya dan kemudian dilepaskan dan ingin diketahui garaknya
sebagai efek gravitasi.

Gambar 2.2 Massa bergerak disuatu bidang vertikal


Massa yang bergetar secara vertical mempunyai frekuansi yang sama seperti
massa yang bergetar secara horizontal, dengan osilasi yang terjadi disekitar
posisi keseimbangan

2.1.2 Poros
Gandar (berputar atau diam) atau poros adalah untuk menopang bagian
mesin yang diam, berayun atau berputar, tetapi tidak menderita momen putar
dan dengan demikian tegangan utamanya adalah tekukan (bending). Gandar
pendek juga disebut sebagai baut.

4
Bagian yang berputar dalam bantalan dari gandar (dan poros) disebut tap.
Poros (keseluruhannya berputar) adalah untuk mendukung suatu momen putar
dan mendapat tegangan puntir dan tekuk. Menurut arah memanjangnya
(longitudinal) maka dibedakan poros yang bengkok (poros engkol) terhadap
poros lurus biasa, sebagai poros pejal atau poros berlubang, keseluruhannya rata
atau dibuat mengecil. Menurut penampang melintangnya disebutkan sebagai
poros bulat dan poros profil (contohnya dengan profil alur banyak dan profil –
K). Disamping itu dikenal juga poros engsel, poros teleskop, poros lentur, dan
lain-lain. Persyaratan khusus terhadap design dan pembuatan adalah sambunagn
dari poros dan naf serta poros dengan poros.
Pembuatan poros sampai diameter 150 mmadalah dari baja bulat (St 42, St
50, St 70 dan baja campuran) yang diputar atau ditarik.Dari lebih tebal ditempa
menjadi jauh lebih kecil. Poros beralur diakhiri dengan penggosokan, dalam hal
dikehendaki bulatan yang tepat. Tempat bantalan dan peralihan menurut
persyaratan diputar halus digosok, dipoles, dicetak dan pada pengaretan tinggi
kemudian dikeraskan.
Pemilihan bahan poros selain diarahkan menurut beban yang dikenakan
dan kekakuan bentuk yang diperlukan juga menurut kondisi pemasangannya,
contohnya pada poros rituel yang bahannya dipilih setelah untuk roda giginya.
Pada bantalan luncur maka keausan dan sifat putaran darurat memegang
perangkat, tetapi pemuaian dan nilai pukulan takikan menurun (kepekaan
takikan lebih tinggi).
Design pada poros diarahkan menurut bagian tetap yang mana poros atau
gandar dihubungkan (bantalan, sil dan naf dari piringan atau roda yang
dipasang). Sebagai gambaran maka tempat sambungan yang dibuat dengan
benar yang peralihannya dibuatkan dengan baik, yaitu umumnya pada
perlemahan dari berbagai pengaruh takikan.
Yang perlu diperhatikan dalam perancangan poros ini diantaranya :
1. Gandar diam dapat ditahan jauh lebih ringan daripada poros yang berputar
yang diputar.
2. Poros dari baja kekuatan tinggi tidak sekaku seperti dari St.42 yang
semacam itu (modulus E sama), hanya kekuatan tekuk berubah-ubah atau

5
kekuatan torsi berubah-ubah yang lebih besar, kalau pengaruh takikan
yang tajam dihindarkan.
3. Poros berlubang denagn d1 = 0,5d beratnya hanya 75%, tetapi tahanan
momennya 94% dari poros pejal.
4. Poros berputar yang kencang berlubang kencang memerlukan kekuatan
yang baik, bantalan yang kaku dan pembentukan yang kaku.
5. Panjang konstruksi dari mesin seringkali sangat tergantung pada panjang
dari tap bantalan, naf dan sil.

Gambar 2.3 Poros pada suatu kontruksi


Pengamanan Poros dan gandar terhadap peggeseran memanjang diperoleh
melalui peralihan poros pada tempat bantalan atau cincin pengaman. Pengaman
memanjang dari bantalan, naf, dan piringan dapat diperoleh seperti melalui
pemutaran satu sisi, melalui mur poros atau cincin pengaman, kadang-kadang
bentuk sambungan tidak meminta pengamanan memanjang (dudukan pres dan
sebagainya).
Dalam penjelasan selanjutnya akan kami jabarkan secara jelas, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Poros
Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga bersama-
sama dengan putaran. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakara
tali, puli sabuk mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan dan roda gigi,
dipasang berputar terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap
pada poros dukung yang berputar. Contohnya sebuah poros dukung yang
berputar , yaitu poros roda keran berputar gerobak.
Untuk merencanakan sebuah poros, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut.

