Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor
spreading) kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan
lempeng dan kontraksi panas.
Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran
berlangsung lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar
Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh lempung maupun lanau
biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari
lempung coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan endapan yang
didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous foraminifera
Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut
kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini
mencapai ribuan km dengana ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan
samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang
membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini
dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault).
Punggung tengah samudera merupakan suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge)
dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih
terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan
diterapkan untuk kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera
ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).
Cekungan Samudera (Ocean Basin)
Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan
mempunyai rata-rata kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas
keseluruhan permukaan bumi
Pada dasar Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga
kadangseamount.
Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera)
Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang
bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 – 4 km dari dasar
samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut.
Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik
disebut seamount,sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978).
Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini
tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini
selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.
Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman
dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera
yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m.
Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-
pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat
gempa dan aktivitas vulkanisme.
Morfologi bawah samudera Minor
Ada beberapa bagian dari morfologi bawah samudera/laut yang lebih kecil bentuk dan ukurannya yaitu
plato, palung samudera, reef dan atol.
Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran membentuk
pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding
sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak benua
masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih,
jauh dari delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni
membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau
suatu plato, maka koloni koral ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau mengalami
penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.
Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan
dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh
partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.
Transportasi oleh Angin
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara transportasi oleh air, yaitu secara
melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan (traction).
Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa
secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation)
dan menggelinding (rolling).
Pengendapan oleh Angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-
material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.
MACAM-MACAM BENTANG ALAM EOLIAN
Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu :
1. bentang alam akibat proses erosi oleh angin
2. bentang alam akibat proses pengendapan oleh angin.
Bentang Alam Eolian
Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang
disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2, yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan
bentang alam hasil proses abrasi.
Bentang Alam Hasil Proses Deflasi
Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Cekungan deflasi (deflation basin)
2. Lag gravel
3. Desert varnish
a. Cekungan deflasi (deflation basin)
Cekungan deflasi merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang
lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan terbentuk akibat
material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain.
Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi, yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh
adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 meter sampai lebih dari 45 kilometer
panjangnya, dan dari 15 meter sampai 150 meter dalamnya.
b. Lag gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule,
pebble, dan fragmen-fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang
lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag-gravel atau bahkan sebagaidesert pavement, dimana sisa-sisa
fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
c. Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup
oleh oksida besi, dikenal sebagai desert varnish.
Fenomena Hasil Proses Abrasi
Fenomena hasil proses abrasi atau korasi :
1. Bevelad stone
2. Polish
3. Grooves
4. Sculpturing (Penghiasan)
a. Bevelad stone
Beberapa sisa batuan yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan
membentuk einkanter atau dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atauthree edge.
Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan
arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebbleyang
posisinya overturned akibat perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga
disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap
sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
b. Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang
mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast), yang mempunyai kekuatan lemah,
sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih
mengkilat.
c. Grooves
Angin yang mengandung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan
membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat
jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d. Sculpturing (Penghiasan)
Banyak perbedaan bentuk topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin.
Termasuk disini adalah batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh angin yang
mengandung pasir, sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom)
Bentang Alam
Hasil Pengendapan Angin
Hasil proses pengendapan ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Dune
2. Loess
Dune
Dune adalah suatu timbunan yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi
oleh bentuk permukaan ataupun rintangan (badhold, 1923, dalam Thornbury, 1964).
Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964), digolongkan menjadi 3, yaitu :
a. Tranversal dune
Tranversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak
lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengarahi oleh faktor tumbuh-tumbuhan.
Tranversal dune
b. Parabollic dune
Parabollic dune merupakan dune yang berbentuk sekop / sendok atau berbentuk parabola. Bentuk
ini karena dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
c. Longitudinal dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap.
Sketsa tranversal dune, parabollic dune, dan longitudinal dune (Selby. M.J. 1985)
Klasifikasi dune menurut Emmon’s (1960)
Menurut Emmon’s (1960), bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada
banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga
arah angin yang tetap.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
Tipe-tipe Dune
a. Lee dune (sand drift)
Lee dune atau sand driff adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan
pasir yang sempit berada di belakang batuan batuan atau tumbuh-tumbuhan.Dune ini mempunyai
kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga
menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand driff.
b. Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan
dominan. Terbentuknya karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang
berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
c. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi atau tumbuh-tumbuhan
dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang
padat. Barchan ini berbentuk koma, dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai
puncak dan sayap.
Barchan
a. Pembentukan barchan di belakang pohon-pohon kecil.
b. Pembentukan barchan di belakang dan di depan sebuah batu.
Diagram yang menunjukkan arah dan gerak angin selama proses pembentukan barchan
d. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih
panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian
Sword, seif berassosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadiseif. Perubahan yang
lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
e. Tranversal Dune
Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin
bertiup secara tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu
timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah
angin.
f. Complex dune
Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya agak
banyak. Barchan, seif dan tranversal dumne yang berada setempat-setempat akan berkembang sehingga
menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan
akan mempunyai lereng yang bermacam-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune.
Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian
antara 6 m sampai 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter.
Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya.
Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.
Tabel pembentukan dune (Bloom : 339)
Loess
Daerah yang luas yang tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess.Beberapa
endapan Loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter.
Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa
endapan loess menutupi daerah yang sangat subur.
Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel
angular, dengan diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika.
Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit.
Kenampakan ini menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang
diangkut dan diendapkan oleh angin.
Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi
memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
2. Proses Transportasi
adalah proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan
oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi
Annular, adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar
Sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari
pola radier. Pola penyaluran ini melingkar mengikuti jurus perlapisan batuannya.
Multi basinal atau sink hole adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan bumi,
kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah
karst atau daerah batugamping.
Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol struktur yang bekerja
berupa pola lipatan yang tidak beraturan yang memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada
lapisan sedimen yang ada.
Macam-macam Bentang Alam Fluviatil
a. Sungai Teranyam (Braided Stream)
terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar – datar, alurnya luas dan dangkal.
terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada
bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya endapan gosong tengah yang banyak,
maka alirannya memberikan kesan teranyam. Keadaan ini disebut juga anastomosis( Fairbridge, 1968).
b. Bar deposit
adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur
sungai disebut gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).Bar deposit
ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
c. Dataran banjir ( Floodplain) dan Tanggul alam (Natural levee)
Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan
maupun kiri sungai, seiring dengan proses yang berlangsung kontinyu akan terbentuk akumulasi sedimen yang
tebal sehingga akhirnya membentuk tanggul alam.
d. Kipas Aluvial (alluvial fan)
Bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk
ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan
material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk
seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya pada daerah kipas aluvial
terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan
lempung sehingga merupakan lapisan pembawa air yang baik.
e. Meander
bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah
alirannya disebut sebagai Meander Belt.
Meander ini terbentuk apabila pada suatu sungai yang berstadia dewasa/tua mempunyai dataran banjir
yang cukup luas, aliran sungai melintasinya dengan tidak teratur sebab adanya pembelokan aliran Pembelokan
ini terjadi karena ada batuan yang menghalangi sehingga alirannya membelok dan terus melakukan
penggerusan ke batuan yang lebih lemah.
f. Danau tapal kuda
terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh pelurusan air.
g. Delta
adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerahbase level.
Selanjutnya akan dibahas dalam bentang Alam Pantai dan Delta.
Kenampakan danau tapal kuda
Bentang Alam Fluvial dalam Peta Topografi
Dalam peta topografi standar, sebagian dari bentang alam fluvial tidak terekspresikan, terutama yang berukuran
kecil, misalnya gosong sungai, tanggul alam. Sebagian bentang alam yang berukuran besar dapat terekspresikan
dalam peta topografi, misalnya kipas aluvial.
Dalam peta topografi alur sungai tampak jelas dengan pola kontur yang khas, ditandai oleh kontur yang
meruncing ke arah hulu sungai.
Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, khususnya di sekitar aliran sungai.
Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum,
dan material pasir batu ( BG. gol C) yang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan. daerah aliran sungai juga
bisa menjadi sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor.
Analisa terhadap bentang alam ini dapat memberikan informasi tentang kondisi geologi suatu daerah,
yang akan terekspresikan dalam pola penyaluran dan bentukan bentang alam lokal, seperti kipas alluvial,
dataran banjir, dan sejenisnya. Analisa tersebut juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah maupun
stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi pemikiran dalam rencana pengembangan
wilayah.
BENTANG ALAM
• KARST
Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi
berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai
secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di tempat
lain sebagai mata air yang besar.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi Bentang Alam Karst
1. Faktor Fisik
2. Faktor Kimiawi
3. Faktor Biologis
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
• 1. Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
a. Ketebalan batugamping, yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang
tebal, dapat masif atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal,
sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan.
Namun yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat
lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk
menembus seluruh lapisan.
b. Porositas dan permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar
porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.
c. Intensitas struktur (kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan
dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif.
Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb
berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas.
Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses
karstifikasi terhambat.
• 2. Faktor Kimiawi
a. Kondisi kimia batuan, dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit
dalam batuan dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
b. Kondisi kimia media pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi
kimia air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi
Kalsit sulit larut dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam.
Air hujan mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam
karbonat (H2CO3).
Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan batugamping.
• 3. Faktor Biologis
Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar,
mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2 akan
meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.
• 4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Kondisi lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi
yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di
sekitar batugamping harus lebih rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses karstifikasi
berjalan dengan intensif.
• Proses Pembentukan
Topografi Karst
Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
a. Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
b. Masif, tebal dan terkekarkan.
c. Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.
d. Dikelilingi lembah
Proses pelarutan pada batugamping, meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi
sisa ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
b. Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk lembah yang
dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.
c. Pelarutan pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk kerucut-
kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil
dibandingkan lembah di sekitarnya.
d. Karena adanya erosi lateral oleh sungai maka zone A berada pada batas permukaan
erosi dan pada zona B erosi vertikal telah berjalan lebih lanjut sehingga hanya tinggal
beberapa morfologi sisa saja, morfologi sisa ini disebut menara karst.
• Bentang Alam
Hasil Proses Karstifikasi
Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-
bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
• 1. Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau
pengendapan mineral karbonat yang dibawa oleh air.
Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
• Bentuk-bentuk minor
• Bentuk-bentuk mayor
Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada peta topografi atau
foto udara.
Sedangkan bentang alam mayor adalah yang dapat diamati dari peta topografi atau foto udara.
Bentang alam volkanik umumnya dihubungkan dengan gerak tektonik, gunungapi-gunungapi sebagian
besar dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone)
Gunungapi
Menurut MacDonald (1972), gunungapi adalah tempat atau lubang keluarnya bahan pijar atau gas
yang berasal dari dalam bumi ke permukaan bumi.
Matahelemual (1982, pada Azwar, dkk, 1987) mengartikan gunungapi sebagai bentuk timbulan
kumpulan bahan bahan letusan di muka bumi yang berasal dari magma yang tersebar secara mandiri,
berkelompok atau berantai.
Sementara itu Montgomery (1989, pada Azwar, dkk, 1987), menyatakan bahwa gunung api adalah
tempat keluarnya magma, abu dan gas hasil erupsi atau struktur yang dibentuk disekitar pusat lubang
volkan karena aktivitas erupsi.
