Anda di halaman 1dari 13

BAB 1I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Seboroik


2.1.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang
menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,
telinga, badan bagian atas dan fleksura (inguinal, inframma dan aksila)6.

2.1.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun
biasanya terpisah menjadi dua golongan usia yaitu neonatus dan dewasa.Pada
bayi,penyakit memuncak pada 3 bulan pertama, sedangkan pada dewasa pada usia
30 hingga 60 tahun.Dermatitis seboroik biasanya diderita lebih banyak oleh lelaki
dibandingkan dengan perempuan,dalam berbagai golongan usia dan ras. Di
berbagai negara Asia, pasien DS berusia antara 12 hingga 20 tahun. DS juga dapat
ditemukan pada pasien dengan kondisi imunosupresi (misalnya pasien dengan
HIV/AIDS, transplantasi organ) dan penyakit lain misalnya Parkinson, serta
gangguan nutrisi dan kelainan genetik.
Taksiran prevalensi dermatitis seborik dibatasi oleh ketiadaan kriteria
diagnostik yang sah dan juga skala penentuan grade keparahan.Dermatitis
seboroik merupakan salah satu penyakit kulit paling umum, kondisi ini
mempengaruhi sekitar 11,6% populasi umum dan sampai 70% bayi pada tiga
bulan pertama kehidupan6.

2.1.3 Patogenesis
Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun berhubungan
erat dengan jamur Malassezia,kelainan imunologis, aktivitas kelenjar sebasea dan
kerentanan pasien. Jumlah sebum yang diproduksi bukan faktor utama pada
kejadian DS. Permukaan kulit pasien DS kaya akan lipid trigliserida dan
kolesterol, namun rendah asam lemak dan skualen. Flora normal kulit, yaitu
Malassezia.sp dan Propionibacterium acnes,memiliki enzim lipase yang aktif

2
yang dapat mentransformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak
bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang
akan mengubah flora normal kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipase dan
ROS akan menyebabkan dermatitis seboroik. Koloni jamur mempunyai
kemampuan untuk berproliferasi di permukaan kulit hingga menimbulkan reaksi
inflamasi dan secara klinis nampak berupa skuama6.

2.1.4 Faktor Resiko


a. Lipid dan hormon :
Penyebaran lesi pada tubuh berhubungan dengan penyebaran kelenjar
sebaseus, dengan sebum yang berlebihan dijumpai pada skalp, lipatan
nasolabial, dada, alismata dan telinga Sering dijumpai pada remaja dan
dewasa muda (ketika kelenjar sebaseus lebih aktif).
b. Penyakit penyerta
Penyakit parkinson, kelumpuhan saraf kranial, paralisis batang tubuh
Gangguan emosional, HIV / AIDS, Kanker pankreatitis, alkoholik ,Down
syndrome
c. Faktor imunologi
Penurunan sel T helper, penurunan phytohemagglutinin stimulasi
concanavalin A dan penurunan titer antibodi
d. Gaya hidup
Nutrisi yang buruk dan higiene yang buruk.
e. Faktor fisik yaitu suhu : kelembapan dapat memperburuk dermatitis
seboroik.
f. Faktor genetik
g. Faktor stress7.

2.1.5 Gambaran Klinis


Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema, dengan
sisik-sisik yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya
kelenjar sebum, seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan
nasolabial, telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha
Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada
liang telinga. Lesi pada kulit kepala dapat menyebar ke kulit dahi dan membentuk

3
batas eritema bersisik yang disebut “corona seborrheica. Dua bentuk dermatitis
seboroik bisa terjadi pada dada, tipe petaloid dan tipe pitiriasiform.
Gejala yang umum lainnya dari dermatitis seboroik adalah blefaritis dengan
kerak-kerak berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata. Bila hanya
1
manifestasi ini yang ada, maka diagnosis tidaklah sulit. Varian serius dari penyakit
kulit ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic erythroderma)6.

2.1.6 Diagnosis
Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah dermatosis kronis berulang
yang dimulai dari eritema ringan sampai moderat hingga lesi papular, eksudatif
.
dan bersisik, semakin memburuk jika disertai stres atau kurang tidur Dengan
tingkat pruritus bervariasi. Lesi terutama berkembang pada daerah yang produksi
sebumnya tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga eksternal, daerah
retroaurikular dan daerah pra-sternal, kelopak mata dan lipatan-lipatan tubuh.
Lesi pada kulit kepala dimulai dari pengelupasan ringan hingga kerak-
kerak berwarna kekuningan yang melekat pada kulit kepala dan rambut, yang bisa
memicu atau tidak terjadinya daerah alopesia (pseudo tinea amiantacea)
Pada wajah, keterlibatan daerah glabela dan malar, lipatan nasolabial dan
alis mata merupakan ciri khas. Keterlibatan kelopak mata menyebabkan blefaritis,
pada pria daerah kumis juga bisa terpengaruh dengan lesi dermatitis seboroik6.

