Anda di halaman 1dari 98

GEOMORFOLOGI BENTANG ALAM (Geologi Teknik)

GEOMORFOLOGI BAWAH LAUT


 MACAM BENTUK LAHAN BAWAH LAUT / SAMUDERA
Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter et al., 1980) mengklasifikasikan bentuk lahan dasar samudera
menjadi 3 bagian yang paling penting, yaitu :
 Tepi benua (continental margin)
 Cekungan laut dalam (deep-sea basin)
 Punggungan tengah samudera (mid-ocean ridge)
Bloom (1978), mendasarkan kepada kedalaman dan bentuk struktur geologi membagi bentuk lahan dasar
samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :
 Tepi benua (continental margin ) bagian yang lebih kecil.
 Dasar laut dalam (deep-sea floor), bagian yang lebih luas.
Kedua propinsi di atas masing-masing diperinci lagi. Pada kenyataannya di lapangan batas antara
masing-masing bentuk lahan tidak dapat ditentukan secara lebih jelas dan mudah. Pembeda antara tepi benua
dengan dasar laut dalam adalah bahwa tepi benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan
pernah mengalami kontak dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal
dari daratan. Sedangkan dasar laut dalam sangat berlawanan,memiliki struktur kerak samudera dan tidak
pernah berada di atas permukaan laut
Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara geomorfologis dapat dibagi menjadi :
paparan (shelf), lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera (ocean basin), sistem punggungan tengah
samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar
samudera.
 Tepi Benua
Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf). Kelerengannya landai dari
pantai sampai kedalaman 150 – 200 m. pada akhir dari laras (shelf break) kelerengannya menjadi curam secara
tiba-tiba disebut lereng benua (continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang menumpang di atas kerak
samudera menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras benua, lereng
benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari benua pada lempeng litosfer
 Laras Benua (Continental Shelf)
Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua dan lereng benua (Menard &
Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari
pantai ke arah laut suatu benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba
dengan kedalaman berkisar 20 – 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-rata dari laras benua
adalah 75 km dengan kelerengan 0007’ (sekitar 2 m/ km). Akumulasi sedimen pada laras benua 70 % nya
merupakan hasil deposisi yang terjadi sewaktu muka air laut mengalami regresi.
 Lereng benua (Continental Slope)
Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi, paling curam dan
paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978). Dari batas laras benua, kedalaman sekitar 200
m, lereng benua menunjam sepanjang 1 – 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m
dengan kelerengan sekitar 4017’ (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng benua terjadi oleh kontrol
struktur, beberapa lereng benua merupakan gawir patahan.
 Dasar Laut Dalam
 Jendulan Benua (Continental Rise)
Di dasar dari lereng benua, pada kedalaman beberapa km, kelerengan yang curam berangsur-angsur
berkurang menjadi 10 atau kurang dari itu, ke arah laut dalam bentuk lahan ini dibatasi perbukitan tubir (abyssal
hills) atau dataran tubir (abyssal plain). Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera.
Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar dan membaji (mencapai
ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 – 600 km dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal
dari laras benua , dan merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al., 1970,
dalam Bloom, 1978).
 Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)
Sekitar 42 % dari dasar samudera, atau hampir mencapai 30 % dari permukaan bumi, merupakan dataran
tubir dan perbukitan tubir (Menard & Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 – 6 km di
bawah muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga 1000 m dari dasar samudera
dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera.

Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada pemekaran tengah samudera (sea floor
spreading) kemudian terbawa menjauh secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan
lempeng dan kontraksi panas.
Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-bukit tubir akan landai, jika pemekaran
berlangsung lambat, maka akan terbentuk topografi yang kasar
Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh lempung maupun lanau
biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari
lempung coklat, tetapi pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan endapan yang
didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous foraminifera
 Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)
Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera pada kedalaman laut
kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini
mencapai ribuan km dengana ketinggian mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan
samudera (Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak samudera yang
membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini
dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser (transform fault).
Punggung tengah samudera merupakan suatu sitem gabungan dari punggung samudera (ocean ridge)
dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih
terjal dan digunakan untuk barisan pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan
diterapkan untuk kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah samudera
ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).
 Cekungan Samudera (Ocean Basin)
Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan tengah samudera dan
mempunyai rata-rata kedalaman 4000 – 6000 m. Luas cekungan samudera ini merupakan 30 % dari luas
keseluruhan permukaan bumi
Pada dasar Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga
kadangseamount.
 Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera)
Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau merupakan pegunungan yang
bukan merupakan bagian dari punggung tengah samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 – 4 km dari dasar
samudera sampai beberapa ratus meter di bawah permukaan laut.
Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik
disebut seamount,sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess, dalam Bloom, 1978).
Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai dan endapan koral tetapi saat ini
tertutup oleh endapan pelagik karena terletak pada kedalaman 400 – 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini
selain akibat erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.
 Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada bagian dekat tepi.
Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang ,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman
dasar samudera. Palung samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera
yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m.
Keberadaan palung pada umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-
pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering merupakan pusat
gempa dan aktivitas vulkanisme.
 Morfologi bawah samudera Minor
Ada beberapa bagian dari morfologi bawah samudera/laut yang lebih kecil bentuk dan ukurannya yaitu
plato, palung samudera, reef dan atol.

 Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut berupa dataran membentuk
pulau kecil. Tingginya sekitar 1 – 2 km di atas dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding
sekitarnya. Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk dari sisa kerak benua
masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik lokal.
 Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50 m, kondisi air laut jernih,
jauh dari delta atau sungai maka akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni
membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau
suatu plato, maka koloni koral ini akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau mengalami
penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.

BENTANG ALAM DELTA DAN PANTAI


 Delta
Delta adalah suatu bentuk yang menjorok keluar dari garis pantai (seperti huruf D), terbentuk saat sungai
masuk ke laut, dengan banyaknya suplai sedimen yang dibawa air sungai lebih cepat dibanding proses
pendistribusian oleh proses-proses di pantai.
 Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta
1. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi dalam semua komponen sistem sungai.
Pada daerah tropis, penyediaan volume air permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia berpengaruh terhadap
tingkat sedimentasi.
2. Debit Sungai
Debit sungai tergantung dari faktor iklim, mempengaruhi bentuk geometri delta. Delta dengan debit air
dan sedimennnya tinggi dan konstan tiap tahunnya menghasilkan suatu tubuh pasir yang panjang dan lurus serta
umumnya membentuk sudut yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk sedimen serta variasi
debit air setiap tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan oleh
proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan garis pantai.
3. Produk Sedimen
Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu kecil.
4. Energi gelombang
Energi gelombang merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sedimen delta yang
berada di laut menjadi suatu bentuk tubuh pasir di daerah pantai.
5. Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor di dunia didominasi oleh aktivitas pasang yang kuat. Diantaranya adalah delta
Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh, dan delta Ord di Australia.
6. Arus pantai
Arus pantai mengorientasikan tubuh-tubuh pasir hingga membentuk sejajar atau hampir sejajar dengan
arah aliran sungai.
7. Kelerengan paparan
Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan pola perpindahan delta, yang terjadi
dalam waktu yang cukup lama.
8. Bentuk Cekungan Penerima dan proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap konfigurasi delta serta pola perubahannya.
Daerah dengan tektonik yang aktif dengan akumulasi sedimen yang sedikit, sulit terbentuk delta . sebaliknya
untuk daerah dengan tektonik pasif dan akumulasi sedimen yang banyak akan terbentuk delta yang baik.
 Syarat-Syarat terbentuknya Delta
1. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum.
2. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
3. Laut pada daerah muara sungai cukup tenang.
4. Pantainya relatif landai.
5. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut.
6. Tidak ada gangguan tektonik, kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan pengendapan
sungai
 Unsur-unsur Dasar Delta
1. Sungai : sebagai sarana pengangkut material
2. Distributary Channel
3. Delta Plain : Bagian delta yang berada di daratan, umumnya merupakan rawa-rawa.
4. Delta Front / Delta Slope : bagian delta yang berada di depan delta plain, dan merupakan laut
dangkal.
5. Pro delta : bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut lepas.
 Klasifikasi Delta
1. Menurut Fisher, dkk. (1969)
Dasar klasifikasi :
 Proses fluvial dan influks sedimen.
 Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan).

Dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :


 Cuspate Delta.
 Lobate Delta.
 Elongate Delta / Bird Food Delta
 CUSPATE DELTA
2. Menurut Galloway (1975) :
Dasar : dominasi proses fluvial, gelombang dan pasang surut, yaitu :
 Bird foot delta : jika pengaruh fluvial paling dominan.
 Cuspate delta : jika pengaruh gelombang paling dominan.
 Estuarine delta : jika pengaruh pasang surut paling dominan.
Ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan :
A. Homopyonal Flow : densitas air sungai dan laut equal
B. Hyperpyonal Flow : densitas air sungai lebih tinggi
C. Hypopyonal Flow : densitas air sungai lebih rendah.
 Bentang Alam Pantai
Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang
surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thombury, 1969).
Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi pantai : pengaruh diatropisme, tipe batuan, struktur
geologi, perubahan naik turunnya muka air laut, serta pengendapan sedimen asal daratan/sungai, erosi daratan
dan angin.
Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
 Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh
pasang naik dan pasang surut.
 Shore line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan batas antara
daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa.
 Coast (pantai), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air laut.
 Klasifikasi Pantai
1. Klasifikasi Pantai Secara Klasik, Johnson (1919), dibagi menjadi :
a. Pantai tenggelam (submergence coast)
:dibentuk karena penenggelaman daratan atau naiknya muka laut, ciri : garis pantai tidak
teratur, ada pulau-pulau di depan pantai, teluk yang dalam, dan lembah- lembah yang turun.
Contoh pantai ini adalah :
 Pantai Ria : pantai yang sebelum teggelam telah mengalami erosi darat, terutama erosi fluvial.
 Pantai Fyord : pantai yang sebelum tenggelam mengalami proses glasiasi (lihat gambar VII.6.).
Kenampakan pada peta topografi :
 Garis pantainya tidak teratur.
 Garis kontur berkelok-kelok tidak beraturan.
 Pantainya relatif curam, ditandai dengan adanya garis kontur yang relatif rapat.
 Perkampungan di sekitar pantai umumnya tidak sejajar dengan garis pantai.
b. Pantai Naik (emergence coast)
Pantai yang dibentuk oleh majunya garis pantai atau turunnya muka laut, ciri : garis pantai relatif lurus,
relief-relief rendah, terbentuknya undak-undakan pantai dan gosong pantai atau tanggul-tanggul dimuka pantai.
Kenampakan pada peta topografi :
 Garis pantai relatif lurus, ditandai dengan kontur yang lurus.
 Pantai relatif landai, ditunjukkan oleh garis kontur yang renggang.
 Jika dijumpai perkampungan umumnya relatif sejajar dengan garis pantai.
c. Pantai Netral
Pantai yang tidak mengalami penenggelaman ataupun penaikkan dan biasanya dicirikan oleh adanya
garis pantai yang relatif lurus, pantainya landai dan ombak tidak besar.
Beberapa contoh pantai ini antara lain :
 Pantai delta
 Pantai dataran aluvial
 Pantai gunung api
 Pantai terumbu karang
 Pantai sesar
Kenampakan pada peta topografi :
 Adanya delta plain, alluvial plain, dll
 Biasanya garis kontur renggang
 Bentuk garis pantainya relatif lurus melengkung
 Sungai dibagian muara mempunyai banyak cabang, yang seolah-olah mempunyai pola sungai berbentuk pohon
(dendritik).
d. Pantai Campuran
Pantai yang mempunyai kenampakan lebih dahulu terbentuk daripada yang lain. Seperti kanampakan
undak pantai, lembah yang tenggelam, yang merupakan hasil dari naik turunnya permukaan air laut.
Kenampakan pada peta topografi :
 Adanya dataran pantai, teras-teras (emergence)
 Adanya teluk-teluk dengan kontur yang relatif rapat (submergence)
 Perkampungan tidak teratur.
2. Klasifikasi Pantai Secara Genetik dan Deskriptif, Valentine (1952)
3. Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga Geomorfik
Shepard (1963) dikutip Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Pantai primer (muda).
Pantai primer terbentuk oleh tenaga-tenaga dari darat (erosi, deposisi darat, gunung api, sesar dan
lipatan).
b. Pantai sekunder (dewasa).
Pantai sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi erosi laut, deposisi laut dan bentukan organik.
Macam-macam Pantai Primer
 Pantai karena erosi dari daratan. Erosi baik oleh sungai maupun glasial sebelum mengalami pengangkatan.
 Pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat.
 Pantai hasil pengendapan fluvial, misalnya pantai delta, pantai daratan aluvial yang turun (Pantai semarang).
 Pantai pengendapan glasial, misalnya sebagai morena yang tenggelam atau sebagai drumline yang tenggelam
 Pantai yang karena pengendapan pasir oleh angin (prograding sand dune).
 Meluasnya tumbuh-tumbuhan pada pantai atau rawa bakau yang luas (contohnya pantai di dekat Townsvill, timur
laut Queensland, australia).
 Bentuk pantai akibat aktivitas volkanisme
 Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. Cirinya jika lavanya basa bentuk pantai tak teratur, kalau
asam bentuk pantai lebih teratur.
 Pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera.
 Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatrophism atau tektonik
 Pantai yang terbentuk karena patahan.
 Pantai yang terbentuk karena lipatan
Macam-macam Pantai Sekunder
 Bentuk pantai karena erosi laut
 Pantai yang berliku-liku karena erosi gelombang
 Pantai terjal yang lurus karena erosi gelombang
 Bentuk pantai karena pengendapan laut
 Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang memotong teluk.
 Pantai yang maju karena pengendapan laut.
 Pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and longshore spit)
4. Klasifikasi Pantai secara Klimato- genetik
Dasar : hubungan antara energi gelombang dengan morfologi pantai, serta memperhatikan signifikasi
peninggalan sejarah dan aspek-aspek geologis dalam evolusi pantai.
Dibagi menjadi :
a. Pantai Lintang Rendah
Ciri : energi gelombang rendah dan lingkungan angin pasat. Sedimen pantai banyak, terdapat hubungan
antara variasi morfologi pantai dan wilayah hujan. Mangrove tumbuh di daerah beriklim tropis panas-basah,
sedangkan gumuk pantai terdapat di lingkungan yang beriklim tropik panas-kering.
b. Pantai Lintang tengah
Terdapat di lingkungan gelombang berenergi tinggi. Karena aktivitas gelombang dan abrasi bertenaga
tinggi itu, maka cliff dan bentukan yang berasosiasi dapat berkembang dengan baik.
c. Pantai Lintang Tinggi
Pantai ini dicirikan dengan gelombang berenergi rendah. Kebanyakan merupakan sisa-sisa pembekuan.
Perkembangan morfologi cliff dipengaruhi kuat oleh gerakan massa batuan dalam skala besar.
Proses-Proses di Pantai.
Kenampakan menyerupai jembatan pada batuan lava (lava bridge) akibat abrasi oleh gelombang
Kenampakan cliff akibat abrasi gelombang pada tebing yang berlitologi batugamping

BENTANG ALAM EOLIAN


Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena adanya aktivitas angin.
Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir.
Terjadinya gurun pasir sendiri lebih diakibatkan karena adanya pengaruh iklim dan bukan
merupakan hasil khusus dari agen geologi tertentu.

PROSES-PROSES OLEH ANGIN


Angin, meskipun bukan sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk
oleh angin tidak banyak dijumpai ), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang disebabkan
oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
Erosi oleh Angin
Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi atau korasi.

Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan
dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh
partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.
Transportasi oleh Angin
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara transportasi oleh air, yaitu secara
melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan (traction).

Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa
secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation)
dan menggelinding (rolling).
Pengendapan oleh Angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-
material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.
MACAM-MACAM BENTANG ALAM EOLIAN
Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu :
1. bentang alam akibat proses erosi oleh angin
2. bentang alam akibat proses pengendapan oleh angin.
Bentang Alam Eolian
Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang
disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2, yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan
bentang alam hasil proses abrasi.
Bentang Alam Hasil Proses Deflasi
Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Cekungan deflasi (deflation basin)
2. Lag gravel
3. Desert varnish
a. Cekungan deflasi (deflation basin)
Cekungan deflasi merupakan suatu cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang
lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan terbentuk akibat
material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain.
Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi, yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh
adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 meter sampai lebih dari 45 kilometer
panjangnya, dan dari 15 meter sampai 150 meter dalamnya.
b. Lag gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule,
pebble, dan fragmen-fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang
lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag-gravel atau bahkan sebagaidesert pavement, dimana sisa-sisa
fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
c. Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup
oleh oksida besi, dikenal sebagai desert varnish.
Fenomena Hasil Proses Abrasi
Fenomena hasil proses abrasi atau korasi :
1. Bevelad stone
2. Polish
3. Grooves
4. Sculpturing (Penghiasan)
a. Bevelad stone
Beberapa sisa batuan yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan
membentuk einkanter atau dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atauthree edge.
Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan
arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebbleyang
posisinya overturned akibat perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga
disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap
sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
b. Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang
mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast), yang mempunyai kekuatan lemah,
sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih
mengkilat.
c. Grooves
Angin yang mengandung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan
membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat
jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d. Sculpturing (Penghiasan)
Banyak perbedaan bentuk topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin.
Termasuk disini adalah batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh angin yang
mengandung pasir, sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom)
Bentang Alam
Hasil Pengendapan Angin
Hasil proses pengendapan ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Dune
2. Loess
Dune
Dune adalah suatu timbunan yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi
oleh bentuk permukaan ataupun rintangan (badhold, 1923, dalam Thornbury, 1964).
Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964), digolongkan menjadi 3, yaitu :
a. Tranversal dune
Tranversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak
lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengarahi oleh faktor tumbuh-tumbuhan.
Tranversal dune
b. Parabollic dune
Parabollic dune merupakan dune yang berbentuk sekop / sendok atau berbentuk parabola. Bentuk
ini karena dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
c. Longitudinal dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap.
Sketsa tranversal dune, parabollic dune, dan longitudinal dune (Selby. M.J. 1985)
Klasifikasi dune menurut Emmon’s (1960)
Menurut Emmon’s (1960), bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada
banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga
arah angin yang tetap.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
Tipe-tipe Dune
a. Lee dune (sand drift)
Lee dune atau sand driff adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan
pasir yang sempit berada di belakang batuan batuan atau tumbuh-tumbuhan.Dune ini mempunyai
kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga
menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand driff.
b. Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan
dominan. Terbentuknya karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang
berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
c. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi atau tumbuh-tumbuhan
dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang
padat. Barchan ini berbentuk koma, dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai
puncak dan sayap.
Barchan
a. Pembentukan barchan di belakang pohon-pohon kecil.
b. Pembentukan barchan di belakang dan di depan sebuah batu.
Diagram yang menunjukkan arah dan gerak angin selama proses pembentukan barchan
d. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih
panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian
Sword, seif berassosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadiseif. Perubahan yang
lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
e. Tranversal Dune
Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin
bertiup secara tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu
timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah
angin.
f. Complex dune
Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya agak
banyak. Barchan, seif dan tranversal dumne yang berada setempat-setempat akan berkembang sehingga
menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan
akan mempunyai lereng yang bermacam-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune.
Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian
antara 6 m sampai 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter.
Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya.
Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.
Tabel pembentukan dune (Bloom : 339)
Loess
Daerah yang luas yang tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess.Beberapa
endapan Loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter.
Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa
endapan loess menutupi daerah yang sangat subur.
Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel
angular, dengan diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika.
Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit.
Kenampakan ini menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang
diangkut dan diendapkan oleh angin.

