Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH FISIOLOGI TUMBUHAN

DIFUSI DAN OSMOSIS


Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel Pada Epidermis
Umbi Bawang Merah (Allium cepa)

Disusun oleh :
Afifah Al Faizah
17030204093
Pendidikan Biologi 2017U

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel
epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis?
2. Bagaimana konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari
jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis?
3. Bagaimana nilai tekanan osmosis sel cairan sel dengan metode
plasmolisis?

B. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase
sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis
2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50%
dari jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis
3. Menghitung tekanan osmosis sel cairan sel dengan metode plasmolisis

C. Hipotesis
Ha : Adanya pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase
sel yang terplasmolisis
Ho : Tidak terdapat pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap
prosentase sel yang terplasmolisis

22,4 . M . T
TO =
273
Dengan :
TO = Tekanan osmosis
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + to C)

D. Kajian Pustaka
Plasma sel (sitoplasma) dibungkus oleh selaput tipis yang disebut
membran plasma. Selaput ini merupakan membran dwi lapis yang mampu
mengatur secara selektif aliran cairam dari lingkungan suatu sel kedalam
sel dan sebaliknya.
Pada dasarnya pengangkutan melaluimembran seldpat terjadi
secara pasif maupun secara aktif. Pengangkutan secara pasif terjadi jika
mengikuti arah gradien konsentrasi, artinya dari larutan yang memiliki
konsentrasi tinggi meuju larutan yang memiliki konsentrasi rendah.
Proses ini terjadi tanpa memerlukan energi hasil metabolisme. Sedangkan
pada proses pengangkutan secara aktif memerlukan energi hasil
metabolisme seperti ATP karena terjadi melawan gradien konsentrasi.
1. Sel Tumbuhan
Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil dalam tumbuhan
(Puspitawati, 2003). Pada sel tumbuhan terdapat membran plasma di
sebelah dalam dinding sel dan membungkus protoplas, serta berfungsi
sebagai lapisan pelindung (Salisbury dan Ross, 1995). Komponen
protoplasmik dapat dibedakan atas sitoplasma dan nukleus. Dalam arti
luas, istilah sitoplasma dipakai sebagai zat protoplasma yang
mengelilingi inti dan organel lain. Lapisan luar sitoplasma disebut
dengan membran plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat
tipis. Membran plasma melingkupi bahan hidup dalam sel yang
mengendalikan pertambahan serta pengurangan bahan-bahan dalam
protoplasma. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening,
transparan, lebih kental dari air, kemampuannya membias cahaya tidak
terlalu berbeda, sehingga tak terlihat nyata. Di dalam sel tumbuhan,
terdapat struktur seperti gelembung yang disebut vakuola.
Vakuola mengandung cairan sel yang berupa air dan zat-zat yang
terlarut di dalamnya. Cairan sel yang ada di dalam vakuola terdiri dari
98% air, protein, gula, asam organik, dan senyawa lain yang semuanya
terlarut (koloid). Fungsi vakuola untuk mengatur tekanan hidrostatis sel
dan menyimpan cadangan makanan dan benda-benda ergastik. Warna
jingga pada bagian abaksil Umbi bawang merah Allium cepa disebabkan
oleh adanya pigmen sel antosianin yang terlarut dalam cairan vakuola.
Pigmen-pigmen antosianin ini merupakan senyawa kompleks yang terdiri
atas pigmen dan gula. Pigmen-pigmen vakuola larut dalam air dan akan
berdifusi ke luar sel jika membran sel rusak karena pemanasan atau cara-
cara lain.
2. Sistem Pengangkutan Zat Melalui Membran
Pada dasarnya pengangkutan zat melalui membran sel dapat
terjadi secara aktif maupun secara pasif. Pengangkutan zat secara aktif
terjadi apabila pengangkutan membutuhkan energi hasil metabolisme
berupa ATP (Adenosin Tri Phospat) karena arah transportnya melawan
gradien konsentrasi. Sedangkan pengangkutan secara pasif terjadi
apabila arah transportnya searah sehingga tidak memerlukan energi
untuk melawan gradient konsentrasi. Pada proses transpor secara pasif,