Gunungapi memiliki ciri yang khas meliputi bentuk, tipe erupsi dan material yang dihasilkan.
Perbedaan ini berhubungan erat dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap
kedudukan tektonik lempeng.
Tipe Erupsi Gunungapi
Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987) membuat suatu klasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan
gas, derajat kecairan magma dan kedalaman wadah magma itu sendiri.
Klasifikasi itu uraiannya adalah sebagai berikut :
Tipe Hawaii
Tipe gunungapi ini dicirikan oleh lava cair dan tipis yang dalam perkembangannya akan membentuk
tubuh gunungapi tipe perisai. Sifat magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar yang
disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava banyak mengandung gas,
sehingga yang ringan akan terlempar ke atas sedangkan yang berat setelah gas hilang akan tenggelam lagi. Tipe
ini banyak ditemukan di Hawaii, seperti di Gunung Kilauea dan Gunung Maunaloa.
Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang meningkat
kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai
ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava.
Tipe Volkano
Tipe ini dicirikan oleh awan debu membentuk bunga kol karena gas yang ditembakkan ke atas meluas
hingga jauh di atas kawah. Tipe ini memiliki tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak begitu cair.
Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano kuat, contohnya Gunung Vesusius
dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah, sebagai contohnya Gunung Raung dan Gunung Bromo.
Tipe Merapi
Tipe ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal dan tekanan gas yang agak
rendah. Karena sifat magmanya tersebut, maka terbentuk sumbat atau kubah lava, sementara bagian bawah dari
sumbat lava tersebut akan cenderung dalam keadaan masih cair. Kubah lava yang gugur akan menyebabkan
terjadinya awan panas guguran. Jika semakin tinggi tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat, maka akan
menyebabkan terjadinya letusan dan akan membentuk awan panas letusan.
Tipe Pelee
Tipe ini memiliki kekentalan magma hampir sama dengan tipe Merapi, tetapi memiliki tekanan gas yang
cukup besar. Ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke arah lateral.
Tipe Vincent
Tipe Vincent ini memiliki lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan terdapat danau kawah yang
pada waktu meletus akan dimuntahkan membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100o C kemudian akan
disusul oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan pijar.
Tipe Perret atau Plinian
Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas yang sangat kuat dan lava cair. Sifat letusannya merusak diduga ada
kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera.
Morfologi Gunung Api
Morfologi gunung api dapat dibedakan menjadi 3 zone dengan ciri-ciri jenis litologi dan asosiasi
morfologi yang berlainan.
Ketiga zone tersebut adalah :
Zona pusat erupsi (Central Zone). Zona ini dicirikan oleh :
Banyak radial dike / sill.
Adanya sumbat kawah (plug) dan crumble breccia.
Adanya zona hidrothermal
Sifat piroklastiknya kasar.
Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi.
Zona proksimal , zona ini dicirikan oleh :
Material piroklastik agak terorientasi.
Terjadi pelapukan pada lava dan material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis.
Sering dijumpai parasitic cone.
Banyak dijumpai ignimbrite dan welded tuff.
Zona Distal, dicirikan oleh :
Material piroklastik berukuran halus.
Banyak dijumpai lahar.
Macam-Macam Bentang Alam Volkanik
Bentang alam volkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan
morfologinya. Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam volkanik
berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :
Kubah Volkanik
Merupakan morfologi gunung api yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan
atas dasar asal kejadiannya menjadi
Kerucut semburan dan kerucut perisai
Morfologi ini terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis
menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome).
Kerucut parasit (Parasitic Cone)
Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi gunung api yang berada pada lereng gunung api yang lebih
besar.
Kerucut sinder (Cinder Cone)
Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut
rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
Depresi Volkanik
Depresi volkanik adalah morfologi bagian volkan yang secara umum berupa cekungan.
Berdasarkan material pengisinya, depresi volkanik dibedakan menjadi :
Danau Volkanik, yaitu depresi volkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau
Kawah, depresi volkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh
apapun selain material hasil letusan.
Kaldera, yaitu depresi volkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh amblesan pada
kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunung api baru.
Dataran Volkanik
Secara relatif, dataran volkanik dicirikan oleh topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi (relief)
tidak menyolok. Macam-macam dataran volkanik diantaranya adalah : dataran rendah basal, plato basal, dan
dataran kaki volkan
Volkan Semu
Volkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunung api, bahan pembentuknya berasal dari volkan yang
berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu volkan yang sudah lama tidak menunjukkan
kegiatannya (mati/dorman).
Contoh morfologi volkan semu ini adalah Gunung Gendol di daerah Muntilan, Jawa Tengah pada
dataran kaki volkan gunungapi Merapi.
Volkan semu jenis lain adalah leher volkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu
kubah volkanik tererosi sehinggga tinggal berbentuk kolom. Biasanya, di sekitar lajuran volkanik tersebut sering
dijumpai retas yang memanjang (radial dike)
Dampak Lingkungan Gunungapi
Gunung api dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk
(bencana) bagi manusia.
Dampak positif dengan adanya gunung api adalah :
Panas bumi, sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunung api seperti yang
diusahakan di pegunungan Dieng dan Lahendong.
Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang masih asri dan sejuk
seperti di Kaliurang, Puncak dan Sarangan.
Sebagai daerah pertanian yang subur seperti banyak dijumpai di seluruh Indonesia. Contohnya : Batu,
Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunung api seperti gunung Merapi
untuk daerah sekitarYogyakarta.
sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daerah sekitarnya.
Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan, gunung api juga berpotensi sebagai sumber bencana.
Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunung api dapat dibagi menjadi 2 yaitu ; bahaya langsung (primer) dan
bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api meliputi :
Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya
menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus
dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
Bom gunung api
Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar
dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan
pertanaian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur.
Pasir lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih kecil dari bom ( lebih besar 2
mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir
dan lapilli ini dapat terlempar hingga puluhan km. Pasir dan lapilli ini dapat menghancurkan atap rumah, karena
bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.
Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembus
oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap
dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng
gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang
dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban
60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas
ini.
Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa
tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa
mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung, dapat menimbulkan
sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu
penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu
gunungapi yang mengandung silika bebas.
Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2,
H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm
(part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang
dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan
gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti
yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada
pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya
tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block,
bom, lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava, apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau
setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran
bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan
akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun
tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah
gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun
sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Volkanologi pada G. Merapi.
PALEOGEOMORFOLOGI
Cabang dari geomorfologi terutama yang mempelajari bentang alam purba (masa geologi lampau), tidak
ditentukan berdasarkan batasan umur.
Bentang alam purba dihasilkan dari proses-proses yang bekerja pada masa lampau atau tidak lama sesudahnya.
Proses pembentukan bentang alam purba berkaitan dengan tektonik (pengangkatan dan penurunan kulit bumi) dan
berhubungan dengan erotion base level yang ikut mengontrol proses-proses geomorfik dan proses gradasi
permukaan ditentukan oleh erotion base levelyang dapat berubah-ubah.
Paleogeopedologi :
ilmu yang mempelajari mengenai soil purba, yang berhubungan dengan sejarah kenampakan-
kenampakan paleogeomorfik.
Macam-Macam Bentang Alam Paleogeomorfologi
Ruhe (1965, dalam Thornbury, 1969) mengelompokkan bentang alam paleogeomorfologi menjadi 3 tipe
:
Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
Bentang alam terkubur (Burried Land Forms)
Bentang alam tersingkap (Exhumed Land Forms).
Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
Merupakan bentang alam purba yang terbentuk pada pre-exiting landscape dan telah mengalami destruction dan
terkubur kemudian membentuk sebagian dari topografi sekarang.
Sebagian bentang alam sisa merupakan hasil dari proses-proses yang belum lama bekerja.
Hasil dari proses-proses yang sama yang masih mendominasi masa sekarang, tetapi bekerja pada kondisi iklim
atau kontrol base level yang berbeda dengan yang mengontrol proses geomorfik masa sekarang.
Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi terutama
ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa bentangalam dan bentuk-
bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi tertentu atau
jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-bukit, dan bentuk-bentuk
alam lainnya. Tetapi dalam empat dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan
pada studi tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap tidak
ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi mengenai
geomorfologi yang menyangkut antara lain:
Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh
proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi
dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak
dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief
khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja
pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh
adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material
penyusun (litologi).
Lf : f (T,P, S, M, K)
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat
pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang
dan waktu kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf)
dapat dirumuskan:
Dengan keterangan :
T : topografi
P : proses alam
S : struktur geologi
M : material batuan
Bentuk lahan dikaji secara kuantitatif maupun kualitatif (morfometri) dimana tujuannya
mendiskripsikan relief bumi. Bentuk lahan konstruksional misalnya gunung api, patahan, lipatan,
dataran, plato, dome dan pegunungan kompleks. Sedangkan bentuk lahan distruksional meliputi
bentuk lahan erosional, residual dan deposisional. Cabang yang mengkaji tentang bentuk lahan
disebut Geomorfologi Statis.
Oleh karena untuk menganalisis bentanglahan lebih sesuai dengan didasarkan pada
bentuklahan, maka klasifikasi bentanglahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-unit
bentuklahan penyusunnya. Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan
berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1. Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan
lava, kawah, dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan,
perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan
contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan
dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan
contoh-contoh bentuklahan ini.
5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini
antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel,
parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan
bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach
ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi
bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini
disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio
marine ini antara lain delta dan estuari.
8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung
dan morine.
9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini
adalah mangrove dan terumbu karang.
10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan
bentuklahan hasil proses antropogenik.
Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang lahan alami maupun bentang budaya, dapat
diterangkan berdasar 3 komponen, yaitu:
Masing-masing komponen memiliki sub komponen. Sebagai contoh pada komponen lingkungan
alami terdapat sub komponen: relief, batuan, air, dan iklim yang saling berinteraksi. Interaksi ini
disebut dengan interaksi horisontal, yang akan menciptakan kenampakan bentang tersendiri.
Selain itu juga terdapat interaksi vertikal, yaitu interaksi yang terjadi antara komponen yang
saling mempengaruhi, misalnya antara lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tiga komponen
tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
1. Bentuk Lahan Berdasarkan Proses Pembentukannya
Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan meninggalkan
kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini. Kedua proses ini adalah
proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen (berasal dari luar). Perbedaan
intensitas, kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau kedua proses tersebut yang bekerja
pada suatu daerah menyebabkan kenampakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain
umumnya berbeda.
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan menjadi :
Selain itu praktikum Geomorfologi juga memberikan gambaran tentang Peta Topografi dan Peta
Geomorfologi yang dapat memberikan pengetahuan bagi mahasiswa teknik geologi tentang
bagaimana Intrepetasi Peta dan mengetahui aplikasi di lapangan.
I.3. Metode Penulisan
Metode penulisan pada laporan praktikum ini didasarkan pengumpulan data pada dua aspek
praktikum,yaitu:
1. Praktikum di Laboratorium, yaitu dimana praktikan diajarkan cara interpretasi peta topografi dan
deskripsi mengenai bentang-bentang alam.
