Anda di halaman 1dari 31

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat memegang


peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk
kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat
diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan
meningkatnya kebutuhan sarana transportasi.

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari


beberapa bagian besar. Bagian-bagian tersebut salah satunya adalah
perencanaan perkerasan material jalan. Perkerasan adalah lapisan jalan
yang diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat utama jalan yaitu
permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan dan dapat dilalui
dengan aman dan nyaman. Perkerasan ini dibuat dari material-material
alam. Peranan material yang digunakan tersebut juga merupakan
pengetahuan tersendiri, kadang kala jenis/susunan material perkerasan
yang digunakan tidak sama untuk semua jenis jalan dan pada lokasi yang
tidak sama.

Terdapat tiga jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu


perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan komposit (gabungan
antara lentur dan kaku). Dari ketiga jenis perkerasaan tadi, perkerasan
lentur untuk biaya awal konstruksi relatif lebih murah/terjangkau dan
pelaksanaan pemeliharaan/pelapisan ulang lebih mudah.

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan


bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir
(agregat) sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan
tersebut mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan
kenyaman kendaraan dalam melintas diatasnya. Maka dari itu, salah satu
pengujian yang harus dilakukan adalah pengujian penetrasi pada aspal
agar dapat menentkan kekuatan jalan yang akan dibuat.

1
2. Tujuan
Tujuan yang akan didapatkan dengan melakukan pengujian ini adalah
sebagai berikut:
a. Dapat memahami prosedur pengujian penetrasi aspal dengan baik
dan benar.
b. Dapat mengetahui nilai penetrasi aspal.
c. Dapat menentukan spesifikasi aspal yang diuji dengan standar.

B. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Aspal
Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan
jumlahnya sangat menentukan keberhasilan suatu campuran aspal yang
merupakan bahan jalan. Aspal berasal dari hasil proses penyulingan
minyak bumi dengan destilasi bertingkat pada suhu ±290oC dimana sisa
residulah yang dijadikan bahan aspal, (SNI 2456-2011).
Salah satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu
aspal adalah penetrasi aspal yang merupakan sifat rheologi aspal yaitu
kekerasan aspal. Hasil pengujian selanjutnya dapat digunakan dalam hal
pengendalian mutu aspal atau tar untuk keperluan pembangunan,
peningkatan atau pemeliharaan jalan. Cara ini dimaksudkan sebagai acuan
para penanggung jawab dan teknisi laboratorium aspal untuk menentukan
penetrasi aspal serta menyeragamkan cara pengujian untuk pengendalian
mutu aspal agar diperoleh hasil pengujian yang akurat dan tepat, (SNI
2456-2011).

2. Jenis-Jenis Aspal
Sisa residu minyak bumi ini dijadikan beberapa jenis aspal, (SNI 2456-
2011) antara lain :
a. Blow aspal
b. Aspal keras/ aspal semen/ aspal panas
c. Aspal cair

2
d. Aspal emulsi

Aspal dikenal sebagai suatu bahan atau material yang bersifat


viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat
(adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang
dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut
dalam karbondisulfida. Sebagian besar aspal bahan jalan yang digunakan
di negara Inggris dihasilkan dari minyak bumi dengan melalui proses
destilasi pada kilang minyak. Hal ini kadang-kadang disebut dengan
residual bitumen atau straight run bitumen, (Wignall, 2003:171).
Penetrasi merupakan suatu pengujian yang sangat penting, itu
Karena penetrasi dapat menunjukkan mutu suatu aspal. Penetrasi adalah
masuknya jarum penetrasi kedalam permukaan aspal dalam waktu 5 detik
dengan beban 100 gram pada suhu 250C. Percobaan penetrasi bertujuan
untuk menentukan kekasaran relative atau fisik suatu semen aspal dengan
jalan mengukur jarak tembus sebuah jarum standar tegak lusur dalam
contoh aspal dibawah kondis-kondisi suhu pembebanan dan waktu yang
diketahui. Bila kondisi-kondisi lainnya tidak disebutkan secara khusus
maka hal itu berate nilai penetrasi atau pengukuran yang dilakukan pada
suhu 25 derajat C bahwa jarum yang dibebani 100 gram dan pembebanan
berlangsung selama 5 detik, (SNI 06-2456-1991).
Hal ini dikenal sebagai penetrasi normal. Satuan penetrasi adalah
1/10 mm, maka makin lunak, makin besar semen aspal dapat
diklasifikasikan menjadi gradasi-gradasi berdasarkan kekasarannya.