6
1. Kekuatan poros
Pada poros transmisi misalnya dapat mengalami beban puntir atau
lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros
yangmendapatkan beban tarik atau tekan, seperti poros baling-baling
kapal atau turbin.
Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter
poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur
pasak harus diperhatikan. Jadi, sebuah poros harus direncanakan cukup
kuat untuk menahan beban-beban yang terjadi.
2. Kekakuan poros
Walaupun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup, tetapi jika
lenturan dan defleksi puntirannya terlalu besar, maka hal ini akan
mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan
suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi).
3. Putaran kritis
Putaran kritis terjadi jika putaran mesin dinaikkan pada suatu harga
putaran tertentu sehingga dapat terjadi getaran yang terlalu besar. Hal
ini dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian yang
lainnya. Untuk itu, maka poros harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritis.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeller dan
pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula
untuk poros-poros yang terancam kavitas dan poros mesin yang sering
berhenti lama.
5. Bahan poros
Bahan untuk poros mesin umum biasanya terbuat dari baja karbon
konstruksi mesin, sedangkan untuk pembuatan poros yang dipakai
untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari
baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap
keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom,
dan baja khrom molybdenum.

7
b. Macam – Macam Poros
Poros sebagai penerus daya diklasifikasikan menurut pembebanannya
sebagai berikut:
1) Poros transmisi
Poros transmisi atau poros perpindahan mendapat beban puntir murni
atau puntir dan lentur. Dalam hal ini mendukung elemen mesin hanya
suatu cara, bukan tujuan. Jadi, poros ini berfungsi untuk memindahkan
tenaga mekanik salah satu elemen mesin ke elemen mesin yang lain.

Gambar 2.4 Poros transmisi untuk roda gigi


Dalam hal ini elemen mesin menjadi terpuntir (berputar) dan
dibengkokkan. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling,
roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai, dan lain-lain.
2) Spindle
Poros tranmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang
harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya yang harus kecil, dan
bentuk serta ukuranya harus teliti.
3) Gandar
Gandar adalah poros yang tidak mendapatkan beban puntir,bahkan
kadang-kadang tidak boleh berputar. Contohnya seperti yang dipasang
diantara roda-roda kereta barang.
c. Jenis – Jenis Bantalan
Untuk menumpu poros berbeban, maka digunakan bantalan, sehingga
putaran atau gerakan bolak-balik dapat berlangsung secara halus dan tahan
lama. Posisi bantalan harus kuat, hal ini agar elemen mesin dan poros
bekerja dengan baik.

8
Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros, maka bantalan dibedakan
menjadi dua hal berikut :
1. Bantalan luncur, dimana terjadi gerakan luncur antara poros dan
bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan
dengan lapisan pelumas.

Gambar 2.5 Bantalan luncur


2. Bantalan gelinding, dimana terjadi gesekan gelinding antara bagian
yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti rol
atau jarum.
Berdasarkan arah beban terhadap poros, maka bantalan dibedakan
menjadi tiga hal berikut :
 Bantalan radial, dimana arah beban yang ditumpu bantalan
tegaklurus dengan poros.
 Bantalan aksial, dimana arah beban bantala ini sejajar dengan
sumbu poros.
 Bantalan gelinding khusus, dimana bantalan ini menumpu beban
yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
Berikut ini akan kami jabarkan dari berbagai jenis bantalan diatas
sebagai berikut :

1. Bantalan Luncur
Menurut bentuk dan letak bagian poros yang ditumpu bantalan.Salah
satunya adalah bantalan luncur.
Adapun macam – macam bantalan luncur adalah sebagai berikut:
a. Bantalan radial, dapat berbentuk silinder, elips, dan lain-lain.
b. Bantalan aksial, dapat berbentuk engsel kerah Michel, dan lainlain.
c. Bantalan khusus, bantalan ini lebih ke bentuk bola.

9
Bahan untuk bantalan luncur harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mempunyai kekuatan cukup.
b. Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu
besar.
c. Mempunyai sifat anti las.
d. Sangat tahan karat.
e. Dapat membenamkan debu yang terbenam dalam bantalan.
f. Ditinjau dari segi ekonomi.
g. Tidak terlalu terpengaruh oleh temperatur.

2. Bantalan Aksial
Bantalan aksial digunakan untuk menahan gaya aksial. Adapun
macamnya, yaitu bantalan telapak dan bantalan kerah.Pada bantalan
telapak, tekanan yang diberikan oleh bidang telapak poros kepada
bidang bantalan semakin besar untuk titik yang semakin dekat dengan
pusat.