BENTANG ALAM FLUVIAL


 BENTANG ALAM FLUVIAL
 satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil.
 Proses fluviatil : semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya
perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang
mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water).
 proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di
permukaan.
 Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan
oleh air permukaan.
 Proses fluviatil ini bervariasi intensitasnya.
Perlu diketahui bahwa air permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air
permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Nilai curah hujan
b. Jumlah vegetasi
c. Kelerengan
d. Jenis Litologi
e. Iklim
 Siklus hidrologi
 Macam-macam Proses Fluviatil
1. Proses erosi
Erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
 Quarrying, yaitu pendongkelan batuan yang dilaluinya.
 Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
 Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope pada
Meander.
 Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
 Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan
terjadinya pendalaman lembah sungai.
 Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada bagian hilir sungai, menyebabkan
sungai bertambah lebar .
Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak
mampu mengerosi lagi dikarenakan sudah mencapai erosion base level.
Erosion base level ini dapat dibagi menjadi
 ultimate base level yang base levelnya berupa permukaan air laut
 temporary base level yang base levelnya lokal seperti permukaan air danau, rawa, dan sejenisnya.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut.

Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi
memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.
2. Proses Transportasi
adalah proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan
oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi

Dalam membahas transportasi sungai dikenal istilah :


 stream capacity : jumlah beban maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai
 stream competance : ukuran maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
Sungai mengangkut material hasil erosinya secara umum melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme bed
load dan suspended load .
Mekanisme bed load : pada proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai,
dibedakan menjadi beberapa cara, antara lain :
 Traction : material yang diangkut terseret di dasar sungai.
 Rolling : material terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
 Saltation : material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
Mekanisme suspended load : material-material terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai,
dibedakan menjadi :
 Suspension : material diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi
keruh.
 Solution : material terangkut, larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
 Mekanisme transportasi sedimen
3. Proses sedimentasi
Proses sedimentasi terjadi ketika sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya.
Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih
dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus.
Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga
semakin ke arah hillir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
 Pola Penyaluran
 Bentuk-bentuk tubuh air disebut pengaliran / penyaluran (drainage), meliputi laut, danau, sungai, rawa dan
sejenisnya.
 Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang
dikenal sebagai pola pengaliran / pola penyaluran (drainage pattern). Pola pengaliran dapat dibedakan menjadi
beberapa macam. Tiap-tiap macam pola pengaliran dapat bervariasi, dan variasi tersebut antara lain disebabkan
oleh adanya struktur dan variasi batuan dimana pola pengaliran itu terdapat.
Macam-macam pola pengaliran :
a. Dendritik : pola pengaliran dengan bentuk seperti pohon, dengan anak-anak sungai dan cabang-cabangnya
mempunyai arah yang tidak beraturan.
Umumnya berkembang pada batuan yang resistensinya seragam, batuan sedimen datar, atau hampir
datar, daerah batuan beku masif, daerah lipatan, daerah metamorf yang kompleks. Kontrol struktur tidak
dominan di pola ini, namun biasanya pola aliran ini akan terdapat pada daerah punggungan suatu antiklin.
b. Radial, adalah pola pengaliran yang mempunyai pola memusat atau menyebar dengan 1 titik pusat
yang dikontrol oleh kemiringan lerengnya.
c. Rectanguler : pola pengaliran dimana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai
utamanya, umumnya pada daerah patahan yang bersistem (teratur).
d. Trellis, adalah bentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai utamanya biasanya memanjang
searah dengan jurus perlapisan batuan. Umumnya terbentuk pada batuan sedimen berselang-seling antara yang
mempunyai resistensi rendah dan tinggi.
Anak-anak sungai akan dominan terbentuk dari erosi pada batuan sedimen yang mempunyai resistensi
rendah.
Jadi secara umum , pembentukan sungai utama lebih disebabkan oleh kontrol struktrur dan pembentukan
anak sungai lebih disebabkan oleh kontrol litologi.

 Annular, adalah pola pengaliran dimana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar
Sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa. Pola ini merupakan perkembangan dari
pola radier. Pola penyaluran ini melingkar mengikuti jurus perlapisan batuannya.
 Multi basinal atau sink hole adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang nampak di permukaan bumi,
kadang tidak nampak, yang dikenal sebagai sungai bawah tanah. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah
karst atau daerah batugamping.
 Contorted, adalah pola pengaliran dimana arah alirannya berbalik / berbalik arah. Kontrol struktur yang bekerja
berupa pola lipatan yang tidak beraturan yang memungkinkan terbentuknya suatu tikungan atau belokan pada
lapisan sedimen yang ada.
 Macam-macam Bentang Alam Fluviatil
a. Sungai Teranyam (Braided Stream)
terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar – datar, alurnya luas dan dangkal.
terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada
bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya endapan gosong tengah yang banyak,
maka alirannya memberikan kesan teranyam. Keadaan ini disebut juga anastomosis( Fairbridge, 1968).
b. Bar deposit
adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah dari alur sungai. Endapan pada tengah alur
sungai disebut gosong tengah (channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).Bar deposit
ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
c. Dataran banjir ( Floodplain) dan Tanggul alam (Natural levee)
Sungai stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan
maupun kiri sungai, seiring dengan proses yang berlangsung kontinyu akan terbentuk akumulasi sedimen yang
tebal sehingga akhirnya membentuk tanggul alam.
d. Kipas Aluvial (alluvial fan)
Bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk
ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan
material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk
seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya pada daerah kipas aluvial
terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan
lempung sehingga merupakan lapisan pembawa air yang baik.
e. Meander
bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah
alirannya disebut sebagai Meander Belt.
Meander ini terbentuk apabila pada suatu sungai yang berstadia dewasa/tua mempunyai dataran banjir
yang cukup luas, aliran sungai melintasinya dengan tidak teratur sebab adanya pembelokan aliran Pembelokan
ini terjadi karena ada batuan yang menghalangi sehingga alirannya membelok dan terus melakukan
penggerusan ke batuan yang lebih lemah.
f. Danau tapal kuda
terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh pelurusan air.
g. Delta
adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerahbase level.
Selanjutnya akan dibahas dalam bentang Alam Pantai dan Delta.
 Kenampakan danau tapal kuda
 Bentang Alam Fluvial dalam Peta Topografi
 Dalam peta topografi standar, sebagian dari bentang alam fluvial tidak terekspresikan, terutama yang berukuran
kecil, misalnya gosong sungai, tanggul alam. Sebagian bentang alam yang berukuran besar dapat terekspresikan
dalam peta topografi, misalnya kipas aluvial.
 Dalam peta topografi alur sungai tampak jelas dengan pola kontur yang khas, ditandai oleh kontur yang
meruncing ke arah hulu sungai.
 Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, khususnya di sekitar aliran sungai.
Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang potensial sebagai penyedia air irigasi, air minum,
dan material pasir batu ( BG. gol C) yang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan. daerah aliran sungai juga
bisa menjadi sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor.

Analisa terhadap bentang alam ini dapat memberikan informasi tentang kondisi geologi suatu daerah,
yang akan terekspresikan dalam pola penyaluran dan bentukan bentang alam lokal, seperti kipas alluvial,
dataran banjir, dan sejenisnya. Analisa tersebut juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah maupun
stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi pemikiran dalam rencana pengembangan
wilayah.

BENTANG ALAM
• KARST
Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi
berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai
secara tiba-tiba masuk ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di tempat
lain sebagai mata air yang besar.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi Bentang Alam Karst
1. Faktor Fisik
2. Faktor Kimiawi
3. Faktor Biologis
4. Faktor Iklim dan Lingkungan
• 1. Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi :
a. Ketebalan batugamping, yang baik untuk perkembangan karst adalah batu gamping yang
tebal, dapat masif atau yang terdiri dari beberapa lapisan dan membentuk unit batuan yang tebal,
sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum habis terlarutkan.
Namun yang paling baik adalah batuan yang masif, karena pada batugamping berlapis biasanya terdapat
lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan, sehingga mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk
menembus seluruh lapisan.
b. Porositas dan permeabilitas, berpengaruh dalam sirkulari air dalam batuan. Semakin besar
porositas sirkulasi air akan semakin lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.
c. Intensitas struktur (kekar), zona kekar adlah zona lemah yang mudah mengalami pelarutan
dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan, proses pelarutan berlangsung intensif.
Kekar yang baik untuk proses karstifikasi adalah kekar berpasangan (kekar gerus), karena kekar tsb
berpasangan sehingga mempertinggi porositas dan permeabilitas.
Namun apabila intensitas kekar sangat tinggi batuan akan mudah tererosi atau hancur sehingga proses
karstifikasi terhambat.
• 2. Faktor Kimiawi
a. Kondisi kimia batuan, dalam pembentukan topografi kars diperlukan sedikitnya 60% kalsit
dalam batuan dan yang paling baik diperlukan 90% kalsit.
b. Kondisi kimia media pelarut, dalam proses karstifikasi media pelarutnya adalah air, kondisi
kimia air ini sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi
Kalsit sulit larut dalam air murni, tetapi mudah larut dalam air yang mengandung asam.
Air hujan mengikat CO2 di udara dan dari tanah membentuk larutan yang bersifat asam yaitu asam
karbonat (H2CO3).
Larutan inilah yang sangat baik untuk melarutkan batugamping.
• 3. Faktor Biologis
Aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi dapat menghasilkan humus yang menutup batuan dasar,
mengakibatkan kondisi anaerobic sehingga air permukaan masuk ke zona anaerobic, tekanan parsial CO2 akan
meninggkat sehingga kemampuan melarutkannya juga meningkat.
• 4. Faktor Iklim dan Lingkungan
Kondisi lingkungan yang mendukung adalah adanya lembah besar yang mengelilingi tempat yang tinggi
yang terdiri dari batuan yang mudah larut (batugamping) yang terkekarkan intensif. Kondisi lingkungan di
sekitar batugamping harus lebih rendah sehingga sirkulasi air berjalan dengan baik, sehingga proses karstifikasi
berjalan dengan intensif.
• Proses Pembentukan
Topografi Karst
Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
a. Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
b. Masif, tebal dan terkekarkan.
c. Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.
d. Dikelilingi lembah
Proses pelarutan pada batugamping, meninggalkan morfologi sisa pelarutan, perkembangan morfologi
sisa ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
b. Karena zona A lebih cepat mengalami pelarutan, maka zona ini segera terbentuk lembah yang
dalam, sementara pada zona B masih berupa dataran tinggi dengan gejala pelarutan di beberapa tempat.
c. Pelarutan pada kedua zona terus berjalan sehingga pada fase ini mulai terbentuk kerucut-
kerucut karst pada zona B. Pada kerucut karst ini tingkat pelarutan/erosi vertikalnya lebih kecil
dibandingkan lembah di sekitarnya.
d. Karena adanya erosi lateral oleh sungai maka zone A berada pada batas permukaan
erosi dan pada zona B erosi vertikal telah berjalan lebih lanjut sehingga hanya tinggal
beberapa morfologi sisa saja, morfologi sisa ini disebut menara karst.
• Bentang Alam
Hasil Proses Karstifikasi
Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-
bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
• 1. Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau
pengendapan mineral karbonat yang dibawa oleh air.
Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
• Bentuk-bentuk minor
• Bentuk-bentuk mayor
Bentang alam karst minor adalah bentang alam yang tidak dapat diamati pada peta topografi atau
foto udara.
Sedangkan bentang alam mayor adalah yang dapat diamati dari peta topografi atau foto udara.

Bentuk-bentuk bentang alam minor antara :


1. Lapies, yaitu bentuk yang tidak rata pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan
penggerusan.

2. Karst split, adalah celah pelarutan yang terbentuk di permukaan.


3. Parit karst, yaitu alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit, yang juga sering
dianggap karst split yang memanjang sehingga membentuk parit.
Parit karst
4. Palung karst, adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, terbentuk karena
proses pelarutan, kedalaman lebih dari 50 cm. biasanya pada permukaan batuan yang datar atau miring
rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.
5. Speleotherms, adalah hiasan pada gua yang merupakan endapan CaCO3 yang mengalami
presipitasi pada air tanah yang membawanya masuk ke dalam gua. (Stalaktit, stalakmit)
Speleotherms
6. Fitokarst, adalah permukaan yang berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling
berhubungan, terbentuk karena adanya pengaruh aktivitas biologis yaitu algae yang tumbuh di dalam
batugamping. Algae menutup di permukaan dan masuk sedalam 0,1 – 0,2 mm dan menghasilkan
larutan asam sehingga melarutkan batugamping.
Sedangkan bentuk-bentuk topgrafi karst mayor antara lain :
1. Surupan (doline), yaitu depresi tertutup hasil pelarutan dengan diameter mulai dari beberapa
meter sampai beberapa kilometer, kedalaman bisa sampai ratusan meter dan mempunyai bentuk bundar
atau lonjong.
2. Uvala, adalah gabungan dari beberapa doline.
Doline
3. Polje, adalah depresisi tertutup yang besar dengan lantai datar dan dinding curam, bentuknya
tidak teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan, pembentukannya dikontrol oleh litologi
dan struktur, dan mengalami pelebaran saat terisi oleh air.
Polje
4. Jendela karst, adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan dengan udara luar,
terbentuk karena atap gua runtuh.
5. Lembah karst, adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang
mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada 4 macam lembah karst, yaitu :
a. Allogenic valley, lembah karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan
batugamping) yang kemudian masuk ke dalam daerah karst.
b. Blind valley, lembah karst yang alirannya tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam
batuan.
c. Pocket valley, yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar
dari batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan batugamping.
d. Dry valley, lembah yang mirip dengan lembah fluviatil tetapi bukan sebagai
penyaluran air permukaan karena air yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya
(karena banyak rekahan)
6. Gua, adalah ruang bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila
dilalui oleh manusia.
7. Terowongan dan jembatan alam, adalah lorong di bawah permukaan yang terbentuk oleh
pelarutan dan penggerusan air tanah.

• Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan


Yang dimaksud dengan sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah
berjalan sangat lanjut sehingga meninggalkan sisa erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam morfologi sisa antara lain :
1. Kerucut karst, adalah bukit karst yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi
oleh depresi.
2. Menara karst, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi yang berbentuk menara dengan lereng
yang terjal tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yang lainnya dan dikelilingi dataran aluvial.
BENTANG ALAM STRUKTURAL
 adalah bentang alam yang pembentukkannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan.
 Struktur geologi yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi
sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen
yaitu proses tektonik yang mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin dalam
bentuk topografi dan relief yang khas.
 Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin
atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan atauslump).
Kenampakan yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural
 Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut.
 Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain.
 Bentuk – bentuk bukit, lembah dll.
 Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau lipatan.
Macam-macam Bentang Alam Struktural
 Bentang Alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horizontal)
 Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0 – 500 kaki dari muka air laut.
 Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut,
berlereng sangat landai atau datar berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya
 Bentang Alam dengan Struktur Miring
 Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang searah perlapisan
batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987).
 Hogback : sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan
lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama
sehingga terlihat simetri
Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang
mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut
dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin.

PERLAPISAN YANG TERLIPAT
 Struktur antiklin dan sinklin menunjam
Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah
(cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka
disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slopesaling berhadapan maka
disebut sebagai lembah sinklin menunjam
 Kubah
Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
 Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
 Mempunyai pola kontur tertutup.
 Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda.
 Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
 Cekungan
Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :
 Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam).
 Mempunyai pola kontur tertutup.
 Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
 Bentang Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya tekan yang bekerja pada kulit bumi, sehingga mengakibatkan
adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Ada 3 jenis sesar (berdasarkan arah gerak relatifnya ), yaitu
sesar geser, sesar naik dan sesar turun.
Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis
patahannya secara langsung.
Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :
 Beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit.
 Mempunyai resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama.
 Adanya kenampakan dataran / depresi yang sempit memanjang.
 Dijumpai sistem gawir yang lurus (pola kontur yang panjang lurus dan rapat).
 Adanya batas yang curam antara perbukitan / pegunungan dengan dataran yang rendah.
 Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok dengan tiba-tiba dan menyimpang dari arah
umum.
 Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik / terangkat.
 Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, dan contorted, serta modifikasi dari ketiganya.

BENTANG ALAM VOLKANIK


Bentang alam volkanik adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh proses
keluarnya magma dari dalam bumi

Bentang alam volkanik umumnya dihubungkan dengan gerak tektonik, gunungapi-gunungapi sebagian
besar dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone)
Gunungapi
Menurut MacDonald (1972), gunungapi adalah tempat atau lubang keluarnya bahan pijar atau gas
yang berasal dari dalam bumi ke permukaan bumi.
Matahelemual (1982, pada Azwar, dkk, 1987) mengartikan gunungapi sebagai bentuk timbulan
kumpulan bahan bahan letusan di muka bumi yang berasal dari magma yang tersebar secara mandiri,
berkelompok atau berantai.
Sementara itu Montgomery (1989, pada Azwar, dkk, 1987), menyatakan bahwa gunung api adalah
tempat keluarnya magma, abu dan gas hasil erupsi atau struktur yang dibentuk disekitar pusat lubang
volkan karena aktivitas erupsi.
Gunungapi memiliki ciri yang khas meliputi bentuk, tipe erupsi dan material yang dihasilkan.
Perbedaan ini berhubungan erat dengan komposisi magma dan letak gunungapi tersebut terhadap
kedudukan tektonik lempeng.
Tipe Erupsi Gunungapi
Escher (1952, pada Azwar, dkk, 1987) membuat suatu klasifikasi letusan gunungapi berdasarkan tekanan
gas, derajat kecairan magma dan kedalaman wadah magma itu sendiri.
Klasifikasi itu uraiannya adalah sebagai berikut :
Tipe Hawaii
Tipe gunungapi ini dicirikan oleh lava cair dan tipis yang dalam perkembangannya akan membentuk
tubuh gunungapi tipe perisai. Sifat magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar yang
disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava banyak mengandung gas,
sehingga yang ringan akan terlempar ke atas sedangkan yang berat setelah gas hilang akan tenggelam lagi. Tipe
ini banyak ditemukan di Hawaii, seperti di Gunung Kilauea dan Gunung Maunaloa.
Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang meningkat
kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai
ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava.
Tipe Volkano
Tipe ini dicirikan oleh awan debu membentuk bunga kol karena gas yang ditembakkan ke atas meluas
hingga jauh di atas kawah. Tipe ini memiliki tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak begitu cair.
Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano kuat, contohnya Gunung Vesusius
dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah, sebagai contohnya Gunung Raung dan Gunung Bromo.
Tipe Merapi
Tipe ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal dan tekanan gas yang agak
rendah. Karena sifat magmanya tersebut, maka terbentuk sumbat atau kubah lava, sementara bagian bawah dari
sumbat lava tersebut akan cenderung dalam keadaan masih cair. Kubah lava yang gugur akan menyebabkan
terjadinya awan panas guguran. Jika semakin tinggi tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat, maka akan
menyebabkan terjadinya letusan dan akan membentuk awan panas letusan.