3. Spesifikasi Nilai Penetrasi Aspal


Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas
atau lalu lintas dengan volume tinggi. Sedang aspal semen dengan
penetrasi tinggi digunakkan untuk daerah yang bercuaca dingin ataupun
lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya digunakan
aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100, (Sukirman S, 1999).

3
Tabel 1. Persyaratan Aspal Keras
Jenis Persyaratan
Satuan Metode
Pengujian
Pen 40 Pen 60 Pen 80 Pen 120 Pen 200

Penetrasi, SNI 06-


25oC,100 0.01mm 2456- 40-59 60-79 80-99 120-150 200-300
gr, 5 detik 1991

` (Sumber : RSNI S-01-2003)

Menurut SNI, dalam pengujian penetrasi aspal mempunyai nilai tolerasi


dari hasil penetrasi sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Penetrasi dan Nilai Toleransi


Hasil Penetrasi 0-49 50-149 150-249 1200
Nilai Toleransi 2 4 6 8
(Sumber : SNI 06-2456-1991)

4. Analisis Data
Dalam perhitungan dilakukan perhitungan standar deviasi yang
digunakan untuk mengetahui nilai sebaran data pada sebuah sampel data
dan seberapa dekat setiap titik data individu dengan garis nilai rata-rata.
Apabila didapati nilai standar deviasi suatu sampel data sama dengan nol,
maka hal tersebut menunjukan bahwa semua nilai dalam dalam data
tersebut adalah sama. Semakin besar nilai standar deviasi suatu data maka
semakin besar jarak setiap titik data dengan nilai rata-rata. Perhitungan
standar deviasi terhadap sampel dari data populasi dan menggunakannya
untuk apakah sampel data tersebut mewakili seluruh populasi. Rumus
yang diperlukan adalah sebagai berikut:

2 ∑|𝑋𝑟−𝑋𝑛|2
𝑆𝐷 = √ ........................................................................(1)
𝑛−1

∑ 𝑋𝑛
𝑋𝑟 = ....................................................................................(2)
𝑛

Keterangan :

4
SD = Standar Deviasi
xr = Rata-rata
xn = Suku ke-n
n = Jumlah populasi

Untuk menghitung standar deviasi, ahli statistik pertama-tama


menghitung nilai rata-rata dari semua titik data. Rata-rata adalah sama
dengan jumlah dari semua nilai dalam kumpulan data dibagi dengan
jumlah total titik data. Selanjutnya, penyimpangan setiap titik data dari
rata-rata dihitung dengan mengurangkan nilai dari nilai rata-rata. Deviasi
setiap titik data akan dikuadratkan, dan dicari penyimpangan kuadrat
individu rata-rata. Nilai yang dihasilkan dikenal sebagai varians. Deviasi
standar adalah akar kuadrat dari varians.

𝑆𝐷
𝐾= 𝑥 100% .........................................................................(3)
𝑋𝑟

Keterangan :
K = Koefisien Batas Varian

Koefisien batas varian (K) diperoleh dengan membagi simpangan


baku atau standar deviasi (SD) dengan nilai rata-rata (xr).