2. Praktikum dilapangan, yaitu dimana praktikan dihadapkan langsung pada keadaan sebenarnnya
suatu singkapan dilapangan maupun bentang-bentang alam yang telah terlebih dahulu di
interpretasi pada praktikum di laboratorium.
I.4. Alat dan Bahan
1. Alat
1. Pensil
2. Penggaris 1 set
3. Pensil Warna
4. Pensil OHP
5. Bahan
1. Kertas Kalkir
2. Kertas HVS
3. HCl
4. Kompas
5. GPS
6. Peta Topografi
I.5. Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Dearah (di Lab)
1. Waktu
Waktu dilaksanakan Praktikum pada Hari Rabu jam 10.00 WIB
1. Lokasi
Lokasi Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Geologi Dinamik Kampus II Institut Sains Dan
Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
II.1 Pengertian
Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi
semua ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal ini, proses
yang utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material, pelapukan material
permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi dan gerakan tanah. Kebalikan dari
degradasi adalah agradasi, yaitu berbagai proses eksogenik yang menyebabkab bertambahnya
elevasi permukaan bumi karena proses pengendapan material hasil proses degradasi.
1. Pelapukan, produk dari regolith dan saprolite ( bahan rombakan dan tanah)
2. Transport, yaitu proses perpindahan bahan rombakan terlarut dan tidak terlarut karena erosi dan
gerakan tanah.
II.2 Faktor-faktor Pembentukan Bentang Alam Denudasional
Faktor yang mempengaruhi yaitu faktor eksogen yang terdiri dari pelapukan, erosi dan gerakan
tanah.
1. Pelapukan
Merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat dengan
permukaan bumi [tidak termasuk erosi dan pengangkutan hasil perubahan itu]. Ketika batuan
tersingkap, mereka akan menjadi subjek dari semua hasil proses pemisahan / dekomposisi
batuan.
Pemisahan batuan umumnya disebabkan karena pengaruh kimia, fisika, organisme, ataupun
kombinasi dari ketiganya.
Tipe proses pelapukan pada kenyataan dan tingkat aktivitasnya dipengauhi oleh :
1. Sort / pemilahan
2. Iklim
3. Topografi / morfologi
4. Proses geomorfologi
5. Vegetasi dan tata guna lahan
Pada iklim lembab dan hangat, yang dominan adalah pelapukan kimia. Pada kondisi iklim kering
pada musim baik kemarau maupun penghujan, akan didominasi pelapukan fisika yang merata.
Sedangkan pada zona iklim dimana temperatur dan kelembaban dapat mendukung kehidupan
organisme, pelapukan biologilah yang mendominasi.
1. Erosi normal, terjadi secara alamiah dengan laju penghancuran dan pengangkutan tanahnya
sangat lambat sehingga memungkinkan kesetimbangan antara proses penghancuran dan
pengangkutan dengan proses pembentukan tanah.
2. Erosi dipercepat, terjadi akibat pengaruh manusia sehingga laju erosi jauh lebih besar daripada
pembentukan tanah.
Berdasarkan bentukannya, erosi dapat dibedakan menjadi 5 macam, antara lain :
1. Erosi percik, merupakan tahap pertama dari hujan yang menyebabkan erosi. Erosi ini
disebabkan oleh tenaga kinetis jatuhnya butir hujan ke permukaan tanah. Erosi ini dapat
menghancurkan porositas tanah karena pori – pori tanah menjadi lebih kecil atau terjadi
penyumbatan pori – pori, sehingga daya infiltrasinya berkurang maka terjadilah pelumpuran yang
mengakibatkan penurunan daya infiltrasi lebih drastis lagi. Dengan demikian akan memperbesar
exsess aliran permukaan atau yang dapat mengakibatkan terjadinya penggenangan pada
topografi datar atau terjadi aliran permukaan pada topografi miring. Selanjutnya hal ini
mengakibatkan terjadinya erosi lembar.
2. Erosi lembar, adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan
bidang tanah. Kekuatan jatuh butir hujan dan aliran di permukaan merupakan penyebab utama
erosi ini. Dari segi energi, pengaruh butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6
sampai 10 m/detik. Kehilangan lapisan atas yang subur tersebut secara seragam, sehingga tidak
kentara dan meliputi areal yang luas. Proses erosi ini sangat berbahayakarena disadari adanya
setelah erosinya berjalan lanjut.
3. Erosi alur, terjadi pada tanah yang tidak rata, maka air akan terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat – tempat yang rendah sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat –
tempat tersebut. Erosi ini biasa pada tanah – tanah yang biasa ditanami tanaman yang ditanam
berbaris menurut lereng. Apabila erosi alur tidak segera ditanggulangi maka akan terjadi erosi
parit.
4. Erosi parit, prosesnya sama dengan erosi alur, tetapi saluran – saluran yang terbentuk sudah
dalam. Erosi parit yang terbentuk berukuran lebar sekitar 40 cm dan kedalaman 25 cm,
sedangkan yang lanjut dapat mencapai kedalaman > 30 cm. Erosi ini dapat berbentuk V atau U,
tergantung dari kepekaan substratanya. Bentuk V lebih umum terjadi, tetapi pada daerah yang
substratanya mudah lepas akan membentuk huruf U.
Faktor – faktor yang mempengaruhi erosi antara lain :
1. Iklim
Di daerah tropika basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan, terutama besarnya
curah hujan, intensitas dan distribusi hujan, kecepatan jatuh butir hujan, besar butiran hujan.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal [dinyatakan dalam
m3/luas]. Intensitas hujan adalah besarnya yang jatuh pada suatu waktu tertentu [dinyatakan
dalam mm/jam atau cm/jam].
1. Relief
Dua unsur yang berpengaruh adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Kemiringan lereng
akan memperbesar jumlah aliran permukaan sehingga memperbesar kekuatan angkut air. Selain
itu, jumlah butir – butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan semakin
banyak. Panjang lereng dihitung dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air
masuk ke dalam saluran [sungai] atau dimana kemiringan berkurang sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran air sangat berkurang. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di
ujung lereng. Dengan demikian berarti makin banyak air yang mengalir dan semakin besar
kecepatannya di bagian bawah lereng daripada di bagian atas. Akibatnya adalah tanah di bagian
bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas. Selain kedua hal tersebut, yang
berpengaruh adalah konfigurasi lereng, misalnya berbentuk cembung akan banyak terjadi erosi
lembar. Lereng yang cekung cenderung erosi berbentuk alur atau parit. Aspek lain yang
berpengaruh misalnya keseragaman lereng.
1. Vegetasi
Vegetasi akan berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Aspek pengaruh tersebut
adalah :
1) Intersepsi hujan oleh tajuk, sehingga mengurangi jumlah hujan di permukaan tanah.
3) Pengaruj akar dan kegiatan biologi terhadap ketahanan struktur tanah dan infiltrasi.
4) Pengaruh terhadap porositas tanah menjadi lebih besar.
5) Peristiwa transpirasi yang dapat mengurangi kandungan air tanah sehingga yang datang
kemudian dapat masuk ke dalam tanah lagi.
6) Tanah
Sifat tanah yang berpengaruh terhadap laju erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman tanah, dan sifat – sifat lapisan bawah. Tekstur dan struktur tanah tidak berdiri sendiri
tetapi saling berhubungan.
7) Manusia
Di sini dapat berpengaruh positif dan negatif. Yang negatif apabila menjadikan erosi lebih besar,
contohnya penggundulan hutan, sistem huma, dan sebagainya. Tindakan yang positif misalnya
penghutanan, pembuatan bangunan – bangunan pencegah erosi, tindakan konservasi tanah,
dsb. Overland flow yang seragam tipis hanya terdapat pada suatu bentuk permukaan rata dan
biasanya menjadi semakin sangat tipis pada suatu permikaan yang dalam sehingga efek
terjadinya longsor adalah kecil, sebab hanya material halus yang dapat diangkut dengan cara ini.
Kekuatan yang diperlukan untuk mengikis bahan rombakan menjadi lebih besar dibandingkan
kekuatan yang yang diperlukan untuk mengangkutnya.Hampir semua permukaan alami terlalu
tidak seimbang untuk menghasilkan arus seragam, dan sebagai gantinya, kebanyakan air
dikonsentrasikan pada diskontinuitas tekanan yang kecil pada permukaan itu. Variasi pada
ketebalan arus menghasilkan variasi di mana bahan rombakan terbawa, sehingga menjadikan
erosi permukaan memiliki konsentrasi tinggi, Jika arus cukup besar, mereka akan mengikis
sejumlah saluran kecil, dan jika saluran ini dangkal, mereka cenderung untuk berpindah posisi
dari waktu ke waktu.
1. Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar, atau
miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada gangguan kesetimbangan pada
saat itu.Ada empat jenis utama gerakan massa :
1. Falls [runtuhan]
Ada 3 macam, yaitu :
1) Runtuhan batuan
Suatu massa batuan yang jatuh ke bawah karena terlepas dari batuan induknya. Terjadi pada
tebing – tebing yang terjal. Gerakannya ekstrim cepat.
2) Runtuhan tanah
Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah berupa massa tanah.
Gerakannya sangat cepat.
Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah berupa massa bahan tombakan.
Gerakannya sangat cepat.
1. Slides [longsoran]
Ada 4 macam, yaitu :
1) Nendatan [slump]
Gerakan yang terputus – putus atau tersendat – sendat dari massa tanah atau batuan ke arah
bawah dalam jarak yang relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan kecepatan ekstrim
lambat sampai agak cepat. Pada umumnya, sesuai dengan prosesnya yang terputus – putus,
sehingga mempunyai lebih dari satu bidang longsor yang kurang lebih sejajr atau searah satu
sama lain.
2) Blok glide
Gerakan turun ke bawah dari massa tanah atau batuan yang berupa blok dengan kecepatan
lambat sampai agak cepat. Blok yang turun dapat disebabkan atau dibatasi oleh kekar, sesar.
3) Longsoran batuan
Gerakan massa batuan ke arah bawah yang biasanya melalui bidang perlapisan, rekahan –
rekahan, bidang sesar. Dalam hal ini kemiringan lereng searah dengan kemiringan perlapisan
batuan. Lapisan batuan yang dapat bertindak sebagai bidang longsor adalah batuan yang
berukuran sangat halus [lempung, tuf – halus, napal, dsb]. Kecepatan gerakan amat lambat
sampai cepat.
1. Flows [aliran]
Ada 6 macam, yaitu :
1) Aliran tanah
Gerakan dari massa tanah secara mengalir dengan kecepatan lambat sampai cepat. Material
[massa] tanah yang sangat plastis biasanya dengan kecepatan lambat – cepat dan lumpur
dengan kecepatan sangat cepat sehingga ada yang disebut aliran tanah lambat dan aliran tanah
cepat. Disini faktor kandungan air sangat penting.
Gerakan secara mengalir dari massa batuan yang berupa fragmen – fragmen dengan kecepatan
ekstrim cepat dan kering. Macam aliran fragmen batuan, misalnya rockfall avalenche. Massa
yang bergerak sangat luas baik berupa runtuhan batuan atau longsoran batuan dengan
kecepatan ekstrim cepat.
3) Sand run
Gerakan dari massa pasir secara mengalir dengan kecepatan cepat sampai sangat cepat dalam
keadaan kering.