Gambar 2.6 Bantalan aksial


3. Bantalan Gelinding
Keuntungan dari bantalan ini mempunyai gesekan yang sangat kecil
dibandingkan dengan bantalan luncur. Macam – macam bantalan
gelinding diantaranya: Pertama. Bantalan bola radial alur dalam baris
tunggal.Kedua, Bantalan bola radial magneto.Ketiga.Bantalan bola
kontak sudut baris tunggal.Keempat.Bantalan bola mapan sendiribaris
ganda.

10
Gambar 2.7 Bantalan bola pada sudut

d. Sambungan Poros dan Naf


Penyematan naf sebuah roda gigi, puli-sabuk, kopling, tuas, dan sebagainya
pada poros dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain dengan
menggunakan pasak, pena, bus, cincin jepit, lewat kerut, pres atau lem.
1. Pasak dan sambungan Pasak
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-bagian mesin, seperti roda gigi, sprocket, puli, dan kopling pada
poros.Momen diteruskan dari poros ke naf atau naf ke poros.
2. Kerut dan pres
Kedua cara penyambungan mengandung hal yang sama, yaitu bahwa
penjepitan antara bagian yang dikehendaki disambung terjadi lewat
perubahan bentuk elastik bagian itu sendiri. Pada penyambungan sistem
ini, untuk menekan roda pada poros dapat dilakukan dengan cara
memanaskan (dikerutkan) atau dapat juga menekan roda pada poros
tanpa melalui pemanasan, atau dikatakan roda dipres pada poros.

2.1.3 Getaran-Getaran Pada Poros


Suatu fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada kecepatan –
kecepatan tertentu adalah getaran yang sangat tinggi, meskipun poros dapat
berputar dengan baik pada kecepatan – kecepatan yang lain. Pada kecepatan –
kecepatan semacam itu dimana getaran menjadi sangat besar, dapat terjadi
kegagalan poros atau bantalan – bantalan.Atau getaran dapat menyebabkan
kegagalan karena tidak bekerjanya komponen – komponen sesuai dengan
fungsinya, seperti yang dapat terjadi pada sebuah turbin uap dimana ruang bebas
antara rotor dan rumah adalah kecil. Getaran semacam ini dapat menyebabkan
apa yang disebut olakan poros, atau mungkin menyebabkan suatu osilasi puntir

11
pada poros, atau suatu kombinasidari keduanya. Meskipun kedua peristiwa itu
berbeda, namun akan ditunjukkan bahwa masing – masing dapat ditangani
dengan cara – cara yang serupa dengan memperhatikan frequensi pribadi dari
isolasi. Karena poros – poros pada dasarnya elastik, dan menunjukkan
karakteristik – karakteristik pegas.
Poros ini mengalami suatu momen punter atau momen lentur .Jika pada
poros tersebut terdapat kombinasi antara momen lentur dan momen puntir maka
perancangan poros harus didasarkan pada kedua momen tersebut. Banyak teori
telah diterapkan untuk menghitung elastic failure dari material ketika dikenai
momen lentur dan momen puntir, misalnya :
1. Maximum shear stress theory atau Guest’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang dapat diregangkan (ductile),
misalnya baja lunak (mild steel).
2. Maximum normal stress theory atau Rankine’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang keras dan getas (brittle), misalnya
besi cor (cast iron).
Secara analitis getaran yang mengakibatkan tegangan pada poros dapat dihitung
secara terperinci. Misalnya, tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian
umum pada poros dapat diperoleh dari berbagai cara, salah satu cara diantaranya
dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kelelahan puntir yang besarnya
diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari
kekuatan tarik. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai
dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar .
Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0
untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan
dengan . Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak
atau dibuat bertangga karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar.
Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukan
pengaruh ini kedalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan dalam
yang besarnya 1,3 sampai 3,0 (Sularso dan Kiyokatsu suga, 1994: 8).
Pada Pembebanan yang berubah – ubah (fluctuating loads),Pada berbagai
sumber bacaan tentang poros pembebanan tetap (constant loads) telah banyak

12
dibahas mengenai yang terjadi pada poros dan ternyata pembebanan semacam
ini divariasikan apapun akan tetap konstan sehingga pembebanan seperti apapun
tidak menjadi masalah, dengan asumsi masih dibawah tegangan luluhnya (yield).
Dan dari segi lain pada kenyataannya bahwa poros akan mengalami pembebanan
puntir dan pembebanan lentur yang berubah-ubah. Dengan mempertimbangkan
jenis beban, sifat beban, dll. yang terjadi pada poros maka ASME (American
Society of Mechanical Engineers) menganjurkan dalam perhitungan untuk
menentukan diameter poros yang dapat diterima (aman) perlu memperhitungkan
pengaruh kelelahan karena beban berulang.