C. METODE PENGUJIAN
Pelaksanaan pengujian penetrasi perlu diperhatikannya alat, bahan dan
langkah kerja sebagai berikut ini :
1. ALAT DAN BAHAN
a. Peralatan Pengujian
1) Penetrometer
Berdasarkan SNI 2456-2011, ada dua macam penetrometer
yaitu penetrometer manual dan penetrometer otomatis,
perbedaan kedua penetrometer ini terletak pada :

5
a) Pengukuran waktu, pada penetrometer manual diperlukan
stopwatch sedangkan pada penetrometer otomatis tidak
diperlukan stopwatch, karena pengukur waktu.
b) Waktu otomatis sudah terangkat dam alat penetrometer.
c) Saat pengujian tombol pada pemegang jarum penetrometer
manual harus ditekan selama 5±0.1 detik sampai waktu
ditentukan, sedangkan tombol pada pemegang jarm
penetrometer otomatis ditekan hanya pada saat permulaan
pengujian yang akan berhenti secara otomatis setelah
waktu yang ditentukan (5±0.1detik).
Kedua alat ini terdiri atas:
a) Alat penetrometer yang dapat melepas pemegang jarum
untuk bergerak secara vertical tanpa gesekan dan dapat
menunjukkan kedalaman masuknya jarum ke dalam benda
uji sampai 0.1 mm terdekat;
b) Berat pemegang jarum 47.5 gram ± 0.05 gram. Berat total
pemegang jarum beserta jarum 50 gram ± 0.05 gram.
Pemegang jarum harus mudah dilepas dari penetrasi untuk
keperluan pengecekkan berat.
c) Penetrometer harus dilengkapi dengan waterpass untuk
memastkan posisi jarum dan pemegang jarum tegak (90
derajat) ke permukaan.
d) Berat beban 50 gram ± 0,05 gram dan 100 gram ± 0,05
gram sehingga dapat digunakan untuk mengukur penetrasi
dengan berat total 100 gram atau 200 gram sesuai dengan
kondisi pengujian yang diinginkan.
e) Jarum Penetrasi harus terbuat dari Stinless Steel dan dari
bahan yang kuat, Grade 440-C atau yang setara, HRC 54
sampai 60 ukuran dan bentuk jarum.
f) Jarum standar memiliki panjang sekitar 50 mm sedangkan
jarum panjang memiliki panjang sekitar 60 (2.4 in).

6
g) Diameter jarum antara 1.00 mm sampai dengan 1.02 mm.
h) Ujung arum berupa kerucut terpancung dengan sudut antara
8.7” dan 9.7”.
i) Ujing jarum harus terletak satu garis dengan sumbu badan
jarum.
j) Perbedaan total antara ujung jarum dengan permukaan yang
lurus tidak boleh melebihi 0.2 mm.
k) Diameter ujung kerucut terpancung 0.14 mm sampai
dengan 0,16 mm dan terpusat terhadap sumbu jarum.
l) Ujung jarum harus runcing, tajam dan halus.
m) Panjang bagian jarum standar yang tampak harus antara
40-45 mm sedangkan untuk jarum panjang antara 50-55
mm (1.97-2.17in).
n) Berat jarum harus 2.50 gram ± 0.05 gram .
o) Jarum penetrasi yang akan digunkan untuk pengujian mutu
aspal harus memenuhi kriteria tersebut diatas disertai
dengan hasil pengujan dari pihak yang berwenang.

C B

E D

Gambar 1. Penetrometer
(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

7
Keterangan :
A = Dial Penetrasi D = Pegangan Jarum
B = Tombol Penahan E = Jarum Penetrasi
C = Beban F = Dudukan Benda Uji

2) Cawan
Terbuat dari logam atau gelas yang berbentuk slinder
dengan dasar yang relatif berukuran berdasarkan SNI 2456-
2011 sebagai berikut :
a) Untuk pengujian penetrasi dibwah 200
1) Diameter, mm : 55
2) Tinggi bagian dalam, mm : 35
b) Untuk pengujian penetrasi antara 200 dan 350
1) Diameter, mm : 55-75
2) Tinggi bagian dalam :45-70
c) Untuk pengujian penetrasi antara 350 dan 500
1) Diameter, mm : 55
2) Tinggi bagian dalam, mm : 70

Gambar 2. Cawan
(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

3) Bak Perendam (Baskom)


