PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisa air termasuk ke dalam bagian kimia analisa kuantitatif karena
menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Prinsip analisa air yang
digunakan adalah prinsip titrasi dan metode yang digunakan adalah metode
indikator warna dan secara umum termasuk ke dalam analisa volumetrik. Air
merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi atau komponen lainnya.
Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air
kebanyakan berasal dari:
1. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
2. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta
sumber-sumber lainnya).
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Apabila
kandungan zat-zat kimia terlalu banyak jumlahnya didalam air, air tersebut dapat
menjadi sumber bencana yang dapat merugikan kelangsungan hidup semua
makhluk sekitarnya. Dengan adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik
maupun rumah tangga, kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat
dan pada akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa
air untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air
sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya
dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum (Agus, 2010).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Analisa air adalah untuk mengambil sampel
air dengan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa air termasuk ke dalam bagian kimia analisa kuantitatif karena
menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Prinsip analisa air yang
digunakan adalah prinsip titrasi dan metode yang digunakan adalah metode
indikator warna dan secara umum termasuk ke dalam analisa volumetrik. Air
merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi atau komponen lainnya.
Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air
kebanyakan berasal dari:
3. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
4. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta
sumber-sumber lainnya).
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Apabila
kandungan zat-zat kimia terlalu banyak jumlahnya didalam air, air tersebut dapat
menjadi sumber bencana yang dapat merugikan kelangsungan hidup semua
makhluk sekitarnya. Dengan adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik
maupun rumah tangga, kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat
dan pada akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa
air untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air
sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya
dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum (Agus, 2010).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
c. Petak jalur
Metode tanpa plot yaitu suatu metode berupa titik, dalam metode ini bentuk
percontohan atau sampel berupa titik karena tidak menggambarkan suatu luas area
tertentu. contohnya metode kuadrat, yaitu bentuk sampel dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi
sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk
analisa yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-
variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
d. Adanya vegetasi akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Umumnya peranan vegetasi pada suatu
ekosistem terkait dengan pengaturan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar
petak 2:1 merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain.
e. Petak jalur
Metode tanpa plot yaitu suatu metode berupa titik, dalam metode ini bentuk
percontohan atau sampel berupa titik karena tidak menggambarkan suatu luas area
tertentu. contohnya metode kuadrat, yaitu bentuk sampel dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi
sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk
analisa yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-
variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi.
Adanya vegetasi akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan
ekosistem dalam skala yang lebih luas. Umumnya peranan vegetasi pada suatu
ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen
dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air
tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area
memberikan dampak positif, namun pengaruh ini berbeda-beda tergantung dari
struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu (Arrijani, dkk, 2006).
Menurut Odum (1993), analisis vegetasi suatu lahan atau daerah penting
dilakukan. Tujuannya adalah suatu analisis secara objektif dari segi floristik
sebenarnya yang terdapat pada saat pengkajian. Prosedur pengkajian mengikuti dua
langkah yaitu:
1. Analisis lapang, yang meliputi seleksi plot-plot contoh atau kwadrat – kwadrat
enomerasi semua semua tumbuhan didalamnya. Kurva spesies area sangat luas
digunakan untuk menentukan ukuran yang sesuai dan jumlah dari petak-petak
contoh.
2. Sintesis data untuk menentukan derajat asosiasi dari populasi-populasi
tumbuhan , kurva frekuensi seringkali digunakan untuk menentukan
homogenitas atau heterogenitas dari suatu tegaknya vegetasi khusus.
Menurut Mc Noughton dan Wolf (1990), bentuk-bentuk pertumbuhan
(growth form) dapat dinyatakan berdasarkan batas ketinggiannya, misalnya untuk
komunitas hutan, terdapat 4 tingkatan:
1. Lapisan pohon (tree layer)
Tingkatan ini terdiri atas semua tumbuhan yang tingginya lebih dari 5 m. Pada
hutan-hutan tinggi, lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi 2, 3, atau bahkan 4
lapisan.