tidak memerlukan energi hasil metabolisme seperti pengangkutan secara
aktif. Adapun contoh dari pengangkutan secara pasif yaitu:
Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia
lebih tinggi ke tempat dengan potensial kimia lebih rendah karena energi
kinetiknya sendiri sampai terjadi keseimbangan dinamis (Indradewa,
2009). Terdapat 3 mekanisme difusi melalui membran, yaitu difusi
sederhana, difusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein
transmembran, dan difusi difasilitasi. Difusi sederhana terjadi karena
molekul-molekul berpindah (bergerak melalui membrane) yang bersifat
larut dalam lemak atau lipid sehingga dapat menembus lipid bilayer pada
membran secara langsung. Membran sel permeabel terhadap molekul
larut di dalam lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K serta
bahan organik yang larut dalam lemak, Membran sel juga sangat
permeabel terhadap molekul anorganik contohnya O, CO2, HO, dan H2O.
Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut dalam ion-ion tertentu,
dapat menembus membran melalui saluran yang terbentuk dari protein
transmembran berupa pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan
molekul dengan diameter yang lebih kecil dari diameter pori tersebut
dapat melaluinya. Molekul – molekul yang berukuran besar seperti asam
amino, glukosa, dan beberapa garam – garam mineral, tidak dapat secara
langsung menembus membrane, tetapi memebutuhkan protein pembawa
sehingga dapat menembus membran. Proses masuknya molekul besar
yang melibatkan transporter yang dinamakan dengan difusi difasilitasi
(Kimball,1999). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tejadinya
difusi yaitu suhu, konsentrasi zat, tekanan, kecepatan gerak kinetik,
partikel adsorptif dan permeabilitas membrane (Suyitno, 2014).
Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat
secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan
konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih
encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya
pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan
dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor.
Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini
bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut
itu sendiri (Agrica, 2009). Osmosis merupakan gerakan air melintasi
membrane yang permeabilitasnya berbeda disebabkan karena perbedaan
konsentrasi (Fida, 2007). Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia
air yang merupakan suatu konsep mendasar dalam fisiologi tumbuhan.
Potensial kimia air menggambarkan kemampuan air dalam melakukan
proses difusi. Potensial kimia zat terlarut sebanding dengan potensial
kimia pelarutnya. Sehingga, zat terlarut berdifusi dari daerah yang
memiliki gradient konsentrasi tinggi ke gradient yang konsentrasinya
rendah (Sasmitradihardja dan Siregar, 1996)
3. Plasmolisis
Plasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di dalam larutan
yang bersifat hipertonik daripada konsentrasi isi sel, maka akan terjadi
proses yang disebut eksosmosis, yaitu keluarnya air dari isi sel ke sebelah
luar membran dan volume isi sel berkurang. Karena dinding sel memiliki
sifat permeabel, maka ruang antara membran plasma dan dinding sel
akan diisi oleh larutan dari luar. Bila sel yang mengalami plasmolisis ini
diletakkan dalam larutan hipotonik (larutan yang memiliki konsentrasi
lebih rendah daripada cairan sel) akan berlangsung proses endosmosis,
sel akan kembali ke keadaan semula (deplasmolisis). Dalam proses
plasmolisis, terdapat dua tahap penting yaitu:
a. Plasmolisis Insipien
Pada tahap ini penyusutan atau pengerutan cairan sel dari dinding sel
dapat dideteksi dengan mudah oleh mata pengamat.
b. Plasmolisis Eviden
Pada tahap ini, sel telah mencapai batas kontraksinya, sehingga
sitoplasma terlepas dari dinding sel dan mencapai bentuk spherik.

Gambar 1. (dari ke kiri ke kanan): sel normal, sel yang mengalami


plasmolisis insipien, dan plasmolisis eviden.
Dalam eksperimen ini, metode plasmolisis dapat digunakan untuk
menentukan nilai tekanan osmotik cairan sel, yaitu dengan
mengidentifikasi terjadinya plasmolisis insipien (mengakibatkan 50% sel
terplasmolisis).