Terdiri dari bejana dengan ini tidak kurang dari 10 liter
dan dapat mempertahankan temperatur 25o C ± 0.1 oC atau

8
temperatur lain dengan ketelitian tidak lebih dari 0,1oC. bejana
atau bak perendam harus dilengkapi denga pelat dasar
berlubang yang terletak tidak kurang 50mm diatas dasar bejana
dan tidak kurang dai 100mm di bawah permukaan air dalam
bejana. Apabila pengujian dilakukan dalam bak perendam maka
harus dilengkapi dengan penahan yang cukup kuat untuk
dudukan penetrometer. Ujung termometer direndam pada batas
pelat dasar dalam bak perendam, (SNI 2456-2011).

Gambar 3. Baskom
(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

4) Kompor Listrik
Kompor listrik digunakan untuk memanaskan benda uji (aspal).

Gambar 4. Kompor Listrik


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

5) Stopwatch
Untuk penetrometer yang dijalankan secara manual dapat
digunakan pengukur waktu apa saja seperti stopwatch mempunyai
skala terkecil 0.1 detik atau kurang dengan kesalahan tertingi 0.1

9
detik untuk setiap 60 detik. Untuk penetrometer otomatis
kesalahan tidak boleh lebih dari 0.1 detik.

Gambar 5. Stopwatch
(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

6) Termometer
Termometer harus dikaliberasi dengan maksimum
kesalahan skala tidak melebihi 0.1oC atau dapat juga digunakan
pembagian skala termometer lain yang sama ketelitiannya dan
kepekaannya. Ada dua termometer yang digunakan saat pengujian
yaitu, air raksa dan besi, (SNI 2456-2011).

Gambar 6. Termometer
(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

10
Tabel 3. Spesifikasi Standar Termometer
No ASTM Rentang
17 C 19 sampai dengan 27oC
63 C 8 sampai dengan +32oC
64 C 25 sampai dengan 55oC
(Sumber : SNI 19-6421-2000)

7) Piring Seng
Piring ini digunakan sebagai alas tempat meletakkan cawan yang
telah berisi aspal agar ketika dipanaskan dan aspal melebihi
kapasitas dan tidak mengotori kompor.

Gambar 7. Piring Seng


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

8) Sendok Logam
Sendok logam digunakan untuk mengaduk aspal yang telah
meleleh ketika dipanaskan.

Gambar 8. Sendok Logam


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

11
9) Kain Lap
Kain lap digunakan untuk membersihkan jarum penetrasi.

Gambar 9. Kain Lap


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

10) Penjepit
Penjepit digunakan untuk mengangkat cawan yang berisi aspal
yang telah meleleh.

Gambar 10. Penjepit


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

11) Aspal
Bahan uji yang digunakan adalah aspal dengan Pen 60/70 yang
bersih.

Gambar 11. Aspal


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

12
12) Es Batu
Es batu digunakan untuk menurunkan suhu yang dikehendaki saat
pengujian.

Gambar 12. Es Batu


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

b. Metode Pengambilan Sampel


Benda uji adalah aspal keras atau ter sebanyak ± 100 gram atau
takaran benda uji 2/3 dari cawan.

h
2/3 h

Gambar 13. 2/3 Tinggi Cawan

Gambar 14. Pengambilan Benda Uji


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

13
c. Persiapan dan Spesifikasi Benda Uji
1) Persiapan Benda Uji
Persiapan pengujian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Mulai

Membaca dan memahani Jobsheet


serta prosedur K3

Aspal diambil dan dimasukkan


kedalam cawan dengan takaran 2/3
bagian dari cawan

Suhu ruang diukur Kompor listrik dinyalakan

Aspal dipanaskan hingga mencair dan tidak


berbuih (110±5oC) serta dihitung waktunya

Aspal diukur suhunya kemudian dicatat


waktunya

Aspal didiamkan hingga mengeras

Mengembalikan alat dan bahan praktikum


serta pelaporan hasil praktikum

Selesai

Gambar 15. Flowchart Persiapan Benda Uji


(Sumber: SNI 2456, 2011)

Keterangan :
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Aspal dipanaskan hingga mencair dan tidak mengeluarkan
buih (110±5)oC pemanasan contoh tidak boleh lebih dari

14
90oC diatas titik lembeknya, pemanasan tidak boleh lebih
dari 60 menit, lakukan pengadukan untuk menjamin
kehomogenan, contoh dan jangan samapi ada gelembung
udara dalam contoh.