2. Lapisan semak (schrub layer)
Tingkatan ini terdiri atas tumbuhan dengan tinggi antara 0,5 m sampai 5 m.
Lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi S1 (tinggi 2-5 m) dan S2 (tinggi 0,3 atau
0,5 m sampai 2 m).
3. Lapisan herba (herb layer)
Pada tingkatan ini, tumbuhan yang ada adalah dengan tinggi kurang dari 0,3 atau
0,5 m atau kurang dari 1 m. Seperti tingkatan di atas, lapisan ini dibagi lagi
menjadi H1 atau lapisan herba tinggi (tinggi lebih dari 0,3 m), H2 (tinggi 0,1 –
0,3 m), dan lapisan herba rendah (tinggi kurang dari 0,1 m).
4. Lapisan lumut dan lichenes
Merupakan lapisan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan lumut.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
25
20
15 Jumlah
17
10
10
5
2
0
Herba Rumput Semak Seedling Perdu
Perdu 266
4.2 Pembahasan
Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 2, Hal 147-153.
Greig and Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific
Publications. Oxford
Krebs, J.C. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
Harper and Row Publisher. London.
Michael, P.E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Universitas Indonesia. Jakarta.
LAMPIRAN FOTO
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dilapangan, adapun kesimpulan
yang dapat diambil yaitu sebagai berikut.
1. Dalam pengambilan daun sampel tanaman harus dipertimbangkan umur
tanaman, baris dan lajur tanaman serta klasifikasi tanaman
2. Pada tanaman belum menghasilkan diambil pelepah daun ke 9 dan pada
tanaman menghasilkan di ambil pelepah daun ke 17
3. Sampel daun tanaman yang belum menghasilkan memiliki warna daun yang
berbeda dengan sampel daun tanaman menghasilkan.
5.2 Saran
Adapun saran dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebaiknya dilakukan
pada pagi sampai siang hari dan tidak dalam keadaan hujan serta hasil analisis di
lapangan sebaiknya dilanjutkan analisis di laboratorium agar kita dapat
memperoleh hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Arrijani, dkk. 2006. Analisis daun kelapa sawit. Biodiversitas. Volume 7, Nomor 2,
Hal 147-153.
Greig and Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific
Publications. Oxford
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 5. Pengamatan keasaman tanah lapisan I, lapisan II, dan lapisan III.
Nilai pH (dalam H2O, 1 : 2,5 )
Lapisan Tanah
pH Meter pH Indikator
Lapisan I 6,02 (agak masam) 5 (agak masam)
4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada lapisan satu
diukur dengan menggunakan pH meter hasil yang didapatkan adalah 6,02 dan
dengan menggunakan pH indikator hasil yang didapatkan adalah 5 dengan kriteria
agak masam. Pada lapisan dua dengan menggunakan pH meter hasil yang
didapatkan adalah 7 dan dengan menggunakan pH indikator hasil yang didapatkan
adalah 4 dengan kriteria agak masam. Pada lapisan tiga dengan menggunakan pH
meter hasil yang didapatkan adalah 5,68 dan dengan menggunakan pH indikator
hasil yang didapatkan adalah 5 dengan kriteria agak masam.
Jika diperhatikan pada tabel diatas nilai pH yang diukur mengunakan pH
meter pada lapisan kedua lebih banyak (netral) dibanding lapisan pertama (agak
masam), hal ini desebabkan oleh dua kemungkinan yaitu yang pertama adalah
terjadi kekeliruan dalam praktikum misalnya pada saat pengocokan roll film yang
seharusnya dilakukan selam 15 menit dan hanya dilakukan selama 2 menit.
