Disusun oleh :
Afifah Al Faizah
17030204093
Pendidikan Biologi 2017U
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel
epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis?
2. Bagaimana konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari
jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis?
3. Bagaimana nilai tekanan osmosis sel cairan sel dengan metode
plasmolisis?
B. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase
sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis
2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50%
dari jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis
3. Menghitung tekanan osmosis sel cairan sel dengan metode plasmolisis
C. Hipotesis
Ha : Adanya pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase
sel yang terplasmolisis
Ho : Tidak terdapat pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap
prosentase sel yang terplasmolisis
22,4 . M . T
TO =
273
Dengan :
TO = Tekanan osmosis
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + to C)
D. Kajian Pustaka
Plasma sel (sitoplasma) dibungkus oleh selaput tipis yang disebut
membran plasma. Selaput ini merupakan membran dwi lapis yang mampu
mengatur secara selektif aliran cairam dari lingkungan suatu sel kedalam
sel dan sebaliknya.
Pada dasarnya pengangkutan melaluimembran seldpat terjadi
secara pasif maupun secara aktif. Pengangkutan secara pasif terjadi jika
mengikuti arah gradien konsentrasi, artinya dari larutan yang memiliki
konsentrasi tinggi meuju larutan yang memiliki konsentrasi rendah.
Proses ini terjadi tanpa memerlukan energi hasil metabolisme. Sedangkan
pada proses pengangkutan secara aktif memerlukan energi hasil
metabolisme seperti ATP karena terjadi melawan gradien konsentrasi.
1. Sel Tumbuhan
Sel dianggap sebagai satuan organik terkecil dalam tumbuhan
(Puspitawati, 2003). Pada sel tumbuhan terdapat membran plasma di
sebelah dalam dinding sel dan membungkus protoplas, serta berfungsi
sebagai lapisan pelindung (Salisbury dan Ross, 1995). Komponen
protoplasmik dapat dibedakan atas sitoplasma dan nukleus. Dalam arti
luas, istilah sitoplasma dipakai sebagai zat protoplasma yang
mengelilingi inti dan organel lain. Lapisan luar sitoplasma disebut
dengan membran plasma, yang melekat pada dinding sel dan teramat
tipis. Membran plasma melingkupi bahan hidup dalam sel yang
mengendalikan pertambahan serta pengurangan bahan-bahan dalam
protoplasma. Sitoplasma terdiri dari substansi yang hidup, bening,
transparan, lebih kental dari air, kemampuannya membias cahaya tidak
terlalu berbeda, sehingga tak terlihat nyata. Di dalam sel tumbuhan,
terdapat struktur seperti gelembung yang disebut vakuola.
Vakuola mengandung cairan sel yang berupa air dan zat-zat yang
terlarut di dalamnya. Cairan sel yang ada di dalam vakuola terdiri dari
98% air, protein, gula, asam organik, dan senyawa lain yang semuanya
terlarut (koloid). Fungsi vakuola untuk mengatur tekanan hidrostatis sel
dan menyimpan cadangan makanan dan benda-benda ergastik. Warna
jingga pada bagian abaksil Umbi bawang merah Allium cepa disebabkan
oleh adanya pigmen sel antosianin yang terlarut dalam cairan vakuola.
Pigmen-pigmen antosianin ini merupakan senyawa kompleks yang terdiri
atas pigmen dan gula. Pigmen-pigmen vakuola larut dalam air dan akan
berdifusi ke luar sel jika membran sel rusak karena pemanasan atau cara-
cara lain.
2. Sistem Pengangkutan Zat Melalui Membran
Pada dasarnya pengangkutan zat melalui membran sel dapat
terjadi secara aktif maupun secara pasif. Pengangkutan zat secara aktif
terjadi apabila pengangkutan membutuhkan energi hasil metabolisme
berupa ATP (Adenosin Tri Phospat) karena arah transportnya melawan
gradien konsentrasi. Sedangkan pengangkutan secara pasif terjadi
apabila arah transportnya searah sehingga tidak memerlukan energi
untuk melawan gradient konsentrasi. Pada proses transpor secara pasif,
tidak memerlukan energi hasil metabolisme seperti pengangkutan secara
aktif. Adapun contoh dari pengangkutan secara pasif yaitu:
Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia
lebih tinggi ke tempat dengan potensial kimia lebih rendah karena energi
kinetiknya sendiri sampai terjadi keseimbangan dinamis (Indradewa,
2009). Terdapat 3 mekanisme difusi melalui membran, yaitu difusi
sederhana, difusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein
transmembran, dan difusi difasilitasi. Difusi sederhana terjadi karena
molekul-molekul berpindah (bergerak melalui membrane) yang bersifat
larut dalam lemak atau lipid sehingga dapat menembus lipid bilayer pada
membran secara langsung. Membran sel permeabel terhadap molekul
larut di dalam lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K serta
bahan organik yang larut dalam lemak, Membran sel juga sangat
permeabel terhadap molekul anorganik contohnya O, CO2, HO, dan H2O.
Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut dalam ion-ion tertentu,
dapat menembus membran melalui saluran yang terbentuk dari protein
transmembran berupa pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan
molekul dengan diameter yang lebih kecil dari diameter pori tersebut
dapat melaluinya. Molekul – molekul yang berukuran besar seperti asam
amino, glukosa, dan beberapa garam – garam mineral, tidak dapat secara
langsung menembus membrane, tetapi memebutuhkan protein pembawa
sehingga dapat menembus membran. Proses masuknya molekul besar
yang melibatkan transporter yang dinamakan dengan difusi difasilitasi
(Kimball,1999). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tejadinya
difusi yaitu suhu, konsentrasi zat, tekanan, kecepatan gerak kinetik,
partikel adsorptif dan permeabilitas membrane (Suyitno, 2014).
Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat
secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan
konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih
encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya
pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan
dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor.
Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini
bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut
itu sendiri (Agrica, 2009). Osmosis merupakan gerakan air melintasi
membrane yang permeabilitasnya berbeda disebabkan karena perbedaan
konsentrasi (Fida, 2007). Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia
air yang merupakan suatu konsep mendasar dalam fisiologi tumbuhan.
Potensial kimia air menggambarkan kemampuan air dalam melakukan
proses difusi. Potensial kimia zat terlarut sebanding dengan potensial
kimia pelarutnya. Sehingga, zat terlarut berdifusi dari daerah yang
memiliki gradient konsentrasi tinggi ke gradient yang konsentrasinya
rendah (Sasmitradihardja dan Siregar, 1996)
3. Plasmolisis
Plasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di dalam larutan
yang bersifat hipertonik daripada konsentrasi isi sel, maka akan terjadi
proses yang disebut eksosmosis, yaitu keluarnya air dari isi sel ke sebelah
luar membran dan volume isi sel berkurang. Karena dinding sel memiliki
sifat permeabel, maka ruang antara membran plasma dan dinding sel
akan diisi oleh larutan dari luar. Bila sel yang mengalami plasmolisis ini
diletakkan dalam larutan hipotonik (larutan yang memiliki konsentrasi
lebih rendah daripada cairan sel) akan berlangsung proses endosmosis,
sel akan kembali ke keadaan semula (deplasmolisis). Dalam proses
plasmolisis, terdapat dua tahap penting yaitu:
a. Plasmolisis Insipien
Pada tahap ini penyusutan atau pengerutan cairan sel dari dinding sel
dapat dideteksi dengan mudah oleh mata pengamat.
b. Plasmolisis Eviden
Pada tahap ini, sel telah mencapai batas kontraksinya, sehingga
sitoplasma terlepas dari dinding sel dan mencapai bentuk spherik.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa
2. Variabel kontrol : Suhu ruangan, volume larutan sukrosa, jumlah dan
orientasi sayatan sel epidermis umbi bawang merah
Allium cepa , lama waktu perendaman (t),
perbesaran mikroskop
3. Variabel respon : Jumlah / prosentase sel yang terplasmolisis,
tekanan osmosis
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Manipulasi
Variabel manipulasi pada percobaan ini yaitu konsentrasi larutan
sukrosa (0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M ;
0,14 M). Masing-masing konsentrasi larutan sukrosa tersebut dituang
dalam cup yang berbeda-beda dan diberi label.
2. Variabel Kontrol
Variabel yang dibuat sama pada percobaan ini yaitu volume
larutan yang digunakan sebanyak 5 mL, lamanya perendaman sayatan
umbi bawang merah Allium cepa yaitu selama 30 menit, serta jumlah
sayatan daun umbi bawang merah Allium cepa yang diamati adalah tiga
sayatan melintang di tiap konsentrasi larutan. Pengamatan dilakukan
menggunakan perbesaran mikroskop 10x10 dengan suhu ruangan 300 C.
3. Variabel Respon
Variabel respon dari percobaan ini yaitu jumlah atau prosentase
sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa yang terplasmolisis.
Setelah sayatan direndam dalam larutan sukrosa dengan konsentrasi yang
berbeda-beda, maka akan diketahui jumlah/ prosentasi sel yang
mengalami plasmolisis serta tekanan osmosis dari perhitungan yang
didapat.
Direndam 30 menit
100%
95%
90%
85%
80%
0,14 M 0,16 M 0,18 M 0,20 M 0,22 M 0,24 M 0,26 M 0,28 M
M. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Konsentrasi larutan sukrosa berpengaruh terhadap prosentase sel yang
terplasmolisis. Prosentase sel terplasmolisis paling tinggi terdapat pada
larutan dengan konsentrasi 0,26 M, sedangkan prosentase sel
terplasmolisis paling rendah terdapat pada larutan dengan konsentrasi
0,22 M.
2. Berdasarkan grafik, konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50%
dari jumlah sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa mengalami
plasmolisis terdapat pada konsentrasi 0,257 M.
3. Nilai tekanan osmotik sel epidermis umbi bawang merah Allium cepa
diperoleh sebesar 6,4 atm dengan menghitung menggunakan metode
plasmolisis.
N. Daftar Pustaka
Campbell, N.A., et all.2010. Biologi. Edisi ke-8. Terjemahan : Biology. 8th ed.
oleh Manulu, W. Jakarta: Erlangga
Kimball, J. W. 1999. Biologi Umum. Erlangga: Jakarta
Puspitawati, Rinie P., dkk. 2003. Anatomi Tumbuhan. Surabaya: Jurusan
Biologi FMIPA UNESA
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2018. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA UNESA
Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Edisi
Keempat alih bahasa Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB
Sasmitamihardja, D. dan Siregar, A. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB
Suyitno, 2014. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta:
Fakultas Matematika dan IPA