Gambar 16. Pemanasan Benda Uji


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

c) Aspal dituangkan yang sudah mencair kedalam cawan


benda uji sampai batas ketinggian pada cawan benda uji,
tinggi benda uji tidak kurang dari 120% dari kedalaman
jarum pada saat pengujian penetrasi.

Gambar 17. Aspal Cair


(Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019)

15
2) Spesifikasi Benda Uji
Benda uji yang dipakai pada pengujian penetrasi ini yaitu
aspal dalam kelas Pen 60/70. Spesifikasi umum benda uji
(aspal) sebagai berikut:
Tabel 4. Spesifikasi Umum Aspal
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
Tipe I
A B C
Jenis Metode Aspal
No. Asbuton Elastomer
Pengujian Pengujian Pen. Elastomer
60-70 yang Alam
Sintesis
diproses (Latex)

Penetrasi SNI 06-


1. 60-70 40-55 50-70 Min. 40
pada 25oC 2456-1991

(Sumber : Bina Marga Divisi VI, 2010)

16
2. Langkah Kerja
Langkah kerja pengujian penetrasi aspal adalah sebagai berikut:

Mulai

Membaca dan memahani Jobsheet


serta prosedur K3

Suhu ruang diukur Penetrometer disiapkan

Benda uji direndam pada suhu


15-30oC

Suhu benda uji diukur

Benda uji diletakkan di bawah


jarum penetrometer

Jarum diturunkan sampai jarum


menyentuh permukaan benda uji

Pemegang jarum segera


dilepaskan selama waktu 5 detik

Mengembalikan alat dan bahan praktikum


serta pelaporan hasil praktikum

Selesai

Gambar 18. Flowchart Penetrasi Aspal


(Sumber: SNI 2456, 2011)

17
Keterangan :

1) Kondisi aspal dalam pengujian ditentukan temperature adalah


25oC.

Gambar 19. Pengukuran Suhu Aspal


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

2) Pemegang jarum diperiksa agar dapat dipasang dengan baik


dan jarum penetrasi dibersihkan dengan kain lap.
3) Jarum diturunkan perlahan lahan sampai jarum menyentuh
permukaan benda uji. Hal ini dilakukan dengan cara
menurunkan jarum ke pemukaan benda uji sampai ujung jarum
bersentuhan dengan benda uji.

Gambar 20. Pengujian Penetrasi


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

18
4) Pemegang jarum dilepaskan selama waktu yang disyaratkan (5
detik ± 0.1 detik).
5) Untuk mengukur nilai penetrasi dan angka pnetrasi dibaca yang
menunjukan jarum penujuk pada angka 0.1 mm terdekat.
6) Pengujian dilakukan paling sedikit tiga kali untuk benda uji
yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak
tidak kurang 10mm dari dinding cawan dan tidak kurang 10mm
dari satu titik pengujian dengan titik pengujian lainnya.
7) Jarum yang digunakan harus dalam keadaan bersih untuk
setiap kali pengujian. Apabila nilai penetrasi lebih dari 200,
gunakan paling sedikit 3 jarum yang setelah digunakan
dibiarkan tertancap pada benda uji sampai tiga kali pegujian
selesai. Jika diameter cawan benda uji kurang dari 65 mm dan
nilai penetrasi diperkirakan lebih dari 200, buat setiap
pengujian dari tiga kali pengujian penetrasi dilakukan pada
benda uji dalam cawan yang terpisah sebagaimana yang telah
disiapkan pada persiapkan benda uji.
8) Nilai penetrasi diamati dan dicatat. Dan peralatan yang sudah
dipakai harus dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula.