Kemungkinan kedua adalah terjadinya pengendapan yang menyebabkan pH tanah
tercuci karena menurut Hanafiah (2014) Jika air berasal dari air hujan melewati
tanah, kation-kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan pH pada tanah
masih memungkinkan tumbuhan bisah tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hanafiah (2014) yang mengemukakan bahwa tanaman dapat tumbuh pada
kisaran pH 4,0 sampai 8,0.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan ditunjukkan bahwa pH pada
tanah yang diamati berbeda-beda menurut perbandingan tanah dan airnya, hal ini
sesuai dengan pendapat Pairunan (2007) yang menyatakan bahwa pemberian air
yang berbeda-beda pada suatu jenis tanah akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap nilai pH suatu tanah.Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemasaman tanah yaitu pencucian basa-basa, kejenuhan basa, sifat misel, dan
macam kation yang terserap. mineralisasi atau dekomposisi bahan organik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diperoleh data yaitu
pada lapisan satu diukur menggunakan pH meter dengan hasil 6,02 dan dengan
menggunakan pH indikator dengan hasil 5 dengan kriteria agak masam. Pada
lapisan dua dengan menggunakan pH meter dengan hasil 7 dan dengan
menggunakan pH indikator dengan hasil 4 dengan kriteria agak masam. Pada
lapisan tiga dengan menggunakan pH meter dengan hasil 5,68 dan dengan
menggunakan pH indikator dengan hasil 5 dengan kriteria agak masam.
5.2 Saran
Saat mengamati pH tanah dilaboratorium sebaiknya dilakukan dengan hati-
hati dan teliti agar tidak terjadi kekeliruan saat pengamatan seperti yang telah terjadi
pada saat pengamatan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bunting. 1981. Konservasi Tanah dan Air. CV. Pustaka buana: Bandung.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika. Pressindo : Jakarta
Pedoman Praktikum. 2008. Pedoman Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Fakultas Pertaian UPM : Probolinggo.
Foth , 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Erlangga Jakarta. Mohr. 1972. Tropical
Soils. Net Herlands. Geuze Dordrecht
Hanafiah, A.K. 1990. Dasar –Dasar Ilmu Tanah.Edisi 1–3 Jakarta Rajawalipress.
Hardjowigeno . S. 1987. Dasar –Dasar Ilmu Tanah, Akademik,Presindo
Jakarta.
Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia Tanah. Gaja Mada Universitas press
Yogyakarta, Indonesia.
Partana Fajar Crys, 2006. Seri IPA KIMIA 1 Kelas VII. Quadara : Jakarta
Rappang, 2011. Tanah Untuk Pertanian. http://bpp-rappang.blogspot.com diakses
pada tanggal 5 Juni 2015 pukul 20.30 WIB
LAMPIRAN FOTO
% Pasir = x 100 %
% Debu = x 100 %
% Liat = x 100 %
16. Memasukkan nilai yang didapat kedalam segitiga tekstur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, maka diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel I : Hasil Analisis Ukuran Partikel (Tekstur) tanahpada Lapisan I, II dan III
Persentase Fraksi (%) Kelas
Lapisan
Pasir Debu Liat Tekstur
Lapisan I 47,12 % 20,46% 32,42% Lempung liat
berpasir
Lapisan II 55,15% 14,43% 30,42% Liat
Buckman, H.O. dan N.C. Brandy, 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Brata Karya Aksara,.
Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa,.
Hakim, Nurjati. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas
Lampung.
Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.
Poerwowidodo. 1991. Ganesha Tanah. Jakarta : Rajawali Pers.
LAMPIRAN FOTO
Gambar 1. Segitiga tekstur tanah
Gambar 1. Cara pengambilan Sampel Tanah Utuh yang berasal dari daerah sidera
dengan Menggunakan Ring Sampel.