2.1.7 Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang secara klinis menyerupai yaitu tinea kapitis tipe kerion,
psoriasis.
a. Tinea kapitis tipe kerion
Epidemiologi
Insiden tersering dijumpai pada anak laki-laki usia 3-14 tahun. Jarang pada
laki-laki dewasa.
Predileksi
Lokasi penyakit ini yaitu di kulit dan rambut kepala.

4
Gambaran klinis
Peradangan yang berat pada tinea kapitis berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dan serbukan sel radang yang padat
disekitarnya8.
b. Psoriasis Vulgaris
Epidemiologi
Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis terdapat
pada semua usia, tetapi umunya pada orang dewasa.
Predileksi
Lokasi penyakit ini yaitu di daerah scalp, berbatasan didaerah tersebut
dengan muka ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan
daerah lumbosakral.
Gambaran klinis
Kelainan kulit terdiri dari atas bercak-bercak eritema yang meninggi (Plak)
dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada
stadium penyembuhan sering eritema yang ditengah menghilang dan
hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika, serta transparan. Keluhan gatal sering terjadi, terutama
psoriasis di scalp dan psoriasis anogenital.
Efloresensi
Bercak-bercak eritema yang meninggi (Plak) dengan skuama diatasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering
eritema yang ditengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi : lentikular, nummular atau plakat, dapat
berkonfluensi9.

2.1.8 Tatalaksana
Non-Medikamentosa
Memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarganya mengenai
penyakitnya, faktor risiko, kebiasaan hidup dan lifestyle pasien untuk memperoleh
hasil pengobatan yang optimal6.

5
Medikamentosa
1. Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya : selenium
sulfida, zinc pirithione, ketokonazole, berbagai shampo yang
mengandung ter dan solusio terbinafine 1%.
2. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam
salisilat atau sulfur
3. Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topikal potensi
sedang. Takrolimus dan pimekrolimus terutama daerah wajah sebagai
pengganti kortikosteroid topikal.
4. Metrodinazol topikal, siklopiroksolamin,talkasitol,benzoil peroksida
dan salep litium suksinat 5%6.

2.1.9 Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi
dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada bukti
yang menyatakan bayi dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami penyakit ini
pada saat dewasa. Pasien dermatitis seboroik dewasa dengan bentuk berat
kemungkinan dapat persisten6.

2.1 Tinea Kruris


2.2.1 Definisi
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema
marginatum,yang termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum dan sekitar anus.Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan
dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerah genitokrural, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain10.

2.2.2 Epidemiologi
Di indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis,
tinea kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak. Insidensi
dermatomikosis di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di Indonesia yang
menunjukkan angka persentase terhadap seluruh kasus dermatofitosis bervariasi

6
dari 2,93% (Semarang) yang terendah sampai 27,6% (Padang) yang tertinggi.
Laki-laki pasca pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita,biasanya
mengenai usia 18-25 tahun serta 40-50 tahun10.

2.2.3 Etiologi
Penyebab tinea kruris terutama adalah Epidermophyton floccosum dan
Trichophyton rubrum. Selain itu juga dapat disebabkan oleh Trichophyton
mentagrophytes dan walaupun jarang di sebabkan oleh Microsporum gallinae10.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tinea kruris


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah
iklim panas, lembab, higiene, sanitasi, pakaian serba nilon,pengeluaran keringat
yang berlebihan,trauma kulit dan lingkungan. Tinea kruris umumnya terjadi
akibat infeksi dermatofitosis yang lain pada individu yang samamelalui kontak
langsung dengan penderita misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Tetapi bisa juga melalui kontak tidak langsung melalui benda
yang terkontaminasi seperti pakaian,handuk,sprei,bantal dan lain-lain. Obesitas,
penggunaan antibiotika, kortikosteroid dalam waktu lama serta obat-obat
imunosupresan lain juga merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit
jamur10.

2.2.5 Patogenesis
Tinea kruris biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau binatang
yang terinfeksi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya
pakaian, perabotan, dan sebagainya. Tinea kruris umumnya terjadi pada pria.
Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan
kelembaban kulit sehingga memudahkan infeksi, selain itu dapat pula terjadi
akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Dermatofita mempunyai masa
inkubasi selama 4-10 hari. Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama :
perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan
respon pejamu.
a. Perlekatan jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV,

7
suhu,kelembaban,kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang di produksi oleh kelenjar
sebasea juga bersifat fungistatik.
b. Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan
menembus stratum korneum dengankecepatan yang lebih cepat daripada
proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase
dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan terdalam
epidermis.
c. Perkembangan respon pejamu. Derajat inflamasi di pengaruhi oleh status
imun penderita dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatofita. Infeksi menghasilkan sedikit
eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian
keratinosit10.