2.1.4 Olakan Poros


Ketika suatu poros di beri putaran, maka akan selalu terjadi fenomena
whirling. Whirling adalah keadaan dimana poros berputar akan mengalami
defleksi yang besar akibat dari gaya sentrifugal yang di hasilkan oleh
eksentrisitas massa poros. Fenomena whirling ini terlihat sebagai poros berputar
pada sumbunnya, dan pada saat yang sama poros yang berdefleksi juga berputar
relative mengelilingi sumbu poros.

Gambar 2. 8 Olakan poros (whiriling)


Dimana:
k: konstanta kekakuan poros (N/m)
δ: Defleksi (m)
m: massa (kg)
Konstanta (k) kekakuan poros merupakan suatu bilangan yang menyatakan
besarnya gaya yang digunakan untuk mempertahankan eksentrisitasporos
terhadap defleksi. Konstanta kekakuan poros dapat ditentukan dengan
persamaan:

13
𝑚.𝑔 𝑃
𝑘= =
𝛿 𝛿
Dimana:
g = gravitasi (9,81 m/𝑠 2 )
P = Gaya (N)
Defleksi (δ) merupakan keadaan dimana sebuah batang dengan panjang L
yang dikenai beban sebesar P maka akan mengalami pelendutan sejauh X (mm).
Besarnya defleksi untuk setiap material berbeda-beda bergantung pada posisi
pembebanan, modulus elastisitas bahan I, Inersia penampang (I), serta panjang
batang (L).Bentuk-bentuk defleksi yang diakibatkan oleh pemberian beban pada
batang dalam berbagai posisi dapat dilihat pada lampiran. Defleksi dipengaruhi
oleh Momen Inersia poros, dimana besarnya momen inersia poros dapat
ditentukan dengan persamaan berikut :
𝜋. 𝑑4
𝐼=
64
Dimana :
I = momen inersia
d = diameter penampang poros (mm)
Sehingga besarnya putaran kritis dapat ditentukan dengan persamaan berikut

60 𝑘
𝑁𝑐 = √
2.𝜋 𝑚

Dimana :
k = konstanta kekakuan pegas (N/m)
m = massa rotor
Bila terdapat beberapa benda yang berputar pada satu poros, maka
dihitung terlebih dahulu putaran-putaran kritis Nc1, Nc2, Nc3, …, dari masing-
masing benda tersebut yang seolah-olah berada sendiri pada poros, maka putaran
kritis total dari 14ka na Nc,tot dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

1 1 1 1
= + +
𝑁 2 𝑐, 𝑡𝑜𝑡 𝑁 2 𝑐1 𝑁 2 𝑐2 𝑁 2 𝑐3

Akan dibahas olakan poros untuk mengilustrasikan mengapa poros-poros


mebunjukkan lendutan yang sangat besar pada suatu kecepatan dari operasi,

14
meskipun poros dapat berputar secara mulus pada kecepatan-kecepatan yang
lebih rendah atau lebih tinggi.
Pada gambar dibawah menunjukkan sebuah poros dengan panjang L cm
ditumpu oleh bantalan pada ujung-ujungnya, sebuah piringan yang dipandang
sebagai sebuah massa terpusat dan beratnya W Newton, aksi giroskop dari
massa akan diabaikan, dan selanjutnya akan diasuksikan poros bergerak melalui
sebuah kopling yang bekerja tanpa menahan lendutan poros. Poros dipandang
vertical sehingga gravitasi dapat diabaikan, meskipun hasil-hasil yang
didapatkan akan sama apakah poros 15ka nada atau horizontal.
Apabila titik berat dari massa ada disumbu punter, maka tidak 15ka nada
ketakseimbangan macam apapun yang dapt menyebabkan poros berputar disuatu
sumbu lain diluar sumbu poros. Namun dalam prakteknya, kondisi semacam ini
tidak dapat dicapai, dan titik berat piringan ada disuatu jarak e yang boleh
dikatakan kecil, dari pusat geometri piringan. Dengan titik berat yang diluar
sumbu putar atau sumbu bantalan, terdapat suatu gaya inersia yang
mengakibatkan poros melendut, dimana lendutan pusat poros dinyatakan dengan
r pada gambar dibawah :

Gambar 2.9 Gerak dan gaya poros berputar terhadap satu sumbu tetap
Pusat geometri dari piringan , O adalah sama dengan pusat poros pada
piringan. Ketika poros berputar, titik tinggi T akan berputar terhadap sumbu

