PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan dan
demikian hanya 15% dari seluruh trauma toraks yang memerlukan tindakan
bedah karena sebagian besar kasus (80–85%) dapat ditangani dengan tindakan
dua akibat trauma tumpul toraks. Kelainan yang sering dijumpai yaitu fraktur
iga yang hampir mencapai 50%. Selain itu penggunaan sabuk pengaman pada
kendaraan roda empat atau lebih juga sebagai penyebab terjadinya trauma
toraks berupa fraktur sternum. Fraktur iga baik tunggal maupun multipel juga
terjadi pada orang tua dengan insidens sekitar 12%. Insidens sesungguhnya
fraktur iga masih belum diketahui dan diperkirakan 50% fraktur iga tidak
Fraktur iga multipel dapat menyebabkan rasa nyeri, atelektasis dan gagal
napas. Diagnosis klinis fraktur iga didapatkan dari kelainan dada, pergerakan
fragmen, ekimosis dan juga pemeriksaan radiologi. Nyeri timbul pada saat
inspirasi dan pasien berusaha untuk mengurangi gerakan rongga dada yang
1
berkurangnya batuk dan napas dalam yang berakibat pada retensi sputum,
CE, Como JJ, 2007) maka penanganan kegawatan sangat diperlukan pada
kasus ini.
B. Rumusan Masalah
Multiple Costae ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2
h. Pengkajian Primary Survey dan Secondary Survey Fraktur Multiple
Costae
i. Diagnosa Keperawatan
j. Rencana Tindakan
k. Algoritma Penanganan
D. Sistematika Penulisan
Bab II : Berisi tinjauan teori yang terdiri dari definisi etiologi, web
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap oleh tulang, ( Linda Juall C, 2002 ). Fraktur Multiple
atau patahnya tulang iga lebih dari satu disebabkan oleh trauma atau tenaga
Multiple fraktur adalah patahnya tulang lebih dari satu garis fraktur
terjadi hilangnya kontinuitas jaringan tulang di daerah costae lebih dari satu
hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan 2 tulang lebih dari satu garis
Kasus Fraktur Multiple Costae ini jarang terjadi namun penyebab paling
Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh fraktur iga dan sternum
4
berkaitan erat dengan penyebab cedera, kegawatan pada insiden Fraktur
Bagaimanapun juga mengatasi nyeri pada pasien dengan trauma toraks tidak
1. Sesak napas
pada rongga dada lalu dapat terjadi penumothoraks dan hemothoraks yang
sesak napas.
sianosis.
kerusakan struktur dan jaringan pada rongga dada dan terjadi stimulasi
5
pada saraf sehingga menyebabkan terjadinya nyeri tekan pada dinding
dada.
multiple, yaitu adanya garis patahan lebih dari satu dan terjadi di beberapa
costae lainnya oleh dikarenakan fraktur costae multiple maka coste tidak
lagi terhubung dengan rongga dada. Akibat tidak lagi terhubung dengan
maka daerah yang terkena flail chest tersebut tidak bergerak dan
b. Fraktur simple
c. Fraktur multiple
6
2. Menurut jumlah fraktur pada tiap costa:
a. Fraktur segmental
b. Fraktur simple
c. Fraktur comminutif
4. Menurut posisi:
a. Anterior
b. Lateral
c. Posterior
7
Fraktur
E. WOC
Trauma :
Non Trauma :
1. Tajam (luka tusuk &
akibat adanya
luka tembak)
gerakan berlebihan
2. Tumpul (Lakalantas,
dan stress fraktur,
jatuh dari ketinggian,
seperti pada
jatuh di tempat yg keras/
gerakan olahraga
Perkelahian)
lempar martil, soft
ball, tennis, golf
Multiple Fraktur
8
Pelepasan mediator
Kimia Tekanan dalam Mk : Resiko Kehilangan
pleura infeksi Penurunan
cairan/Darah
aliran darah
meningkat (D.0142)
Nociceptor
Mk: Resiko Mk : perfusi
Udara tertahan di Syok perifer tidak
Medulla Spinalis
lapisan pleura (D0039) efektif (D.0009)
Korteks Serebri
Luas Permukaan Paru
Mk : Nyeri Akut Menurun
(D.0077)
9
F. Komplikasi
respirasi dapat terjadi karena trauma pada dinding thoraks dan lebih sering
2. Hipoksia
3. Atelektasis
(Gunning, 2003).