Tipe Pelee
Tipe ini memiliki kekentalan magma hampir sama dengan tipe Merapi, tetapi memiliki tekanan gas yang
cukup besar. Ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke arah lateral.
Tipe Vincent
Tipe Vincent ini memiliki lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan terdapat danau kawah yang
pada waktu meletus akan dimuntahkan membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100o C kemudian akan
disusul oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan pijar.
Tipe Perret atau Plinian
Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas yang sangat kuat dan lava cair. Sifat letusannya merusak diduga ada
kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera.
Morfologi Gunung Api
Morfologi gunung api dapat dibedakan menjadi 3 zone dengan ciri-ciri jenis litologi dan asosiasi
morfologi yang berlainan.
Ketiga zone tersebut adalah :
Zona pusat erupsi (Central Zone). Zona ini dicirikan oleh :
 Banyak radial dike / sill.
 Adanya sumbat kawah (plug) dan crumble breccia.
 Adanya zona hidrothermal
 Sifat piroklastiknya kasar.
 Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi.
Zona proksimal , zona ini dicirikan oleh :
 Material piroklastik agak terorientasi.
 Terjadi pelapukan pada lava dan material piroklastik yang dicirikan oleh soil yang tipis.
 Sering dijumpai parasitic cone.
 Banyak dijumpai ignimbrite dan welded tuff.
Zona Distal, dicirikan oleh :
 Material piroklastik berukuran halus.
 Banyak dijumpai lahar.
Macam-Macam Bentang Alam Volkanik
Bentang alam volkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan
morfologinya. Srijono (1984, dalam Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam volkanik
berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :

Kubah Volkanik
Merupakan morfologi gunung api yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan
atas dasar asal kejadiannya menjadi
Kerucut semburan dan kerucut perisai
Morfologi ini terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat encer basaltis. Sedang lava yang bersifat granitis
menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug dome).
Kerucut parasit (Parasitic Cone)
Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi gunung api yang berada pada lereng gunung api yang lebih
besar.
Kerucut sinder (Cinder Cone)
Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil yang terjadi pada kaki gunung api, berupa kerucut
rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
Depresi Volkanik
Depresi volkanik adalah morfologi bagian volkan yang secara umum berupa cekungan.
Berdasarkan material pengisinya, depresi volkanik dibedakan menjadi :
Danau Volkanik, yaitu depresi volkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau
Kawah, depresi volkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh
apapun selain material hasil letusan.
Kaldera, yaitu depresi volkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh amblesan pada
kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunung api baru.
Dataran Volkanik
Secara relatif, dataran volkanik dicirikan oleh topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi (relief)
tidak menyolok. Macam-macam dataran volkanik diantaranya adalah : dataran rendah basal, plato basal, dan
dataran kaki volkan
Volkan Semu
Volkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunung api, bahan pembentuknya berasal dari volkan yang
berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu volkan yang sudah lama tidak menunjukkan
kegiatannya (mati/dorman).
Contoh morfologi volkan semu ini adalah Gunung Gendol di daerah Muntilan, Jawa Tengah pada
dataran kaki volkan gunungapi Merapi.
Volkan semu jenis lain adalah leher volkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu
kubah volkanik tererosi sehinggga tinggal berbentuk kolom. Biasanya, di sekitar lajuran volkanik tersebut sering
dijumpai retas yang memanjang (radial dike)
Dampak Lingkungan Gunungapi
Gunung api dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk
(bencana) bagi manusia.
Dampak positif dengan adanya gunung api adalah :
Panas bumi, sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunung api seperti yang
diusahakan di pegunungan Dieng dan Lahendong.
Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang masih asri dan sejuk
seperti di Kaliurang, Puncak dan Sarangan.
Sebagai daerah pertanian yang subur seperti banyak dijumpai di seluruh Indonesia. Contohnya : Batu,
Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunung api seperti gunung Merapi
untuk daerah sekitarYogyakarta.
sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daerah sekitarnya.
Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan, gunung api juga berpotensi sebagai sumber bencana.
Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunung api dapat dibagi menjadi 2 yaitu ; bahaya langsung (primer) dan
bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api meliputi :
Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 1200 0 C ). Alirannya
menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus
dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
Bom gunung api
Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. batuan ini dapat terlempar
dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan
pertanaian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur.
Pasir lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih kecil dari bom ( lebih besar 2
mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir
dan lapilli ini dapat terlempar hingga puluhan km. Pasir dan lapilli ini dapat menghancurkan atap rumah, karena
bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.
Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembus
oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap
dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng
gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang
dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban
60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas
ini.
Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa
tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa
mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung, dapat menimbulkan
sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu gunung api dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu
penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu
gunungapi yang mengandung silika bebas.
Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2,
H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm
(part per milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yang
dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan
gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti
yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada
pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya
tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block,
bom, lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava, apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau
setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran
bahan rombakan yang biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan
akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun
tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah
gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun
sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Volkanologi pada G. Merapi.

PALEOGEOMORFOLOGI
 Cabang dari geomorfologi terutama yang mempelajari bentang alam purba (masa geologi lampau), tidak
ditentukan berdasarkan batasan umur.
 Bentang alam purba dihasilkan dari proses-proses yang bekerja pada masa lampau atau tidak lama sesudahnya.
 Proses pembentukan bentang alam purba berkaitan dengan tektonik (pengangkatan dan penurunan kulit bumi) dan
berhubungan dengan erotion base level yang ikut mengontrol proses-proses geomorfik dan proses gradasi
permukaan ditentukan oleh erotion base levelyang dapat berubah-ubah.
Paleogeopedologi :
ilmu yang mempelajari mengenai soil purba, yang berhubungan dengan sejarah kenampakan-
kenampakan paleogeomorfik.
 Macam-Macam Bentang Alam Paleogeomorfologi
Ruhe (1965, dalam Thornbury, 1969) mengelompokkan bentang alam paleogeomorfologi menjadi 3 tipe
:
 Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
 Bentang alam terkubur (Burried Land Forms)
 Bentang alam tersingkap (Exhumed Land Forms).
Bentang alam sisa (Relict Land Forms)
 Merupakan bentang alam purba yang terbentuk pada pre-exiting landscape dan telah mengalami destruction dan
terkubur kemudian membentuk sebagian dari topografi sekarang.
 Sebagian bentang alam sisa merupakan hasil dari proses-proses yang belum lama bekerja.
 Hasil dari proses-proses yang sama yang masih mendominasi masa sekarang, tetapi bekerja pada kondisi iklim
atau kontrol base level yang berbeda dengan yang mengontrol proses geomorfik masa sekarang.

Bentang alam terkubur


(Burried Land Forms)
 Termasuk bentuk-bentuk asal erosi dan deposisi yang terkubur di bawah macam-macam tipe endapan / batuan
penutup berupa endapan laut atau darat.
 Singkapan terkadang dijumpai di sepanjang sisa lembah, road cut dan dalam galian-galian, umumnya berada di
bawah permukaan.
 Erosion Surface yang terkubur membentuk bidang ketidakselarasan dan memiliki arti ekonomi, contoh : cebakan
hidrokarbon, cebakan emas, cebakan bijih timah dan sebagai akuifer yang baik.
 Tipe-tipe bentang alam terkubur yang menjadi cebakan hidrokarbon, yaitu :
 Bentang alam terkubur yang membentuk ketidakselarasan.
 Bentang alam terkubur yang berasal dari bentang alam kars dikenal sebagaiburried paleo karst, menjadi tempat
berakumulasinya hidrokarbon dan mengandung terrarossa.
 Bekas-bekas bentang alam pantai maju dengan delta-delta terkubur (pada bagiantributary channels).
 Bentang alam terkubur yang berasal dari pergeseran sungai-sungai bermeander pada endapan channel sebagai
tempat terakumulasimya bahan galian dan air tanah.
Bentang alam tersingkap
(Exhumed Land Forms)
 Merupakan bentang alam purba yang mula-mula merupakan kenampakan topografi permukaan kemudian
terkubur di bawah massa penutup dan tersingkap atau tertoreh kembali.
 Digolongkan bentang alam tersingkap kembali jika massa penutupnya tersingkap secara luas.
 Pada saat sekarang membentuk bagian dari bentang alam masa sekarang.
 Merupakan bagian dari bentang alam mula-mula yang dihasilkan oleh bekerjanya proses–proses gradasi normal,
kemudian terkubur dan tersingkap kembali.
 Dikenali dengan adanya soil purba (paleosoil) dan benda-benda / fosil purbakala.
Geomorfologi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Pengertian
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi
beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Adapun bentangalam (landscape) didefinisikan
sebagai panorama alam yang disusun oleh elemen elemen geomorfologi dalam dimensi yang
lebih luas dari terrain, sedangkan bentuk-lahan (landforms) adalah komplek fisik permukaan
ataupun dekat permukaan suatu daratan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia.

Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam; bagaimana bentangalam


itu terbentuk secara kontruksional yang diakibatkan oleh gaya endogen, dan bagaimana
bentangalam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti pelapukan,
erosi, denudasi,sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai agen yang merubah batuan atau
tanah membentuk bentang alam yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk
alam darat tertentu (landform).

Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi, ketidakselarasan, termasuk


didalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat kontruksional, dan proses yang bersifat
destruksional (pelapukan, longsoran kerja air, angin, gelombang, pelarutan, dan lainnya), sudah
diakui oleh para ahli geologi dan geomorfologi sebagai dua buah paramenter penting dalam
pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses
geologi merupakan faktor cukup penting.

Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi terutama
ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa bentangalam dan bentuk-
bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi tertentu atau
jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-bukit, dan bentuk-bentuk
alam lainnya. Tetapi dalam empat dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan
pada studi tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap tidak
ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi mengenai
geomorfologi yang menyangkut antara lain:

1. Geometri bentuk muka bumi


2. Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta besaran-besarannya, dan antisipasi
terhadap perubahan bentuk muka bumi dalam skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.
Dengan berkembang pesatnya teknologi penginderaan jauh, seperti foto udara, citra landsat,
SPOT, radar, Ikonos, Quickbirds dan lainnya, maka geomorfologi semakin menarik untuk diteliti,
baik karena lebih mudahnya interpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya data
mengenai proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi yang diamati. Dengan
demikian, pengamatan terhadap gejala struktur (dan batuan) serta proses, adalah sangat
penting dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara menganalisa peta topografi, foto
udara dan citra, maupun di lapangan. Pengamatan yang baik di lapangan maupun
dilaboratorium terhadap alat bantu yang berupa peta topografi, foto udara, citra satelit, citra radar
akan membuat pembuatan peta geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta
geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yang digunakan. Pembuatan satuan geomorfologi
selain berdasar bentuk, proses maupun tahapan sangat tergantung pada skala peta yang
digunakan. Makin besar skala peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.

1. Pengertian Bentuk Lahan

Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh
proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi
dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak
dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief
khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja
pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh
adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material
penyusun (litologi).

Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari bentuklahan.


Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief
ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng. Relief atau
kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang
ditentukan oleh keadaan morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik
batuan serta mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan.

Lf : f (T,P, S, M, K)

Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat
pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang
dan waktu kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf)
dapat dirumuskan:
Dengan keterangan :

T : topografi

P : proses alam

S : struktur geologi

M : material batuan

K : ruang dan waktu kronologis

Bentuk lahan dikaji secara kuantitatif maupun kualitatif (morfometri) dimana tujuannya
mendiskripsikan relief bumi. Bentuk lahan konstruksional misalnya gunung api, patahan, lipatan,
dataran, plato, dome dan pegunungan kompleks. Sedangkan bentuk lahan distruksional meliputi
bentuk lahan erosional, residual dan deposisional. Cabang yang mengkaji tentang bentuk lahan
disebut Geomorfologi Statis.

Oleh karena untuk menganalisis bentanglahan lebih sesuai dengan didasarkan pada
bentuklahan, maka klasifikasi bentanglahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-unit
bentuklahan penyusunnya. Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan
berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:

1. Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan
lava, kawah, dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan,
perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan
contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan
dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan
contoh-contoh bentuklahan ini.
5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini
antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel,
parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan
bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach
ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi
bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini
disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio
marine ini antara lain delta dan estuari.
8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung
dan morine.
9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini
adalah mangrove dan terumbu karang.
10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan
bentuklahan hasil proses antropogenik.
Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang lahan alami maupun bentang budaya, dapat
diterangkan berdasar 3 komponen, yaitu:

1. Komponen lingkungan alam


2. Lingkungan sosial
3. Ideologi.
Dua komponen utama dapat diamati oleh panca indera, sehingga dapat memunculkan suatu
kenampakan, sedangkan komponen ideologi lebih berkaitan dengan akal dan hati yang tidak
terlihat secara kasat mata.

Masing-masing komponen memiliki sub komponen. Sebagai contoh pada komponen lingkungan
alami terdapat sub komponen: relief, batuan, air, dan iklim yang saling berinteraksi. Interaksi ini
disebut dengan interaksi horisontal, yang akan menciptakan kenampakan bentang tersendiri.
Selain itu juga terdapat interaksi vertikal, yaitu interaksi yang terjadi antara komponen yang
saling mempengaruhi, misalnya antara lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tiga komponen
tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
1. Bentuk Lahan Berdasarkan Proses Pembentukannya
Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan meninggalkan
kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini. Kedua proses ini adalah
proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen (berasal dari luar). Perbedaan
intensitas, kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau kedua proses tersebut yang bekerja
pada suatu daerah menyebabkan kenampakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain
umumnya berbeda.

Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat dibedakan menjadi :

1. Bentuk asal struktural


2. Bentuk asal vulkanik
3. Bentuk asal fluvial
4. Bentuk asal marine
5. Bentuk asal pelarutan karst/solusional
6. Bentuk asal aeolin
7. Bentuk asal denudasional
8. Bentuk asal glasial
9. Bentuk asal organik
10. Bentuk asal antropogenik
I.2. Maksud dan Tujuan
Secara umum maksud dan tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk menjelaskan apa itu
Geomorfologi, disertai dengan aspek-aspek yang dipelajari baik berupa bentang-bentang alam,
proses-proses yang terjadi didalam dan dipermukaan bumi, serta bagaimana pemanfaatan lahan
bumi yang baik bagi kehidupan manusia.

Selain itu praktikum Geomorfologi juga memberikan gambaran tentang Peta Topografi dan Peta
Geomorfologi yang dapat memberikan pengetahuan bagi mahasiswa teknik geologi tentang
bagaimana Intrepetasi Peta dan mengetahui aplikasi di lapangan.
I.3. Metode Penulisan
Metode penulisan pada laporan praktikum ini didasarkan pengumpulan data pada dua aspek
praktikum,yaitu:

1. Praktikum di Laboratorium, yaitu dimana praktikan diajarkan cara interpretasi peta topografi dan
deskripsi mengenai bentang-bentang alam.
2. Praktikum dilapangan, yaitu dimana praktikan dihadapkan langsung pada keadaan sebenarnnya
suatu singkapan dilapangan maupun bentang-bentang alam yang telah terlebih dahulu di
interpretasi pada praktikum di laboratorium.
I.4. Alat dan Bahan
1. Alat
1. Pensil
2. Penggaris 1 set
3. Pensil Warna
4. Pensil OHP
5. Bahan
1. Kertas Kalkir
2. Kertas HVS
3. HCl
4. Kompas
5. GPS
6. Peta Topografi
I.5. Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Dearah (di Lab)
1. Waktu
Waktu dilaksanakan Praktikum pada Hari Rabu jam 10.00 WIB

1. Lokasi
Lokasi Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Geologi Dinamik Kampus II Institut Sains Dan
Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

1. Kesampaian Daerah (dilab)


Praktikum Lapangan mencakup 5 lokasi diantaranya:

1. Dusun kasihan, Kab. Bantul


2. Dusun Gading Kedaton, Kab.Bantul
3. Dusun Cangklag, Kab.Gunung Kidul
4. Dusun Wirobani, Kab.Gunung Kidul
5. Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Kab.Bantul
BAB II
BENTANG ALAM DENUDASIONAL

II.1 Pengertian
Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi
semua ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal ini, proses
yang utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material, pelapukan material
permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi dan gerakan tanah. Kebalikan dari
degradasi adalah agradasi, yaitu berbagai proses eksogenik yang menyebabkab bertambahnya
elevasi permukaan bumi karena proses pengendapan material hasil proses degradasi.

Proses yang mendorong terjadinya degradasi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Pelapukan, produk dari regolith dan saprolite ( bahan rombakan dan tanah)
2. Transport, yaitu proses perpindahan bahan rombakan terlarut dan tidak terlarut karena erosi dan
gerakan tanah.
II.2 Faktor-faktor Pembentukan Bentang Alam Denudasional
Faktor yang mempengaruhi yaitu faktor eksogen yang terdiri dari pelapukan, erosi dan gerakan
tanah.

1. Pelapukan
Merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat dengan
permukaan bumi [tidak termasuk erosi dan pengangkutan hasil perubahan itu]. Ketika batuan
tersingkap, mereka akan menjadi subjek dari semua hasil proses pemisahan / dekomposisi
batuan.

Pemisahan batuan umumnya disebabkan karena pengaruh kimia, fisika, organisme, ataupun
kombinasi dari ketiganya.

Tipe proses pelapukan pada kenyataan dan tingkat aktivitasnya dipengauhi oleh :

1. Sort / pemilahan
2. Iklim
3. Topografi / morfologi
4. Proses geomorfologi
5. Vegetasi dan tata guna lahan
Pada iklim lembab dan hangat, yang dominan adalah pelapukan kimia. Pada kondisi iklim kering
pada musim baik kemarau maupun penghujan, akan didominasi pelapukan fisika yang merata.
Sedangkan pada zona iklim dimana temperatur dan kelembaban dapat mendukung kehidupan
organisme, pelapukan biologilah yang mendominasi.