D. HASIL PENGUJIAN
1. Pelaporan Hasil Pengujian
Berdasarkan praktikum pengujian penetrasi dan pemanasan aspal,
diperoleh data sebagai berikut :
a. Tempat Pengujian
Pengujian penetrasi aspal dilakukan di Laboratarium Bahan
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas
Negeri Yogyakarta.

b. Hasil Pengujian Pemanasan Aspal 1


Dari pemanasan bahan bitumen pertama didapatkan berikut :

19
Tabel 5. Hasil Pemanasan Aspal 1
Suhu Suhu
Hari, Waktu
Cuaca awal Akhir Waktu
Tanggal Praktikum
(oC) (oC)
Kamis, 07
Februari 07.30 – 09.10 Berawan 29 109 6’53”
2019

c. Hasil Pengujian Penetrasi Aspal 1


Pengujian penetrasi dilakukan pada Kamis, 14 Februari 2019 pukul
07.30 – 09.10 saat cuaca cerah pada suhu ruang 28oC. Sehingga,
didapat hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Pengujian Penetrasi Aspal 1


Nilai Penetrasi
Titik Pengujian
(mm/gr/det)
1 61
2 38
3 15

Selain hasil pengujian yang diperoleh diatas, terdapat hasil


pengujian lain yang diperoleh yaitu waktu pengujian penetrasi
aspal 1 diperoleh 5 detik pada suhu aspal 25oC dan suhu
pemanasan 120oC.

d. Hasil Pengujian Perendaman dan Penetrasi Aspal Recycle 1


Pengujian penetrasi recycle 1 dilakukan pada 21 Februari 2019 saat
cuaca cerah pada suhu ruang 25oC dengan hasil pengujian seperti
berikut :

Tabel 7. Hasil Pengujian Penetrasi Aspal Recycle 1


Nilai Penetrasi
Titik Pengujian
(mm/gr/det)
1 56
2 42
3 68

20
Selain hasil pengujian yang diperoleh diatas, terdapat hasil
pengujian lain yang diperoleh yaitu waktu pengujian penetrasi
aspal 1 diperoleh 5 detik pada suhu aspal 25oC dan juga waktu
perendaman aspal diperoleh 42 menit 35 detik pada suhu
perendaman 24,5oC.

2. Analisis Data
a. Standar Deviasi Penetrasi Aspal
Tabel 8. Perhitungan Standar Deviasi Aspal ke-1
Titik Pengujian X X-Xr |X-Xr| |X-Xr|2
1 61 23 23 529
2 38 0 0 0
3 15 -23 23 529
Σ 114 0 46 1058
xr 38

2 1058
𝑆𝐷 = √ = 23
3−1

23
𝐾= 𝑥 100% = 60,53 %
38

Dari tabel telah didapat nilai standar deviasi (SD) aspal 1 diperoleh
23 dan koefisien batas varian diperoleh 60,53%.

b. Standar Deviasi Penetrasi Aspal Recycle 1


Tabel 9. Perhitungan Standar Deviasi Untuk Aspal Recycle 1

Titik Pengujian X X-Xr |X-Xr| |X-Xr|2


1 56 0,67 0,67 0,44
2 42 -13,33 13,33 177,78
3 68 12,67 12,67 160,44
Σ 166 0 46 338,67
xr 55,33

21
2 338,67
𝑆𝐷 = √ = 13,01
3−1
13,01
𝐾= 𝑥 100% = 23,52 %
55,33

Dari tabel telah didapat nilai standar deviasi (SD) untuk aspal
recycle 1 diperoleh 13,01 dan koefisien batas varian diperoleh
23,52%.