10
4. Pneumonia
pada patah tulang costae dan usia pasien. Insiden terjadinya pneumonia
pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan satu atau lebih
pada bagian bawah kiri berhubungan dengan trauma lien dan fraktur pada
bagian bawah kanan berhubungan trauma liver dengan fraktur pada costae
c. Pneumothoraks
rongga pleura akibat robeknya pleura viseral, dapat terjadi spontan atau
pula terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut dengan barotrauma
trakheobronkial (Neto,2015).
11
d. Hemothoraks
atau tembus pada thoraks. Sumber perdarahan umumnya berasal dari arteri
(Melendez,2015).
e. Kontusio Paru
yang sering terjadi dengan 10% - 17% dari semua pasien yang masuk
rumah sakit dengan angka kematian 10% - 25% (Martin et al, 2009).
12
G. Penatalaksanaan
operasi/ tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan
b. Bronchial toilet
c. Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas darah
13
PIC TOOLS
1. Skor total dapat berkisar dari 3 hingga 10, dimana 10 adalah skor tertinggi.
2. Nyeri dinilai pada skala 1-3 , mewakili skor nyeri yang dilaporkan pasien pada
skala 0-10 secara subjektif : 3 poin jika di kontrol (skala numerik 0-4), 2 poin
jika dikontrol secara moderat (skala numerik subjek 5-7), atau 1 poin jika berat
inspirasi maksimal. 3 jika ada atara tingka sasaran dan kewaspadaan. 2 jjika
kurang dari volume waspada, dan 1 jika tidak dapat melakukan spirometri
inspirasi.
4. Batuk dinilai secarasubjektif oleh perawat di samping tempat tidur dan diberi
tiga poin jika kuat, dua poin jika lemah, dan satu poin jika tidak ada.
14
5. Pasien yang menerima perawatan ICU menjalani penilaian skor PIC per jam,
dan pasien yang menerima perawatan akut menjalani penilaian setiap 4 jam.
6. Dokter yang bertanggung jawab dan terapis pernafasan diberitahu jika pasien
ada intervensi.
Primary Survey :
c. Buka jalan napas, jika dicurigai adanya fraktur cervical buka jalan napas
dengan teknik jaw trust dan jika tidak ada fraktur cervical buka jalan
napas dengan head til, chin lift atau head til dan chin lift.
2. Breathing
15
c. Kaji adanya tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, akral dingin, CRT >
2 detik)
4. Disability
a. Tingkat kesadaran
b. Respon pupil
c. Tanda-tanda lateralisasi
5. Eksposure
a. Buka pakaian pasien tetap pertahankan suhu tubuh pasien agar tidak
mengalami hipotermi.
6. Folley Catheter
pemasangan kateter.
7. Gastric Tube
Pemasangan OGT atau NGT jika ada indikasi dan tidak ada kontra indikasi.
8. Heart Monitor
16
Secondary Survey :
1. Rontgen standar
2. EKG
Nafas
I. Diagnosa Keperawatan
17
J. Rencana Tindakan
NOC :
Kriteria Hasil :
adekuat
b. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
NIC :
Airway Management
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
18
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Respiratory Monitoring
19
3. Perfusi perifer tidak efektif (D0009)
NOC :
a. Circulation status
Kriteria Hasil :
dari 15 mmHg)
3) memproses informasi
NIC :
panas/dingin/tajam/tumpul
20
c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau
laserasi
NOC :
a. Pain Level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil :
nyeri
21
NIC :
Pain Management
nyeri pasien
o. Tingkatkan istirahat
22
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Analgesic Administration
pemberian obat
teratur
kali
NOC :
b. Mobility Level
23
d. Transfer performance
Kriteria Hasil :
kemampuan berpindah
NIC :
saat latihan
dengan kebutuhan
terhadap cedera
kemampuan
24
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
NOC :
Kriteria Hasil :
perawatan alami
25
7. Resiko Syok (D0039)
NOC
a. Syok prevention
b. Syok management
Kriteria Hasil :
Hidrasi Indikator
c. TD dbn
d. Hematokrit dbn
NIC :
Syok prevention
a. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
26
c. Monitor suhu dan pernafasan
m. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
syok
Syok management
27
8. Resiko infeksi (D0142)
NOC :
a. Immune Status
c. Risk control
Kriteria Hasil :
NIC :
28
i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
d. Batasi pengunjung
drainase
l. Dorong istirahat
29
K. Algoritma Penanganan di IGD Rumah Sakit
PRIMARY SURVEY
Airway dengan Kontrol Breathing dan Ventilasi Circulation dengan Kontrol Disability Eksposure
Servikal Perdarahan
1. Penilaian patensi airway 1. Penilaian dengan membuka leher 1. Menilai tingkat 1. Periksa adanya DOTS
(inspeksi, auskultasi, dan dada penderita, dengan 1. Penilaian untuk mengetahui kesadaran memakai (Deformitas, Open
palpasi) tetap memperhatikan kontrol sumber perdarahan (eksternal dan AVPU/GCS Wounds, Tenderness,
2. Management dengan me- servikal in-line immobilisasi. internal) 2. Menilai pupil besarnya, Swelling)
lakukan chin lift dan/ atau 2. Tentukan laju dan dalamnya 2. Periksa nadi: kecepatan, isokor atau tidak, 2. Manajemen
jaw thrust dengan kontrol pernapasan. kualitas, keteraturan, pulsus refleks cahaya dan penanganan trauma.