1. Erosi Air Permukaan


Erosi adalah suatu kelompok proses terlepasnya material permukaan bumi hasil pelapukan yang
dipengaruhi tenaga air, angin, dan es. Ini juga termasuk perpindahan partikel dengan pemisahan
karena pengaruh turunnya hujan dan terbawa sepanjang aliran sebagaiman suatu arus melalui
darat. Ketika arus menjadi seragam secara relatif dan tipis [sempit], partikel dipindahkan dari
permukaan tanpa adanya konsentrasi erosi. Erosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Erosi normal, terjadi secara alamiah dengan laju penghancuran dan pengangkutan tanahnya
sangat lambat sehingga memungkinkan kesetimbangan antara proses penghancuran dan
pengangkutan dengan proses pembentukan tanah.
2. Erosi dipercepat, terjadi akibat pengaruh manusia sehingga laju erosi jauh lebih besar daripada
pembentukan tanah.
Berdasarkan bentukannya, erosi dapat dibedakan menjadi 5 macam, antara lain :

1. Erosi percik, merupakan tahap pertama dari hujan yang menyebabkan erosi. Erosi ini
disebabkan oleh tenaga kinetis jatuhnya butir hujan ke permukaan tanah. Erosi ini dapat
menghancurkan porositas tanah karena pori – pori tanah menjadi lebih kecil atau terjadi
penyumbatan pori – pori, sehingga daya infiltrasinya berkurang maka terjadilah pelumpuran yang
mengakibatkan penurunan daya infiltrasi lebih drastis lagi. Dengan demikian akan memperbesar
exsess aliran permukaan atau yang dapat mengakibatkan terjadinya penggenangan pada
topografi datar atau terjadi aliran permukaan pada topografi miring. Selanjutnya hal ini
mengakibatkan terjadinya erosi lembar.
2. Erosi lembar, adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan
bidang tanah. Kekuatan jatuh butir hujan dan aliran di permukaan merupakan penyebab utama
erosi ini. Dari segi energi, pengaruh butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6
sampai 10 m/detik. Kehilangan lapisan atas yang subur tersebut secara seragam, sehingga tidak
kentara dan meliputi areal yang luas. Proses erosi ini sangat berbahayakarena disadari adanya
setelah erosinya berjalan lanjut.
3. Erosi alur, terjadi pada tanah yang tidak rata, maka air akan terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat – tempat yang rendah sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat –
tempat tersebut. Erosi ini biasa pada tanah – tanah yang biasa ditanami tanaman yang ditanam
berbaris menurut lereng. Apabila erosi alur tidak segera ditanggulangi maka akan terjadi erosi
parit.
4. Erosi parit, prosesnya sama dengan erosi alur, tetapi saluran – saluran yang terbentuk sudah
dalam. Erosi parit yang terbentuk berukuran lebar sekitar 40 cm dan kedalaman 25 cm,
sedangkan yang lanjut dapat mencapai kedalaman > 30 cm. Erosi ini dapat berbentuk V atau U,
tergantung dari kepekaan substratanya. Bentuk V lebih umum terjadi, tetapi pada daerah yang
substratanya mudah lepas akan membentuk huruf U.
Faktor – faktor yang mempengaruhi erosi antara lain :

1. Iklim
Di daerah tropika basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan, terutama besarnya
curah hujan, intensitas dan distribusi hujan, kecepatan jatuh butir hujan, besar butiran hujan.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal [dinyatakan dalam
m3/luas]. Intensitas hujan adalah besarnya yang jatuh pada suatu waktu tertentu [dinyatakan
dalam mm/jam atau cm/jam].

1. Relief
Dua unsur yang berpengaruh adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Kemiringan lereng
akan memperbesar jumlah aliran permukaan sehingga memperbesar kekuatan angkut air. Selain
itu, jumlah butir – butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan semakin
banyak. Panjang lereng dihitung dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air
masuk ke dalam saluran [sungai] atau dimana kemiringan berkurang sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran air sangat berkurang. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di
ujung lereng. Dengan demikian berarti makin banyak air yang mengalir dan semakin besar
kecepatannya di bagian bawah lereng daripada di bagian atas. Akibatnya adalah tanah di bagian
bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas. Selain kedua hal tersebut, yang
berpengaruh adalah konfigurasi lereng, misalnya berbentuk cembung akan banyak terjadi erosi
lembar. Lereng yang cekung cenderung erosi berbentuk alur atau parit. Aspek lain yang
berpengaruh misalnya keseragaman lereng.

1. Vegetasi
Vegetasi akan berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Aspek pengaruh tersebut
adalah :

1) Intersepsi hujan oleh tajuk, sehingga mengurangi jumlah hujan di permukaan tanah.

2) Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.

3) Pengaruj akar dan kegiatan biologi terhadap ketahanan struktur tanah dan infiltrasi.
4) Pengaruh terhadap porositas tanah menjadi lebih besar.

5) Peristiwa transpirasi yang dapat mengurangi kandungan air tanah sehingga yang datang
kemudian dapat masuk ke dalam tanah lagi.

6) Tanah

Sifat tanah yang berpengaruh terhadap laju erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman tanah, dan sifat – sifat lapisan bawah. Tekstur dan struktur tanah tidak berdiri sendiri
tetapi saling berhubungan.

7) Manusia

Di sini dapat berpengaruh positif dan negatif. Yang negatif apabila menjadikan erosi lebih besar,
contohnya penggundulan hutan, sistem huma, dan sebagainya. Tindakan yang positif misalnya
penghutanan, pembuatan bangunan – bangunan pencegah erosi, tindakan konservasi tanah,
dsb. Overland flow yang seragam tipis hanya terdapat pada suatu bentuk permukaan rata dan
biasanya menjadi semakin sangat tipis pada suatu permikaan yang dalam sehingga efek
terjadinya longsor adalah kecil, sebab hanya material halus yang dapat diangkut dengan cara ini.
Kekuatan yang diperlukan untuk mengikis bahan rombakan menjadi lebih besar dibandingkan
kekuatan yang yang diperlukan untuk mengangkutnya.Hampir semua permukaan alami terlalu
tidak seimbang untuk menghasilkan arus seragam, dan sebagai gantinya, kebanyakan air
dikonsentrasikan pada diskontinuitas tekanan yang kecil pada permukaan itu. Variasi pada
ketebalan arus menghasilkan variasi di mana bahan rombakan terbawa, sehingga menjadikan
erosi permukaan memiliki konsentrasi tinggi, Jika arus cukup besar, mereka akan mengikis
sejumlah saluran kecil, dan jika saluran ini dangkal, mereka cenderung untuk berpindah posisi
dari waktu ke waktu.

1. Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar, atau
miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada gangguan kesetimbangan pada
saat itu.Ada empat jenis utama gerakan massa :
1. Falls [runtuhan]
Ada 3 macam, yaitu :

1) Runtuhan batuan
Suatu massa batuan yang jatuh ke bawah karena terlepas dari batuan induknya. Terjadi pada
tebing – tebing yang terjal. Gerakannya ekstrim cepat.

2) Runtuhan tanah

Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah berupa massa tanah.
Gerakannya sangat cepat.

3) Runtuhan bahan rombakan

Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah berupa massa bahan tombakan.
Gerakannya sangat cepat.

1. Slides [longsoran]
Ada 4 macam, yaitu :

1) Nendatan [slump]

Gerakan yang terputus – putus atau tersendat – sendat dari massa tanah atau batuan ke arah
bawah dalam jarak yang relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan kecepatan ekstrim
lambat sampai agak cepat. Pada umumnya, sesuai dengan prosesnya yang terputus – putus,
sehingga mempunyai lebih dari satu bidang longsor yang kurang lebih sejajr atau searah satu
sama lain.

2) Blok glide

Gerakan turun ke bawah dari massa tanah atau batuan yang berupa blok dengan kecepatan
lambat sampai agak cepat. Blok yang turun dapat disebabkan atau dibatasi oleh kekar, sesar.

3) Longsoran batuan

Gerakan massa batuan ke arah bawah yang biasanya melalui bidang perlapisan, rekahan –
rekahan, bidang sesar. Dalam hal ini kemiringan lereng searah dengan kemiringan perlapisan
batuan. Lapisan batuan yang dapat bertindak sebagai bidang longsor adalah batuan yang
berukuran sangat halus [lempung, tuf – halus, napal, dsb]. Kecepatan gerakan amat lambat
sampai cepat.

4) Longsoran bahan rombakan


Gerakan massa tanah atau hasil pelapukan batuan melalui bidang longsor yang relatif turun
secara meluncur atau menggelinding. Bidang longsor merupakan bidang batas antara tanah
dengan batuan induknya.

1. Flows [aliran]
Ada 6 macam, yaitu :

1) Aliran tanah

Gerakan dari massa tanah secara mengalir dengan kecepatan lambat sampai cepat. Material
[massa] tanah yang sangat plastis biasanya dengan kecepatan lambat – cepat dan lumpur
dengan kecepatan sangat cepat sehingga ada yang disebut aliran tanah lambat dan aliran tanah
cepat. Disini faktor kandungan air sangat penting.

2) Aliran fragmen batuan

Gerakan secara mengalir dari massa batuan yang berupa fragmen – fragmen dengan kecepatan
ekstrim cepat dan kering. Macam aliran fragmen batuan, misalnya rockfall avalenche. Massa
yang bergerak sangat luas baik berupa runtuhan batuan atau longsoran batuan dengan
kecepatan ekstrim cepat.

3) Sand run

Gerakan dari massa pasir secara mengalir dengan kecepatan cepat sampai sangat cepat dalam
keadaan kering.

4) Loess flow [dry]

Aliran loess kering, massa yang mengalir berupa loes yang sangat kering. Biasanya disebabkan
oleh gempa bumi. Kecepatan aliran ekstrim cepat.

5) Debris avalanche

Gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah dengan kecepatan sangat cepat sampai
ekstrim cepat. Kalau keadaannya basah disebut debris flow [aliran bahan rombakan].

6) Sand flow dan Silt flow


Seperti pada sand run, hanya di sini dalam keadaan basah. Jika material yang mengalir berupa
pasir disebut aliran pasir, sedangkan kalau berupa lumpur disebut aliran batu lumpur. Kecepatan
aliran cepat sampai sangat cepat.

1. Kompleks
Merupakan gabungan dari berbagai macam gerakan tanah, biasanya satu macam gerakan
tanah lalu diikuti oleh macam gerakan tanah yang lain. Gerakan tanah yang lain yaitu :

1) Creep

Aliran massa tanah [batuan] yang ekstrim lambat, tidak dapat dilihat, hanya akibatnya akan
tampak seperti tiang listrik, pohon bengkok. Contoh : rock creep, soil creep, talus creep.

2) Amblesan

Gerakan ke arah bawah yang relatif tegak lurus, yang menyangkut material permukaan tanah
atau batuan tanpa gerakan ke arah mendatardan tidak ada sisi yang bebas. Dapat disebabkan
karena terlampau berat beban dan daya dukung tanah kecil. Juga bisa karena pemompaan air
tanah jauh melampaui batas, sehingga pori – pori yang tadinya terisi oleh air tanah akan
mampat.

Dengan demikian penyebab terjadinya gerakan tanah adalah :

1. Kemiringan tanah
2. Jenis batuan / tanah
3. Struktur geologi
4. Curah hujan
5. Penggunaan tanah dan pembebanan massa
6. Getaran
1. Gempabumi
2. Lalulintas
II.3 Macam-macam Bentuk Lahan Asal Denudasional
1. Pegunungan Denudasional
Karakteristik :

1. Topografi bergunung dengan lereng curam hingga sangat curam (55 – >140%)
2. Selisih ketinggian dari tempat terendah hingga tempat tertinggi (relief) >500m
3. Tingkat pengikisan tergantung dari kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup serta proses erosi
ulang bekerja pada tempat tersebut
4. Umumnya mempunyai lembah dalam, berdinding terjal dan berbentuk V karena proses yang
dominan adalah proses yang cenderung pendalaman lembah (valley deepenting)

Gambar 1 Pegunungan Denudasional

Sumber: http://earlfhamfa.wordpress.com/2010/02/21/bentang-lahan-denudasional/

1. Perbukitan Denudasional
Karakteristik :

1. Topografi berbukit dan bergelombang


2. Lereng berkisar antara 15 – 55%
3. Perbedaan tinggi relief (relief local) antara 50 – <500m
4. Umumnya terkikis sedang hingga kecil, tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup
baik alami maupun tataguna lahannya

Gambar 2 Perbukitan Denudasi

Sumber: http://webnyagalant.blogspot.com/2010_03_01_archive.html

1. Nyaris Dataran (Peneplain)


Karakteristik :

1. Proses denudasional yang bekerja terus-menerus pada pegunungan/perbukitan berakibat pada


bentuk permukaan lahan yang hampir datar yang disebut nyaris dataran (peneplain)
2. Dikontrol oleh batuan penyusun bentuklahan yang strukturnya berlapis (layers)
3. Bila batuan penyusun tersebut massif dan mempunyai permukaan yang datar akibat proses
erosi sering disebut permukaan planasi (planation surface). Kenampakan ini menunjukkan
bahwa bentuklahan tersebut berumur tua
4. Perbukitan Sisa Terpisah/Inselberg
Karakteristik :
1. Bila bagian depan (dinding) suatu pegunungan/perbukitan mundur akibat proses denudasi dan
lereng kaki (footslope) bertambah lebar secara terus-menerus akan meninggalkan lereng dinding
bukit yang curam
2. Umumnya berbatu tanpa penutup lahan (bare rock) dan banyak singkapan (outcrops)
3. Dapat terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok
pegunungan/perbukitan
4. Mempunyai bentuk membulat
5. Bila bentuknya relative memanjang dengan dinding bukit curam disebut monadnock.

Gambar 3 Perbukitan Sisa

Sumber: http://ips-abi.blogspot.com/2012/10/tenaga-eksogen.html

1. Kerucut Talus Atau Kipas Aluvial (Talus Cone Or Alluvial Fan)


Karakteristik :

1. Topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (35%)


2. Secara individu fragmen batuan bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada
besarnya cliff dan batuan yang hancur
3. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut (apex)
4. Fragmen yang kasar karena beratnya akan mudah meluncur ke bawah dan terendapkan di
bagian bawah talus.

Gambar 4 Kipas Aluvial

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Alluvial_fan

1. Lereng Kaki (Foot Slope)


Karakteristik :

1. Area memanjang dan relative sempit terletak di kaki pegunungan/perbukitan dengan topografi
landai hingga berombak
2. Mempunyai lereng dari landai hingga lembut (nearly flat to gentle)
3. Tanpa hingga sedikit terkikis
4. Terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin)
5. Pada umumnya sering dilewati fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya ayng diangkut
oleh tenaga pengankut (air) ke daerah yang lebih rendah (missal; cekungan)

Gambar 5 Lereng kaki

Sumber: http://ips-abi.blogspot.com/2012/10/tenaga-eksogen.html

BAB III
BENTANG ALAM STRUKTURAL

III.1. Pengertian
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh struktur
geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah
batuan itu ada.

Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses
tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan
yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah
akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang
terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta
gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan).
Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang
alam struktural adalah :

1. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur geologi dan
litologi pada daerah tersebut.
2. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-
lain.
3. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll.
4. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar,
sesar atau lipatan.
III.2. Faktor-faktor Pembentuk Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukkannya di kontrol oleh struktur
geologi.
Struktur geologi ada dua macam yaitu :

1. Struktur primer, yaitu struktur yang terbentuk bersamaan dengan pembentukkan


batuan. Contoh : perlapisan

2. Struktur sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah pembentukkan batuan contoh
: kekar, sesar, atau lipatan

Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses asal dalam atau gaya endogeni,
sehingga menyebabkan batuan yang telah terbentuk terangkat, terlipat dan tersesarkan.
Kemudian bentukkan struktur mengalami proses eksogenik sehingga terbentuk bentang alam
struktural.

III.3 Macam-macam Bentuk Lahan Asal Struktural


Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan struktur yang mengontrolnya. Srijono
(1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam struktural berdasarkan
struktur geologi pengontrolnya menjadi 3 kelompok utama, yaitu dataran, pegunungan lipatan
dan pegunungan patahan. Pada dasarnya struktur geologi yang ada tersebut dapat ditafsirkan
keberadaannya melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada peta topografi.

1. Bentang alam dengan struktur mendatar (Lapisan Horisontal)


Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500 kaki dari muka air laut.
2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki
diatas muka air laut.
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut hampir sama, hanya
dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah berstadia muda terlihat datar dan dalam peta
tampak pola kontur yang sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai
dataran yang luas dan bukit-bukit sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte.
Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan
dengan ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.

Pola penyaluran yang berkembang pada daerah yang berstruktur mendatar adalah dendritik. Hal
ini dikontrol oleh adanya keseragaman resistensi batuan yang ada di permukaan.

Gambar 6 Kenampakan mesa dan butte

Sumber:http://reynolds.asu.edu/geologic_scenery/geologic_scenery_images.htm

1. Bentang Alam dengan Struktur Miring


Hampir semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar. Sedimen yang mempunyai
kemiringan asal diendapkan pada dasar pengendapan yang sudah miring, seperti pada lereng
gunung api dan disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan sedimen yang demikian disebut
kemiringan asal dengan sudut maksimum 350(Tjia, 1987).

Kebanyakan sedimen yang memperlihatkan kemiringan, disebabkan karena adanya proses


geologi yang bekerja pada suatu daerah tersebut. Morfologi yang dihasilkan oleh proses tersebut
akan memperlihatkan pola yang memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan.
Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya, terutama yang searah dengan
kemiringan lapisan batuannya, bentang alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut
lereng yang searah perlapisan batuan. Sudut kelerengan kurang dari 450 (Thornbury, 1969,
p.133), sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya kurang dari 200. Cuesta
memiliki kelerengan fore slope yang lebih curam sedangkan back slopenya relatif landai pada
arah sebaliknya sehingga terlihat tidak simetri.
2. Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang
searah perlapisan batuan sekitar 450(Thornbury, 1969, p.133). sedangkan Stokes & Varnes,
1955 : p.71 sudut kelerengannya lebih dari 200. Hogback memiliki kelerengan fore slope dan
back slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri (lihat gambar IV.2).
1. Bentang alam dengan Stuktur Lipatan
Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan).
Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan
bagian lembah disebut sinklin. Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui
dengan menafsirkan kedudukan lapisan batuannya. Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini
arah kemiringan lapisan batuan) pada peta topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis
kontur.

1. Struktur antiklin dan sinklin


Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas kenampakan fore
slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang terdapat secara berpasangan. Bila antidip
slope saling berhadapan (infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila
yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah sinklin. Pola pengaliran
yang dijumpai pada lembah antiklin biasanya adalah pola trellis.

Gambar 7 lipatan lembah antiklin dan lembah sinklin.

Sumber: http://furqanwera.blogspot.com/2011/11/soal-jawab-lipatan-ipba.html

1. Struktur antiklin dan sinklin menunjam


Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah
(cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan
maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slope saling
berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam.

Gambar 8 Sinklin dan antiklin menunjam.

Sumber: http://deovell.blogspot.com/2012/06/deformasi-batuan.html

1. Struktur lipatan tertutup


1) Kubah

Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :

a) Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).

b) Mempunyai pola kontur tertutup

c) Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda

d) Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.

2) Cekungan

Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :

a) Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam)

b) Mempunyai pola kontur tertutup

c) Pada stadia muda pola penyalurannya annular.

Gambar 9 Kubah dan Cekungan

Sumber: http://akabarahikari.blogspot.com/2012/06/bentang-alam-struktural.html

1. Bentang Alam dengan Struktur Patahan


Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit bumi, sehingga
mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Berdasarakan arah gerak
relatifnya, sesar dibagi menjadi 5, yaitu:

1. Sesar normal/ sesar turun (normal fault)


2. Sesar naik( reverse fault)
3. Sesar geser mendatar (strike-slip fault)
4. Sesar diagonal (diagonal fault/ oblique-slip fault)
5. Sesar rotasi (splintery fault/hinge fault
Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis
patahannya secara langsung. Untuk itu, dalam hal ini hanya akan diberikan ciri umum dari
kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :

1. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.


2. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir
sama.
3. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.
4. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan rapat).
5. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan dataran yang rendah.
6. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan menyimpang dari
arah umum.
7. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat
8. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, concorted serta modifikasi
ketiganya.
9. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus
Kenampakan triangular facets yang mengindikasikan adanya sesar.