Aliran loess kering, massa yang mengalir berupa loes yang sangat kering. Biasanya disebabkan
oleh gempa bumi. Kecepatan aliran ekstrim cepat.
5) Debris avalanche
Gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah dengan kecepatan sangat cepat sampai
ekstrim cepat. Kalau keadaannya basah disebut debris flow [aliran bahan rombakan].
1. Kompleks
Merupakan gabungan dari berbagai macam gerakan tanah, biasanya satu macam gerakan
tanah lalu diikuti oleh macam gerakan tanah yang lain. Gerakan tanah yang lain yaitu :
1) Creep
Aliran massa tanah [batuan] yang ekstrim lambat, tidak dapat dilihat, hanya akibatnya akan
tampak seperti tiang listrik, pohon bengkok. Contoh : rock creep, soil creep, talus creep.
2) Amblesan
Gerakan ke arah bawah yang relatif tegak lurus, yang menyangkut material permukaan tanah
atau batuan tanpa gerakan ke arah mendatardan tidak ada sisi yang bebas. Dapat disebabkan
karena terlampau berat beban dan daya dukung tanah kecil. Juga bisa karena pemompaan air
tanah jauh melampaui batas, sehingga pori – pori yang tadinya terisi oleh air tanah akan
mampat.
1. Kemiringan tanah
2. Jenis batuan / tanah
3. Struktur geologi
4. Curah hujan
5. Penggunaan tanah dan pembebanan massa
6. Getaran
1. Gempabumi
2. Lalulintas
II.3 Macam-macam Bentuk Lahan Asal Denudasional
1. Pegunungan Denudasional
Karakteristik :
1. Topografi bergunung dengan lereng curam hingga sangat curam (55 – >140%)
2. Selisih ketinggian dari tempat terendah hingga tempat tertinggi (relief) >500m
3. Tingkat pengikisan tergantung dari kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup serta proses erosi
ulang bekerja pada tempat tersebut
4. Umumnya mempunyai lembah dalam, berdinding terjal dan berbentuk V karena proses yang
dominan adalah proses yang cenderung pendalaman lembah (valley deepenting)
Sumber: http://earlfhamfa.wordpress.com/2010/02/21/bentang-lahan-denudasional/
1. Perbukitan Denudasional
Karakteristik :
Sumber: http://webnyagalant.blogspot.com/2010_03_01_archive.html
Sumber: http://ips-abi.blogspot.com/2012/10/tenaga-eksogen.html
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Alluvial_fan
1. Area memanjang dan relative sempit terletak di kaki pegunungan/perbukitan dengan topografi
landai hingga berombak
2. Mempunyai lereng dari landai hingga lembut (nearly flat to gentle)
3. Tanpa hingga sedikit terkikis
4. Terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin)
5. Pada umumnya sering dilewati fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya ayng diangkut
oleh tenaga pengankut (air) ke daerah yang lebih rendah (missal; cekungan)
Sumber: http://ips-abi.blogspot.com/2012/10/tenaga-eksogen.html
BAB III
BENTANG ALAM STRUKTURAL
III.1. Pengertian
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh struktur
geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah
batuan itu ada.
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses
tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan
yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah
akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang
terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta
gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan).
Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang
alam struktural adalah :
1. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur geologi dan
litologi pada daerah tersebut.
2. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-
lain.
3. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll.
4. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar,
sesar atau lipatan.
III.2. Faktor-faktor Pembentuk Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukkannya di kontrol oleh struktur
geologi.
Struktur geologi ada dua macam yaitu :
2. Struktur sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah pembentukkan batuan contoh
: kekar, sesar, atau lipatan
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses asal dalam atau gaya endogeni,
sehingga menyebabkan batuan yang telah terbentuk terangkat, terlipat dan tersesarkan.
Kemudian bentukkan struktur mengalami proses eksogenik sehingga terbentuk bentang alam
struktural.
1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500 kaki dari muka air laut.
2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki
diatas muka air laut.
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut hampir sama, hanya
dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah berstadia muda terlihat datar dan dalam peta
tampak pola kontur yang sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai
dataran yang luas dan bukit-bukit sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte.
Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan
dengan ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.
Pola penyaluran yang berkembang pada daerah yang berstruktur mendatar adalah dendritik. Hal
ini dikontrol oleh adanya keseragaman resistensi batuan yang ada di permukaan.
Sumber:http://reynolds.asu.edu/geologic_scenery/geologic_scenery_images.htm
1. Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut
lereng yang searah perlapisan batuan. Sudut kelerengan kurang dari 450 (Thornbury, 1969,
p.133), sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya kurang dari 200. Cuesta
memiliki kelerengan fore slope yang lebih curam sedangkan back slopenya relatif landai pada
arah sebaliknya sehingga terlihat tidak simetri.
2. Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang
searah perlapisan batuan sekitar 450(Thornbury, 1969, p.133). sedangkan Stokes & Varnes,
1955 : p.71 sudut kelerengannya lebih dari 200. Hogback memiliki kelerengan fore slope dan
back slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri (lihat gambar IV.2).
1. Bentang alam dengan Stuktur Lipatan
Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan).
Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan
bagian lembah disebut sinklin. Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui
dengan menafsirkan kedudukan lapisan batuannya. Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini
arah kemiringan lapisan batuan) pada peta topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis
kontur.
Sumber: http://furqanwera.blogspot.com/2011/11/soal-jawab-lipatan-ipba.html
Sumber: http://deovell.blogspot.com/2012/06/deformasi-batuan.html
c) Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda
d) Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
2) Cekungan
Sumber: http://akabarahikari.blogspot.com/2012/06/bentang-alam-struktural.html
Sumber: http://dandymaynardi.blogspot.com/2010/11/apakah-sungai-yang-berkelok-akan.html
BAB IV
BENTANG ALAM FLUVIAL
IV.1. Pengertian
Bentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan proses
fluviatil. Sebelum lebih jauh membahas tentang bentang alam fluviatil lebih dahulu dibahas
pengertian tentang proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam,
baik fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang
disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang mengalir secara
terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak terkonsentrasi (sheet water).
Tetapi alur-alur ada di lereng bukit atau gunung dan terisi air bila terjadi hujan bukan termasuk
bagian dari bentang alam fluviatil, karena alur-alur tersebut berisi air sesaat setelah terjadinya
hujan (ephemeral stream).
Sebagaimana dengan proses geomorfik yang lain, proses fluviatil akan menghasilkan suatu
bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam
yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang
dilakukan oleh air permukaan.
Sungai merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat / lembah yang
lebih rendah karena pengaruh gravitasi. Sungai termasuk sungai besar, sungai kecil maupun
anak sungai.
1. Proses erosi
Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan
permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982,
mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.
Menurut Holy,1980, berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat dibagi menjadi
empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju.
Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air. Sungai dapat
mengerosi batuan sediment yang dilaluinya, memotong lembah, memperdalam dan
memperlebar sungai dengan cara-cara :
1. Erosi ke arah hulu (head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada ujung bagian hulu sungai.
2. Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu pada
sungai dan menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
3. Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada daerah tengah sungai
yang menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai.
Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah
tidak lagi mampu mengerosi lagi ( erotion base level). Erotion base level ini dapat dibagi menjadi
ultimate base level yang base level-nya berupa laut dan temporary base level yang base level-
nya lokal seperti danau, rawa, dll.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut.
Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material.
Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
Sifat-sifat erosi :
1. Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
2. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
3. Saltasi, yaitu material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai
4. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air
sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
5. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan memben-tuk larutan kimia.
Dalam membahas transportasi sungai dikenal terminologi stream capacity yaitu jumlah beban
maksimum yang mampu diangkut oleh aliran sungai, dan stream competence yaitu ukuran
maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
1. Proses Sedimentasi
Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut
material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang
berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang
lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah
bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian
kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar. Ukuran material yang diendapkan
berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi
semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.
1. Discharge
Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses erosi dan transportasi terjadi
karena besarnya kecepatan aliran sungai dan discharge.
Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau
sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat
dibedakan menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi lotologinya.
Sumber: http://agnazgeograph.wordpress.com/2013/03/25/pola-aliran-sungai/
Sumber: http://cherresthemonkey.deviantart.com/art/Point-Bar-Deposit-293749254
Sumber:http://web.mst.edu/~rogersda/levees/should%20i%20trust%20that%20levee.htm
1. Delta
Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah
base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta.
Gambar 15 Delta
Sumber: http://www.geo.uu.nl/fg/palaeogeography/researchprogram
Bagian-bagian sungai yang memungkinkan terjadinya proses sedimentasi adalah bagian sungai
yang tingkat erosi lateralnya mulai berkurang dan intensitas pengendapannya bertambah karena
berkurangnya energi transportasi, yaitu pada sungai dengan stadia dewasa-tua
Dalam penambangan material sungai harus mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:
V.1. Pengertian
Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang proses pembentukannya dikontrol oleh proses
vulkanisme, yaitu proses keluarnya magma dari dalam bumi. Bentang alam vulkanik selalu
dihubungkan dengan gerak-gerak tektonik. Gunung-gunung api biasanya dijumpai di depan zona
penunjaman (subduction zone).
1. Kegiatan vulkanisme, seperti pembentukan kaldera, dimana kegiatan tesebut akan mengganggu
pekembangan suatu gunungapi.
2. Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), dimana berkaitan erat dengan
keaktifan tektonik daerah setempat.
3. Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama-kelamaan akan merusak dan
menghancurkan dinding kepundan.
4. Adanya kerucut spater (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi curam yang tersusun dari
batuan bahan lepas yang terendapkan di atas celah atau pipa kepundan, dan umumnya
berkomposisi basalan; atau hornito yang juga merupakan kerucut spater di sekitar ujung aliran
lava.
5. Adanya gua-gua pada aliran lava (lava tube)
Dalam kaitannya dengan bentang alam, gunungapi mempunyai beberapa pengertian antara lain
:
1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan material/rempah
gunungapi.
2. Merupakan tempat munculnya material vulkanik lepas sebagai hasil aktivitas magma di dalam
bumi (vulkanisme).
3. Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme,yaitu :
1. Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas, bersifat
kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik dan
membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal.
2. Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung gas, magma
encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunungapi yang rendah dan
berbentuk perisai, misalnya Dieng, Hawai.
3. Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental. Vulkanisme ini
menghasilkan gunungapi strato, misalnya Gunung Merapi dan Merbabu.
Sumber: http://dc378.4shared.com/doc/wXCAIoPH/preview.html
1. Jenis lava dalam hubungannya dengan erupsi yang bersifat lelehan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, tipe “AA” dan tipe “ pa hoe hoe”. Lava “AA” bersifat skoriaan dan runcing, sedang tipe
“pa hoe hoe” bersifat halus.
Adanya vulkanisme dapat dicirikan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1. Letusan pusat (terminal eruption), dimana lubang kepundan merupakan saluran utama bagi
peletusan.
2. Letusan samping (subterminal effusion), akan terbentuk apabila magma yang membentuk sill
sempat menerobos ke permukaan, pada lereng gunungapi.
3. Letusan lateral (lateral eruption), dimana korok melingkar (ring dike) dapat berfungsi sebagai
saluran magma ke permukaan.