servikal in-line 3. Inspeksi dan palpasi leher serta paradoksus. awasi tanda-tanda
immobilisasi. thoraks untuk mengenali 3. Tidak diketemukannya pulsasi lateralisasi. hipotermia
3. Bersihkan airway dari kemungkinan terdapat deviasi dari arteri besar merupakan dengan selimut hangat
benda asing maupun trakhea, ekspansi thoraks simetris pertanda diperlukannya resusitasi 3. Tempatkan pada ruangan
cairan. atau tidak, pemakaian otot-otot masif segera. yang cukup hangat.
tambahan dan tanda-tanda cedera 4. Periksa warna kulit, kenali tanda-
lainnya. tanda sianosis, tekanan darah.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan 5. Balut tekan pada sumber
redup atau hipersonor, diikuti perdarahan eksternal
auskultasi thoraks bilateral. 6. Pemasangan kateter IV 2 jalur
5. Pemberian oksigen dan analgesik ukuran besar sekaligus mengambil
untuk mengurangi nyeri sampel darah untuk pemeriksaan
6. Hindari fiksasi/pengikatan dada rutin
7. Pemberian cairan kristaloid 1-2
liter dengan tetesan cepat.
8. Transfusi darah jika
perdarahan masif dan tidak ada
respon terhadap pemberian
cairan awal.
9. Pemasangan kateter urin untuk
monitoring indeks perfusi jaringan.
1.
30
Gastric Tube Heart Monitor Folley Catheter
SECONDARY SURVEY
31
L. Protokol Manajemen Fraktur Costae
32
Tindakan Keperawatan
33
Tindakan Utama Berikan handout edukasi pada
ps. dan kluarga
Kelompok Waspada : Total PIC skor ≤ , atau skor 1 poin di setiap kategori PIC, walaupun sudah
diberikan intervensi
34
BAB III
TINJAUAN KASUS
B. Kasus
kecelakaan lalu lintas dibawa ke instalasi rawat darurat. Pasien tabrakan motor
trotoar. Pasien pingsan, tidak ada muntah, tidak ada kejang. Dan mengeluh
nyeri dada sebelah kanan dan nyeri perut. Pemeriksaan fisik didapatkan TD
resusitasi instalasi rawat darurat , jalan napas bebas sumbatan, terpasang collar
Perkusi dada redup di kedua sisi. Suara napas vesikular melemah di kedua sisi.
pupil bulat isokor, refleks cahaya baik, dan tidak terdapat lateralisasi. Pada
dada regio frontal kanan terdapat vulnus appertum dengan perdarahan 500 ml.
Jejas tampak pada aksila kanan, flank kanan, pedis kanan dan kiri.
hematotoraks kanan dan kiri, flail chest kanan dan kiri, kontusio paru, dan
fraktur iga multipel kanan dan kiri; pada pasien dilakukan pemberian O2
35
mL, transfusi whole blood (3 unit), morfin intravena 1 mg, foto toraks segera,
Pada foto toraks tampak fraktur iga multipel bilateral (fraktur kosta
klavikula kanan, kontusio paru kanan dan kiri, hematotoraks kanan dan kiri.
splenorenal dan perivesika. Pada sisi toraks tampak efusi pleura kanan.