15
bantalan S. Gaya inersia piringan diseimbangkan oleh apa yang dapat disebut
dengan gaya pegas dari poros ketika poros berputar. Gaya inersia, untuk sebuah
massa yang berpuatr terhadap satu pusat tetap, adalah :
W
(r  e) 2
g
Gaya pegas dari poros dapat dinyatakan dengan Kr, dimana k adalah laju
pegas poros, yakni gaya yang diperlukan per cm lendutan poros pada piringan.
Dengan menyamakan jumlah gaya-gaya pada gambar dengan nol, dengan
termasuk gaya inersia, maka didapatkan
W
(r  e) 2  kr  0
g
Dengan menata kembali suku-sukunya
W 2

r g

e W
k  2
g
Kecepatan berbahaya dari operasi suatu poros tertentu dinyatakan dengan
kecepatan putaran kriyis atau kecepatan olakan, yakni kecepatan dimana
perbandingan r/e adalah tah hingga.Operasi pada suatu kecepatan yang
mendekati kecepatan kritis juga tak dikehendaki karena besarnya perpindahan
pusat piringan dari sumbu putar. Kecepatan kritis dapat diperoleh untuk kondisi
dimana persamaan diatas sama dengan nol :
W 2
k   0or  (kg / W ) 0.5
g
Konstanta k dapat dinyatakan dalam bermacam cara, misalnya seperti
konstanta yang diperoleh dari persamaan lendutan sebuah poros dengan tumpuan
sederhana dibawah aksi suatu beban P
Pab 2
r (L  a 2  b 2 )
6 LEI
Persamaan diatas dapat diturunkan sebagai berikut:

16
Gambar 2.10 Balok sederhana Dengan Beban Titik
Dari gambar diatas besarnya reaksi dukungan dan momen sebesar

𝑑2𝑦
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 𝐸𝐼 ( ) = −𝑀
𝑑𝑥 2
persamaan garis elastis sehingga didapat

Di integral terhadap x sehingga didapat


𝑑2𝑦 −𝑃𝑏𝑥 2
𝐸𝐼 ( 2 ) = + 𝐶1
𝑑𝑥 2𝐿

𝑑𝑦 −𝑃𝑏𝑥 2 𝑃(𝑥 − 𝑎)2


𝐸𝐼 ( ) = + + 𝐶1
𝑑𝑥 2𝐿 2

Pada x = a, dua persamaan di atas hasilnya akan sama.


Jika diintegral lagi mendapatkan persamaan :

17
Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2, maka C3 = C4,
sehinggapersamaannya menjadi :

Untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0Untuk x = L, maka y =


0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi :

−𝑃𝑏𝐿3 𝑃(𝐿 − 𝑎)2


0= + + 𝐶𝐿1 + 0
6𝐿 6

Besarnya L – a = b

Sehingga setelah disubstitusi menghasilkan persamaan :

Defleksi maksimum pada poros yang dikenai 2 beban dan 3 beban


ditentukan dengan metode super posisi.

Gambar 2.11 Balok sederhana dengan dua beban

18
Perbandingan P/r mendefinisikan laju pegas k menjadi
P 6 PLEI
k 
r ab( L2  a 2  b 2 )
Khusus untuk poros yang sedang dibahas ini, kecepatan kritis dapat
dinyatakan dengan

6PLEI g
 .rad / det
ab( L  a  b ) W
2 2 2

Sebuah metode alternative adalah dengan menulis laju pegas k dalam suku-
suku suatu beban spesifik dan lendutan spesifik, beban yang sama dengan berat
piringan, yaitu P=W. Lendutan resultane akan berupa lendutan static dari poros
horizontal, dibawah aksi beban piringan, lendutan static tersebut dinamakan xst-
Jadi,
1
P W
1
W g  2
k  atau   (kg / W ) 2     ( g / x st )rad / det
r x st  x st W 

2.1.5 Efek gesekan terhadap kecepatan kritis


Meskipun persamaan teoritik yang diturunkan sebelumnya menunjukkan
suatu putaran dengan jari-jari yang besarnya tak hingga pada kecepatan kritis,
namun kondisi semacam ini secara praktek tidak mungkin. Menurut hasil-hasil
yang diperoleh dari persamaan teoritik, poros yang berputar pada putaran kritis
tentu saja akan patah atau terdistorsi. Tetapi, kita tahu bahwa poros-poros yang
berjalan pada kecepatan kritis tidak perlu patah, dan mungkin berjalan dengan
sangat kasar tetapi tanpa distorsi permanent.

19
Gambar 2.12 Grafik getaran kritis r/e
Dari analisa didapatkan hubungan perbandingan maksimum dari r/e tidak
tak hingga apabila gesekan diperhitungkan.Tetapi terdapat satu daerah pada
suatu kecepatan yang tidak jauh dari kecepatan yang dihitung dengan tanpa
gesekan.Juga, harga r/e pada kecepatan-kecepatan yang agak jauh dari kecepatan
olakan tidak terlalu banyak berbeda dengan atau tanpa gesekan.
Dalam praktek, biasanya gesekan diabaikan dan kecepatan olakan
dihitung dengan tanpa gesekan, dengan kesalahan yang sangat kecil.