E. PEMBAHASAN
Dalam pengujian ini, aspal yang tersedia adalah aspal keras pada
suhu ruang 29oC dalam kondisi cuaca saat itu berawan. Aspal diambil
dengan takaran 2/3 dari cawan dan dipanaskan pada suhu 109oC sampai
dalam keadaan cair dalam waktu 6’53” (Tabel 5) dan untuk pengujian
penetrasi dilakaukan perendaman aspal pada suhu 24,5oC dalam rentang
waktu 43’35” (Tabel 7). Sehingga, diperoleh beberapa grafik seperti yang
disertakan pada gambar 20 dan gambar 21 :

70
61 Simpangan Maks. 61
Nilai Penetrasi (mm/gr/det)

60

50
38
40

30

20 15 Simpangan Min. 15
10

0
1 2 3
Titik Pengujian

Gambar 21. Grafik Nilai Penetrasi dan Standar Deviasi Aspal 1

22
Pada pengujian penetrasi aspal 1 berdasarkan perhitungan (Tabel 8) dan
grafik (Gambar 19), aspal memiliki rata-rata 38 mm/gr/det dengan standar
deviasi ±23,00. Sehingga, batas atas standar deviasi yaitu 61 mm/gr/det
dan batas bawah standar deviasi yaitu 15 mm/gr/det.

80

70 68 Simpangan Maks. 68,01


Nilai Penetrasi (mm/gr/det)

60 56
50
42 Simpangan Min. 41,99
40

30

20

10

0
1 2 3
Titik Pengujian

Gambar 22. Grafik Nilai Penetrasi dan Standar Deviasi Aspal


Recycle 1

Pada pengujian penetrasi aspal recycle 1 berdasarkan perhitungan (Tabel


9) dan grafik (Gambar 20), aspal memiliki rata-rata 55,33 mm/gr/det
dengan standar deviasi ±13,01. Sehingga, batas atas standar deviasi yaitu
68,01 mm/gr/det dan batas bawah standar deviasi yaitu 41,99 mm/gr/det.

23
60 55,33

Nilai Penetrasi Rata-Rata


50
38
40
(mm/gr/det)
30

20

10

0
Aspal 1 Aspal Recycle 1
1 2
Jenis Pengujian Penetrasi

Gambar 23. Grafik Perbandingan Nilai Penetrasi Rata-Rata


Antara Aspal 1 dengan Aspal Recycle 1

Pada grafik (gambar 22) dapat dilihat terjadi kenaikan nilai penetrasi pada
saat pengujian aspal 1 dengan aspal recycle yaitu saat pengukuran nilai
penetrasi aspal 1 rata-rata diperoleh 38 mm/gr/det dan aspal recycle 1
rata-rata diperoleh 55,33 mm/gr/det.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian tersebut didapat nilai penetrasi dari masing-
masing pengujian sebagai berikut:
1. Pengujian aspal 1 memiliki nilai penetrasi rata-rata sebesar 38
mm/gr/det.
2. Pengujian aspal recycle 1 memiliki nilai penetrasi rata-rata sebesar
55,33 mm/gr/det.
3. Terjadi kenaikan nilai penetrasi rata-rata pada pengujian penetrasi
aspal 1 dengan pengujian penetrasi aspal recycle 1.

Dari hasil yang telah diperoleh diatas bila disesuaikan dengan


persyaratan yang terdapat pada RSNI S-01-2003 maka aspal yang diuji
tidak memenuhi standar dan diklasifikasikan dalam kelas Pen 40 yaitu
dengan rentan penetrasi sekitar 40-59 mm/gr/det. Namun, aspal yang

24
digunakan di Laboratorium merupakan jenis aspal yang termasuk dalam
kelas Pen 60/70. Dengan demikian, ada beberapa hal yang membuat hal
ini dapat terjadi, antara lain :
a. Ketidaktepatan dalam waktu perhitungan 5 detik, sehingga nilai
penetrasi kurang dari yang seharusnya.
b. Ketidaktepatan dalam pengukuran suhu aspal yang diuji.

G. KESULITAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM


Selama pratikum yang telah penulis lakukan di Laboratorium
Bahan Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas
Negeri Yogyakarta, penulis menemui beberapa kesulitan dalam
pelaksanaan praktikum, diantaranya yaitu:
1. Peralatan yang terbatas sehingga kami harus menunggu giliran untuk
melaksanakan praktikum.
2. Kurangnya konsentrasi dalam membaca data saat praktikum.
3. Kurangnya ketelitian dalam proses pembacaan skala penetrometer
dikarenakan masih menggunakan pembacaan manual tidak dengan
bacaan digital sehingga sangat mungkin sekali terjadi kekeliruan
dalam pembacaan skala.
4. Kurangnya alat untuk mengukur takaran 2/3 dari cawan.