4. Letusan di luar pusat (excentric eruption), terjadi di bagian kaki gunungapi, dengan sistem
saluran magma tersendiri yang tak ada kaitannya dengan lubang kepundan utama.
5. Tipe Letusan Gunung Berapi
6. Tipe Hawaii
Tipe Gunungapi ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, yang dalam perkembangannya
akan membentuk tipe gunungapi perisai. Sifat magmanya yang sangat cair memungkinkan
terjadinya lava mancur, yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava. Dimana lava yang
banyak mengandung banyak gas, sehingga bersifat ringan, akan terlempar ke atas, sedang yang
berat (setelah gas hilang) akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di gunungapi perisai di
Hawaii, seperti di Kilauea dan Maunaloa. Di Kilauela terdapat danau lava Halemaumau dengan
pulau-pulau lava beku yang mengapung di atasnya. Lava mancur pada danau lava ini akan
menghasilkan rambut Pele (Pele’s hair) dan airmata Pele (Pele’s tear) yang mempunyai bentuk-
bentuk khas. Meskipun panas yang dikeluarkan cukup banyak, tetapii permukaan danu lava
senantiasa cair. Tipe Hawii juga didapatkan di Islandia, dibedakan dengan yang di Hawaii adalah
berdasarkan ketinggian dan besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe ini membentuk gunungapi
yang berketinggian lebih dari 1000 m dan mempunyai sudut sudut lereng besar, sdang di
Islandia umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan membentuk datar tinggi.
1. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang
meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan
pendek yang disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupaabu, bom, lapili dan setengah
padatan bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli adalah rendah.
1. Tipe Vulkano
Yang sangat khas dari tipe ini adalah pembentukan awandebu berbentuk bunga kol, karena gas
yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas
sedang dan lavanya kurang begitu cair. Dan disamping dikeluarkan awandebu, tipe ini juga
menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe Vulkano
kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano lemah (G. Bromo, G. Raung). Peralihan antara
kedua tipe inipun dijumpai, di Indonesia misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak Bromo.
1. Tipe Merapi
Dicirikan dengan lavanya yang cair-kental, dapur magma yang relatif dangkal dan tekanan gas
yang agak rendah. Karena sifat lavanya tersebut, apabila magma naik ke atas melalui pipa
kepundan, maka akan terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di bagian bawahnya
masih cair. Sumbat lava yyang gugur akan menyebabkn terjadinya awanppanas guguran.
Sedang semakin tingginya tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat akan menyebabkan
sumabat tersebut hancur ketika terjadi letusan, dan akan terbentuk awanpanas letusan.
1. Tipe Pelee
Tipe ini mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe Merapi. Tetapi tekanan
gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah peletusan gas ke arah mendatar. G. Pelee
pernah meletus pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan awanpanas
bersuhu antara 2100 – 2300C. Kecepatan luncurnya yang tinggi, sekitar 150 m/detik,
mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan 30.000 jiwa menjadi
korban.
1. Periode kegiatan dan periode istirahat letusan gnungapi sangat tergantung pada:
1. Kedalaman dan ukuran dapur magma.
2. Besarnya tenaga potensial dalam dapur magma dan besarnya tenag yang dilepaskan.
3. Kandungan gas dan proses pembentukan gas kembali (degassing).
4. Besar-kecilnya atau ada-tidaknya gangguan kesetimbangan atas aspek fisika-kimia.
5. Sifat penyaluran tenaga ke araah permukaan yang dikendalikan oleh sistem rekahan atau
pensesaran.
6. Morfologi Gunungapi
Morfologi gununungapi dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan ciri-ciri yang berlainan, yaitu :
Merupakan morfologi kerucut semburan yang terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat
kental/andesitik.
Merupakan morfologi yang terbentuk sebagai hasil erupsi gunungapi yang berada pada lereng
gunungapi yang lebih besar.
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki gunungapi, berupa
kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
1. Gunungapi Tameng/Perisai
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh aliran magma cair encer, sehingga pada waktu
magma keluar dari lubang kepundan, meleleh ke semua arah dala jumlah besar dari suatu
kawah besar/kawah pusat dan menutupi daerah yang luas yang relatif tipis. Sehingga bentuk
gunung yang terbentuk mempunyai alas yang sangat luas dibandingkan dengan tingginya. Sifat
magmanya basa dengan kekentalan rendah dan kurang mengandung gas. Karena itulah
erupsinya lemah, keluarnya ke permukaan bumi secara effusif/meleleh. Akibatnya lerengnya
landai (20 – 100) tingginya tidak seberapa dibanding diameternya, dan permukaan lereng yang
halus. Contohnya adalah gunungapi di Hawaii (Mauna Loa, Kilauea).
1. Dataran Vulkanik
Secara relatif, dataran vulkanik dicirikan oleh puncak topografi yang datar, dengan variasi beda
tinggi yang tidak mencolok. Macam-macam dataran vulkanik diantaranya adalah dataran basal,
plato basal dan dataran kaki vulkan.
1. Vulkan Semu
Vulkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunungapi, bahan pembentuknya berasal dari
vulkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu vulkan yang
sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati). Morfologi ini kemungkinan dihasilkan oleh
suatu sistem patahan mayor yang melintasi gunungapi aktif dan mampu mengangkat massa
yang besar. Morfologi vulkan semu ini sering disebut Gunung Gendol. Gunung Gendol adalah
bukit kecil di daerah muntilan , Jawa Tengah pada dataran kaki vulkan G. Merapi.
Vulkan semu jenis lain adalah lajuran vulkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk
bila suatu kubah vulkanik tererosi sehingga tinggal berbentuk lajuran. Biasanya, di sekitar
vulkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang.
1. Danau Vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau.
1. Kawah
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan
tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan. Berdasarkan asal mulanya dibedakan
kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedang berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan
dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter). Pengisian kawah oleh
airhujan akan menyebabkan terbentuknya danaukawah. Dan letusan pada gunungapi yang
mempunyai danaukawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.
1. Kaldera
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh
amblesan pada komplek vulkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering
muncul gunungapi baru. Menurut H. William (1947), berdasarkan proses yang membentuknya
kaldera dibedakan menjadi :
1) Kaldera letusan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat
yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan mnyemburkan massa batuan dalam massa
yang sangat besar. Kaldera Bandai-san di Jepang dan Tarawera di New Zealand termasuk
dalam jenis ini.
2) Kaldera runtuhan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan yang berjalan cepat yang
memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada
dapur magma. Penurunan permukaan magma di dalam waduk pun akan menyebabkan
runtuhnya bagian atas dapur magma, dan memicu terjadinya runtuhan bagian puncak
gunungapi. Hampir kebanyakan kaldera terbentuk melalui proses ini, contoh kaldera Krakatau, di
Indonesia dan Crater Lake di Oregon, Amerika.
3) Kaldera erosi, yaitu kaldera yang disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut,
dimana erosi akan memperlebar daerah lekukan sehingga daerah kalderah tersebut semakin
luas. Gejala seperti ini banyak ditemukan di gunungapi Jepang.
2) Exogeneous dome
3) Indogeneous dome
2) Crater
3) Kaldera
2) Lava plateu
2) Panas bumi (geothermal), sebagai sumber tenaga listrik dari proses hidrotermal yang
terjadi di daerah gunungapi, seperti yang diusahakan di Pegunungan Dieng dan
Lahendong.Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana
alam yang masih asli dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak, Sarangan.
3) Sebagai daerah pertanian daerah yang subur seperti banyak kita jumpai di seluruh
Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
4) Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunungapi
seperti Gunung Merapi untuk daerah sekitar Yogyakarta.
1. Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan gunungapi juga berpotensi sebagai
sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunungapi dapat dibagi menjadi dua
yaitu bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder).
Bahaya primer akibat erupsi gunungapi meliputi :
1) Aliran Lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 12000 C).
Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda
yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
2) Bom Gunungapi
Bom gunungapi berujud batuan panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. Batuan ini dapat
terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan,
pemukiman dan lahan pertanian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan
hancur.
3) Pasir Lapili
Pasir dan lapili adalah campuran material letusan yang ukuranya lebih kecil dari bom (< 2 mm).
Sedangkan lapili lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi
letusan pasir dan lapili ini dapat terlempar hingga puluhan kilometer. Pasir dan lapili ini dapat
menghancurkan atap rumah karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat
membunuh tanaman.
4) Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dai material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan
dihembuskan oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan
campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 12000 C).
Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur,
luncurannya dapat menapai 10 – 20 km. Dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi
pada Gunung Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar
hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat hembusan awan panas
ini.
5) Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya
bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0.2 mm. Bahaya yang ditimbulkan
antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan G.
Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak mengisap abu gunungapi
dan menimbulkan penyakit silikosis, yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika
bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika
bebas.
6) Gas Beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas
CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2 dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang
untuk gas CO 50 ppm (part per million), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3As yang sangat
mematikan pada 0,05 ppm. Gas yanga dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena
gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusa gunungapi. Yang paling berbahaya
adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di
Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada
pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya
sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang
dilemparkan dari pusat erupsi baik blok, bom, lapili, tuff, abu maupun longsoran kubah lava.
Apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material
hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang
biasa disebut alira lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan
melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian
maupun tanggul sungai yang dilalui
1. Klasifikasi Relief
Van Zuidam (1983), mengklasifikasikan relief berdasarkan morfometri dan morfografi sebagai
berikut :
2) Bergelombang landai 3 – 7 5 – 50
3) Bergelombang miring 8 – 13 25 – 75
4) Berbukit bergelombang 14 – 20 50 – 200
BAB VI
BENTANG ALAM MARINE
VI.1. Pengertian
Bentang lahan ini tersusun dari bentuk lahan asal proses marine atau geomorfologi asal
marine.Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai.
Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut.
Semakin dangkal laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah
pantai, dan semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di
daerah pantai. Selain dipengaruhi oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah
pantai juga dipengaruhi oleh:
1. Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
2. Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar pantai
tersebut.
3. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh tenaga dari
luar, misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus laut.
4. Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang alam di
permukaan bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan, patahan,
dan sebagainya.
5. Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan organisme yang
ada di laut.
Di Indonesia, pantai yang ada pada umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata yang
notabene dapat membantu tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat mengetahui
bahwa garis pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-pemikiran agar
pantai tersebut tetap bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami perubahan.
1. Bagian-bagian Pantai
1. Pesisir (Coast) adalah daerah pantai yang tidak menentu dan cenderung meluas ke daratan.
Biasanya daratan terletak di belakang pantai (shore) yang tidak tergenang air laut tetapi
mendapat pengaruh bahari, batasnya disebut coast line. Coast line merupakan garis batas laut
yang tetap dari pesisir.