Gambar 2.13 Grafik dari peta r/e

2.2 Teori Alat Ukur


Alat ukur yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Tachometer
Alat ini digunakan untuk menghitung kecepatan sudut dari massa yang
berada pada poros yang akan diuji. Pada percobaan yang dilakukan kami

20
menggunakan tachometer digital dengan satuan rpm.
2. Mistar
Digunakan untuk mengukur jarak agar memvariasikan posisi massa rotor

21
BAB III
METODOLOGI

3.1. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum fenomena dasar putaran
kritis ini adalah sebagai berikut:
1. Seperangkat alat uji putaran kritis

Gambar 3.1 Seperangkat Alat Uji Putaran Kritis

2. Beban (2 variasi)

Gambar 3.2 Beban

3. Tachometer
Tachometer digunakan sebagai alat ukur kecepatan putar dari poros.

Gambar 3.3 Tachometer

22
4. Mistar
Mistar digunakan sebagai alat ukur jarak antara massa yang diberikan.

Gambar 3.4 Mistar

5. Kunci
Kunci berfungsi untuk membuka bantalan pada alat uji putaran kritis

Gambar 3.5 Kunci

3.2 Prosedur Praktikum


Adapun prosedur-prosedur yang dilakukan pada praktikum fenomena dasar
putaran kritis ini adalah sebagai berikut:
1. Pasanglah alat uji sesuai petunjuk.

Gambar 3.6 Rangkaian Alat Uji Putaran Kritis

2. Pasang semua peralatan seperti pengatur putaran rotor, motor, bantalan,


dan peralatan lain dalam keadaan baik.

23
Gambar 3.7 Slide Regulator

3. Pasangkan poros dengan dua pembebanan dan atur posisi (besar nilai a
dari posisi beban tersebut).

Gambar 3.8 Pengujian Dengan Dua Pembebanan

4. Hidupkan motor dan atur tegangan dengan slide regulator (pada percobaan
menggunakan tegangan 100 V, 125 V dan 150 V).
5. Hitunglah putaran-putaran rotor dari variasi tegangan tersebut.
6. Matikan putaran motor dengan memutar slide regulator ke posisi 0 V.
7. Ulangi prosedur 3 sampai 7 dengan 2 variasi jarak beban lainnya.

Gambar 3.9 Mengukur Nilai a Dari Posisi Beban

8. Pasangkan poros dengan satu pembebanan dan atur posisi (besar nilai a
dan b dari posisi beban tersebut).

24
Gambar 3.10 Pengujian Dengan Satu Pembebanan

9. Hidupkan motor dan atur tegangan dengan slide regulator (pada percobaan
menggunakan tegangan 100 V, 125 V dan 150 V).
10. Hitunglah putaran-putaran rotor dari variasi tegangan tersebut.
11. Matikan putaran motor dengan memutar slide regulator ke posisi 0 V.
12. Ulangi prosedur 8 sampai 11 dengan 2 variasi jarak beban lainnya.

Gambar 3.11 Mengukur Nilai a Dari Posisi Beban

13. Catatlah data pengujian pada tabel.

3.3 Asumsi-asumsi
1. Pertambahan putaran slide regulator dianggap konstan.
2. Panjang batang poros tetap.
3. Batang penyangga rotor tidak melendut.
4. Percepatan Gravitasi 9,81 m/𝑠 2 .

25
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data
Diketahui :
 Diameter poros ( d ) = 20 mm
 Modulus elasitas ( E ) = 190.000 Mpa
 Massa 1 beban ( m ) = 1,625 kg
 Inersia batang poros ( I ) =7853,982 mm4
 Panjang poros ( L ) = 675 mm

4.1.1 Data Pengamatan Mengunakan Satu Beban

Tabel 4. 1 Hasil Pengamatan dengan Satu Beban


a b n P 𝛿𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 Nc teoritis
No voltase K (N/m)
(mm) (mm) (rpm) (N) (mm) (rpm)
100 300 375 1454
1 125 300 375 1468 15,9413 0,0680 234,4301 1838,5876
150 300 375 1476
100 250 425 1458
2 125 250 425 1480 15,9413 0,0596 267,6809 1964,6551
150 250 425 1484
100 350 325 1466
3 125 350 325 1481 15,9413 0,0683 0,0683 1835,1174
150 350 325 1485