2.2.6 Gejala klinis


Gejala klinis berupa penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa plakat
berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfik). Bentuk
lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi
menahun. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di
tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara
polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan
memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi10.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya kelainan
kulit berupa lesi berbatas tegas dan peradangan dimana pada tepi lebih nyata

8
daripada bagian tengahnya.Pemeriksaan mikologi ditemukan elemen jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH
10-20%. Pemeriksaan KOH paling mudah diperoleh dengan pengambilan sampel
dari batas lesi.Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 10 % yang positif, yaitu
adanya elemen jamur berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora.
Pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur di perlukan bahan klinis,yang
dapat berupa kerokan kulit,rambut, dan kuku10.

2.2.8 Diagnosis Banding


a. Kandidosis intertriginosa
- Epidemiologi
Kandidosis intertriginosa menyerang semua umur juga baik laki-laki
maupun perempuan dan memiliki gambaran klinis yang bermacam-
macam. Usia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 45-64 tahun
diikuti oleh usia ≥65 tahun.
- Predileksi
Daerah-daerah yang dapat terinfeksi pada kandidosis intertriginosa
yaitu lipatan-lipatan kulit, antara lain lipat paha, lipat payudara, lipat
perut, ketiak, glans penis, serta jari-jari tangan dan jari-jari kaki.
- Gambaran klinis
Tampak sebuah bercak merah yang gatal, diawali dengan
vesikulopustul yang membesar dan pecah, menyebabkan maserasi
dan membentuk fisura pada area intertrigo yang terlibat. Area yang
terlibat memiliki batas bergerigi dengan pinggiran putih yang terdiri
dari epidermis yang mengalami nekrosis, yang mengelilingi dasar
maserasi yang ertitem.
- Efloresensi
Bercak merah yang gatal, diawali dengan vesikulopustul yang
membesar dan pecah, menyebabkan maserasi dan membentuk fisura
pada area intertrigo yang terlibat.

9
b.Eritrasma
- Epidemiologi
Insiden eritrasma lebih tinggi pada orang kulit hitam. Pria dan wanita
sama-sama dipengaruhi oleh erythrasma, namun bentuk crural dari
erythrasma lebih sering terjadi pada pria. Eritrasma interdigital lebih
umum pada wanita.
- Predileksi
Daerah ketiak dan lipat paha. Kadang-kadang berlokasi di daerah
intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.
- Gambaran klinis
Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi
eritoskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah
kecoklat-coklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan
warna kulit penderita.
- Efloresensi
Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi
eritoskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah
kecoklat-coklatan. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbulkan dan tidak
terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan
pada perabaan terasa berlemak.

2.2.9 Tatalaksana
Non medikamentosa
a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena
infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.
b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian
dengan orang yang terinfeksi.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
mencegah penyebaran jamur tersebut.

10
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju yang dapat menyebabkan
kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat
menghambat sirkulasi udara
f. Hindari kontak langsung yang terlalu sering dengan hewan peliharaan
seperti anjing, kucing dan burung10.
Medikamentosa
a. Topikal : salep atau krim antimikotik seperti flukonazol 150mg/minggu
selama 4-6 minggu. Lokasi-lokasi ini sangat peka,jadi konsentrasi obat
harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat,asam
benzoat, sulfur dan sebagainya.
b. Sistemik : diberikan jika lesi meluas dan kronik ; griseofulvin 500-1.000
mg selama 2-3 minggu10.

2.2.10 Prognosis
Prognosis untuk hidup baik pada tinea kruris. Laporan tentang kecacatan
dan kematian belum pernah dilaporkan pada kasus tinea kruris10.

2.2 Dermatitis likenoid


2.3.1 Definisi
Dermatiis likenoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik yang mengenai
dorsal ekstremitas. Munculnya lesi pada permukaan dorsal ekstremitas adalah
salah satu ciri dari penyakit ini. Lesi yang ditimbulkan berupa eritema, vesikel,
papul,edema dan terasa gatal. Dengan pengobatan rawat jalan,lesi akan sembuh
sendiri kemudian kambuh dalam beberapa minggu bahkan bulan. Seiring dengan
waktu lamanya keparahan suatu penyakit, lesi tersebut akan menyebar ke bagian
tubuh lainnya.. Selain di dorsal ekstremitas, predileksi penyakit ini sering juga
ditemukan di ekstremitas yaitu di kaki, paha, lengan atas, lengan bawah dan
didaerah leher serta wajah11.

11
2.3.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi tidak diketahui secara pasti tetapi secara keseluruhan,
prevalensi penyakit ini di dunia kurang dari 1%. Kasus ini lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 3:1. Perempuan lebih banyak
pada usia 50-60 tahun sedangkan laki-laki pada usia 30-40 tahun.Penyakit ini
jarang mengenai usia muda dan lansia11.