2. Pantai (Shore) adalah daerah yang terletak antara pasang dan surut, garis batas darat-laut
disebut Shore line. Shore line atau garis pantai adalah garis yang membatasi permukaan
daratan dan permukaan air. Garis batas ini selalu berubah-ubah sesuai dengan permukaan air
laut. Garis pantai tertinggi terjadi pada saat terjadi pasang naik setinggi-tingginya, sedangkan
garis pantai terendah terjadi pada saat terjadi pasang surut serendah-rendahnya. Pantai
dibedakan menjadi:
1. Pantai belakang (Back Shore)
Backshore adalah bagian dari pantai yang terletak di antara pantai depan (foreshore) dengan
garis batas laut tetap (coastline). Daerah ini hanya akan tergenang air apabila terjadi gelombang
pasang yang besar. Dengan demikian daerah ini akan kering apabila tidak terjadi gelombang
pasang yang intensitasnya besar. Bentang alam seperti ini biasanya terdapat pada daerah
pantai yang terjal, misalnya di pantai selatan Pulau Jawa.
1. Pantai Depan (Fore Shore)
Daerah sempit yang terdapat pada pantai yang terletak di antara garis pasang naik tertinggi
dengan garis pasang surut terendah.
2) Endapan atas pantai depan (upper foresher beach), merupakan jenis endapan pantai yang
terdapat pada bagian atas pantai depan. Endapan pantai ini terbentuk karena hasil kegiatan
gelombang.
3) Endapan pantai belakang (backshore beach), merupakan jenis endapan pantai yang
terdapat pada pantai belakang yang sempit. Endapan pantai ini merupakan gabungan dari hasil
kegiatan gelombang yang besar, aliran air dari gelombang pasang naik setinggi-tingginya, angin,
serta aliran sungai
yang membawa material batuan ke pantai belakang tersebut.
4) Lepas pantai (Off shore) yaitu daerah yang meluas dari garis pasang surut terendah ke
arah laut, dibedakan :
a) Inshofe, meluas dari garis pasang – surut sampai gosong pasir (bar) atau daerah empasan
(breakers)
b) Off shore, meluas di sebelah luar, arah ke laut.
Sumber: http://cahayadaritimur.wordpress.com/tag/pantai/
1. Tenaga Es
Pengaruh tenaga es yang terpenting yaitu adanya pengkerutan es dan pemecahan atau
pencairan es. Air yang berasal dari bawah akan naik dan mengisi celah-celah dan akhirnya akan
membeku. Apabila terjadi perubahan iklim, maka es akan mencair sehingga permukaan airnya
akan bertambah besar.
1. Organisme
Jenis binatang laut yang sangat penting dalam proses pembentukan garis pantai beserta
perubahannya salah satunya yaitu binatang karang. Binatang karang yang paling banyak
membentuk batuan karang ialah golongan polyps. Polyps merupakan jenis binatang karang yang
sangat kecil yang hidup dengan subur pada air laut yang memiliki kedalaman antara 35-45
meter. Jenis makhluk hidup lain yang berpengaruh pada perkembangan pantai ialah tumbuh-
tumbuhan ganggang (algae). Ganggang merupakan jenis mikro flora yang dapat membantu
pengendapan dari larutan yang mengandung kalsium karbonat menjadi endapan kapur.
Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang tenggelam dapat
dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pantai yang berbeda sebagai
akibat dari pengaruh gelombang dan arus laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:
Gambar 19 Lembah Glasial di daerah Alpin dari Alaska hingga Selandia Baru
Sumber: http://www.wikipedia.com
1. Bentuk pengendapan sungai
Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) Delta, yaitu
endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga dan cembung ke arah laut; (2) Dataran banjir,
yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri sungai yang terjadi setelah sungai mengalami banjir;
(3) Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti segitiga, biasanya terdapat di daerah
pedalaman, dan ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan delta, serta sungainya tidak
bercabang-cabang.
1. Kelompok Primer (Non Marine Agency), terjadi bukan karena proses marine yang sering
disebut Youth Full Coast. Jenis ini dibedakan menjadi:
1) Terbentuknya karena erosi di daratan, misalnya pantai ria, fiord.
Sumber: http://www.wikipedia.com
BAB VII
BENTANG ALAM KARST
VII.1. Pengertian
Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian kuno yang berarti
topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979). Menurut Jenning (1971, dalam
Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang
aneh, berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada
air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977)
mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan
surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar
topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran sungai
secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata
air yang besar.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian tentang topografi
karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang
mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran sungainya
secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar
ditempat lain sebagai mata air yang besar”.
Dari sebaran batugamping yang ada, Indonesia merupakan wilayah yang potensial sebagai
kawasan kars. Dari kondisi geologinya Indonesia kaya akan batugamping. Tetapi tidak semua
batugamping yang ada diwilayah Indonesia dapat berkembang menjadi bentang alam kars.
Beberapa wilayah di Indonesia yang dapat ditemukan bentang alam kars, yaitu :
1. Pulau Sumatra, bentang alam dipulau Sumatra sangat kurang sangat berkembang, hanya
sebagian tempat di Aceh, Sumatra Barat (Singkarak) dan Sumatra Selatan
2. Pulau Jawa, sebaran batugamping dipulalau Jawa umumnya berada dibagian selatan dan
beberapa diantaranya berkembang menjadi kawasan kars yang penting serta terkenal di
kalangan pemerhati kars. Kawasan bentang alam kars tersebut berada didaerah Gombong
Selatan dan Gunung Sewu
3. Pulau Kalimantan, dari ekspedisi speleogi dari tim prancis yang dilakukan pada tahun 1980-an
(ESFIK-1982, 1983) melaporkan bentang alam kars di wilayah pegunungan Mangkalit,
Kalimantan TImur. Di Kalimantan Tengah dapat dijumpai bentang alam kars yang meliputi
Gunung Haje dan Gunung Menunting di Muara Teweh. Di Klaimantan Selatan terdapat diwilayah
Pegunungan Meratus yang penyebarannya terputus-putus.
4. Pulau Sulawesi, benrkembang bentang alam kars sangat baikterutama Sulawesi Selatan.
Bentang alam kars Maros sangat terkenal dan telah diadakan penelitian serta didapat data
sedikitnya 29 gua yang harus dilindungi.
5. Pulau Sumbawa, bentang alam mini terdapat didaerah Sumbawa Barat yang nilai ekonomisnya
berupa sumber daya air dengan debit kurang lebih 1000 lt/dt (MENLH & Yayasan Jatidiri, 1998).
6. Pulau Irian Jaya, Pulau Irian merupakan pulau yang kaya akan sebaran batugamping yang
berkembang menjadi bentang alam kars. Kawasan kars terdapat didaerah Wamena-
Pegunungan Trikoradengan nilai ilmiah berupa dolina raksasa, gua terdalam, sungai bawah
tanah terbesar serta didaerah Biak dan pulau Misool dengan nilai peninggalan arkeologi.
Kawasan bentang alam kars di Irian Jaya merupakan satu-satunya formasi batuan yang paling
baik mengandung air (MENLH & Yayasan Jatidiri, 1998).
1. Ketebalan Batugamping
Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini batugamping) yang baik untuk
perkembangan topografi karst harus tebal. Batugamping tersebut da[at masif atau terdiri dari
beberapa lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan
topografi karst sebelum batuan tersebut habis terlarutkan dan tererosi. Ritter (1978)
mengemukakan bahwa batugamping yang berlapis (meskipun membentuk satu unit yang tebal),
tidak sebaik batugamping yang massif dan tebal dalam pembentukan topografi karst ini. Hal ini
dikarenakan material sukar larut dan lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan akan
mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menmbus seluruh lapisan. Sebaliknya pada
batugamping yang massif, sirkulasi air akan berjalan lancer sehingga mempermudah terjadinya
proses karstifikasi.
1. Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah kondisi kimia batuan dan
kondisi kimia media pelarut.
1. Kondisi Kimia Batuan
Kondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan sifat kimia (kelarutannya). Secara
umum berdasarkan komposisinya batugamping dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok, tetapi sesuai dengan namanya, batugamping sedikitnya mengnadung 50% mineral
karbonat ynag umumnya berupa kalsit (CaCO3). Dua jenis mineral karbonat yang umum ada
pada batugamping adalah kalsit dan dolomite (Sweeting, 1973 dalam Ritter, 1978). Menurut
Leigton dan Pendextel (1962 dalam Ritter, 1978), bila batuan mengandung mineral dolomite
lebih dari 50% maka batuannya disebut dolomite dan bila batuannya mengandung mineral kalsit
lebih dari 50% maka batuannya disebut batugamping. Batugamping inilah yang mempunyai
kecenderungan untuk membentuk topografi karst.Corbel (1957 dalam Ritter, 1978) menyebutkan
bahwa untuk membentuk topografi karst diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan. Untuk
perkembangan topografi karst yang baik diperlukan kurang lebih 90% kalsit dlam batuan
tersebut, tetapi bila kandungan mineral kalsit lebih dari 95% (batugamping murni, misal kalk)
maka batuan tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk pembentukan topografi kars.
Topografi kars yang dapat terbentuk pada kalk hanya lembah kering, lubang pelarutan (solution
pits) dari lubang-lubang yang dangkal (swallows holes) atau bentuk minor yang terdapat
dipermukaan lainnya (Twidale, 1976). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa dolomit mempunyai
pelarutan dan kekuatan (strength) yang lebih kecil dibanding kalsit (batugamping), sehingga
perkembangan topografi kars pada dolomit lebih jelek dibandingkan dengan perkembagan kars
pada batugamping. Topografi kars yang dapat berkembang pada dolomit adalah surupan kecil,
depresi yang dangkal dan beberapa depresi dengan lantai dasar dan dinding yang terjal.
Didalam membahas lingkungan dalam arti sempit, Von Engeln (1942) mengemukakan bahwa
kondisi lingkungan yang mendukung pembentukan topografi kars adalah adanya lembah besar
yang mengelilingi tempat yang tinggi, yang terdiri dari batuan mudah larut (batugamping) yang
terkekarkan dengan intensif. Kondisi ini menyebabkan air tanah pada tempat yang tinggi dapat
turun , menembus batugamping tersebut dan melarutkannya dengan bebas. Selanjutnya air
tanah tersebut msuk kedalam lembah sebagai air permukaan.
Disamping itu Ritter (1978) menyebutkan bahwa kondisi lingkungan disekitar batugamping harus
lebih rendah, atau dengan kata lain batugamping tersebut haurs memiliki elevasi yang lebih
tinggi dibanding lingkungan disekitarnya. Kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan sirkulasi
air dapat berjalan dengan baik sehingga proses karstifikasi dapat berjalan lebih intensif.
Lingkungan dalam arti luas mencakup kondisi biotik (aktifitas biologis) dan kondisi abiotik (suhu,
curah hujan, presipitasi dan penguapan) daerah yang dimaksud. Kondisi biotik dan abiotik
disuatu daerah sangat ditentukan oleh iklim daerah tersebut (Bloom, 1979). Selanjutnya
dikemukakan pula bahwa kondisi biotik dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi proses
eksogenik, yaitu baik pelapukan ataupun pelarutan batugamping. Dengan demikian berarti
bahwa iklim sangat mempengaruhi proses eksogenik pada suatu daerah.