4.1.2 Data Pengamatan Mengunakan Dua Beban

Tabel 4. 2 Hasil Pengamatan dengan dua Beban


a b n P 𝛿𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 Nc teoritis
No voltase K (N/m)
(mm) (mm) (rpm) (N) (mm) (rpm)
100 200 200 1454
1 125 200 200 1468 15,9413 0,0680 234,4301 1838,5876
150 200 200 1476
100 150 150 1458
2 125 150 150 1480 15,9413 0,0596 267,6809 1964,6551
150 150 150 1484
100 250 250 1466
3 125 250 250 1481 15,9413 0,0683 0,0683 1835,1174
150 250 250 1485

26
4.2 Perhitungan
a. Contoh perhitungan untuk poros yang beri satu beban dengan diberi
tegangan 100 V:
Perhitungan untuk a = 300 mm dan b = 375 mm

 Perhitungan inersia
  D4
I
64
𝜋. 204
𝐼= = 7853,982 𝑚𝑚4
64

 Perhitungan gaya pada poros


P  m g

𝑃 = 1,625 𝑘𝑔 . 9,81 𝑚/𝑠 2 = 15,9413 𝑁

 Perhitungan defleksi
P  a b
 ( L2  a 2  b 2 )
6 E  I  L
15,9413 . 300 . 375
𝛿= (6752 − 3002 − 3752 )
6 .190000 . 7853,982 .675
𝛿 = 0,0680 𝑚𝑚

 Perhitungan konstanta kekakuan poros


P
k

15,9413 𝑁
𝑘= = 234,4301 𝑁/𝑚𝑚
0,00680 𝑚𝑚

 Perhitungan putaran kritis

60 k
Nc 
2  m

60 234,4301
𝑁𝑐 = √ = 1838,5876 𝑟𝑝𝑚
2𝜋 1,625

27
b. Contoh perhitungan untuk poros yang beri dua beban dengan diberi
tegangan 100 V:
Perhitungan untuk a = 200 mm dan b = 200

 Perhitungan inersia
  D4
I
64
𝜋. 204
𝐼= = 7853,982 𝑚𝑚4
64

 Perhitungan gaya pada poros


P  m g

𝑃 = 1,625 𝑘𝑔 . 9,81 𝑚/𝑠 2 = 15,9413 𝑁

 Perhitungan defleksi
𝑃𝑎
𝛿𝑚𝑎𝑥 = (3𝐿2 − 4𝑎2 )
24 𝐸 𝐼
31,8825 .200
𝛿𝑚𝑎𝑥 = (3. (675)2 − 4(200)2
24 . 190000 .7853,9820
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 0,2149 𝑚𝑚

 Perhitungan konstanta kekakuan poros


P
k

31,8825 𝑁
𝑘= = 148,375 𝑁/𝑚𝑚
0,2149 𝑚𝑚

 Perhitungan putaran kritis

60 k
Nc 
2  m

60 148,375
𝑁𝑐 = √ = 2068,5871 𝑟𝑝𝑚
2𝜋 3,250

28
4.3 Tabel Perhitungan

Tabel 4. 3 Hasil Perhitungan dengan Satu Beban


m L E a b n d defleksi
NO
(kg) (mm) Voltase (Mpa) (mm) (mm) (rpm) (mm) I (mm4) P (N) teoritis (mm) K (N/m) Nc teoritis
1,625 675 100 190000 1458 20 7853,9820
1 1,625 675 125 190000 250 425 1480 20 7853,9820 15,9413 0,0596 267,6809 1964,6551
1,625 675 150 190000 1484 20 7853,9820
1,625 675 100 190000 1454 20 7853,9820
2 1,625 675 125 190000 300 375 1468 20 7853,9820 15,9413 0,0680 234,4301 1838,5876

1,625 675 150 190000 1476 20 7853,9820


1,625 675 100 190000 1466 20 7853,9820
3 1,625 675 125 190000 350 325 1481 20 7853,9820 15,9413 0,0683 233,5461 1835,1174

1,625 675 150 190000 1485 20 7853,9820

29
Tabel 4. 4 Hasil Perhitungan dengan Dua Beban

m L E a b n d defleksi
NO
(kg) (mm) Voltase (Mpa) (mm) (mm) (rpm) (mm) I (mm4) P (N) teoritis (mm) K (N/m) Nc teoritis
3,250 675 100 190000 1457 20 7853,9820
1 3,250 675 125 190000 150 150 1475 20 7853,9820 31,8825 0,1705 186,9886 2322,2027

3,250 675 150 190000 1484 20 7853,9820


3,250 675 100 190000 1436 20 7853,9820
2 3,250 675 125 190000 200 200 1460 20 7853,9820 31,8825 0,2149 148,3756 2068,5871

3,250 675 150 190000 1478 20 7853,9820


3,250 675 100 190000 1435 20 7853,9820

3 3,250 675 125 190000 250 250 1463 20 7853,9820 31,8825 0,2486 128,2656 1923,3028