Gambar 10 Kenampakan sungai yang mengalami pembelokan tiba-tiba.

Sumber: http://dandymaynardi.blogspot.com/2010/11/apakah-sungai-yang-berkelok-akan.html
BAB IV
BENTANG ALAM FLUVIAL

IV.1. Pengertian
Bentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan proses
fluviatil. Sebelum lebih jauh membahas tentang bentang alam fluviatil lebih dahulu dibahas
pengertian tentang proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam,
baik fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang
disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang mengalir secara
terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak terkonsentrasi (sheet water).

Tetapi alur-alur ada di lereng bukit atau gunung dan terisi air bila terjadi hujan bukan termasuk
bagian dari bentang alam fluviatil, karena alur-alur tersebut berisi air sesaat setelah terjadinya
hujan (ephemeral stream).

Sebagaimana dengan proses geomorfik yang lain, proses fluviatil akan menghasilkan suatu
bentang alam yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam
yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang
dilakukan oleh air permukaan.

Sungai merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat / lembah yang
lebih rendah karena pengaruh gravitasi. Sungai termasuk sungai besar, sungai kecil maupun
anak sungai.

IV.2 Faktor-faktor Pembentukan Bentang Alam Fluvial


Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:

1. Proses erosi
Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan
permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982,
mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.

Menurut Holy,1980, berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat dibagi menjadi
empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju.
Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air. Sungai dapat
mengerosi batuan sediment yang dilaluinya, memotong lembah, memperdalam dan
memperlebar sungai dengan cara-cara :

1. Quarrying, yaitu pendongkelan batu yang dilaluinya.


2. Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
3. Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah
cut off slope.
4. Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
5. Hydraulic action, kemampuan air mengangkat dan memindahkan batuan atau material-material
sediment dengan gerakan memutar sehingga batuan pecah dan kehilangan fragmen.
6. Solution, solution dalam proses erosi berjalan lambat, tetapi efektif dalam pelapukan dan erosi
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi:

1. Erosi ke arah hulu (head ward erotion) adalah erosi yang terjadi pada ujung bagian hulu sungai.
2. Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu pada
sungai dan menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
3. Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada daerah tengah sungai
yang menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai.
Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah
tidak lagi mampu mengerosi lagi ( erotion base level). Erotion base level ini dapat dibagi menjadi
ultimate base level yang base level-nya berupa laut dan temporary base level yang base level-
nya lokal seperti danau, rawa, dll.

Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut.
Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material.
Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level.

Sifat-sifat erosi :

1. Intensitasnya sebanding dengan aliran sungai.


2. Makin banyak bercampur dengan material lain maka erosi makin efektif.
3. Selalu menuju ke ultimate base level.
1. Proses Transportasi
Proses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh
tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut
material hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu:

1. Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
2. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
3. Saltasi, yaitu material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai
4. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air
sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
5. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan memben-tuk larutan kimia.
Dalam membahas transportasi sungai dikenal terminologi stream capacity yaitu jumlah beban
maksimum yang mampu diangkut oleh aliran sungai, dan stream competence yaitu ukuran
maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.

1. Proses Sedimentasi
Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut
material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang
berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang
lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah
bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian
kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar. Ukuran material yang diendapkan
berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi
semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Erosi dan Sedimentasi

1. Kecepatan Aliran Sungai


Kecepatan aliran sungai maksimal pada tengah alur sungai, bila sungai membelok maka
kecepatan maksimal ada paad daerah cut off slope (terjadi erosi) karena gaya sentrifugal.
Pengendapan terjadi bila kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.

1. Gradien / kemiringan lereng sungai


Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam ke dataran yang lebih rendah
maka kecepatan air berkurang dan tiba –tiba hilang sehingga menyebabkan pengendapan pada
dasar sungai. Bila kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat sehingga
terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.
1. Bentuk alur sungai
Aliran air akan menggerus bagian tepi dan dasar sungai. Semakin besar gesekan yang terjadi
maka air akan mengalir lebih lambat. Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak
kasar, aliran airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaan dasarnya tidak kasar,
atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar, aliran airnya lambat.

1. Discharge
Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses erosi dan transportasi terjadi
karena besarnya kecepatan aliran sungai dan discharge.

1. Pola Pengaliran (Drainage Pattern)


Bentuk-bentuk tubuh air disebut sebagai pengaliran (drainage) meliputi danau, laut, sungai, rawa
dan sejenisnya. Melalui erosi dan penimbunan (deposisi) yang dilakukan oleh air yang mengalir
secara terus menerus, maka dapat menyebabkan perubahan dan perkembangan dari tubuh air
tersebut.

Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau
sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat
dibedakan menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi lotologinya.

1. Pola pengaliran rectangular


Adalah pola pengaliran di mana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan
sungai utamanya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah patahan yang bersistem teratur.

1. Pola pengaliran dendritik


Adalah pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan cabang-cabangnya yang berarah tidak
beraturan. Pola ini berkembang pada daerah dengan batuan yang resistensinya seragam,
lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang
kompleks

1. Pola pengaliran sejajar/parallel


Adalah pola pengaliran yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang
lerengnya mempunyai kemiringan nyata, dan batuan-nya bertekstur halus.

1. Pola pengaliran trellis


Adalah pola pengaliran yang berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai
utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak
dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.
1. Pola pengaliran radial
Adalah pola pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari uatu pusat.
Umumnya berkembang pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada kerucut
gunungapi, dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut.

1. Pola pengaliran annular


Adalah pola pengaliran di mana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang
melingkar, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.

1. Pola pengaliran multi basinal


Disebut juga sink hole, adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang
hilangyang disebut sebagai sungai bawah tanah, pola ini bekembang pada daerah karst atau
batugamping.

1. Pola pengaliran contorted


Adalah pola pengaliran yang arah alirannya berbalik dar arah semula, pola ini terdapat pada
daerah patahan

Gambar 11 Pola aliran Sungai

Sumber: http://agnazgeograph.wordpress.com/2013/03/25/pola-aliran-sungai/

III.4. Macam-macam Bentuk Lahan Asal Fluviatil


1. Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar proses
pembentukannya, antara lain:
2. Sungai teranyam (braided stream)
Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang mempunyai kemiringan datar atau
hampir datar. Pembentukannya dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai
sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk gosong tengah (channel
bar). Karena adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet), maka alirannya memberikan
kesan teranyam.

Gambar 12 Sungai Teranyam


Sumber: http://www.geo.oregonstate.edu/~lancasts/alaskapics.html

1. Bar deposit (endapan gosong)


Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau tengah alur sungai. Endapan pada
tengah alur disebut sebagai gosong tengah (channel bar) sedang endapan pada tepi disebut
sebagai gosong tepi (point bar)

Gambar 13 Bar Deposit

Sumber: http://cherresthemonkey.deviantart.com/art/Point-Bar-Deposit-293749254

1. Tanggul alam (natural levee)


Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil pengendapan luapan banjir dan terdapat
pada tepi sungai sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari material
hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran sehingga membentuk
tanggul-tanggul sepanjang aliran.

Gambar 14 Nature Leeve

Sumber:http://web.mst.edu/~rogersda/levees/should%20i%20trust%20that%20levee.htm

1. Kipas alluvial (alluvial fan)


Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokan material lepas, berbentuk seperti
kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun oleh perselingan
pasir dan lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.

1. Delta
Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah
base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta.
Gambar 15 Delta

Sumber: http://www.geo.uu.nl/fg/palaeogeography/researchprogram

1. Genesa Pembentukan lembah Sungai


Siklus lembah sungai dibagi menjadi tiga tingkatan (stadia) yaitu muda dewasa dan tua

1. Stadia muda, dicirikan oleh:


1. Biasanya di daerah hulu
2. Sungai sangat aktif, erosi berlangsung cepat
3. Erosi vertikal lebih kuat daripada erosi lateral
4. Lembah sungai mempunyai profil berbentuk V
5. Gradien sungai curam, terdapat jeram dan air terjun
6. Anak sungai sedikit dan kecil
7. Aliran sungai deras (energi pengangkutan besar)
8. Bentuk sungai relatif lurus
9. Stadia dewasa, ditandai oleh:
1. Kecepatan aliran mulai berkurang
2. Gradien sungai sedang, tidak terdapat jeram dan air terjun
3. Mulai terbentuk dataran banjir dan tanggul alam
4. Erosi lateral (ke samping) lebih kuat dari erosi vertikal
5. Mulai terbentuk meander sungai
6. Pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar
7. Stadia tua, ditandai oleh:
1. Kecepatan aliran semakin berkurang
2. Lebih banyak sedimentasi daripada erosi
3. Berkembang di daerah hilir
4. Banyak terbentuk sungai meander, danau tapal kuda dan tanggul alam
5. Terjadi pelebaran lembah walaupun sangat lembat
6. Meander Sungai
1. Bentang Alam Fluviatil dan Peta Topografi
Dalam peta topografi standar, sebagian dari bentang alam fluviatil tidak terekspresikan, terutama
yang berukuran kecil misalnya gosong sungai dan tanggul alam, sebagian yang lain
terekspresikan pada peta topografi misalnya kipas alluvial. Pada peta topografi alur sungai
tampak jelas oleh pola konturnya yang khas sepanjang alur sungai tersebut, yaitu ditandai oleh
garis kontur yang meruncing ke arah hulu.
1. Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluviatil merupakan daerah yang sangat potensial
bagi kebutuhan hidup manusia. Daerah sekitar aliran sungai merupakan daerah yang sangat
potensial untuk penambangan material bahan bangunan seperti pasir dan batu kali, selain itu
airnya sangat vital untuk digunakan sebagai air minum, irigasi dan sebagainya. Selain potensi
sesumber, daerah aliran sungai juga dapat menjadi sumber potensi bencana sepeti banjir dan
tanah longsor.

Bagian-bagian sungai yang memungkinkan terjadinya proses sedimentasi adalah bagian sungai
yang tingkat erosi lateralnya mulai berkurang dan intensitas pengendapannya bertambah karena
berkurangnya energi transportasi, yaitu pada sungai dengan stadia dewasa-tua

Dalam penambangan material sungai harus mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:

1. Dipilih lokasi yang mudah untuk pengangkutan


2. Akumulasi bahan tambang yang relatif mudah diambil
3. Tidak merusak lingkungan sekitar (misalnya pondasi jembatan)
BAB V
BENTANG ALAM VULKANIK

V.1. Pengertian
Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang proses pembentukannya dikontrol oleh proses
vulkanisme, yaitu proses keluarnya magma dari dalam bumi. Bentang alam vulkanik selalu
dihubungkan dengan gerak-gerak tektonik. Gunung-gunung api biasanya dijumpai di depan zona
penunjaman (subduction zone).

V.2 Faktor-faktor Pembentuk bentang Alam Vulkanik


Faktor-faktor yang menyebabkan pembentukan Bentang alam vulkanik, yaitu:

1. Kegiatan vulkanisme, seperti pembentukan kaldera, dimana kegiatan tesebut akan mengganggu
pekembangan suatu gunungapi.
2. Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), dimana berkaitan erat dengan
keaktifan tektonik daerah setempat.
3. Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama-kelamaan akan merusak dan
menghancurkan dinding kepundan.
4. Adanya kerucut spater (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi curam yang tersusun dari
batuan bahan lepas yang terendapkan di atas celah atau pipa kepundan, dan umumnya
berkomposisi basalan; atau hornito yang juga merupakan kerucut spater di sekitar ujung aliran
lava.
5. Adanya gua-gua pada aliran lava (lava tube)
Dalam kaitannya dengan bentang alam, gunungapi mempunyai beberapa pengertian antara lain
:

1. Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan material/rempah
gunungapi.
2. Merupakan tempat munculnya material vulkanik lepas sebagai hasil aktivitas magma di dalam
bumi (vulkanisme).
3. Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme,yaitu :
1. Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas, bersifat
kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik dan
membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal.
2. Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung gas, magma
encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunungapi yang rendah dan
berbentuk perisai, misalnya Dieng, Hawai.
3. Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental. Vulkanisme ini
menghasilkan gunungapi strato, misalnya Gunung Merapi dan Merbabu.

Gambar 16 Macam-macam Vulkanisme

Sumber: http://dc378.4shared.com/doc/wXCAIoPH/preview.html

1. Jenis lava dalam hubungannya dengan erupsi yang bersifat lelehan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, tipe “AA” dan tipe “ pa hoe hoe”. Lava “AA” bersifat skoriaan dan runcing, sedang tipe
“pa hoe hoe” bersifat halus.
Adanya vulkanisme dapat dicirikan oleh beberapa hal diantaranya adalah:

1. Mayor : adanya gunungapi


2. Minor :
1. Xenolit
2. Volcanic neck
3. Gua lava
4. Ekshalasi : fumarol, solfatar, mofet
1. Faktor yang mempengaruhi bentuk gunungapi dan proses vulkanisme antara lain :
1. Sifat magma (komposisi, kekentalan)
2. Tekanan (berhubungan dengan jumlah kandungan gas)
3. Kedalaman dapur magma
4. Faktor eksternal (iklim, suhu)
5. Klasifikasi Gununungapi
Berdasarkan lokasi pusat kegiatan, Rittmann (1962) membuat klasifikasi letusan gunungapi,
yaitu :

1. Letusan pusat (terminal eruption), dimana lubang kepundan merupakan saluran utama bagi
peletusan.
2. Letusan samping (subterminal effusion), akan terbentuk apabila magma yang membentuk sill
sempat menerobos ke permukaan, pada lereng gunungapi.
3. Letusan lateral (lateral eruption), dimana korok melingkar (ring dike) dapat berfungsi sebagai
saluran magma ke permukaan.
4. Letusan di luar pusat (excentric eruption), terjadi di bagian kaki gunungapi, dengan sistem
saluran magma tersendiri yang tak ada kaitannya dengan lubang kepundan utama.
5. Tipe Letusan Gunung Berapi
6. Tipe Hawaii
Tipe Gunungapi ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, yang dalam perkembangannya
akan membentuk tipe gunungapi perisai. Sifat magmanya yang sangat cair memungkinkan
terjadinya lava mancur, yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava. Dimana lava yang
banyak mengandung banyak gas, sehingga bersifat ringan, akan terlempar ke atas, sedang yang
berat (setelah gas hilang) akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di gunungapi perisai di
Hawaii, seperti di Kilauea dan Maunaloa. Di Kilauela terdapat danau lava Halemaumau dengan
pulau-pulau lava beku yang mengapung di atasnya. Lava mancur pada danau lava ini akan
menghasilkan rambut Pele (Pele’s hair) dan airmata Pele (Pele’s tear) yang mempunyai bentuk-
bentuk khas. Meskipun panas yang dikeluarkan cukup banyak, tetapii permukaan danu lava
senantiasa cair. Tipe Hawii juga didapatkan di Islandia, dibedakan dengan yang di Hawaii adalah
berdasarkan ketinggian dan besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe ini membentuk gunungapi
yang berketinggian lebih dari 1000 m dan mempunyai sudut sudut lereng besar, sdang di
Islandia umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan membentuk datar tinggi.

1. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang
meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan
pendek yang disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupaabu, bom, lapili dan setengah
padatan bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli adalah rendah.

1. Tipe Vulkano
Yang sangat khas dari tipe ini adalah pembentukan awandebu berbentuk bunga kol, karena gas
yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas
sedang dan lavanya kurang begitu cair. Dan disamping dikeluarkan awandebu, tipe ini juga
menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe Vulkano
kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano lemah (G. Bromo, G. Raung). Peralihan antara
kedua tipe inipun dijumpai, di Indonesia misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak Bromo.

1. Tipe Merapi
Dicirikan dengan lavanya yang cair-kental, dapur magma yang relatif dangkal dan tekanan gas
yang agak rendah. Karena sifat lavanya tersebut, apabila magma naik ke atas melalui pipa
kepundan, maka akan terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di bagian bawahnya
masih cair. Sumbat lava yyang gugur akan menyebabkn terjadinya awanppanas guguran.
Sedang semakin tingginya tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat akan menyebabkan
sumabat tersebut hancur ketika terjadi letusan, dan akan terbentuk awanpanas letusan.

1. Tipe Pelee
Tipe ini mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe Merapi. Tetapi tekanan
gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah peletusan gas ke arah mendatar. G. Pelee
pernah meletus pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan awanpanas
bersuhu antara 2100 – 2300C. Kecepatan luncurnya yang tinggi, sekitar 150 m/detik,
mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan 30.000 jiwa menjadi
korban.

1. Tipe St. Vincent


Lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada kawah terdapat danau kawah, yang
sewaktu terjadi letusan akan dimuntahkan ke luar dengan membentuk lahar letusan. Setelah
danau kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas gunungapi berupa bom, lapili dan
awanpijar. Suhu lahar letusan adalah sekitar 1000C. Contoh tipe ini di Indonesia adalah G. Kelud
yang meletus pada tahun 1906 dan 1909.

1. Tipe Perret atau tipe Plinian


Tipe ini dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat kuat, disamping lavanya yang cair.
Bersifat merusak dan diduga ada kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera
gunungapi. Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM), yaitu terhadap G. Vesivius, sehingga
namanya diabadikan untuk tipe letusan gunungapi. Contoh dari tipe ini adalah G. Vesivius, yang
sebelum meletus mempunyai ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah terjadi letusan, ketinggian sisa
hanyalah 1.186 m, sehingga sekitar 149 m dihembuskan ke atas oleh suatu kekuatan yang
luarbiasa besarnya. Contoh di Indonesia adalah G. Krakatau yang meletus pada tahun 1883.

1. Periode kegiatan dan periode istirahat letusan gnungapi sangat tergantung pada:
1. Kedalaman dan ukuran dapur magma.
2. Besarnya tenaga potensial dalam dapur magma dan besarnya tenag yang dilepaskan.
3. Kandungan gas dan proses pembentukan gas kembali (degassing).
4. Besar-kecilnya atau ada-tidaknya gangguan kesetimbangan atas aspek fisika-kimia.
5. Sifat penyaluran tenaga ke araah permukaan yang dikendalikan oleh sistem rekahan atau
pensesaran.
6. Morfologi Gunungapi
Morfologi gununungapi dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan ciri-ciri yang berlainan, yaitu :

1. Zona Pusat Erupsi


1. Banyak radial dike/sill
2. Adanya simbat kawah (plug) dan crumble breccia
3. Adanya zona hidrotermal
4. Endapan piroklastik kasar
5. Bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi
6. Zona Proksimal
1. Material piroklastik agak terorientasi
2. Pada material piroklastik dan lava dijumpai pelapukan, dicirikan oleh soil yang tipis
3. Sering dijumpai parasitic cone
4. Banyak dijumpai ignimbrit dan welded tuff
5. Zona Distal
1. Material piroklastik berukuran halus
2. Banyak dijumpai lahar
V.3 Macam-macam Bentuk Lahan Asal Vulkanik
Bentang alam vulkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi
kenampakan visual morfologinya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan
klasifikasi bentang alam vulkanik berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat
diuraikan menjadi :

1. Bentuk Timbulan (Morfologi Positif) / Kubah Vulkanik


Merupakan morfologi gunungapi yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini
dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi :
1. Kerucut Semburan
1) Kerucut Semburan Utama

Merupakan morfologi kerucut semburan yang terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat
kental/andesitik.