E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa
2. Variabel kontrol : Suhu ruangan, volume larutan sukrosa, jumlah dan
orientasi sayatan sel epidermis umbi bawang merah
Allium cepa , lama waktu perendaman (t),
perbesaran mikroskop
3. Variabel respon : Jumlah / prosentase sel yang terplasmolisis,
tekanan osmosis
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Manipulasi
Variabel manipulasi pada percobaan ini yaitu konsentrasi larutan
sukrosa (0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M ;
0,14 M). Masing-masing konsentrasi larutan sukrosa tersebut dituang
dalam cup yang berbeda-beda dan diberi label.
2. Variabel Kontrol
Variabel yang dibuat sama pada percobaan ini yaitu volume
larutan yang digunakan sebanyak 5 mL, lamanya perendaman sayatan
umbi bawang merah Allium cepa yaitu selama 30 menit, serta jumlah
sayatan daun umbi bawang merah Allium cepa yang diamati adalah tiga
sayatan melintang di tiap konsentrasi larutan. Pengamatan dilakukan
menggunakan perbesaran mikroskop 10x10 dengan suhu ruangan 300 C.
3. Variabel Respon
Variabel respon dari percobaan ini yaitu jumlah atau prosentase
sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis.
Setelah sayatan direndam dalam larutan sukrosa dengan konsentrasi yang
berbeda-beda, maka akan diketahui jumlah/ prosentasi sel yang
mengalami plasmolisis serta tekanan osmosis dari perhitungan yang
didapat.

G. Alat dan Bahan


1. Umbi bawang merah Allium cepa yang jaringan epidermisnya
mengandung cairan sel yang berwarna.
2. Larutan sukrosa dengan molaritas 0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ;
0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M dan 0,14 M.
3. Mikroskop
4. Cup 8 buah
5. Kaca benda dan kaca penutup
6. Pisau silet
7. Gelas beaker & gelas ukur
8. Pipet
H. Rancangan Percobaan
1. Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,28 M; 0,26 M; 0,24 M;
0,22 M; 0,20 M; 0,18 M; 0,16 M dan 0,14 M.
2. Menyiapkan 8 buah cup, masing-masing diisi dengan 5 ml larutan
sukrosa yang telah disediakan dan diberi label pada masing-masing cup
plastik berdasarkan konsentrasi larutan.
3. Mengambil umbi bawang merah Allium cepa, kemudian menyayat
lapisan epidermis yang berwarna dengan pisau silet. Diusahakan hanya
menyayat selapis sel.
4. Merendam sayatan-sayatan epidermis tersebut pada cup yang sudah
berisi larutan sukrosa dengan konsentrasi tertentu. Setiap konsentrasi
diisi dengan jumlah sayatan yang sama yaitu sejumlah 3 sayatan.
Mencatat waktu mulai perendamannya.
5. Mengamati. Setelah 30 menit, sayatan diambil dan diperiksa dengan
menggunakan mikroskop.
6. Menghitung jumlah seluruh sel pada satu lapang pandang, jumlah sel
yang terplasmolisis dan prosentase jumlah sel terplasmolisis terhadap
jumlah sel seluruhnya.
7. Membuat tabel berdasarkan hasil pengamatan yang terdiri dari
konsentrasi larutan sukrosa, jumlah seluruh sel, jumlah sel yang
terplasmolisis dan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis terhadap
jumlah sel seluruhnya.
8. Membuat grafik berdasarkan data hasil pengamatan.
I. Langkah Kerja