3,250 675 150 190000 1475 20 7853,9820

30
4.4 Grafik Perhitungan

4.4.1 Grafik Perhitungan Dengan Satu Beban

a (mm) vs n (rpm)
1490
1485
1480
1475
n (rpm)

1470
1465 a (mm) vs n (rpm)

1460
1455
1450
0 100 200 300 400
a (mm)

Gambar 4.1 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs n (rpm) dengan satu beban

a (mm) vs Nc (rpm)
2000
1980
1960
1940
Nc (rpm)

1920
1900 Nc (rpm) vs a (mm)
1880
1860
1840
1820
0 100 200 300 400
a (mm)

Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Nc (rpm) dengan satu beban

31
a (mm) vs defleksi teoritis (mm)
0.07

0.068
Defleksi teoritis (mm)

0.066

0.064
a (mm) vs defleksi
teoritis (mm)
0.062

0.06

0.058
0 100 200 300 400
a (mm)

Gambar 4.3 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Defleksi teoritis (mm) dengan
satu beban

4.4.2 Grafik Perhitungan Dengan Dua Beban

a (mm) vs n (rpm)
1490

1480

1470
n (rpm)

1460
a (mm) vs n (rpm)
1450

1440

1430
0 100 200 300
a (mm)

Gambar 4.4 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs n (rpm) dengan dua beban

32
a (mm) vs Nc (rpm)
2500

2000

1500
Nc (rpm)

1000 Nc (rpm) vs a (mm)

500

0
0 100 200 300
a (mm)

Gambar 4.5 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Nc (rpm) dengan dua beban

a (mm) vs defleksi teoritis (mm)


0.3

0.25
Defleksi teoritis (mm)

0.2

0.15
a (mm) vs
0.1 defleksi teoritis…

0.05

0
0 100 200 300
a (mm)

Gambar 4.6 Grafik Hasil Perhitungan a (mm) vs Defleksi teoritis (mm) dengan
dua beban

4.5 Analisa dan Pembahasan


Adapun analisa yang didapatkan dari hasil praktikum dalam bentuk data dan
grafik adalah sebagai berikut:
1. Untuk grafik a (mm) vs n (rpm) dengan satu ataupun dua beban
dipengaruhi oleh voltase yang diberikan pada slide regulator,

33
pengaruhnya berupa radius per minute (rpm) yang dihasilkan dari
putaran poros yang bervariasi. Namun untuk perhitungan defleksi rpm
diabaikan karena defleksi dipengaruhi oleh jarak, beban dan, sifat dari
material poros yang digunakan.
2. Untuk grafik a (mm) vs Ns (rpm) dengan satu ataupun dua beban
memiliki nilai yang berbeda namun kedua grafiknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka
putaran poros yang dihasilkan akan semakin besar. Sebaliknya jika
jaraknya dari motor ke rotor semakin jauh makan putaran yang
dihasilkan akan semakin kecil.
3. Untuk grafik a (mm) vs defleksi teoritis (mm) dengan satu ataupun dua
beban memiliki nilai yang berbeda namun kedua grafiknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka
defleksi yang dihasilkan akan semakin kecil. Sebaliknya jika jaraknya
dari motor ke rotor semakin jauh makan deflkesi yang dihasilkan akan
semakin besar. Sehingga untuk mengurangi deflesi pada batang poros
maka kecilkan jarak antar dudukan.

34
BAB VI
DISKUSI DAN KESIMPULAN

Pada praktikum putaran kritis untuk mendapatkan nilai putaran kritis tidak
dapat ditentukan karena umumnya putaran kritis menghasilkan putaran +5000
rpm . untuk mencapai kecepatan tersebut alat pada praktikum tidak dimungkinkan
untuk mencapai putaran itu, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Menghindari kecelakaan pada praktikan.
2. Menghidari kerusakan alat praktikum.
Dari praktikum putaran kritis ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin dekatnya jarak dari motor ke rotor maka defleksi yang dihasilkan
akan semakin kecil. Sebaliknya jika jaraknya dari motor ke rotor semakin
jauh makan deflkesi yang dihasilkan akan semakin besar.
2. Semakin besar tegangan yang diberikan maka semakin besar putaran yang
dihasilkan, sehingga terjadi getaran dan bunyi pada bearing.
3. Semakin kecil nilai defleksi maka konstanta kekakuan poros semakin besar
sebaliknya semakin besar nilai defleksi maka konstanta kekakuan poros
semakin kecil hal ini karena sesuai rumus nilai k berbanding lurus terhadap
nilai P dan berbanding terbalik terehadap nilai defleksi.

35
36

Anda mungkin juga menyukai