2) Kerucut Parasit (Parasitic Cone)

Merupakan morfologi yang terbentuk sebagai hasil erupsi gunungapi yang berada pada lereng
gunungapi yang lebih besar.

3) Kerucut Sinder (Cinder Cone)

Merupakan morfologi yang terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki gunungapi, berupa
kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.

1. Kubah Lava (Lava Dome)


Merupakan morfologi yang berbentuk kubah membulat yang terbentuk oleh magma yang sangat
kental, biasanya dacite/rhyolite. Kubah terdiri dari satu atau lebih aliran lava individu.

1. Gunungapi Tameng/Perisai
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh aliran magma cair encer, sehingga pada waktu
magma keluar dari lubang kepundan, meleleh ke semua arah dala jumlah besar dari suatu
kawah besar/kawah pusat dan menutupi daerah yang luas yang relatif tipis. Sehingga bentuk
gunung yang terbentuk mempunyai alas yang sangat luas dibandingkan dengan tingginya. Sifat
magmanya basa dengan kekentalan rendah dan kurang mengandung gas. Karena itulah
erupsinya lemah, keluarnya ke permukaan bumi secara effusif/meleleh. Akibatnya lerengnya
landai (20 – 100) tingginya tidak seberapa dibanding diameternya, dan permukaan lereng yang
halus. Contohnya adalah gunungapi di Hawaii (Mauna Loa, Kilauea).

1. Dataran Vulkanik
Secara relatif, dataran vulkanik dicirikan oleh puncak topografi yang datar, dengan variasi beda
tinggi yang tidak mencolok. Macam-macam dataran vulkanik diantaranya adalah dataran basal,
plato basal dan dataran kaki vulkan.

Gambar 17 Dataran Vulkanik


Sumber: http://doyoxnotes.blogspot.com/2010/08/dieng.html

1. Vulkan Semu
Vulkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunungapi, bahan pembentuknya berasal dari
vulkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu vulkan yang
sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati). Morfologi ini kemungkinan dihasilkan oleh
suatu sistem patahan mayor yang melintasi gunungapi aktif dan mampu mengangkat massa
yang besar. Morfologi vulkan semu ini sering disebut Gunung Gendol. Gunung Gendol adalah
bukit kecil di daerah muntilan , Jawa Tengah pada dataran kaki vulkan G. Merapi.

Vulkan semu jenis lain adalah lajuran vulkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk
bila suatu kubah vulkanik tererosi sehingga tinggal berbentuk lajuran. Biasanya, di sekitar
vulkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang.

1. Depresi Vulkanik (Morfologi Negatif)


Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang secara umum berupa cekungan.
Berdasarkan material pengisinya depresi vulkanik dibedakan menjadi :

1. Danau Vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau.

1. Kawah
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan
tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan. Berdasarkan asal mulanya dibedakan
kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedang berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan
dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter). Pengisian kawah oleh
airhujan akan menyebabkan terbentuknya danaukawah. Dan letusan pada gunungapi yang
mempunyai danaukawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.

1. Kaldera
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh
amblesan pada komplek vulkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering
muncul gunungapi baru. Menurut H. William (1947), berdasarkan proses yang membentuknya
kaldera dibedakan menjadi :

1) Kaldera letusan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat
yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan mnyemburkan massa batuan dalam massa
yang sangat besar. Kaldera Bandai-san di Jepang dan Tarawera di New Zealand termasuk
dalam jenis ini.

2) Kaldera runtuhan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan yang berjalan cepat yang
memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada
dapur magma. Penurunan permukaan magma di dalam waduk pun akan menyebabkan
runtuhnya bagian atas dapur magma, dan memicu terjadinya runtuhan bagian puncak
gunungapi. Hampir kebanyakan kaldera terbentuk melalui proses ini, contoh kaldera Krakatau, di
Indonesia dan Crater Lake di Oregon, Amerika.

3) Kaldera erosi, yaitu kaldera yang disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut,
dimana erosi akan memperlebar daerah lekukan sehingga daerah kalderah tersebut semakin
luas. Gejala seperti ini banyak ditemukan di gunungapi Jepang.

4) Selain morfologi di atas, berikut disampaikan macam-macam morfologi hasil erupsi


vulkanik :

1. Morfologi hasil erupsi sentral


1. Dari magma encer :
1) Hornitos

2) Exogeneous dome

1. Dari magma intermediet :


1) Cinder Cone

2) Pyroclastic ring fall

3) Indogeneous dome

1. Dari magma kental :


1) Maar

2) Crater

3) Kaldera

1. Morfologi hasil erupsi celah


1. Berasal dari magma encer :
1) Lava flow

2) Lava plateu

1. Dari magma intermediet :


1) Tanggul lava

2) Strato volkanic ridge

1. Dari magma kental :


1) Endogeneous ridge

1. Dampak Lingkungan Gunungapi


1) Gunungapi dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun
pengaruh buruk (bencana) bagi manusia. Dampak positif dengan adanya gunungapi adalah :

2) Panas bumi (geothermal), sebagai sumber tenaga listrik dari proses hidrotermal yang
terjadi di daerah gunungapi, seperti yang diusahakan di Pegunungan Dieng dan
Lahendong.Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana
alam yang masih asli dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak, Sarangan.

3) Sebagai daerah pertanian daerah yang subur seperti banyak kita jumpai di seluruh
Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng, Wonosobo.

4) Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunungapi
seperti Gunung Merapi untuk daerah sekitar Yogyakarta.

5) Sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daera sekitarnya.

1. Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan gunungapi juga berpotensi sebagai
sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunungapi dapat dibagi menjadi dua
yaitu bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder).
Bahaya primer akibat erupsi gunungapi meliputi :

1) Aliran Lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 12000 C).
Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda
yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.

2) Bom Gunungapi

Bom gunungapi berujud batuan panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. Batuan ini dapat
terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan,
pemukiman dan lahan pertanian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan
hancur.

3) Pasir Lapili

Pasir dan lapili adalah campuran material letusan yang ukuranya lebih kecil dari bom (< 2 mm).
Sedangkan lapili lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi
letusan pasir dan lapili ini dapat terlempar hingga puluhan kilometer. Pasir dan lapili ini dapat
menghancurkan atap rumah karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat
membunuh tanaman.

4) Awan Pijar

Awan pijar adalah suspensi dai material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan
dihembuskan oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan
campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 12000 C).
Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur,
luncurannya dapat menapai 10 – 20 km. Dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi
pada Gunung Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar
hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat hembusan awan panas
ini.

5) Abu Gunungapi

Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya
bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron – 0.2 mm. Bahaya yang ditimbulkan
antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan G.
Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak mengisap abu gunungapi
dan menimbulkan penyakit silikosis, yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika
bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika
bebas.

6) Gas Beracun

Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas
CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2 dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang
untuk gas CO 50 ppm (part per million), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3As yang sangat
mematikan pada 0,05 ppm. Gas yanga dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena
gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusa gunungapi. Yang paling berbahaya
adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di
Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada
pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.

Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya
sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang
dilemparkan dari pusat erupsi baik blok, bom, lapili, tuff, abu maupun longsoran kubah lava.
Apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material
hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang
biasa disebut alira lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan
melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian
maupun tanggul sungai yang dilalui

1. Bentang Alam Vulkanik dalam Peta Topografi


Pada peta topografi, bentang alam vulkanik memiliki kenampakan pola kontur yang khas.
Umumnya pola kontur yang dibentuk oleh bentang alam vulkanik adalah sirkuler dan radier
sesuai dengan bentuk bentang alamnya. Disamping memiliki pola kontur yang khas, bentang
alam vulkanik juga dicirikan oleh pola penyalurannya yang khas yaitu sirkuler ataupun radier.

1. Klasifikasi Relief
Van Zuidam (1983), mengklasifikasikan relief berdasarkan morfometri dan morfografi sebagai
berikut :

1) Datar/hampir datar 0 – 2 < 50

2) Bergelombang landai 3 – 7 5 – 50

3) Bergelombang miring 8 – 13 25 – 75
4) Berbukit bergelombang 14 – 20 50 – 200

5) Berbukit terjal 21 – 55 200 – 500

6) Pegunungan sangat terjal 56 – 140 500 – 1000

7) Pegunungan sangat curam > 140 > 1000

BAB VI
BENTANG ALAM MARINE

VI.1. Pengertian
Bentang lahan ini tersusun dari bentuk lahan asal proses marine atau geomorfologi asal
marine.Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai.
Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut.
Semakin dangkal laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah
pantai, dan semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di
daerah pantai. Selain dipengaruhi oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah
pantai juga dipengaruhi oleh:
1. Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
2. Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar pantai
tersebut.
3. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh tenaga dari
luar, misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus laut.
4. Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang alam di
permukaan bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan, patahan,
dan sebagainya.
5. Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan organisme yang
ada di laut.
Di Indonesia, pantai yang ada pada umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata yang
notabene dapat membantu tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat mengetahui
bahwa garis pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-pemikiran agar
pantai tersebut tetap bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami perubahan.
1. Bagian-bagian Pantai
1. Pesisir (Coast) adalah daerah pantai yang tidak menentu dan cenderung meluas ke daratan.
Biasanya daratan terletak di belakang pantai (shore) yang tidak tergenang air laut tetapi
mendapat pengaruh bahari, batasnya disebut coast line. Coast line merupakan garis batas laut
yang tetap dari pesisir.
2. Pantai (Shore) adalah daerah yang terletak antara pasang dan surut, garis batas darat-laut
disebut Shore line. Shore line atau garis pantai adalah garis yang membatasi permukaan
daratan dan permukaan air. Garis batas ini selalu berubah-ubah sesuai dengan permukaan air
laut. Garis pantai tertinggi terjadi pada saat terjadi pasang naik setinggi-tingginya, sedangkan
garis pantai terendah terjadi pada saat terjadi pasang surut serendah-rendahnya. Pantai
dibedakan menjadi:
1. Pantai belakang (Back Shore)
Backshore adalah bagian dari pantai yang terletak di antara pantai depan (foreshore) dengan
garis batas laut tetap (coastline). Daerah ini hanya akan tergenang air apabila terjadi gelombang
pasang yang besar. Dengan demikian daerah ini akan kering apabila tidak terjadi gelombang
pasang yang intensitasnya besar. Bentang alam seperti ini biasanya terdapat pada daerah
pantai yang terjal, misalnya di pantai selatan Pulau Jawa.
1. Pantai Depan (Fore Shore)
Daerah sempit yang terdapat pada pantai yang terletak di antara garis pasang naik tertinggi
dengan garis pasang surut terendah.

1. Endapan pantai (Beaches)


Beaches merupakan endapan hasil kegiatan laut yang terdapat di pantai. Menurut tempat
terjadinya, beaches ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1) Endapan bawah pantai depan (lower forest beach), merupakan jenis endapan yang
terdapat di bagian bawah pantai depan. Endapan ini juga merupakan hasil dari kegiatan
gelombang dan arus litoral.

2) Endapan atas pantai depan (upper foresher beach), merupakan jenis endapan pantai yang
terdapat pada bagian atas pantai depan. Endapan pantai ini terbentuk karena hasil kegiatan
gelombang.

3) Endapan pantai belakang (backshore beach), merupakan jenis endapan pantai yang
terdapat pada pantai belakang yang sempit. Endapan pantai ini merupakan gabungan dari hasil
kegiatan gelombang yang besar, aliran air dari gelombang pasang naik setinggi-tingginya, angin,
serta aliran sungai
yang membawa material batuan ke pantai belakang tersebut.

4) Lepas pantai (Off shore) yaitu daerah yang meluas dari garis pasang surut terendah ke
arah laut, dibedakan :
a) Inshofe, meluas dari garis pasang – surut sampai gosong pasir (bar) atau daerah empasan
(breakers)
b) Off shore, meluas di sebelah luar, arah ke laut.

Gambar 18: Pesisir, pantai dan lepas pantai

Sumber: http://cahayadaritimur.wordpress.com/tag/pantai/

V.2 Faktor-Faktor Pembentukan Bentang Lahan Marine


Tenaga yang mempengaruhi proses pembentukan pantai, baik secara langsung maupun tidak
langsung ada beberapa macam, yaitu gelombang laut, arus litoral, pasang naik dan pasang
surut, tenaga es, dan kegiatan organisme laut.

1. Gelombang Air Laut


Gelombang dapat terjadi dengan beberapa cara, misalnya longsoran tanah laut, batu yang jatuh
dari pantai curam, perahu atau kapal yang sedang lewat, gempa bumi di dasar laut, dan lain
sebagainya. Diantaranya adalah gelombang yang disebabkan oleh angin. Angin akan
berhembus dengan kencang apabila terjadi ketidakseimbangan tekanan udara. Karena tekanan
yang tidak sama di permukaan air itulah yang menyebabkan permukaan air berombak. Adanya
gelombang ini sangat penting dalam perkembangan garis pantai.
1. Arus Litoral
Selain gelombang air laut, arus litoral juga merupakan tenaga air yang sangat penting
pengaruhnya dalam pembentuka garis pantai. Pengaruh arus litoral terhadap perkembangan
garis pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan atau kekuatan angin, kekuatan
gelombang laut, kedalaman air, dan bentuk pantainya. Apabila bentuk pantainya landai dan
proses pengendapannya cukup besar, maka arus litoral mempunyai pengaruh yang sangat
penting sebagai tenaga pengangkut. Pada daerah pantai yang tersusun dari batuan yang tidak
kompak, proses erosi akan bekerja sangat intensif. Jika hasil pengendapan terangkut dari
permukaan air yang dangkal menuju permukaan air yang lebih dalam, maka arus litoral
merupakan tenaga yang sangat efektif dalam proses pengendapan di pantai.

1. Pasang Naik dan Pasang Surut


Pengaruh pasang-surut yang terpenting terhadap pembentukan pantai adalah naik-turunnya
permukaan air laut dan kekuatan gelombangnya. Apabila gelombang besar terjadi pada saat
pasang naik akan merupakan tenaga perusak yang sangat hebat di pantai. Arus air yang
ditimbulkan oleh pasang naik dan pasang surut akan bergerak melalui permukaan terbuka dan
sempit serta merupakan tenaga pengangkut endapan daratan yang sangat intensif.

1. Tenaga Es
Pengaruh tenaga es yang terpenting yaitu adanya pengkerutan es dan pemecahan atau
pencairan es. Air yang berasal dari bawah akan naik dan mengisi celah-celah dan akhirnya akan
membeku. Apabila terjadi perubahan iklim, maka es akan mencair sehingga permukaan airnya
akan bertambah besar.

1. Organisme
Jenis binatang laut yang sangat penting dalam proses pembentukan garis pantai beserta
perubahannya salah satunya yaitu binatang karang. Binatang karang yang paling banyak
membentuk batuan karang ialah golongan polyps. Polyps merupakan jenis binatang karang yang
sangat kecil yang hidup dengan subur pada air laut yang memiliki kedalaman antara 35-45
meter. Jenis makhluk hidup lain yang berpengaruh pada perkembangan pantai ialah tumbuh-
tumbuhan ganggang (algae). Ganggang merupakan jenis mikro flora yang dapat membantu
pengendapan dari larutan yang mengandung kalsium karbonat menjadi endapan kapur.

V.3 Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Marine


Antara pantai yang satu dengan garis pantai yang lainnya mempunyai perbedaan. Perbedaan
dari masing-masing jenis pantai tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan gelombang dan
arus laut.
Menurut Johnson, pantai dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

Pantai yang Tenggelam (Shoreline of submergence) Shoreline of submergence merupakan jenis


pantai yang terjadi apabila permukaan air mencapai atau menggenangi permukaan daratan yang
mengalami penenggelaman. Disebut pantai tenggelam karena permukaan air berada jauh di
bawah permukaan air yang sekarang. Untuk mengetahui apakah laut mengalami
penenggelaman atau tidak dapat dilihat dari keadaan pantainya. Naik turunnya permukaan air
laut selama periode glasial pada jaman pleistosin menyebabkan maju mundurnya permukaan air
laut yang sangat besar. Selain itu, penenggelaman pantai juga bisa terjadi akibat
penenggelaman daratan. Hal ini terjadi karena permukaan bumi pada daerah tertentu dapat
mengalami pengangkatan atau penurunan yang juga dapat mempengaruhi keadaan permukaan
air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di daerah pantai dan pesisir.

Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang tenggelam dapat
dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pantai yang berbeda sebagai
akibat dari pengaruh gelombang dan arus laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:

1. Lembah sungai yang tenggelam


Pada umumnya lembah sungai yang tenggelam ini disebut estuarium, sedangkan pantainya
disebut pantai ria. Lembah sungai ini dapat mengalami penenggelaman yang disebabkan oleh
pola aliran sungai serta komposisi dan struktur batuannya.

1. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam


Fjords merupakan pantai curam yang berbentuk segitiga atau berbentuk corong. Fjords atau
lembah glasial yang tenggelam ini terjadi akibat pengikisan es. Ciri khas dari bagian pantai yang
tenggelam ini yaitu panjang, sempit, tebingnya terjal dan bertingkat-tingkat, lautnya dalam, dan
kadang-kadang memiliki sisi yang landai. Pantai fjords ini terbentuk apabila daratan mengalami
penurunan secara perlahan-lahan. Bentang lahan ini banyak terdapat di pantai laut di daerah
lintang tinggi, dimana daerahnya mengalami pembekuan di musim dingin. Misalnya di Chili,
Norwegia, Tanah Hijau, Alaska, dan sebagainya.

Gambar 19 Lembah Glasial di daerah Alpin dari Alaska hingga Selandia Baru

Sumber: http://www.wikipedia.com
1. Bentuk pengendapan sungai
Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) Delta, yaitu
endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga dan cembung ke arah laut; (2) Dataran banjir,
yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri sungai yang terjadi setelah sungai mengalami banjir;
(3) Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti segitiga, biasanya terdapat di daerah
pedalaman, dan ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan delta, serta sungainya tidak
bercabang-cabang.

1. Bentuk pengendapan glasial


Bentuk pengendapan ini disebabkan oleh proses pencairan es.

1. Bentuk permukaan hasil diastrofisme


Bentuk kenampakan ini dapat diilustrasikan sebagai fault scraps (bidang patahan), fault line
scraps (bidang patahan yang sudah tidak asli), graben (terban), dan hocgbacks. Setelah
mengalami penenggelaman, fault scraps, fault line scraps, dan dinding graben akan langsung
menjadi pantai.

1. Bentuk permukaan hasil kegiatan gunung api


Jenis pantai yang disebabkan oleh kegiatan gunung api ini dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: (1) Merupakan hasil kegiatan kerucut vulkanis (mound), yang menyebabkan
terbentuknya pantai yang

1. Pantai yang Terangkat (Shoreline of emergence)


Pantai ini terjadi akibat adanya pengangkatan daratan atau adanya penurunan permukaan air
laut. Pengangkatan pantai ini dapat diketahui dari gejala-gejala yang terdapat di lapangan
dengan sifat yang khas, yaitu:
1. Terdapatnya bagian atau lubang dataran gelombang yang terangkat
Di daerah ini banyak dijumpai teras-teras pantai (stacks), lengkungan tapak (arches), pantai
terjal (cliffs), serta gua-gua pantai (caves).
2. Terdapatnya teras-teras gelombang
Teras gelombang ini terbentuk pada saat permukaan air mencapai tempat-tempat di mana teras
tersebut berada. Teras-teras ini merupakan batas permukaan air.