Sayatan sel epidermis


umbi bawang merah
Allium cepa

Direndam 30 menit

Diletakkan pada object glass,


ditutup dengan cover glass
lalu diamati
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Jumlah Sel umbi bawang merah Allium cepa
yang Terplasmolisis pada Larutan Sukrosa dengan Konsentrasi Tertentu
Konsentrasi
∑ Sel ∑ Sel % Sel
No. Larutan
Seluruhnya Terplasmolisis Terplasmolisis
Sukrosa
118 29
38
184 42 x100%
1. 0,14 M 129
120 38
= 28%
𝑥 = 129 𝑥 = 36,33
246 68
62,33
204 49 x100%
2. 0,16 M 243
279 70
= 25,65%
𝑥 = 243 𝑥 = 62,33
137 39
46,33
142 40 x100%
3. 0,18 150
170 60
= 30,95%
𝑥 = 150 𝑥 = 46,33
122 39
54
217 63 x100%
4. 0,20 M 184,33
214 60
= 29,29%
𝑥 = 184,33 𝑥 = 54
186 43
57,33
358 32 x100%
5. 0,22 M 235
161 37
= 24,39%
𝑥 = 235 𝑥 = 57,33
335 158
108,33
121 49 x100%
6. 0,24 M 238
260 118
= 45,51%
𝑥 = 238 𝑥 = 108,33
217 133
98
167 79 x100%
7. 0,26 M 187
177 82
= 52,40%
𝑥 = 187 𝑥 = 98
225 120 97
159 68 x100%
8. 0,28 M 199,33
214 103
= 48,66%
𝑥 = 199,33 𝑥 = 97
Grafik Jumlah Sel Allium cepa yang Terplasmolisis
pada Larutan Sukrosa dengan Konsentrasi Tertentu

100%

95%

90%

85%

80%
0,14 M 0,16 M 0,18 M 0,20 M 0,22 M 0,24 M 0,26 M 0,28 M

Series 1 Series 2 Series 3

Berdasarkan grafik tersebut, konsentrasi yang menyebabkan sel


epidermis umbi bawang merah Allium cepa terplasmolisis sebanyak 50%
yaitu pada konsentrasi 0,257 M. Sehingga nilai tekanan osmosis sel yang
didapatkan sebesar 6,4 atm melalui perhitungan sebagai berikut: (perhitungan
terlampir)
22,4 .M .T
TO =
273