Gambar 2. Cara Pengambilan Sampel Tanah Terganggu yang Berasal dari Daerah
Sidera Di Ambil dengan Secara Acak.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengambilan sampel tanah utuh
Pengambilan sampel tanah utuh di laksanakan di Desa Maku, Kecamatan
Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah. Vegetasi tanah pada desa
Maku termasuk dalam vegetasi yang baik, karena bayaknya jenis tanaman yang
hidup di areal tersebut, baik itu dari tanaman budi daya maupun tubuhan yang hidup
secara liar. Cara pengambilan sampel tanah utuh yaitu pertama-pertama bersihkan
permukaan tanah dari rerumputan, kemudian tancapkan ring sampel lalu tekan atau
di pukul-pukul secara perlahan-lahan, setelah itu apabila tanah sudah mulai muncul
di permukaan bibir ring sampel maka galilah tanah di sekitaraan ring sampel, lalu
potong bagian bawahnya dan ratakan kedua permukaanya dengan menggunakan
pisau, dan tutup kedua permukaannya dengan plastik.
Contoh tanah agregat utuh (bongkah) dilakukan perlakuan metode standar
dengan mencangkul hingga kedalaman 0-20 cm. Tanah yang diambil harus berupa
bongkahan alami yang tidak mudah pecah dan tidak terintervensi oleh benda lain
atau tercangkul.
Pertajukan tanaman utama yang tumbuh pada suatu areal tertentu, jika
berlapis dengan tanaman penutup lahan dan serasah akan memberikan ketahanan
berganda terhadap pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah, selain
berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan kepermukaan tanah, vegetasi
penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang meningkatkan
resistensi terhadap erosi yang terjadi, untuk pencegahan erosi paling sedikit 70 %
lahan harus tertutup oleh vegetasi (Deptan 2006).
Pengambilan contoh tanah merupakan tahap awal dan terpenting dalam
program uji tanah di laboratorium. Pengambilan contoh tanah ini bertujuan untuk
mengetahui sifat-sifat tanah pada suatu titik pengamatan. Prinsipnya adalah hasil
analisis sifat fisik tanah dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik
tanah di lapangan (Kartasapoetra, 2008).
4.2.2 Pengembalian Contoh Tanah Tidak Utuh
Pengambilan contoh tanah tidak utuh kami laksanakan di Desa Maku,
Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah, yang mana
vegetasi tanahnya termasuk dalam vegetasi tanah yang baik.
Pada umumnya tanah tidaklah homogen. Hal ini berarti bahwa setiap
jengkal tanah terutama sifat-sifat kimianya pada suatu tempat yang sama mungkin
berbeda-beda. Oleh karena itu, pengambilan suatu sampel tanah yang betul-betul
mewakili keadaan daerah tertentu penting sekali. Pengambilan sampel tanah dapat
dilakukan pada tanah terganggu (disturbed soil) dan tanah utuh (undisturbed soil
sample). Pengambilan sampel tanah biasa atau tanah terganggu dilakukan diatas
permukaan tanah atau di horizon/lapisan lainnya, tempat pengambilan harus
berdekatan atau sama dengan lokasi pengambilan contoh tanah utuh dan
pelaksanaannya mudah sekali. Sampel tanah ini biasanya dipergunakan untuk
kepentingan analisa kimia dan kestabilan agregat (agregat stability) dan untuk
keperluan membuat contoh tanah utuh secara simulasi atau cara tiruan (buatan)
dimana bobot isinya disesuaikan dengan keadaan alami tanah utuh di lapangan
(Khamandayu, 2009).
Cara pengambilan sampel tanah tidak utuh yaitu, pertama-tama bersihkan
permukaan tanah dari rerumputan, kemudian cangkul tanah tersebut dan hancurkan
tanah-tanah yang masih berbentuk agregat utuh, setelah itu maka masukkan tanah
tersebut ke dalam kantung plastik dan plastik tersebut di beri lebel (Kartasapoetra,
2008).