H. SARAN-SARAN
1. Bagi Mahasiswa
a. Diperlukan ketepatan dan ketelitian antara pembacaan stopwatch
dengan pembacaan skala alat penetrasi.
b. Diperlukan pembagian jobdesk secara jelas dan rinci sehingga yang
ditugasi untuk membaca termometer dan stopwatch akan paham
dan sebagai wujud antisipasi kesalahan saat praktikum.
c. Diperlukan konsentrasi dalam proses praktikum baik itu dari pihak
mahasiswa yang sedang praktik maupun mahasiswa lain yng tidak
sedang praktik agar praktikum bisa berjalan dengan baik sehingga

25
mampu mendapat data yang sebelumnya dimiliki dari hasil
praktkum tersebut.
d. Perlu mendokumentasikan setiap alat dan bahan yang dipakai
selama praktikum hingga proses praktikum, hal ini akan
memudahkan mahasiswa dalam menyusun laporan praktikum yaitu
dalam lampiran maupun dalam pendeskripsian alat dan gambar.
e. Mempersiapkan dan memahami jobsheet atau paduan praktikum
sebelum melaksanakan praktukum.

2. Bagi Laboratoruim Bahan


a. Penambahan alat dan bahan sehingga mahasiswa dapat
melakukan praktikum secara bersamaan sehingga waktu yang
ada dan dimanfaatkan dengan efektif dan efisien.
b. Diperlukan peralatan yang memadai (peralatan yang
berfungsi dengan baik dan masih berkualitas atau dapat
dikatakan dikatakan layak untuk digunakan) untuk
menunjang keberhasilan praktium.

26
I. DAFTAR PUSTAKA
- Badan Standarisasi Nasional. RSNI S-01-2003. Spesifikasi Aspal
Keras Berdasarkan Penetrasi. Jakarta.

- Badan Standarisasi Nasional. SNI 06-2456-1991. Metode Pengujian


Penetrasi Bahan-bahan Bitumen. Jakarta.

- Badan Standarisasi Nasional. SNI 2456-2011:3. Spesifikasi Standar


Cawan. Jakarta.

- Badan Standarisasi Nasional. SNI 2432-2011. Cara Uji Penetrasi.


Jakarta.

- Badan Standarisasi Nasional. SNI 19-6421-2000. Spesifikasi Standar


Termometer. Jakarta.

- Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Spesifikasi Umum. Kementrian


Pekerjaaan Umum: Jakarta.

- Sukirman S, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova: Bandung.

- Wignall, A., 2003. Proyek Jalan Teori dan Praktek. Erlangga: Jakarta.

27
J. LAMPIRAN

Gambar 24. Jarum Penetrasi


(Sumber : SNI 2456, 2011)

Gambar 25. Tahapan Mengatur Suhu Aspal 1


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

Gambar 26. Tahapan Mengukur Suhu Aspal 1


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

28
Gambar 27. Proses Pengujian Nilai Penetrasi
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

Gambar 28. Tahapan Perendaman Aspal Recycle 1


(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

29
Gambar 29. Hasil Pengukuran Penetrasi Aspal di Laboratorium
(Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019)

30
LEMBAR KONSULTASI PRAKTIKUM KONTRUKSI JALAN

PENGUJIAN PENETRASI ASPAL

Nama : Muhamad Bob Vandino


NIM : 16505244024
Kelas : 6C2
Dosen Pengampu : Maris Setyo Nugroho, M. Eng.

No. Hari/Tanggal Catatan Dosen TTD

Yogyakarta, Februari 2019


Dosen Pengampu,

Maris Setyo Nugroho, M. Eng

31

Anda mungkin juga menyukai