2.3.3 Etiologi dan Patogenesis


Mekanisme patogenesis dari dermatitis lichenoid belum sepenuhnya jelas.
Virus merupakan sebagai penyebab masih belum diketahui. Atabrine yang
diyakini menjadi penyebab utama dermatitis lichenoid, karena semua kasus
mengambil profilaksis dosis anti-malaria dari Atabrine setiap hari selama satu
bulan dan bahkan untuk beberapa tahun di Pasifik Selatan. Meskipun Atabrine
dihentikan, namun, dermatitis sering menetap selama beberapa bulan. Ini mungkin
menunjukkan eliminasi lambat obat dari kulit atau bahwa obat melemahkan
perlawanan dari kulit,menyebabkan perpanjangan penyakit. selain Atabrine yang
menjadi faktor munculnya dermatitis lichenoid yaitu hipersensitivitas terhadap
sinar matahari. Di Amerika serikat telah menunjukkan eksaserbasi lesi dari
dermatitis lichenoid jika terkena sinar matahari selama kurang lebih beberapa
menit. Selain itu, faktor kelembaban dan daerah tropis menjadi faktor penyebab,
meskipun ini mungkin faktor sekunder11.
2.3.4 Gejala Klinis
Gejala klinis berupa eritema, edema, pruritus dan vesikel biasanya pada
permukaan dorsal ekstremitas atas atau bawah. Fase eksudatif seperti lembab
diikuti dalam beberapa minggu atau bulan. Lesi eczematoid berupa eritematosa,
makula,lembab atau kering pada dermatitis, predileksi pada permukaan dorsal
ekstremitas dalam kasus-kasus ringan dan sedang tetapi dalam kasus yang parah
melibatkan daerah yang luas dari tubuh11 .

2.3.5 Diagnosis Klinis


Diagnosis dermatitis lichenoid umumnya dapat dilihat dari temuan klinis lesi
dari jenis eczematoid, tidak adanya jamur dalam kerokan kulit. Pada dermatitis
atopik bisa menunjukkan gambaran klinis cukup berbeda dari fase eczematoid

12
dermatitis lichenoid, terutama dalam hal distribusi. Dermatitis atopik muncul
terutama di daerah flexoral dan fase eczema dari dermatitis lichenoid ini terutama
terlihat pada permukaan dorsal ekstremitas11.

2.3.6 Diagnosis Banding


a. Dermatitis atopik
Epidemiologi
Insiden dermatitis atopik berdasarkan umur dibagi menjadi tiga yaitu :
bentuk bayi (2 bulan - 2 tahun), Bentuk anak (3 - 10 tahun), dan bentuk
dewasa (13 – 30 tahun). Lebih banyak pada wanita.
Predileksi
Pada remaja dan dewasa tempat predileksi mirip dengan fase anak, dapat
meluas mengenai kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan tangan,
bibir, leher bagian anterior, skalp, dan puting susu.
Gambaran Klinis
Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala
utama gatal, penyebaran simetris di temapat predileksi (sesusai usia),
terdapat dermatitis yang kronik dan residif, riwayat atopi pada pasien atau
keluarganya.
Efloresensi
Pada dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.
b. Liken planus
Epidemiologi
Insiden liken planus dengan rasio perempuan dan laki-laki sebesar 13:5.
Perempuan terjadi pada usia 50 dan 60 tahun. Sedangkan pada laki-laki
biasanya lebih muda.
Predileksi
Lesi biasanya bilateral simetris pada ekstremitas, cendereung mengenai
bagian fleksor pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Selain itu
mengenai paha, punggung bawah, badan dan leher. Dapat juga mengenai
mukosa mulut dan genital. Bentuk liken planus inversa biasanya mengenai
aksila, lipat paha dan inframammae.

13
Gambaran Klinis
Gambaran papul poligonal, datar, eritematosa sampai violaseus dan
kadang didapatkan ada umbilikasi disertai skuama lekat, tipis dan
transparan.

2.3.7 Tatalaksana
Non-Medikamentosa
Memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarganya mengenai
penyakitnya, faktor risiko, kebiasaan hidup dan lifestyle pasien untuk memperoleh
hasil pengobatan yang optimal11.
Medikamentosa
Kompres, lotion, calamine obat gosok, pasta Lassar dan lanolin, 1-2-3 salep.
Kortokosteroid topikal dan kortikostreroid sistemik11.

2.3.8 Prognosis
Prognosis untuk hidup sangat baik pada dermatitis lichenoid. Prognosis untuk
sembuh permanen belum. Kebanyakan kasus dengan kekambuhan dan cacat
residual belum dilaporkan ada yang meninggal11.

14

Anda mungkin juga menyukai