1. Terdapatnya gisik (beaches)


Gisik yaitu tepian laut yang terdapat di atas permukaan air laut yang terjadi karena adanya
pengangkatan dasar laut.

1. Terdapatnya laut terbuka


Laut terbuka ini terjadi karena adanya dasar laut yang terangkat.
1. Garis pantai yang lurus (straight shoreline)
Erosi gelombang dan pengendapannya pada laut dangkal cenderung menurunkan bentang
lahan dan menyebabkan dasar laut dasar laut yang dangkal menjadi datar. Apabila dasar laut
yang dangkal tersebut sekarang mengalami pengangkatan, maka garis pantai yang terbentuk
akan kelihatan lurus.

1. Pantai yang Netral (Neutral shoreline)


Tidak di jumpai tanda-tanda penurunan atau pengangkatan di daerah pantai. Jenis pantai ini
terjadi di luar proses penenggelaman dan pengangkatan, misalnya pantai yang terjadi pada
delta, plain hanyutan, terumbu karang, gunung api, gumuk-gumuk pasir, dan jenis pantai yang
merupakan hasil dari sesar (patahan).

1. Pantai Majemuk (Compound shorelines)


Semula merupakan pantai tenggelam yang terdiri dari beach kemudian air laut surut sehingga
dasar laut muncul ke permukaan atau pantai timbul kemudian tenggelam karena efisiensi
daratan mencair. Jenis pantai ini terjadi sebagai gabungan dua atau lebih proses di atas. Berarti
dalam suatu daerah bisa terjadi proses penenggelaman, pengangkatan, pengendapan, dan
sebagainya. Menurut Shepard:

1. Kelompok Primer (Non Marine Agency), terjadi bukan karena proses marine yang sering
disebut Youth Full Coast. Jenis ini dibedakan menjadi:
1) Terbentuknya karena erosi di daratan, misalnya pantai ria, fiord.

Gambar 20 Pantai Non Marine Agency


Sumber: http://www.wikipedia.com
2) Terbentuk karena deposit dari daratan, misal:

1. River deposit coast: delta


2. Glacial deposition coast: morain, drumlin
3. Wind deposition coast: beach
4. Post extented by vegetation.
5. Kelompok Sekunder (Marine agency), terbentuk karena proses marine (mature coast),
dibedakan :
1) Shorelines save by marine erosion

2) Shorelines save by marine deposition


3) Coral reef coast

Gambar 21 gosong lepas pantai

Sumber: http://www.wikipedia.com

BAB VII
BENTANG ALAM KARST

VII.1. Pengertian
Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian kuno yang berarti
topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979). Menurut Jenning (1971, dalam
Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang
aneh, berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada
air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977)
mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan
surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar
topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran sungai
secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata
air yang besar.

Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian tentang topografi
karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang
mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran sungainya
secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar
ditempat lain sebagai mata air yang besar”.

Dari sebaran batugamping yang ada, Indonesia merupakan wilayah yang potensial sebagai
kawasan kars. Dari kondisi geologinya Indonesia kaya akan batugamping. Tetapi tidak semua
batugamping yang ada diwilayah Indonesia dapat berkembang menjadi bentang alam kars.
Beberapa wilayah di Indonesia yang dapat ditemukan bentang alam kars, yaitu :

1. Pulau Sumatra, bentang alam dipulau Sumatra sangat kurang sangat berkembang, hanya
sebagian tempat di Aceh, Sumatra Barat (Singkarak) dan Sumatra Selatan
2. Pulau Jawa, sebaran batugamping dipulalau Jawa umumnya berada dibagian selatan dan
beberapa diantaranya berkembang menjadi kawasan kars yang penting serta terkenal di
kalangan pemerhati kars. Kawasan bentang alam kars tersebut berada didaerah Gombong
Selatan dan Gunung Sewu
3. Pulau Kalimantan, dari ekspedisi speleogi dari tim prancis yang dilakukan pada tahun 1980-an
(ESFIK-1982, 1983) melaporkan bentang alam kars di wilayah pegunungan Mangkalit,
Kalimantan TImur. Di Kalimantan Tengah dapat dijumpai bentang alam kars yang meliputi
Gunung Haje dan Gunung Menunting di Muara Teweh. Di Klaimantan Selatan terdapat diwilayah
Pegunungan Meratus yang penyebarannya terputus-putus.
4. Pulau Sulawesi, benrkembang bentang alam kars sangat baikterutama Sulawesi Selatan.
Bentang alam kars Maros sangat terkenal dan telah diadakan penelitian serta didapat data
sedikitnya 29 gua yang harus dilindungi.
5. Pulau Sumbawa, bentang alam mini terdapat didaerah Sumbawa Barat yang nilai ekonomisnya
berupa sumber daya air dengan debit kurang lebih 1000 lt/dt (MENLH & Yayasan Jatidiri, 1998).
6. Pulau Irian Jaya, Pulau Irian merupakan pulau yang kaya akan sebaran batugamping yang
berkembang menjadi bentang alam kars. Kawasan kars terdapat didaerah Wamena-
Pegunungan Trikoradengan nilai ilmiah berupa dolina raksasa, gua terdalam, sungai bawah
tanah terbesar serta didaerah Biak dan pulau Misool dengan nilai peninggalan arkeologi.
Kawasan bentang alam kars di Irian Jaya merupakan satu-satunya formasi batuan yang paling
baik mengandung air (MENLH & Yayasan Jatidiri, 1998).

VII.2. Faktor-faktor Pembentuk Bentang Alam Karst


1. Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi ketebalan batugamping,
porositas dan permeabilitas batugamping serta intensitas struktur (kekar) yang mengenai batuan
tersebut.

1. Ketebalan Batugamping
Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini batugamping) yang baik untuk
perkembangan topografi karst harus tebal. Batugamping tersebut da[at masif atau terdiri dari
beberapa lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan
topografi karst sebelum batuan tersebut habis terlarutkan dan tererosi. Ritter (1978)
mengemukakan bahwa batugamping yang berlapis (meskipun membentuk satu unit yang tebal),
tidak sebaik batugamping yang massif dan tebal dalam pembentukan topografi karst ini. Hal ini
dikarenakan material sukar larut dan lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan akan
mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menmbus seluruh lapisan. Sebaliknya pada
batugamping yang massif, sirkulasi air akan berjalan lancer sehingga mempermudah terjadinya
proses karstifikasi.

1. Porositas dan Permeabilitas


Kedua hal ini berpengaruh terhadap sirkulasi air dalam batuan. Menurut Ritter (1978), porositas
primer ditentukan oleh tekstur batuan dan berkurang oleh proses sementasi, rekristaslisasi dan
penggantian mineral (missal dolomitisasi) sehingga porositas primer tidak begitu berpengaruh
terhadap proses karstifikasi. Sebaliknya dengan porositas sekunder yang biasanya terbentuk
oleh adanya retakan atau pelarutan dalam batuan. Porositas (baik primer maupun sekunder)
biasanya mempengaruhi permeabilitas yaitu kemampuan batuan batuan untuk melalukan air.
Disamping itu permeabilitas juga dipengaruhi oleh adanya kekar yang saling berhubungan dalam
batuan. Semakin besar permeabilitas suatu batuan maka sirkulasi air akan berjalan semakin
lancer sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.

1. Intesitas Struktur Terhadap Batuan


Intersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Disamping
kekar dapat mempertinggi permeabilitas batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang
mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan proses
pelarutan dan erosi berjalan intensif. Ritter (1978) mengemukakan bahwa kekar biasanya
terbentuk dengan pola tertentu dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang membentuk sudut
antara 70° sampai 90° dan mereka saling berhubungan. Hal inilah yang menyebabkan kekar
dapat mempertinggi porositas dan permeabilitas sekaligus sebagai zona lemah yang
menyebabakan proses pelarutan dan erosi berjalan lebih intensif. Apabila intensitas
pengkekaran sangat tinggi maka batuan menjadi mudah hancur atau tidak memiliki kekauatan
yang cukup. Disamping itu permeabilitas mejadi sangat tingi sehingga waktu sentuh batuan dan
air sangat cepat. Hal ini menghambat proses kartifikasi (Ritter, 1978). V.2.2. Faktor Kimiawi.

1. Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah kondisi kimia batuan dan
kondisi kimia media pelarut.
1. Kondisi Kimia Batuan
Kondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan sifat kimia (kelarutannya). Secara
umum berdasarkan komposisinya batugamping dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok, tetapi sesuai dengan namanya, batugamping sedikitnya mengnadung 50% mineral
karbonat ynag umumnya berupa kalsit (CaCO3). Dua jenis mineral karbonat yang umum ada
pada batugamping adalah kalsit dan dolomite (Sweeting, 1973 dalam Ritter, 1978). Menurut
Leigton dan Pendextel (1962 dalam Ritter, 1978), bila batuan mengandung mineral dolomite
lebih dari 50% maka batuannya disebut dolomite dan bila batuannya mengandung mineral kalsit
lebih dari 50% maka batuannya disebut batugamping. Batugamping inilah yang mempunyai
kecenderungan untuk membentuk topografi karst.Corbel (1957 dalam Ritter, 1978) menyebutkan
bahwa untuk membentuk topografi karst diperlukan sedikitnya 60% kalsit dalam batuan. Untuk
perkembangan topografi karst yang baik diperlukan kurang lebih 90% kalsit dlam batuan
tersebut, tetapi bila kandungan mineral kalsit lebih dari 95% (batugamping murni, misal kalk)
maka batuan tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk pembentukan topografi kars.
Topografi kars yang dapat terbentuk pada kalk hanya lembah kering, lubang pelarutan (solution
pits) dari lubang-lubang yang dangkal (swallows holes) atau bentuk minor yang terdapat
dipermukaan lainnya (Twidale, 1976). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa dolomit mempunyai
pelarutan dan kekuatan (strength) yang lebih kecil dibanding kalsit (batugamping), sehingga
perkembangan topografi kars pada dolomit lebih jelek dibandingkan dengan perkembagan kars
pada batugamping. Topografi kars yang dapat berkembang pada dolomit adalah surupan kecil,
depresi yang dangkal dan beberapa depresi dengan lantai dasar dan dinding yang terjal.

1. Kondisi Kimia Media Pelarut


Media pelarut dalam proses karstifikasi adalah air alam (natural water) (Jehning, 1971 Vide
Bloom, 1979). Kondisi kimiawi media pelarut ini sangat berpangaruh pada proses karstifikasi.
Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa kalsit sangat sulit lartu dalam air murni, akan
tetapi ia akan larut dalam air yang mengandung asam. Dialam, air hujan akan mengikat
karbondioksida (CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya membentuk air /larutan yang
bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang akan melarutkan batugamping.
Dengan demikian bahwa sifat kimiawi media pelarut sangat dipengaruhi oleh banyaknya
karbondioksida yang diikatnya. Disamping membentuk larutan asam, karbondioksida didalam air
akan meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan tersebut. Tekanan parsial CO2 yang
tinggi dalam larutan akan mempertinggi kemampuan larutan untuk
melarutkan kalsit.bloom (1979) menyebutkan bahwa tekanan parsial CO2 pada air yang
mengandung udara (aerated aqueous) hanya 30 pa dan CaCO3 yang dapat dilarutkannya
kurang lebih hanya 63 mg/lt, tetapi pada kondisi tidak ada udara (anaerobic) tekanan parsial
CO2 meningkat sampai 30 Kpa dan CaCO3 yang dapat dilarutkannya mencapai 700 mg/lt.
1. Faktor Biologis
Aktifitas biologis dapat mempengaruhi pembentukan topografi kars, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Bloom (1979) aktifitas biologis (dalam hal ini tumbuh-tumbuhan
dan mikrobiologis) dapat menghasilkan humus yang akan menutupi batuan dasar. Humus ini
menyebabkan batuan dasar tersebut menadi anaerobik, sehingga air permukaan yang masuk
sampai kebatuan dasar (sampai zona anaerob) tekanan parsial CO2nya bertambah besar
sampai 10 kali lipat dibanding dengan saat dia berada dipermukaan. Karena tekanan parsial
CO2 naik, maka kemampuan air untuk melarutkan batuan menjadi lebih tinggi. Dengan demikian
berarti dengan terbentuknya humus oleh aktifitas biologis, maka proses karstifikasi berjalan lebih
internsif. Disamping meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan, pada saat pembentukan
humus juga terjadi proses dekomposisi material organic yang menghasilkan karbondioksida
(CO2). Karbondioksida ini disebut dengan biogenic CO2, yang merupakan bagian terbesar dari
kandungan CO2 didalam tanah (Ritter, 1978). Dengan demikian berarti bahwa aktifitas biologis
juga menambah suplay CO2 didalam tanah dan CO2 ini akan diikat oleh air tanah sehinga lebih
reaktif. Aktifitas biologis kecuali meningkatkan tekanan parsial CO2 dan menambah kadar CO2
dalam tanah juga dapat berpengaruh secara langsung dalam pembentukan topografi kars. Folk,
dkk (1973) Vide Ritter (1978) menyebutkan bahwa pembentukan phytokarst dipengeruhi oleh
tetumbuhan (dalam hal ini algae) secara langsung. Algae yang hidup pada betugamping melekat
dan menembus permukaan batugamping tersebut sedalam 0,1 – 0,2 mm. Algae ini juga
menghasilkan larutan asam yang kemudian melarutkan batuan disekitar tempat tumbuhnya,
akibat permukaan batugamping tersebut berlekuk-lekuk dengan lubang-lubang yang saling
berhubungan dan bentuk tepinya tajam-tajam.

1. Faktor Iklim dan Lingkungan


Iklim dan lingkungan merupakan dua hal yang sering kali sulit untuk dipisahkan. Lingkungan
dalam arti sempit adalah kondisi disekitar tempat yang dimaksud (dalam hal ini adalah lahan
pembentukan topografi kars) dan lingkungan dalam arti luas meliputi seluruh aspek biotik dan
abiotik yang ada didaerah yang dimaksud.

Didalam membahas lingkungan dalam arti sempit, Von Engeln (1942) mengemukakan bahwa
kondisi lingkungan yang mendukung pembentukan topografi kars adalah adanya lembah besar
yang mengelilingi tempat yang tinggi, yang terdiri dari batuan mudah larut (batugamping) yang
terkekarkan dengan intensif. Kondisi ini menyebabkan air tanah pada tempat yang tinggi dapat
turun , menembus batugamping tersebut dan melarutkannya dengan bebas. Selanjutnya air
tanah tersebut msuk kedalam lembah sebagai air permukaan.

Disamping itu Ritter (1978) menyebutkan bahwa kondisi lingkungan disekitar batugamping harus
lebih rendah, atau dengan kata lain batugamping tersebut haurs memiliki elevasi yang lebih
tinggi dibanding lingkungan disekitarnya. Kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan sirkulasi
air dapat berjalan dengan baik sehingga proses karstifikasi dapat berjalan lebih intensif.

Lingkungan dalam arti luas mencakup kondisi biotik (aktifitas biologis) dan kondisi abiotik (suhu,
curah hujan, presipitasi dan penguapan) daerah yang dimaksud. Kondisi biotik dan abiotik
disuatu daerah sangat ditentukan oleh iklim daerah tersebut (Bloom, 1979). Selanjutnya
dikemukakan pula bahwa kondisi biotik dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi proses
eksogenik, yaitu baik pelapukan ataupun pelarutan batugamping. Dengan demikian berarti
bahwa iklim sangat mempengaruhi proses eksogenik pada suatu daerah.

Daerah yang beriklim tropis basah (lintang 0° – 13°) curah hujan cukup tingggi, kombinasi suhu
dan presipitasi ideal untuk berlangsungnya proses pelarutan sehingga proses karstifikasi
berjalan sangat bagus (Riter, 1978). Selain itu sikulasi air tanah sangat baik, tumbuh-tumbuhan
lebah dan aktifitas mikroba cukup tinggi sehingga sangat mendukung terjadinya proses
karstifikasi. Air tanah didaerah ini sangat reaktif untuk pelarutan dan suhu udara cukup tinggi
sehinga reaksi kimia untuk melarutkan batugamping berjalan lebih cepat. Menurut Bloom (1979),
air tanah didaerah tropis mengandung asam organic dan komponen nitrat sehingga
agrasifitasnya naik. Dengan kondisi daerah semacam ini maka topografi kras dapat berjalan
dengan baik didaerah beriklim tropis basah. Topografi kars yang dapat terbentuk pada daerah
tropis basah sangat bervariasi baik konstruksional maupun topografi sisa.

VII.3. Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Karst


Nama Kars menurut Thornbury (1964) dipakai pertama kali untuk menamakan sebuah daerah di
Italia yaitu Carso. Daerah Carso merupakan dareah seluas kurang lebih 38.500 km2 dengan
ketinggian mencapai 2.500 m yang litologinya berupa batugamping dimana gejala topografi kars
berkembang baik didaerah ini. Daerah kars yang dimaksud tepatnya berada disebelah timur laut
Laut Adriatic.

Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam kars dapat dibedakan menjadi dua
macam (Srijono, 1984, dalam Widagdo, 1984), yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-
bentuk sisa pelarutan.

1. Bentuk-bentuk Konstruksional
Bentuk konstruksional adalah bentuk topogrfi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping
atau pengendapan material karbonat yang dibawa oleh air. Berdasarkan ukurannya, topografi
konstruksional dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk-bentuk minor dan
bentuk-bentuk mayor. Menurut Bloom (1979), yang dimaksud dengan bentang alam kars minor
adalah bentang alam yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta topografi, sedang
bentang alam kars mayo adalah bentang alam yang dapat diamati baik didalam foto udara atau
peta topografi.

1. Bentuk-bentuk topografi kars minor adalah :


1. Lapies
Merupakan bentuk tak rata pada permukaan batugamping akibat adanya proses pelarutan,
penggerusan atau karena proses lain. Lapies (bahasa Prancis) sering disebut Karren (bahasa
Jerman) atau Clints (bahasa Inggris) (Thornbury, 1964). Ritter (1978) mengklasifikasikan Karren
berdasar bentuknya menjadi dua kelompok, yaitu yang mempunyai bentuk lurus dan bentuk

Berdasarkan letak pembentukannya (origin), lapies dapat dibedakan menjadi dua macam (Herak
dan Stringfiels, 1972), yaitu lapies yang originnya tersingkap dipermukaan dan lapies yang
originya tidak tersingkap dipermukaan / berada dibawah tanah dan lapies yang originnya
tersingkap dipermukaan.

1. Kars Split
Adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan. Kars split sebenarnya merupakan
perkembangan dari kars-runnel (solution runnel). Bila jumlah kars runnel banyak dan saling
berpotongan maka akan membentuk kars split (Srijono, 1984 dalam Widagdo, 1984).

1. Parit Kars
Adalah alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit. Srijono (1984),
mengemukakan bahwa parit kars ini merupakan kars split yang memajang sehingga membentuk
parit kars.