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan menunjukkan adanya
perbedaan prosentase sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa pada
masing-masing konsentrasi larutan sukrosa yang diberikan.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,14 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 129 sel dan terplasmolisis sejumlah 36,33 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 28,16%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,16 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 243 sel dan terplasmolisis sejumlah 62,33 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 25,65%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,18 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 149,67 sel dan terplasmolisis sejumlah 46,33 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 30,95%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,20 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 184,33 sel dan terplasmolisis sejumlah 54 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 29,29%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,22 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 235 sel dan terplasmolisis sejumlah 57,33 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 24,39%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 238 sel dan terplasmolisis sejumlah 108,33 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 45,51%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,26 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 187 sel dan terplasmolisis sejumlah 98 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 52,40%.
Pada percobaan dengan konsentrasi larutan sukrosa 0,28 M, rata-rata
jumlah seluruh sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa dalam satu
lapang pandang sejumlah 199,33 sel dan terplasmolisis sejumlah 97 sel.
Sehingga didapatkan prosentase sel terplasmolisis sebesar 48,66%.
DISKUSI
Jelaskan mengapa terjadi peristiwa plasmolisis. Dukung dengan data yang
anda peroleh.
Jawab : Peristiwa plasmolisis terjadi karena terlepasnya membran sel dari
dinding sel akibat potensial air di dalam sel lebih tinggi dibandingkan di luar
sel. Hal ini menyebabkan pergerakan molekul air dari dalam sel keluar sel.
Plasmolisis dapat memberikan gambaran untuk menentukan besarnya nilai
osmosis sebuah sel. Peristiwa plasmolisis terjadi karena perbedaan potensial
air di dalam sel dan di luar sel, potensial air dan potensial osmotik (PO) di
dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan potensial air di luar sel sehingga
air yang ada di dalam sel keluar sel menuju larutan yang mempunyai
potensial air yang lebih rendah. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan
apabila suatu sel diletakkan pada larutan yang hipertonik maka sitoplasma di
dalam sel akan keluar sehingga sel akan mengkerut dan terlepas dinding
selnya (plasmolisis). Hal ini dapat didukung dengan data yang diperoleh dari
percobaan yang telah dilakukan, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan
sukrosa maka sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang
terplasmolisis semakin banyak jumlahnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi
larutan sukrosa yang tinggi mengandung sedikit air sehingga air di dalam sel
umbi bawang merah Allium cepa keluar dari sel dan terjadi peristiwa
plasmolisis.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi yang menyebabkan sel
epidermis umbi bawang merah Allium cepa terplasmolisis paling tinggi yaitu
pada konsentrasi 0,26 M dengan prosentase 52,40%, sedangkan konsentrasi
yang menyebabkan sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa
terplasmolisis paling rendah yaitu pada konsentrasi 0,22 M dengan prosentase
24,39%.
Pada percobaan dengan menggunakan delapan larutan sukrosa dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 0,14 M; 0,16 M; 0,18 M; 0,20 M; 0,22 M;
0,24 M; 0,26 M; dan 0,28 M menunjukkan pengaruh konsentrasi larutan
sukrosa terhadap jumlah sel yang terplasmolisis tidak signifikan sehingga
menyebabkan grafik menjadi berpola naik turun. Hal ini bertentangan dengan
kajian pustaka atau dasar teori yang menyatakan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan sukrosa maka semakin banyak sel yang terplasmolisis
sehingga jika dipaparkan dalam bentuk grafik maka terbentuk grafik yang
meningkat secara konstan. Adapun peristiwa plasmolisis terjadi karena
terlepasnya membran sel dari dinding sel akibat potensial air di dalam sel
lebih tinggi dibandingkan di luar sel. Hal ini menyebabkan pergerakan
molekul air dari dalam sel keluar sel. Plasmolisis dapat memberikan
gambaran untuk menentukan besarnya nilai osmosis sebuah sel.
Ketidaksesuaian data tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti suhu dan kecakapan dalam melakukan percobaan serta dapat
disebabkan oleh human error. Kenaikan suhu berpengaruh terhadap
berkurangnya nilai potensial osmotik suatu larutan. Potensial osmotik suatu
larutan yang ideal sebanding dengan suhu absolutnya. Kecakapan praktikan
serta disiplin dalam bekerja juga dapat mempengaruhi data hasil percobaan.
Waktu perendaman yang dilakukan kemungkinan tidak sesuai (terlalu lama)
dari waktu yang telah ditentukan, perbedaan waktu perendaman mulai dari
konsentrasi yang paling rendah sampai konsentrasi yang paling tinggi, kurang
teliti dalam menghitung sel yang terplasmolisis dan seluruh sel dalam satu
lapang pandang mikroskop, kurang tipis saat menyayat lapisan epidermis
daun umbi bawang merah Allium cepa, serta kelebihan atau kekurangan
larutan sukrosa saat perendaman.
Prosentase sel terplasmolisis sebanyak 50% menandakan kondisi
isotonik, di mana potensial air di dalam sel epidermis umbi bawang merah
Allium cepa dan di luar sel (pada larutan sukrosa) sama, sehingga difusi
terhenti atau dapat dikatakan terjadi keseimbangan dinamis. Hal tersebut
mengakibatkan besarnya potensial osmotik yang ada di dalam dan di luar sel
menjadi sama. Pada percobaan ini konsentrasi larutan sukrosa yang
menyebabkan sel terplasmolisis 50% yaitu pada konsentrasi 0,257 M.

M. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Konsentrasi larutan sukrosa berpengaruh terhadap prosentase sel yang
terplasmolisis. Prosentase sel terplasmolisis paling tinggi terdapat pada
larutan dengan konsentrasi 0,26 M, sedangkan prosentase sel
terplasmolisis paling rendah terdapat pada larutan dengan konsentrasi
0,22 M.
2. Berdasarkan grafik, konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50%
dari jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis terdapat pada konsentrasi 0,257 M.
3. Nilai tekanan osmotik sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa
diperoleh sebesar 6,4 atm dengan menghitung menggunakan metode
plasmolisis.

N. Daftar Pustaka
Campbell, N.A., et all.2010. Biologi. Edisi ke-8. Terjemahan : Biology. 8th ed.
oleh Manulu, W. Jakarta: Erlangga
Kimball, J. W. 1999. Biologi Umum. Erlangga: Jakarta
Puspitawati, Rinie P., dkk. 2003. Anatomi Tumbuhan. Surabaya: Jurusan
Biologi FMIPA UNESA
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2018. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA UNESA
Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Edisi
Keempat alih bahasa Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB
Sasmitamihardja, D. dan Siregar, A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB
Suyitno, 2014. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta:
Fakultas Matematika dan IPA

Anda mungkin juga menyukai