Daerah yang beriklim tropis basah (lintang 0° – 13°) curah hujan cukup tingggi, kombinasi suhu
dan presipitasi ideal untuk berlangsungnya proses pelarutan sehingga proses karstifikasi
berjalan sangat bagus (Riter, 1978). Selain itu sikulasi air tanah sangat baik, tumbuh-tumbuhan
lebah dan aktifitas mikroba cukup tinggi sehingga sangat mendukung terjadinya proses
karstifikasi. Air tanah didaerah ini sangat reaktif untuk pelarutan dan suhu udara cukup tinggi
sehinga reaksi kimia untuk melarutkan batugamping berjalan lebih cepat. Menurut Bloom (1979),
air tanah didaerah tropis mengandung asam organic dan komponen nitrat sehingga
agrasifitasnya naik. Dengan kondisi daerah semacam ini maka topografi kras dapat berjalan
dengan baik didaerah beriklim tropis basah. Topografi kars yang dapat terbentuk pada daerah
tropis basah sangat bervariasi baik konstruksional maupun topografi sisa.
Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam kars dapat dibedakan menjadi dua
macam (Srijono, 1984, dalam Widagdo, 1984), yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-
bentuk sisa pelarutan.
1. Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk konstruksional adalah bentuk topogrfi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping
atau pengendapan material karbonat yang dibawa oleh air. Berdasarkan ukurannya, topografi
konstruksional dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk-bentuk minor dan
bentuk-bentuk mayor. Menurut Bloom (1979), yang dimaksud dengan bentang alam kars minor
adalah bentang alam yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta topografi, sedang
bentang alam kars mayo adalah bentang alam yang dapat diamati baik didalam foto udara atau
peta topografi.
Berdasarkan letak pembentukannya (origin), lapies dapat dibedakan menjadi dua macam (Herak
dan Stringfiels, 1972), yaitu lapies yang originnya tersingkap dipermukaan dan lapies yang
originya tidak tersingkap dipermukaan / berada dibawah tanah dan lapies yang originnya
tersingkap dipermukaan.
1. Kars Split
Adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan. Kars split sebenarnya merupakan
perkembangan dari kars-runnel (solution runnel). Bila jumlah kars runnel banyak dan saling
berpotongan maka akan membentuk kars split (Srijono, 1984 dalam Widagdo, 1984).
1. Parit Kars
Adalah alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit. Srijono (1984),
mengemukakan bahwa parit kars ini merupakan kars split yang memajang sehingga membentuk
parit kars.
1. Palung Kars
Adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, dibentuk oleh proses pelarutan.
Kedalamannya dapat mencapai lebih dari 50 cm. biasanya terbentuk pada permukaan batuan
yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
1. Speleothem
Adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang dihasilkan oleh endapan berwarna putih,
bentuknya seperti tetesan air, mengkilat dan menonjol. Hiasan ini merupakan endapan CaCO3
yang mengalami presipitasi pada saat air tanah yang membawanya masuk kedalam gua
(Sanders, J.E., 1981). Macam-macam speleothems yang sering dijumpai adalah Stalagtit, yaitu
hiasan yang menggantung dilangit-langit dan Stalagmit, yaitu hiasan yang berada didasar atau
dilantai gua serta Tiang Masif (Massife Column), yaitu hiasan yang terbentuk bila stalagtit dan
stalagmite bertemu. (lihat gambar V.8).
1. Fitokars
Adalah permukaan yang berlekuk-lekuk, dengan lubang-lubang yang saling berhubungan.
Antara lubang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh tepi-tepi yang tajam, sehingga
memberikan bentuk seperti bunga karang pada menara (pinnacles) kars. Morfologi ini terbentuk
karena adanya pengaruh aktifitas biologis, yaitu adanya algae yang yang tumbuh didalam
batugamping. Algae menutup permukaan dan masuk kebawah permukaan sedalam 0,1 – 0,2
mm, tampaknya algae tersebut tumbuh didalam batugamping dan menghasilkan larutan asam
yang dapat melarutkan batugampingnya sehingga membentuk lubang-lubang (Bloom, 1979
1. Uvala
Adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan beberapa doline, lantai dasarnya tidak
rata. Jenning (1967) dalam Ritter (1978), mengemukakan bahwa sebuah uvala terdiri dari 14
buah doline dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. Ukuran diameternya berkisar antara 5 –
1000 meter dan kedalamannya berkisar antara 1- 200 meter, dindingnya curam.
Gambar 22 Uvala
Sumber:http://alamendah.org/2009/10/06/karst-maros-pangkep-terluas-kedua-di-dunia/comment-
page-7/
1. Polje
Depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan dinding yang curam, bentuknya tidak
teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan atau zona lemah structural.
Pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur dan mengalami pelebaran oleh proses korosi
lateral pada saat ia terisi air (Riiter, 1979). Polje mempunyai ukuran yang sangat besar minimal
dalam satuan kilometer persegi.
1. Jendela Kars
Adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan antara ruang dalam gua dengan udara
diluar yang terbentuk karena atap gua tersebut runtuh, (Twidale, 1976). Disamping itu jendela
kars dapat pula terbentuk pada atap sungai bawah tanah.
1) Allogenic Valley, yaitu lembah yang bagian hulunya berada pada batuan yang kedap air
kemudian masuk kedalam daerah kars. Panjang pendeknya lembah allogenik ini tergantung
pada besar kecilnya aliran yang membentuk, semakin besar alirannya maka semakin panjag
lembah yang terbentuk.
2) Lembah Buta (Blind Valley), yaitu lembah atau sungai pada lahan kars yang secara tiba-
tiba berakhir pada suatu tempat dan biasanya pada akhir lembah ini air permukaan tanah akan
masuk kedalam tanah. Bila suatu saat aliran dapat melampaui lembah tersebut (misal, saat
hujan lebat atau terjadi pencairan es), maka lembah ini disebut sebagai semiblind valley, –
Pocket Valley, yaitu lembah yang dimulai dari tempat keluarnya air yang masuk melalui surupan.
Pada umumnya pocket valley berasosiasi dengan mata air yang besar yang keluar diatas batuan
kedap air yang terletak dibawah lapisan batugamping yang tebal. Lembah in umumnya
berbentuk huruf U dan memiliki tebing yang curam, ukurannya tergantung besar kecilnya debit
mata air yang keluar. Sweeting (1973) dalam Ritter (1978) menyebutkan bahwa panjang lembah
ini dapat mencapai 8 km, lebar 1 km dan dalamnya berkisar antara 300 – 400 meter.
3) Lembah Kering (Dry Valleys), yaitu lembah pada lahan kars yang mirip dengan lembah
fluviatil, hanya saja (sesuai dengan namanya) lembah ini tidak berfungsi sebagai penyaluran air
permukaan (kering), karena air hujan yang jatuh dan masuk kedalam lebah ini dengan segera
akan meresap kedalam retakan batuan dasarnya.
Sumber: http://rentalmobilyogyakarta.net/lembah-karst-mulyo/
1. Gua (Cave), yaitu serambi tau ruangan bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan
cukup besar bila dimasuki oleh manusia (Sanders, 1981). Gua seringkali teridir dari rangkaian
ruangan sehingga kedalamannya dapat mencapai ratusan meter.
Gambar 24 Gua Kars
Sumber: http://antok-one.blogspot.com/2012/06/gua-pindul-gk.html
1. Terowongan dan Jembatan Alam, yaitu lorong bawah tanah yang terbentuk oleh pelarutan dan
penggerusan air tanah atau oleh aliran bawah tanah (Von Engeln, 1942). Terowongan alam
memiliki ukuran yang bervariasi artinya dapat berukuran besar atau kecil. Sebagai contoh,
terowongan di Virginia dapat berukuran mencapai 275 meter, tingginya 23 meter dan lebarnya
40 meter. Suatu ketika atap terowongan alam tersebut runtuh, sehingga panjang terowongan
tersebut semakin berkurang, akibatnya suatu saat morofologi yang terbentuk lebih tepat disebut
dengan Jembatan Alam (Von Engeln, 1942).
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa jembatan alam juga dapat terbentuk oleh proses pelautan
saja. Apabila jembatan alam tersebut terbentuk oleh proses pelarutan batuan oleh air tanah
maka disebut sebagai Jembatan Kars (Kars Briges).
1. Kerucut Kars, yaitu bukit kars yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi
yang biasanya disebut sebagai bintang (Ritter, 1978). Kerucut kars sering disebut sebagai
kegelkars (bahasa Jerman). Pada kenyataannya kerucut kars sering kali lebih mirip setengah
bola dibanding dengan bentuk kerucut (Lehman, 1963, dalam Bloom, 1979) (gambar V.14).
Depresi tertutup yang mengelilingi bukit sisa biasanya terbentuk bintang dan tidak teratur sering
disebut sebagai cockpits dan terbentuk oleh proses pelarutan sepanjang zona kekar atau
patahan (Sweeting, 1958 dalam Ritter, 1978).
Sumber: http://toba-geoscience.blogspot.com/2011/04/morfologi-karst.html
1. Menara Kars, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk menara dengan lereng yang terjal,
tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yng lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial
(Ritter, 1978). Menurut Jenning (1971) dalam Ritter (1978) menara kars dan kerucut kars
dibedakan dalam hal keterjalan lereng dan adanya rawa / dataran alluvial yang mengelilinginya.
Menara kars disebut juga pepino hill atau haystack atau turmkarst. Contoh menara kars yang
baik adalah menara kars yang terdapat di Kweilin, Propinsi Kwangsi, China (Gambar V.15).
Sumber: http://alamendah.org/2009/10/06/karst-maros-pangkep-terluas-kedua-di-
dunia/comment-page-7/
1. Mogote, adalah bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan erosi, umumnya dikelilingi oleh
dataran alluvial yang hampir rata (flat). Bentuknya kadang-kadang tidak simetri antara sisi yang
mengarah kearah datangnya angin dengan sisi sebaliknya (Ritter, 1978). Mogote dan menara
kars dibedakan dari bentuk dan keterjalan lereng sisi-sisinya.
Gambar 27 Mogote
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Mogote
BAB VIII
BENTANG ALAM AEOLIAN
VIII.1. Pengertian
Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang
alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih diakibatkan adanya
pengaruh iklim. Gurun pasir diartikan sebagai daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata
kurang dari 26 cm/tahun. Gurun pasir tropik terletak pada daerah antara 350 LU sampai 350 LS,
yaitu pada daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi dengan udara sangat panas dan
kering. Gurun pasir lintang rendah terdapat di tengah-tengah benua yang terletak jauh dari laut
atau terlindung oleh gunung-gunung dari tiupan angin laut yang lembab sehingga udar yang
melewati gunung dan sampai pada daerah tersebut adalah udara yang kering.
1. Lag Gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (gravel,
bongkah dan fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang
lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag gravel atau bahkan sebagai desert pavement,
dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
1. Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, megkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup
oleh oksida besi dikenal desert varnish.
1. Bentang Alam Hasil Proses Abrasi
Bentang alam hasil proses abrasi atau korasi antara lain:
1. Ventifact
Beberapa sisa batuan berukuran bongkah – berangkal yang dihasilkan oleh abrasi angin yang
mengandung pasir akan membentuk einkanter (single edge) atau dreikanter (three edge).
Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan
arah angin yang tetap/konstan. Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang
posisinya overturned akibat pengrusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap
atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang
mempunyai kedudukan tetap, sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
1. Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus, digosok oleh angin yang
mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast)yang mempunyai kekuatan
lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kwarsit akibat erosi secara abrasi
akan lebih mengkilat.