Setelah dilakukan insersi chest tube, dari sisi kanan keluar udara dan cairan
600 mL; dan dari sisi kiri keluar udara dan cairan 200 mL.
dengan kecepatan > 60 km/jam, jatuh kekiri dan menghantam trotoar. Pasien
tidak memiliki riwayat minum obat–obatan dan alkohol. Pasien tampak lemah
terdengar ronki atau wheezing. Abdomen normal. Akral dingin, kering, dan
kanan dan kiri, syok hipovolemik kelas II, flail chest kanan dan kiri, kontusio
paru, fraktur iga multiple kanan dan kiri, dan cedera otak ringan. Selanjutnya
pada pasien direncanakan CT–scan kepala, konsul ortopedi, bedah saraf dan
36
37
Parameter Nilai
Hb 7,8 g/dL
Ht 21,6 l%
Lekosit 14.000/mm3
Trombosit 206.000/mm3
BUN 13 mg/dL
SGOT 77 IU/L
SGPT 42 IU/L
Na 134,5 mEq/L
Cl 103,5 mEq/L
K 3,46 mEq/L
Ca 0,73 mEq/L
pH 7,391
PCO2 35,2
PO2 274,4
HCO3 21,5
BE -3,6
SaO2 99%
38
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
dengan tata cara penanganan pasien trauma yaitu mulai dari tahapan primary
foto toraks menunjukkan adanya fraktur iga multipel, kontusio paru dan
chest tube kanan dan kiri dan pasca tindakan dirawat di ruang observasi
intensif/ICU.
hipovolemik kelas II, nyeri, hematotoraks kanan dan kiri, flail chest kanan dan
kiri, kontusio paru dan fraktur iga kanan dan kiri. Tindakan yang dilakukan
pada saat pertama kali pasien diterima di instalasi gawat darurat sudah cukup
cairan dan transfusi darah untuk mengatasi syok dan anemia, pemberian
dikurangi dan pemberian morfin untuk mengatasi rasa nyeri. Setelah tindakan
39
resusitasi dilakukan maka masuk tahapan secondary survey guna menentukan
pemeriksaan fisik dikerjakan. Pada pasien ini kedua pemeriksaan itu dilakukan
Analisis gas darah diperlukan untuk menetukan apakah pasien dengan trauma
toraks harus dilakukan intubasi atau tidak. Pertama kali pasien datang ke
paru pasien sudah mengalami gangguan akibat fraktur iga multipel dengan
Dahulu pasien dengan fraktur iga multipel rutin dilakukan intubasi dan
40
Hal ini karena pasien yang tidak disedasi dan tanpa ventilasi mekanik
Indikasi intubasi trakhea pada pasien dengan flail chest, yaitu : (1) syok berat,
(2) sistolik <70mmHg), (3) GCS <8, (4) pasien yang membutuhkan
paru berupa penurunan suara napas baik paru kanan maupun paru kiri,
pada pasien ini hanya terdapat fraktur iga biasa atau fraktur iga segmental.
Iga segmental baik di dada kanan maupun kiri. Hal ini dapat terjadi
Hasil pemeriksaan foto toraks pasien ini ditemukan pula ada fraktur iga
41
tidak terdiagnosis pada saat penilaian awal. Pemeriksaan foto toraks pada
pasien dengan fraktur iga dilakukan dalam 10 menit setelah pasien pertama
cepat dan akurasi hasil foto toraks diperlukan untuk menghindari hilangnya
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan foto toraks lateral sehingga
diagnosis hanya fraktur iga multiple saja dan kemungkinan terjadinya fraktur
iga segmental masih belum dapat disingkirkan. Foto toraks lateral mungkin
tidak dilakukan karena fraktur iga terjadi bilateral sehingga pasien tidak
Flail chest pada pasien ini tidak dapat disingkirkan karena pemeriksaan
fisik dan hasil foto toraks masih belum dapat menyingkirkan hal tersebut.