Fraksinasi adalah penganalisisan sifat-sifat fisika tanah dengan cara
memisahkan butir-butir primer tersebut. Untuk mencari dan atau mengetahui sifat
fisik tanah, kita dapat menggunakan pengambilan contoh tanah dengan
pengambilan tanah tidak utuh ( Pairunan, 2007).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada praktikum pengambilan sampel
tanah utuh dan pengambilan sampel tanah tidak utuh dapat ditarik kesimpulan
dengan sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel tanah utuh kami lakukan di desa maku kecamatan
biromaru, kabupaten sigi, provinsi sulawesi tengah, yang mana di daerah maku
termasuk daerah yang subur untuk lahan pertanian. Kemudian pada
pengambilan sampel tanah tidak utuh kami lakukan pada daerah yang sama
yaitu di desa maku, yang mana pengambilan sampel tanah utuh kami lakukan
dengan cara yang teratur sedangkan pada pengambilan sampel tanah tidak utuh
kami lakukan secara acak.
2. Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan yang
berinteraksi dengan cairan, dan udara. Komponen pembentuk tanah yang
berupa padatan, cair, dan udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan,
selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang
dipengaruhi oleh suhu udara, angin, dan sinar matahari. Untuk bidang pertanian,
tanah merupakan media tumbuh tanaman. Pengambilan contoh tanah
merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah. Prinsip pengambilan
contoh tanah adalah bahwa hasil analisis sifat fisik dan kimia di laboratorium
harus dapat menggambarkan keadaan sifat fisik dan dan kimia di lapangan.
3. Analalisi contoh tanah yang diambil diperlukan untuk mengukur kadar hara,
menetapakan status hara, mengukur kandungan kandungan kadar air tanah,
dapat digunakan sebagai petunjuk penggunaan pupuk dan kapur secara efisien,
rasional dan menguntungkan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman.
5.2 Saran
Pelaksanaan praktikum kedepannya nanti agar lebih baik dari yang sekarang
ini jika di tinjau dari segi cara pembimbingannya dan sebaiknya sebelum praktikum
dimulai, perlengkapan untuk laboratorium yang akan digunakan sudah tersedia
serta keadaan laboratorium sudah siap pakai.
DAFTAR PUSTAKA
Bandi Hermawan. 2012. Penetapan Kadar Air Tanah Melalui Sifat Dielektrik pada
Berbagai Tingkat Kepadatan. Volume 6. Halaman 71. Di akses dari
http://repository.unib.ac.id/201/1/66JIPI-2012.PDF. Tanggal 15 November
2015 pukul 10.30 Wita
Bandi Hermawan. 2012. Monitoring Kadar Air Tanah Melaluli Pengukuran Sifat
Dielektrik pada Lahan Jagung. Volume 7. Halaman 18. Di akses
darihttp://repository.unib.ac.id/132/1/15JIPI-2012.PDF. Tanggal 15
November 2015 pukul 10.30 Wita
LAMPIRAN FOTO
Gambar 1. Cara pengambilan Sampel Tanah Utuh yang berasal dari daerah sidera
dengan Menggunakan Ring Sampel.
Q = V.t ………………………….(pers. 1)
V = volume (m2)
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Data debit atau aliran
sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air.
Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.
Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi
(pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim
kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran
potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai
(Subekti, 2009).
Pengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun
pengamatan atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti bendung dan
peluap. Pada pembuatan stasiun pengamatan debit, paramater yang diukur adalah
tampang lintang sungai, elevasi muka air, dan kecepatan aliran Selanjutnya, debit
aliran dihitung dengan mengalikan luas tampang dan kecepatan aliran. Untuk
mendapatkan hasil yang teliti, lebar sungai dibagi menjadi sejumlah pias dan diukur
kecepatan aliran (Triatmodjo, 2010).
Debit aliran sungai diberi notasi Q adalah jumlah air yang mengalir melalui
tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam
m3/s. Debit sungai, dengan distribusinya dengan ruang dan waktu, merupakan
informasi penting yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan
pemanfaatan sumber daya air. Mengingat bahwa debit aliran sangat bervariasi dari
waktu ke waktu maka diperoleh data pengamatan debit dalam waktu yang panjang.
