HEPATOMA
HEPATOMA
A. ANATOMI HEPAR
1
2. ETIOLOGI
a. Virus Hepatitis B
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam
DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan
gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel
yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel
dapat diaktifkan secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan
suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
b. Virus Hepatitis C
Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan
muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan
HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler dibandingkan
dengan infeksi HCV saja.
c. Sirosis Hati
Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah
menderita hepatoma.
d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1
bersifat karsinogen. Pertumbuhan jamur yang menghasilkan aflatoksin
berkembang subur pada suhu 13°C, terutama pada makanan yang
menghasilkan protein. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah
kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53.
e. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi
hepatoma.
2
f. Diabetes Mellitus
DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Insidensi hepatoma pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat
dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok bukan DM.
g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit
bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga
meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap
h. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai
dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan.
Pasien dengan hemochromatosis, meningkatkan risiko kanker hati sebesar
30 persen.
i. Komplikasi penyakit lain
Adanya komplikasi seperti sirosis empedu primer, steroid androgenik,
kolangitis sclerosing primer, dan kontrasepsi oral dapat meningkat risiko
kanker hati.
3
3. KLASIFIKASI
4
4. MANIFESTASI KLINIS
Pada tahap awal hepatoma tidak memberi gejala dan tanda klinik. Pada stadium
lanjut mungkin bisa didapatkan gejala dan tanda-tanda seperti:
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia dan anemia
c. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta permukaan
yang teraba ireguler pada palpasi.
d. Kehilangan nafsu makan
e. Mudah capek dan merasa lelah
f. Asites pada abdomen
Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena portal atau bila
jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal
g. Kulit dan matanya kelihatan kuning
Gejala ikterus hanya tejadi jika sluran empedu yang besar tersumbat oleh
tekanan nodul malignan dalam hilus hati.
h. Kotorannya berwarna putih
5. KOMPLIKASI
a. Asites
b. Perdarahan saluran cerna bagian atas
c. Ensefalopati hepatika
d. Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis
kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan
gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko
kematian yang tinggi.
5
Predisposisi hepatitis B, hepatitis C,
Hemokromatosis, Aflatoxin, alcohol
Sirosis hepatis
Hpatocellular carsinoma
Penekanan hepar Kolestasis yang menyebabkan Hipertensi portal Penurunan sintesis protein
ikterus dan hiperbilirubinemia
edema
Nyeri Varises esofagus Hipoalbumin
Peningkatan garam empedu
Penurunan Penurunan
Peningkatan tekanan tekanan osmotik ekspansi paru
Spider nevi pruritus
hidrostatik, peningkatan
permeabilitas vaskular Peningkatan cairan sesak
ekstraseluler
gatal
Koping individu/ Filtrasi cairan ke
ruang ketiga Penekanan difragma Pola nafas tidak efektif
keluarga tidak
Resiko gangguan integritas kulit
efektif
Asites
koma Metabolism Resiko ketidakseimbangan Kelebihan volume 6
Fase terminal Terapi deuretik
ensefalopati cairan dan elektrolit cairan
Penurunan fungsi hati penatalaksanaan
Perubahan proses Masa hidup Respons gangguan Intervensi radiasi dan Intervensi bedah hepatektomi,
metabolik eritrosit pendek, gastrointestinal kemoterapi
Hemolisis ablasi, transplantasi
Cepat lelah,
preoperatif Pasca bedah Nyeri
kelemahan fisik Hipokalemia, Anemia Mual, muntah,
umum kembung,
anoreksia Kecemasan
Luka pasca bedah
Intoleransi Penurunan perfusi perifer pemenuhan
aktivitas informasi
Intake nutrisi tidak adekuat,
Port de entree
pengeluaran cairan dari muntah
Respons psikologis
misinterprestasi
Pemecahan asam pearawatan dan Resiko infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi
amino enteric penatalaksanaan
kurang dari kebutuhan
meningkat pengobatan
hiperamonemia
RR meningkat
Sumber
Mutaqin, A., Sari, K. (2011)
7
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan bilirubin total, aspartate aminotransferase (AST), fosfatase
alkali, albumin, dan waktu prothrombin menunjukan hasil yang konsisten
dengan sirosis.
b. Radiografi.
1) Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru.
2) CT Scan. Dilakukan untuk pasien Hepatocelullar carcinoma karena
meningkatnya AFP. Alpha-fetoprotein (AFP) meningkat pada 75%
kasus.
3) MRI dapat mendeteksi lesi lebih dan juga dapat digunakan untuk
menetukan aliran dalam vena vortal.
4) USG untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.
c. Biopsi.
Biopsi umumnya diperoleh melalui perkutaneus dibawah bimbingan
ultrasonographic atau CT.
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan terhadap pasien Hepatoma terdiri dari pembedahan,
kemoterapi, terapi radiasi. (Suratun, 2010).
1) Pembedahan
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk
pasien kanker hati. sayangnya hanya 25% pasien yang memenuhi kriteria
untuk reseksi hati. Reseksi hepatik melibatkan subkostal bilateral
maupun insisi torakoabdominal. Setelah insisi, terdapat empat teknik
reseksi yang diketahui yaitu lobektomi kanan dan kiri, trisegmenteknomi
dan segmentektomi lateral, segmen-segmen lateral meliputi
pengangkatan bagian luar lobus kiri. Trisegmentektomi adalah
pengangkatan lobus kanan dan bagian dalam lobus kiri.
8
Terdapat tiga macam terapi bedah, yaitu:
a) Hepatektomi Parsial.
Secara umum, Hepatocellular carcinoma memiliki lesi soliter pada
sebagian lobus hati sehingga dengan intervensi hepatektomi parsial
pada sebagian lobus hati memberikan hasil terbaik untuk
optimalisasi fungsi hati yang tersisa (Poon,2001).
b) Transplantasi.
Banyak pasien tidak dicalonkan pada hepaktetomi parsial karena
luasnya penyakit hati. Beberapa pasien ini baik kandidat untuk
transplantasi hati karena memiliki potensi untuk menghilangkan
kanker, menyembuhkan penyakit hati yang mendasari (Bruix,2005).
2) Kemoterapi
Kemoterapi intra arterial dapat diberikan melalui kateter sementara yang
dipasang ke dalam arteri aksilaatau femoralis. Komplikasi metode ini
meliputi trombosis hepatik dan arteri intraabdomenlain, perubahan posisi
kateter, sepsis dan hemoragi.
3) Terapi Radiasi
Semua hati akan metoleransi 3000cGy. Pada dosis ini insidensi hepatitis
radiasi adalah 5% sampai 10%.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Ester (2002) ada beberapa penatalaksanaan yang menggunakan
pendekatan keperawatan yaitu:
1) Dalam persiapan untuk pembedahan, status nutrisi, cairan, fisik umum
dikaji dan upaya dilakukan untuk menjamin kondisi fisik seoptimal
mungkin.
2) Berikan penjelasan agar pasien menyiapkan diri secara psikologis
terhadap pembedahan, pemeriksaan diagnostik yang panjang dan
melelahkan mungkin dilakukan, perlu dilakukan persiapan usus dengan
9
menggunakan katartik, irigasi kolon dan antibiotik usus untuk
meminimalkan kemungkinan akumulasi amonium dan mengantisipasi
kemungkinan insisi usus.
3) Pada pascaoperasi terdapat masalah potensial yang berhubungan dengan
keterlibatan kardiopulmonal, kapiler vaskuler, dan disfungsi pernafasan
dan hati, abnormalitas metabolik memerlukan perhatian cermat. Infus
konstan dengan glukosa 10% diperlukan dalam 48 jam pertama untuk
mencegah cetusan penurunan gula darah, yang diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis. Sintesis protein dan metabolisme lemak
juga berubah, sehingga memerlukan penginfusan albumin.
4) Pasien memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta perawatan
selama 2 atau 3 hari pertama. Ambulasi dini dianjurkan.