1. Grooves
Angin yang mengadung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan
membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu
sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat
jelas.
1. Sculpturing (Penghiasan)
Batu jamur (mushroom rock) yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir
sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom).
1. Yardang
Pada batuan yang halus, abrasi oleh angin secara efektif memotong sepanjang alur rekahan
membentuk bentukan sisa yang berdiri memanjang yang disebut yardang. Kehadiran rekahan-
rekahan mempunyai pengaruh penting pada orientasi beberapa yardang. Material yang halus
tertransport sedangkan lapisan yang resisten membentuk perlapisan dengan material lain yang
kurang kompak.
1. Dune
Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak
dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya, hasil proses
pengendapan material pasir, yaitu ripples, dunes dan megadunes
1. Transversal Dune
Transversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak
lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan.
1. Parabolic Dune
Parabolic dune merupakan dune yang berbentuk sekop/sendok atau berbentuk parabola. Bentuk
ini dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
1. Longitudinal Dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-pungungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif
tetap
Sumber: http://www.xtl-ak.com/marstrees.html
1. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi/tumbuh-tumbuhan
dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar
yang padat. Barchan ini berbentuk koma dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta
mempunyai puncak dan sayap.
Sumber: http://www.gdanmitchell.com/2008/06/06/barchan-dunes-death-valley
1. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih
panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian
Sword, seif berasosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif.
Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
1. Transversal dune
Transversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering,
angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi
suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang
terhadap arah angin.
Gambar 30 Transversal Dunes
Sumber: http://www.gdanmitchell.com/2008/06/06/transverse-dunes-death-valley
1. Complex dune
Complex dune terbentuk pada daerah dengan air berubah-ubah, pasir dan vegetasi agak
banyak. Barchan, seif dan transversal dune yang berada setempat-tempat akan berkembang
sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-
bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacan-macam. Keadaan ini disebut
sebagai complex dune. Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya
mempunyai ketinggian antara 6 – 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian
beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda
tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi
ada juga yang sampai 30 m per tahun.
Sumber : http://www.xtl-ak.com/marstrees.html
1. Loess
Daerah yang luas tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan
loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter.
Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess tesebut hanya mencapai beberapa meter
saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara
mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular dengan
diameter kurang dari 0,5 mm terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende dan mika. Kebanyakan
butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan
itu menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang
diangkut dan diendapkan oleh angin.
BAB IX
BENTANG ALAM GLASIAL
IX.1. Pengertian
Bentang alam glasial adalah bentang alam yang proses pembentukannya di control oleh proses
gletser. Gletser merupakan massa es yang mampu bertahan lama dan mampu bergerak karena
pengaruh gaya gravitasi. Gletser terbentuk karena salju yang mengalami kompaksi dan
rekristalisasi.Gletser dapat berkembang di suatu tempat setelah melewati beberapa periode
tahun dimana es terakumulasi dan tidak melebur atau hilang.
Tipe bentang alam glasial di bagi menjadi dua macam yaitu alpine glaciation dan continental
glaciation.Alpine glaciation terbentuk pada daerah pegunungan sedangkan continental glaciation
terdapat pada suatu wilayah yang luas tertutup gletser.
Sumber: http://erfan1977.wordpress.com/2011/08/13/bentuklahan-landform-di-permukaan-bumi/
1. Ice cap
Merupakan ice sheet yang lebih kecil, terdapat pada daerah pegunungan seperti valley glacier
contohnya di Laut Arktik, Canada, Rusia danSiberia.Ice sheet dan ice cap mengalir ke bawah
dan keluar dari pusat (titik tertinggi).
1. Ice berg
Ice shet yang bergerak kebawah karena pengaruh gravitasi dan akhirnya hilang / terbuang
dalam jumlah besar, bila mengenai tubuh air maka balok-balok es tersebut akan pecah dan
mengapung bebas di permukaan air, hal ini disebut ice berg.
1. Glacial budget :
1. Positif budget → bila dalam periode waktu tertentu, jumlah gletser > es yang meleleh/hilang
2. Negative budget → bila terjadi penurunan volume gletser (menyusut).
3. Gletser dengan positive budget yang tertekan keluar dan ke bawah pada tepinya disebut
advancing budget, sedangkan gletser dengan negative budget yang makin kecil volumenya dan
tepinya meleleh disebut receding budget. Bila jumlah es yang yang bertambah sama dengan
volume penyusutan es maka nilai advancing budget seimbang dengan receding budget, hal ini
disebut balance budget.
4. Bagian atas glacier disebut zone of accumulation → tertutup oleh es abadi.Bagian bawah glacier
disebut zone of wastage → es hilang (mencair atau terevaporasi).
5. Batas antara kedua zona disebut firn limit yang pergerakannya tergantung apakah es
terakumulasi atau terbuang. Bila firn limit bergerak ke bawah dari tahun ke tahun, maka disebut
positive budget, bila firn limit bergerak ke atas, disebut negative budget. Bila firn limit berada di
tempat yang tetap, dinamakan balanced budget.
6. Terminus merupakan tepi bawah gletser yang bergerak makin jauh ke bawah lembah ketika
valley glacier mengalami positivebudget.Bila mengalami negative budget (gletser menyusut)
maka terminus bergerak ke bagian atas lembah.
7. Bila Ice sheet mangalami positive budget, maka terjadipenambahan volume dan terminus
mengalami kemajuan dan bila meluas sampai ke laut maka volume atau jumlah ice berg di laut
bebas meningkat.Penambahan dan pengurangan ice berg merupakan indikator perubahan
musim.Meningkatnya jumlah dan volume ice berg menandakan suhu makin dingin dan
presipitasi makin tinggi.
IX.3. Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Glasial
1. Bentang alam akibat erosi
Berikut ini adalah macam-macam bentang alam akibat terjadinya erosi yang terbentuk pada
alpine glaciation antara lain :
1. Truncated Spurs
Merupakan bagian bawah tepi lembah yang terpotong triangular faced karena erosi glasial.
Makin tebal gletser makin besar erosi pada bagian bawah lantai lembah.Makin besar erosi maka
mengakibatkan pendalaman lembah dan anak sungainya sedikit.
Sumber: http://www.landforms.eu/cairngorms/truncated%20spur.htm
1. Hanging valley
Ketika gletser tidak terlihat lagi, anak sungai yang tersisa menyisakan hanging valley yang tinggi
diatas lembah utama. Meskipun proses glasial membentuk lembah menjadi lurus dan
memperhalus dinding lembah, es meyebabkan permukaan batuan dibawahnya terpotong
menjadi beberapa bagian, tergantung resistensinya terhadap erosi glasial.
Sumber :http://geotripperimages.com/Erosional_Processes/Alpine_Glaciation.htm
1. Rock basin lake
Air meresap pada celah batuan, membeku dan memecah batuan sehingga lapisan batuan
kehilangan bagiannya, digantikan es dan ketika melelh kembali terbentuk rock basinlake.
1. Cirques
Merupakan sisi bagian dalam yang dilingkari glacier valley, berisi gletser dari glacier valley yang
tumpah ke bawah. Terbenruk karena proses glasial, pelapukan dan erosi dinding lembah.
1. Bergschrund
Merupakan batuan yang telah pecah, berguling-guling dan jatuh ke valley glacier lalu jatuh ke
crevasse.
1. Horn
Merupakan puncak yang tajam karena cirques yang terpotong / ada bagian yang hilang karena
erosi ke arah hulu pada beberapa sisinya.
1. Aretes
Merupakan sisi dinding lembah yang mengalami pemotongan dan pendalaman sehingga bagian
tepinya menjadi tajam, karena proses frost wedging.
1. Crevasses
Merupakan celah yang lebar (terbuka). Bila celah tertutup (sempit) disebut closed crevasses.
Gambar 35 Creavasses
Sumber: http://www.panoramio.com/photo/13126651
1. Erratic
Merupakan es berukuran boulder yang tertransport oleh es yang berasal dari lapisan batuan
yang jauh letaknya.
1. Moraines
Merupakan till yang terbawa jauh glacier dan tertinggal / mengendap setelah glacier menyusut.
Material-material lepas yang jatuh dari lereng yang terjal sepanjang valley glacierterakumulasi
pada sepanjang sisi es.
Gambar 36 Moraneis
Sumber: http://nsidc.org/cryosphere/glaciers/gallery/moraines.html
BAB X
PRAKTIKUM LAPANGAN GEOMORFOLOGI
1. Lokasi sebenarnya
Dusun Kasihan, Desa Suloharjo, Kecamatan Kretet, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I Yogyakarta.
1. Kesampaian daerah
Perjalanan dari Labolatorium Kampus II menggunakan kendaraan bermotor membutuhkan waktu
1 jam 45 menit. Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 15-20 menit.
1. Lokasi sebenarnya
Dusun Gading, Kecamatan Parangtritis, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I Yogyakarta.
1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari lokasi 1 membutuhkan waktu sekitar 25-30
menit.
1. Lokasi sebenarnya
Dusun Cangklag, Kabupaten gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.
1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari lokasi 2 membutuhkan waktu 45 menit.
Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 10 menit.
1. Lokasi sebenarnya
Dusun Wirobani, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.
1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari Lokasi 3 membutuhkan waktu 25 menit.
Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 15-20 menit.
1. Deskripsi lokasi pengamatan 4
1. Cuaca : Berawan
2. Vegetasi: Sedang, terdiri dari Pohon Jati, Kelapa
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Agak curam
3. Relief: Bukit, doline, perbukitan dan depresi.
1. Lokasi sebenarnya
Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.
1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari Lokasi 4 membutuhkan waktu 45 menit.
BAB XI
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat didapat dari penyusunan laporan ini, yaitu:
Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan proses yang terjadi
terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform (bentuk lahan).
Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh
proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi
dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak
dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief
khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja
pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.
1. B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan, yaitu:
1. Sebaiknya praktikan perlu diberikan modul praktikum guna sebagai bahan pegangan tambahan.
2. Asisten juga harus memiliki panduan dan pegangan praktikum yang berasal dari sumber yang
sama, agar tidak ada beda pendapat antara satu sama lainnya.
3. Waktu ke Lapangan perlu ditingkatkan, agar praktikan lebih mengerti kondisi dilapangan
sebenarnya. Dan Sistematika Praktikum Lapangan harus lebih diperhatikan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://earlfhamfa.wordpress.com/2010/02/21/bentang-lahan-denudasional/
http://earthy-moony.blogspot.com/2010/11/bentuklahan-asal-proses-denudasional.html
Drury, S.A, 1987. Image Interpretation in Geologi, Allen and Unwin, London.
adiyah j kapukong.2012.laporan praktikum geologi dasar.IstAkprind,Yogyakartaa
Twidale, C.R, 1976. Analisis of Landsforms, Jhon Wiley & Sons Australasia Pty Ltd, Singapore.
aryadhani.blogspot.com/2009/05/bentang-alam-vulkanik.html
http://nsidc.org/cryosphere/glaciers/gallery/moraines.html
http://www.panoramio.com/photo/1312665
http://www.landforms.eu/cairngorms/truncated%20spur.html
http://antok-one.blogspot.com/2012/06/gua-pindul-gk.html