Debit aliran (Q) diperoleh dengan mengalikan luas tampang aliran (A) dengan
percepatan aliran (v). Kedua parameter tersebut dapat diukur pada suatu tampang
lintang (stasiun) di sungai. Luas tampang aliran diperoleh dengan mengukur elevasi
permukaan air dan dasar sungai. Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan alat
ukur kecepatan current meter (Subekti, 2009).
Menurut Nababan (2012), faktor yang memengaruhi distribusi aliran langsung dan
limpasan permukaan adalah sebagai berikut:
1. Intensitas curah hujan, yang merupakan faktor paling penting yang berpengaruh
terhadap aliran langsung. Curah hujan besar akan melebihi kapasistas infiltrasi
permukaan tanah sehingga menghasilkan aliran permukaan yang besar, sedang
curah hujan dengan intensitas lebih kecil akan lebih banyak diserap ke dalam
tanah.
2. Lama hujan, bila lama hujan adalah sama atau lebih besar dari waktu perjalanan
rata-rata maka potensi kelbihan hujan adalah maksimum sedangkan apabila
lama hujan lebih kecil dari waktu perjalanan rata-rata maka potensial kelebihan
hujan adalah lebih kecil dari maksimum. Maksimum karena seluruh daerah
tangkapan curah hujan akan memberikan kontribusi kepada aliran permukaan
sebelum curah hujan berkurang.
3. Distribusi curah hujan, dengan volume curah hujan tertentu secara seragam
terdistribusi di seluruh DAS akan memunyai intensitas yang lebih rendah dan
kurang menghasilkan aliran permukaan daripada dengan volume curah hujan
yang sama jatuh di daerah yang kecil pada suatu lokasi tertentu dari DAS.
2.2.1 Profil Melintang Sungai
Pengukuran dilakukan perlahan untuk mendapatkan profil melintang sungai
yang dibutuhkan. Pengukuran penampang profil melintang sungai bertujuan untuk
mendapatkan luas area pada penampang sungai. Pengukuran ini dilakukan karena
sangat dibutuhkan pada pengolahan data dan termasuk salah satu parameter yang
dibutuhkan (Samitra, 2013).
Pengukuran profil sungai bertujuan agar luas penampang sungai dapat
diketahui. Luas penampang sungai (A) merupakan penjumlahan seluruh bagian
penampang sungai yang diperoleh dari hasil perkalian antara interval jarak
horisontal dengan kedalaman air. Kecepatan aliran sungai pada satu penampang
saluran tidak sama. Kecepatan aliran sungai ditentukan oleh bentuk aliran, geometri
saluran dan faktor-faktor lainnya. Kecepatan aliran sungai diperoleh dari rata-rata
kecepatan aliran pada tiap bagian penampang sungai tersebut. semakin dalam
sungai, maka semakin besar kecepatan alirannya (Rahayu, et al., 2009).
Distribusi kecepatan aliran di dalam alur tidak sama arah horisontal maupun
arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan aliran pada tepi alur tidak sama dengan
tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air tidak sama dengan kecepatan
pada dasar alur (Hidayat, 2010).
Kecepatan aliran dapat diukur dengan beberapa metode salah satunya adalah
metode current-meter. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran
(kecepatan arus). Prinsip pengukuran kecepatan dengan current meter yaitu luas
penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar
permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan mistar pengukur, kabel atau tali
(Hidayat, 2010).
v = n.a + b ……………………(Pers. 2)
Keterangan:
Q = Debit Aliran (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
v = Kecepatan Aliran (m/s)
b. Metode Manning
Mencari kecepatan aliran terlebih dalu setelahnya menghitung debit
v = 1/n r2/3 S1/2
Q = A.v
Keterangan:
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7