Anda di halaman 1dari 3

Menganalisis perbedaan antara klasifikasi burung berdasarkan morfologi dengan klasifikasi

berdasarkan DNA barcode ?

KLASIFIKASI BERDASARKAN MORFOLOGI

Tiap jenis burung dideskripsikan berdasarkan ciri-ciri morfologi eksternal yang relatif mudah
diamati. Ciri-ciri tersebut antara lain panjang total tubuh burung yang di ukur dari paru sampai
ekor untuk menentukan besar atau kecilnya tubuh burung. Warna burung pada bagian-bagian
tubuh utama seperti kepala, sayap, ekor, tubuh bagian depan dan belakang. Selain warna bulu,
warna bagian tubuh lain seperti kaki dan mata juga sering kali dapat menjadi ciri pembeda
jenis.Klasifikasi berdasarkan morfologi dilihat dari banyak aspek. Misalkan klasifikasi dilihat
dari bentuk paruh :

1. Kelompok burung pemakan nektar (nektarivor) yaitu burung yang memiliki tubuh
berukuran relatif kecil, tetapi paruhnya melengkung panjang, serta lidah yang panjang
pula.
Contohnya: burung madu kelapa (Anthreptes malacensis).
2. Kelompok burung pemakan biji-bijian (seedivora) yaitu tubuh berukuran relatif kecil,
ekor pendek, dan berparuh tebal pendek yang berguna untuk memakan biji-bijian.
Contohnya: burung pipit (Lonchura leucogastroides).
3. Kelompok burung pemangsa (predator) adalah berukuran tubuh relatif agak besar, paruh
berkait dengan taji atau cakar yang tajam dan kokoh atau kuat, berfungsi untuk
mematikan dan mencabikcabik mangsanya.
Contohnya: burung elang jawa (Spizaetus bartelsi).
4. Kelompok Burung Pemakan Serangga yaitu kelompok burung pemakan serangga
(insectivora) cukup beragam. Tubuhnya relatif kecil hingga berukuran agak besar.
Beberapa contoh di antaranya burung ocehan yang memiliki suara bagus dan
spesifikasinya berkumis. Hal ini berfungsi sebagai salah satu alat untuk mematikan
mangsanya yang sebagian besar adalah serangga.
Contohnya : burung poksai jambul (Garrulax leucolophus) dan kelompok srigunting
anggota dari suku Dicruridae.
5. Kelompok burung pemakan ikan (fishivor) yaitu tubuh yang berukuran sedang, ekor
pendek, kepala besar, dan paruh yang panjang serta kuat.
Contohnya: burung pekaka emas (Pelargopsis capensis).

KLASIFIKASI BERDASARKAN DNA BARCODE

Kajian molekuler DNA Barcode dapat memberi banyak informasi diantaranya mengenai
penataan genetik populasi, hubungan kekerabatan dan penyebab hilangnya keanekaragaman
genetik pada satu spesies. Hebert dkk., (2007) mengusulkan DNA Barcode sekuen pendek yang
tepat, cepat dan akurat sebagai sekuen identifikasi spesies. DNA dapat diambil dari DNA
mitokondria yang dimiliki oleh semua spesies. Maka dari itu, Hijababei (2007) lebih
menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat untuk penelitian
taksonomi dan keanekaragaman hayati. DNA Barcode diperoleh dari gen CO1 yang ada pada
semua makhluk hidup termasuk burung. Burung atau Aves merupakan salah satu kelas dari
sistem klasifikasi yang telah banyak diteliti serta menghasilkan wawasan yang kuat mengenai
evolusi, spesiasi, dan biologi populasi. Batas perbedaan spesies burung lebih mudah dan telah
diteliti daripada pada kelompok hewan besar lainnya. Kemudahan dari spesifikasi burung
membuat mereka menjadi kelompok kelas dalam klasifikasi yang cocok untuk mengeksplorasi
ketepatan dan kemampuan DNA Barcode (Stoeckle, 2005).

KESIMPULAN

Mengidentifikasi suatu keragaman hanya dengan melihat cirri morfolginya saja untuk
saat ini cukup sulit karena banyaknya jenis burung di Indonesia dari berbagai Provinsi bahkan
Pulau, Hal ini kadang juga menimbulkan masalah yang cukup membuat para orang awam
yang bingung untuk membedakan ciri suatu burung. Kadang jika dilihat dengan kasat mata
terlihat serupa tapi nyatanya ada yang membedakan dari segi lainnya. Permasalahan tersebut
dapat berakibat pada kesamaan nama pada dua spesies yang berbeda, yang dapat
dimungkinkan karena kesamaan morfologi. Selain itu dapat juga berakibat pada perbedaan
nama pada satu spesies yang memiliki tingkat kehidupan yang sulit untuk diidentifikasi secara
kasat mata. Dengan adanya DNA barcoding ini kita akan tau lebih mengenai data jumlah
spesies burung yang ada di Indonesia juga keragaman dan kekerabatan beberapa spesies
burung tersebut. Selain itu DNA barcoding juga dapat mengidentifikasi spesies secara cepat, dan
memberikan detail informasi tentang spesies-spesies yang ada, selain itu dapat mempercepat
penamaan jutaan spesies yang belum teridentifikasi. DNA barcoding juga memberikan keuntungan
dari standardisasi metode dan bank identifikasi spesies melalui urutan sekuens DNA yang
dimilikinya.

Misalkan peneliti yang menggunakan DNA barcode yakni: Genetik Elang telah diteliti
oleh beberapa penelitian diantaranya Retnaningtyas dkk, (2014), Hermadhiyanti (2014), Lerner
dan Mindell (2005) serta Ong dkk. (2011). Retnaningtyas dkk. (2014) meneliti filogenetik Elang
Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster). Penelitian ini terfokus pada identifikasi Hilaeetus
leucogaster berupa analisis morfometrik dan DNA Barcode CO1. Analisis filogenetik oleh
Retnaningtyas ini menggunakan program DNA Baser untuk mendapatkan sekuen konsensus
forward dan reverse. Hasil konsensus dilanjutkan dengan analisis software ClustalX untuk
membuat multiple alignment antara gen CO1 dari BoLDSystem yaitu Haliaeetus leucocephalus,
Haliaeetus pelagicus, Haliaeetus albicilla dan kelompok outgroup Cathartes aura. Rekonstruksi
filogenetik menggunakan metode Maximum Likelihood menunjukkan bahwa Haliaeetus
leucogaster dalam penelitian ini berkaitan erat dengan Haliaeetus albicilla, Haliaeetus
leucocephalus dan Haliaeetus pelagicus.

Anda mungkin juga menyukai