10
b. Pemeriksaan Fisik: Data Fokus
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan hepatoma menurut Suratun
(2010) sebagai berikut:
1) Kaji adanya keluhan kelemahan, kelelahan, dan malaise.
2) Kaji riwayat mengkonsumsi alkohol, jika ya tanyakan berapa banyak
dalam sehari dan sudah berapa lama.
3) Kaji riwayat penggunaan obat-obatan yang kemungkinan dapat
mempengaruhi fungsi hati.
4) Kaji riwayat penyakit hepatitis, penyakit empedu, trauma hati,
perdarahan gastrointestinal.
5) Kaji adanya ketidaknyamanan; nyeri tekan abdomen pada kuadran
kanan atas dan menyebar ke skapula.
6) Kaji status nutrisi klien; anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, edema, ikterik.
7) Kaji kebutuhan cairan; klien mengalami muntah, kulit kering, turgor
kulit buruk, diare, dan terjadi asite.
8) Kaji eliminasi klien; klien sering mengalami diare.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah, untuk memeriksa afp (alfa fetoprotein), yaitu jenis
protein yang dihasilkan tumor hati.
2) Pemindaian citra (imaging scan) dengan MRI atau CT scan
3) Biopsy, yaitu mengambil sampel jaringan tumor untuk dianalisa untuk
menentukan apakah tumor tersebut ganas (cancerous) atau jinak (non-
cancerous).
11
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan tegangnya dinding perut akibat asites
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan cairan
ekstraseluler di paru – paru yang disebabkan oleh gangguan metabolism
protein
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang adekuat.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terapi deuratik, muntah, hypokalemia, penurunan intake cairan oral.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan cepat lelah, kelemahan fisik
umum sekunder dari perubahan metabolism sistemik.
12
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
13
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
14
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
15
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
16
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
17
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
18
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
4 Resiko ketidakseimbangan cairan NOC: NIC :
dan elektrolit berhubungan Fluid balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan terapi deuratik, muntah, Hydration Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
hypokalemia, penurunan intake Nutritional Status : Food mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
cairan oral. and Fluid Intake jika diperlukan
Setelah dilakukan tindakan Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
DS : keperawatan selama….. (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total
- Haus defisit volume cairan teratasi protein )
DO: dengan kriteria hasil: Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
- Penurunan turgor kulit/lidah Mempertahankan urine Kolaborasi pemberian cairan IV
- Membran mukosa/kulit kering output sesuai dengan usia Monitor status nutrisi
- Peningkatan denyut nadi, dan BB, BJ urine normal, Berikan cairan oral
penurunan tekanan darah, Tekanan darah, nadi, suhu Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 –
penurunan volume/tekanan nadi tubuh dalam batas normal 100cc/jam)
- Pengisian vena menurun Tidak ada tanda tanda Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Perubahan status mental dehidrasi, Elastisitas Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
- Konsentrasi urine meningkat turgor kulit baik, membran muncul meburuk
- Temperatur tubuh meningkat mukosa lembab, tidak ada Atur kemungkinan tranfusi
- Kehilangan berat badan secara rasa haus yang berlebihan Persiapan untuk tranfusi
tiba-tiba Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Orientasi terhadap waktu
- Penurunan urine output dan tempat baik
19
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
20
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
21
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, JM., Butcher, H.K., & Bullechek, GM. (Eds.). 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Kelima. St. Louis: Mosby.
Ghofar, A. (2009). Cara mudah mengenal dan mengobati kanker. Cetakan I. Jogjakarta :
Flamingo
Misnadiarly. (2007). Obesitas sebagai factor resiko beberapa penyakit. Jakarta : Pustaka
Obor Populer
Morhead, S.,Jhonson, M., Maas. ML., Swanson, E (Eds.). 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima. St. Louis: Mosby
Mutaqin, A., Sari, K. (2011). Gangguan gastro intestinal :aplikasi keperawatan medikal
bedah. Salemba Medika : Jakarta.
22