Foto toraks kurang memberikan hasil yang memuaskan karena fraktur iga
yang banyak dan posisi fraktur terletak di lateral dan posterior. Untuk
pemeriksaan CT–scan toraks yang dapat menentukan jumlah, jenis dan letak
fraktur iga. Flail chest terjadi akibat lepasnya hubungan antar - tulang pada
saat inspirasi dada akan bergerak ke arah dalam mengikuti tekanan negatif
42
dan pada saat ekspirasi bagian fraktur segmental akan terangkat. Pada tahap
awal kematian yang terjadi akibat flail chest kebanyakan disebabkan oleh
tindakan bedah. Pasien ini tidak dapat dilakukan pemasangan sling karena
trauma pada pasien ini sudah sesuai dengan prosedur penatalaksanaan trauma
abdomen dan ditemukan efusi pleura kanan. Pemeriksaan ini dilakukan pada
pasien dengan trauma dada untuk menilai apakah ada cedera di organ lain
darah ke dalam alveoli dan bronkus akibat cedera. Kontusio paru adalah
43
cedera parenkim paru yang menyebabkan edema dan perdarahan interstisial,
alveoli dan bronkus sehingga terjadi gangguan difusi berupa perubahan rasio
ventilasi dan perfusi, terjadi pergeseran shunt dari kanan ke kiri dan gangguan
ventilasi. Mortalitas pasien dengan kontusio paru berkisar 10–25% dan sering
fraktur iga multipel (lebih dari 3 tulang iga) yang disebabkan oleh trauma
tumpul yang kurang dari 24 jam setelah cedera dan terdapat gangguan batuk
akibat rasa nyeri atau kelainan paru, memberikan hasil yang lebih baik
dengan fraktur iga multipel dengan CPAP dan analgetik regional lebih baik
pemasangan chest tube kanan dan kiri. Tindakan ini sesuai dengan tata
laksana penanganan pasien trauma toraks dan harus dilakukan karena akan
ditemukan suara napas yang menurun dengan perkusi redup, hasil foto toraks
44
dan syok. Saat dilakukan pemasangan chest tube ke luar darah dalam jumlah
parenkim paru, pembuluh darah interkosta atau cedera pada jantung dan
pembuluh darah besar. Jika terjadi perdarahan yang berasal dari pembuluh
dilakukan.
oleh trauma tumpul baik ringan maupun sedang tanpa cedera yang bermakna
bukan merupakan hal yang utama. Hal ini karena sebagian pneumotoraks
besar udara yang ada akan diserap dengan sendiri. Pasien dengan traumatik
vital dan oxymetry. Pemeriksaan foto toraks ulang harus dilakukan setelah 6
jam dan chest tube harus dipasang jika peneumotoraks bertambah luas.
Bagaimanapun juga pemasangan chest tube harus segera dilakukan bila pada
positive pressure ventilation (IPPV) tidak memberikan hasil yang baik karena
yang bermakna dan tanpa ada gangguan respirasi, kebanyakan akan membaik
dihindarkan.
45
Selain pemasangan chest tube, mengatasi rasa nyeri yang terjadi akibat
fraktur iga merupakan hal yang penting pada pasien ini. Dengan mengatasi
rasa nyeri maka pola pernapasan pasien dapat diatur sehingga komplikasi
yang akan timbul seperti pneumonia, atelektasis dan gagal napas dapat
lemah dan bisa digunakan untuk mengatasi rasa nyeri derajat sedang hingga
berat
oleh robeknya pleura parietal oleh fragmen iga sehingga udara luar masuk
dari konservatif yaitu dengan pengawasan dan pemberian oksigen dan hindari
tulang iga yang patah. Sebenarnya pada pasien ini bisa juga dilakukan
46
perawatan konservatif, seperti intubasi dan ventilasi mekanik tetapi hal
sudah terjadi cedera toraks, kontusio paru dan gangguan respirasi. Waktu
yang tepat kapan seharusnya dilakukan fiksasi fraktur pada trauma dada
sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Fiksasi yang dilakukan pada saat
dan mortaliti tetap tinggi jika trauma dada disertai dengan trauma di organ
sistem pulmoner dan susunan saraf pusat. Fiksasi hanya dapat dilakukan jika
Fraktur iga yang terjadi pada pasien ini begitu banyak sehingga jika
interna, ahli bedah juga dapat membersihkan rongga pleura dari darah dan
bekuan darah sehingga tidak terjadinya empyema dan fibrosis pleura dapat
penyapihan lebih cepat pada pasien yang dilakukan pembedahan. Pasien ini
47
telah dilakukan clipping iga ke–5 dan ke–6 kiri dan iga ke–6 dan ke–7 kanan
dan selanjutnya dirawat di ICU. Pasien dirawat selama 5 hari di ICU dan
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap oleh tulang, ( Linda Juall C, 2002 ). Fraktur Multiple
atau patahnya tulang iga lebih dari satu disebabkan oleh trauma atau tenaga
C. Saran
49
2. Bagi Tenaga Kesehatan
3. Bagi Mahasiswa
50
DAFTAR PUSTAKA
http://medicastore.com/penyakit/148/Kolaps_Paru-
http://fordisfisio.forumotion.com/kardiorespirasi-f4/pneumothorax-kolaps-
Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-
Howell, N., Ranasinghe, A., & Graham, T. (2005). Management of rib and sternal
Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit
51