1. Palung Kars
Adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, dibentuk oleh proses pelarutan.
Kedalamannya dapat mencapai lebih dari 50 cm. biasanya terbentuk pada permukaan batuan
yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang.

1. Speleothem
Adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang dihasilkan oleh endapan berwarna putih,
bentuknya seperti tetesan air, mengkilat dan menonjol. Hiasan ini merupakan endapan CaCO3
yang mengalami presipitasi pada saat air tanah yang membawanya masuk kedalam gua
(Sanders, J.E., 1981). Macam-macam speleothems yang sering dijumpai adalah Stalagtit, yaitu
hiasan yang menggantung dilangit-langit dan Stalagmit, yaitu hiasan yang berada didasar atau
dilantai gua serta Tiang Masif (Massife Column), yaitu hiasan yang terbentuk bila stalagtit dan
stalagmite bertemu. (lihat gambar V.8).

1. Fitokars
Adalah permukaan yang berlekuk-lekuk, dengan lubang-lubang yang saling berhubungan.
Antara lubang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh tepi-tepi yang tajam, sehingga
memberikan bentuk seperti bunga karang pada menara (pinnacles) kars. Morfologi ini terbentuk
karena adanya pengaruh aktifitas biologis, yaitu adanya algae yang yang tumbuh didalam
batugamping. Algae menutup permukaan dan masuk kebawah permukaan sedalam 0,1 – 0,2
mm, tampaknya algae tersebut tumbuh didalam batugamping dan menghasilkan larutan asam
yang dapat melarutkan batugampingnya sehingga membentuk lubang-lubang (Bloom, 1979

1. Bentuk-bentuk topografi kars mayor adalah :


1. Surupan
Yaitu depresi tertutup hasil pelarutan denagn diameter mulai dari beberapa meter sampai
beberapa kilometer, kedalamannya mencapai ratusan meter dan bentuknya dapat bundar atau
lonjong (oval), (Twidale, 1967). Surupan (dolines) ini di Amerika Serikat disebut sebagai sink
atau sink-holey (Ritter, 1978). Jenning (1971) dan Bloom (1979), mengemukakan bahwa ada
lima macam surupan yang dikenal yaitu surupan runtuhan (collapse dolines), surupan pelarutan
(solution dolines), subsidence dolines, subjacent kars collapse dolines dan star-shape doline

1. Uvala
Adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan beberapa doline, lantai dasarnya tidak
rata. Jenning (1967) dalam Ritter (1978), mengemukakan bahwa sebuah uvala terdiri dari 14
buah doline dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. Ukuran diameternya berkisar antara 5 –
1000 meter dan kedalamannya berkisar antara 1- 200 meter, dindingnya curam.

Gambar 22 Uvala

Sumber:http://alamendah.org/2009/10/06/karst-maros-pangkep-terluas-kedua-di-dunia/comment-
page-7/
1. Polje
Depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan dinding yang curam, bentuknya tidak
teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan atau zona lemah structural.
Pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur dan mengalami pelebaran oleh proses korosi
lateral pada saat ia terisi air (Riiter, 1979). Polje mempunyai ukuran yang sangat besar minimal
dalam satuan kilometer persegi.

1. Jendela Kars
Adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan antara ruang dalam gua dengan udara
diluar yang terbentuk karena atap gua tersebut runtuh, (Twidale, 1976). Disamping itu jendela
kars dapat pula terbentuk pada atap sungai bawah tanah.

1. Lembah Kars (Kars Valley)


Adalah lembah atau alur yang besar yang terdapat pada lahan kars. Lembah ini terbentuk oleh
aliran air permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Secara umum, lembah kars dapat
dibedakan menjadi beberapa macam dengan sifat pembaeda yang jelas (Ritter, 1978). Dalam
hal ini disebutkan ada empat macam lembah kars, yaitu :

1) Allogenic Valley, yaitu lembah yang bagian hulunya berada pada batuan yang kedap air
kemudian masuk kedalam daerah kars. Panjang pendeknya lembah allogenik ini tergantung
pada besar kecilnya aliran yang membentuk, semakin besar alirannya maka semakin panjag
lembah yang terbentuk.

2) Lembah Buta (Blind Valley), yaitu lembah atau sungai pada lahan kars yang secara tiba-
tiba berakhir pada suatu tempat dan biasanya pada akhir lembah ini air permukaan tanah akan
masuk kedalam tanah. Bila suatu saat aliran dapat melampaui lembah tersebut (misal, saat
hujan lebat atau terjadi pencairan es), maka lembah ini disebut sebagai semiblind valley, –
Pocket Valley, yaitu lembah yang dimulai dari tempat keluarnya air yang masuk melalui surupan.
Pada umumnya pocket valley berasosiasi dengan mata air yang besar yang keluar diatas batuan
kedap air yang terletak dibawah lapisan batugamping yang tebal. Lembah in umumnya
berbentuk huruf U dan memiliki tebing yang curam, ukurannya tergantung besar kecilnya debit
mata air yang keluar. Sweeting (1973) dalam Ritter (1978) menyebutkan bahwa panjang lembah
ini dapat mencapai 8 km, lebar 1 km dan dalamnya berkisar antara 300 – 400 meter.

3) Lembah Kering (Dry Valleys), yaitu lembah pada lahan kars yang mirip dengan lembah
fluviatil, hanya saja (sesuai dengan namanya) lembah ini tidak berfungsi sebagai penyaluran air
permukaan (kering), karena air hujan yang jatuh dan masuk kedalam lebah ini dengan segera
akan meresap kedalam retakan batuan dasarnya.

Gambar 23 Lembah Kars

Sumber: http://rentalmobilyogyakarta.net/lembah-karst-mulyo/

1. Gua (Cave), yaitu serambi tau ruangan bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan
cukup besar bila dimasuki oleh manusia (Sanders, 1981). Gua seringkali teridir dari rangkaian
ruangan sehingga kedalamannya dapat mencapai ratusan meter.
Gambar 24 Gua Kars

Sumber: http://antok-one.blogspot.com/2012/06/gua-pindul-gk.html
1. Terowongan dan Jembatan Alam, yaitu lorong bawah tanah yang terbentuk oleh pelarutan dan
penggerusan air tanah atau oleh aliran bawah tanah (Von Engeln, 1942). Terowongan alam
memiliki ukuran yang bervariasi artinya dapat berukuran besar atau kecil. Sebagai contoh,
terowongan di Virginia dapat berukuran mencapai 275 meter, tingginya 23 meter dan lebarnya
40 meter. Suatu ketika atap terowongan alam tersebut runtuh, sehingga panjang terowongan
tersebut semakin berkurang, akibatnya suatu saat morofologi yang terbentuk lebih tepat disebut
dengan Jembatan Alam (Von Engeln, 1942).
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa jembatan alam juga dapat terbentuk oleh proses pelautan
saja. Apabila jembatan alam tersebut terbentuk oleh proses pelarutan batuan oleh air tanah
maka disebut sebagai Jembatan Kars (Kars Briges).

1. Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan


Yang dimaksud dengan bentuk morfologi sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk karena
pelarutan dan erosi sudah berjalan sangatlanjut sehingga meninggalkan sisa yang khas untuk
lahan kars. Morfologi sisa dapat berkembang baik terutama pada daerah yang beriklim tropis
basah (Bloom, 1979). Macam-macam bentuk morfologi sisa yaitu :

1. Kerucut Kars, yaitu bukit kars yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi
yang biasanya disebut sebagai bintang (Ritter, 1978). Kerucut kars sering disebut sebagai
kegelkars (bahasa Jerman). Pada kenyataannya kerucut kars sering kali lebih mirip setengah
bola dibanding dengan bentuk kerucut (Lehman, 1963, dalam Bloom, 1979) (gambar V.14).
Depresi tertutup yang mengelilingi bukit sisa biasanya terbentuk bintang dan tidak teratur sering
disebut sebagai cockpits dan terbentuk oleh proses pelarutan sepanjang zona kekar atau
patahan (Sweeting, 1958 dalam Ritter, 1978).

Gambar 25 Kerucut Karst

Sumber: http://toba-geoscience.blogspot.com/2011/04/morfologi-karst.html

1. Menara Kars, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk menara dengan lereng yang terjal,
tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yng lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial
(Ritter, 1978). Menurut Jenning (1971) dalam Ritter (1978) menara kars dan kerucut kars
dibedakan dalam hal keterjalan lereng dan adanya rawa / dataran alluvial yang mengelilinginya.
Menara kars disebut juga pepino hill atau haystack atau turmkarst. Contoh menara kars yang
baik adalah menara kars yang terdapat di Kweilin, Propinsi Kwangsi, China (Gambar V.15).

Gambar26 Menara Kars

Sumber: http://alamendah.org/2009/10/06/karst-maros-pangkep-terluas-kedua-di-
dunia/comment-page-7/
1. Mogote, adalah bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan erosi, umumnya dikelilingi oleh
dataran alluvial yang hampir rata (flat). Bentuknya kadang-kadang tidak simetri antara sisi yang
mengarah kearah datangnya angin dengan sisi sebaliknya (Ritter, 1978). Mogote dan menara
kars dibedakan dari bentuk dan keterjalan lereng sisi-sisinya.

Gambar 27 Mogote

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Mogote

BAB VIII
BENTANG ALAM AEOLIAN

VIII.1. Pengertian
Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang
alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih diakibatkan adanya
pengaruh iklim. Gurun pasir diartikan sebagai daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata
kurang dari 26 cm/tahun. Gurun pasir tropik terletak pada daerah antara 350 LU sampai 350 LS,
yaitu pada daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi dengan udara sangat panas dan
kering. Gurun pasir lintang rendah terdapat di tengah-tengah benua yang terletak jauh dari laut
atau terlindung oleh gunung-gunung dari tiupan angin laut yang lembab sehingga udar yang
melewati gunung dan sampai pada daerah tersebut adalah udara yang kering.

VIII.2 Faktor-faktor Pembentuk Bentang Alam Aeolian


Angin meskipun bukan sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk
oleh angin tidak banyak dijumpai), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang
disebabkan oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
1. Erosi oleh angin
Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi/korasi. Deflasi adalah
proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh
angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh
partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.

1. Transportasi oleh angin


Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan transportasi oleh air yaitu secara
melayang (suspension) dan menggeser di permukaan (traction). Secara umum partikel halus
(debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di
permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan
menggelinding (rolling).

1. Pengendapan oleh angin


Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-
material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.

VIII.3. Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Aeolian


Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu
bentang alam akibat proses erosi oleh angin dan bentang alam akibat prose pengendapan oleh
angin.
1. Bentang alam Eolian Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang
disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2 yaitu bentang alam hasil proses
deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.

1. Bentang Alam Hasil Proses Deflasi


Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 macam:

1. Cekungan Deflasi (Deflation basin)


Cekungan deflasi merupakan cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak
dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan tersebut akibat
material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan ini terdapat di Gurun
Gobi yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya pelapukan. Cekungan ini
mempunyai ukuran antara 300 m sampai lebih dari 45 km panjangnya dan dari 15m sampai 150
m dalamnya

1. Lag Gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (gravel,
bongkah dan fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang
lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag gravel atau bahkan sebagai desert pavement,
dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.

1. Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, megkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup
oleh oksida besi dikenal desert varnish.
1. Bentang Alam Hasil Proses Abrasi
Bentang alam hasil proses abrasi atau korasi antara lain:

1. Ventifact
Beberapa sisa batuan berukuran bongkah – berangkal yang dihasilkan oleh abrasi angin yang
mengandung pasir akan membentuk einkanter (single edge) atau dreikanter (three edge).
Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan
arah angin yang tetap/konstan. Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang
posisinya overturned akibat pengrusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap
atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang
mempunyai kedudukan tetap, sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.

1. Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus, digosok oleh angin yang
mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast)yang mempunyai kekuatan
lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kwarsit akibat erosi secara abrasi
akan lebih mengkilat.

1. Grooves
Angin yang mengadung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan
membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu
sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat
jelas.

1. Sculpturing (Penghiasan)
Batu jamur (mushroom rock) yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir
sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom).

1. Yardang
Pada batuan yang halus, abrasi oleh angin secara efektif memotong sepanjang alur rekahan
membentuk bentukan sisa yang berdiri memanjang yang disebut yardang. Kehadiran rekahan-
rekahan mempunyai pengaruh penting pada orientasi beberapa yardang. Material yang halus
tertransport sedangkan lapisan yang resisten membentuk perlapisan dengan material lain yang
kurang kompak.

1. Bentang Alam Hasil Pengendapan Angin


Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-
material yang terbawa oleh angin akan diendapkan. Bentang alam hasil proses pengendapan
oleh angin ini dibedakan menjadi 2 yaitu: dune dan Loess

1. Dune
Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak
dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya, hasil proses
pengendapan material pasir, yaitu ripples, dunes dan megadunes

1. Ripples lebar berukuran 5 cm – 2m dan tinggi 0,1 – 5 cm


2. Dunes lebar 3 – 600 m dan tinggi 0,1 – 15 m
3. Megadunes lebar 300 – 3 km dan tinggi 20 – 400 m
Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964) digolongkan menjadi 3, yaitu:

1. Transversal Dune
Transversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak
lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan.

1. Parabolic Dune
Parabolic dune merupakan dune yang berbentuk sekop/sendok atau berbentuk parabola. Bentuk
ini dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.

1. Longitudinal Dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-pungungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar
dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif
tetap

Klasifikasi menurut Emmon’s (1960) bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung


pada banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang
menghalangi dan juga arah angin yang tetap. Berdasrkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune
digolongkan menjadi :
1. Lee dune (Sand Drift)
2. Lee dune/sand drift adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan pasir
yang sempit, berada di belakang batuan atau tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai
kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga
menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand drft.
3. Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan
dominan. Terbentuk karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang
berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.

Gambar 28 Longitudinal Dunes

Sumber: http://www.xtl-ak.com/marstrees.html
1. Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi/tumbuh-tumbuhan
dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar
yang padat. Barchan ini berbentuk koma dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta
mempunyai puncak dan sayap.

Gambar 29 Barchan Dunes

Sumber: http://www.gdanmitchell.com/2008/06/06/barchan-dunes-death-valley
1. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih
panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian
Sword, seif berasosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif.
Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.

1. Transversal dune
Transversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering,
angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi
suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang
terhadap arah angin.
Gambar 30 Transversal Dunes

Sumber: http://www.gdanmitchell.com/2008/06/06/transverse-dunes-death-valley
1. Complex dune
Complex dune terbentuk pada daerah dengan air berubah-ubah, pasir dan vegetasi agak
banyak. Barchan, seif dan transversal dune yang berada setempat-tempat akan berkembang
sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-
bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacan-macam. Keadaan ini disebut
sebagai complex dune. Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya
mempunyai ketinggian antara 6 – 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian
beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda
tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi
ada juga yang sampai 30 m per tahun.

Gambar 31 Complex Dunes

Sumber : http://www.xtl-ak.com/marstrees.html
1. Loess
Daerah yang luas tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan
loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter.
Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess tesebut hanya mencapai beberapa meter
saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara
mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular dengan
diameter kurang dari 0,5 mm terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende dan mika. Kebanyakan
butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan
itu menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang
diangkut dan diendapkan oleh angin.
BAB IX
BENTANG ALAM GLASIAL

IX.1. Pengertian
Bentang alam glasial adalah bentang alam yang proses pembentukannya di control oleh proses
gletser. Gletser merupakan massa es yang mampu bertahan lama dan mampu bergerak karena
pengaruh gaya gravitasi. Gletser terbentuk karena salju yang mengalami kompaksi dan
rekristalisasi.Gletser dapat berkembang di suatu tempat setelah melewati beberapa periode
tahun dimana es terakumulasi dan tidak melebur atau hilang.

Tipe bentang alam glasial di bagi menjadi dua macam yaitu alpine glaciation dan continental
glaciation.Alpine glaciation terbentuk pada daerah pegunungan sedangkan continental glaciation
terdapat pada suatu wilayah yang luas tertutup gletser.

Gambar 32 Bentang lahan Glasial

Sumber: http://erfan1977.wordpress.com/2011/08/13/bentuklahan-landform-di-permukaan-bumi/

IX.2. Faktor-faktor Pembentuk Bentang Alam Glasial


Gletser terbentuk di daerah kutub yang tingkat peleburannya pada musim panas sangat kecil.
Gletser terbentuk oleh akumulasi es dengan factor-faktor pendukung yaitu :

1. Tingginya tingkat presipitasion


2. Suhu lingkungan yang sangat rendah
3. Pada musim dingin es terakumulasi dalam jumlah besar
4. Pada musim panas tingkat peleburannya rendah
5. Tipe-tipe gletser :
1. Valley Glacier
Merupakan gletser pada suatu lembah dan dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah.Pada valley glacier juga terdapat anak-anak sungai.Valley Glacier terdapat pada
alpine glaciation.
1. Ice Sheet
Merupakan massa es yang tidak mengalir pada valley glacier tetapi menutup dataran yang luas
biasanya > 50.000 kilometer persegi. Ice sheet terdapat pada continental glaciation yaitu pada
Greenland dan Antartika

1. Ice cap
Merupakan ice sheet yang lebih kecil, terdapat pada daerah pegunungan seperti valley glacier
contohnya di Laut Arktik, Canada, Rusia danSiberia.Ice sheet dan ice cap mengalir ke bawah
dan keluar dari pusat (titik tertinggi).
1. Ice berg
Ice shet yang bergerak kebawah karena pengaruh gravitasi dan akhirnya hilang / terbuang
dalam jumlah besar, bila mengenai tubuh air maka balok-balok es tersebut akan pecah dan
mengapung bebas di permukaan air, hal ini disebut ice berg.

1. Proses Pembentukan Gletser


Snowfall terbentuk darri bubuk salju yang warnanya terang, dengan udara yang terjebak diantara
keenam sisinya (snowflakes ). Snowflakes akan mengendap pada suatu tempat dan mengalami
kompaki karena berat jenisnya dan udara keluar. Sisi-sisi snowflakes yang jumlahnya enam
akan hancur dan berkonsolidasi menjadi salju yang berbentuk granular (granular snow) lalu
mengalami sementasi membentuk es gletser (glacier ice). Transisi dari bentuk salju menjadi
gletser dinamakan firn.

1. Glacial budget :
1. Positif budget → bila dalam periode waktu tertentu, jumlah gletser > es yang meleleh/hilang
2. Negative budget → bila terjadi penurunan volume gletser (menyusut).
3. Gletser dengan positive budget yang tertekan keluar dan ke bawah pada tepinya disebut
advancing budget, sedangkan gletser dengan negative budget yang makin kecil volumenya dan
tepinya meleleh disebut receding budget. Bila jumlah es yang yang bertambah sama dengan
volume penyusutan es maka nilai advancing budget seimbang dengan receding budget, hal ini
disebut balance budget.
4. Bagian atas glacier disebut zone of accumulation → tertutup oleh es abadi.Bagian bawah glacier
disebut zone of wastage → es hilang (mencair atau terevaporasi).
5. Batas antara kedua zona disebut firn limit yang pergerakannya tergantung apakah es
terakumulasi atau terbuang. Bila firn limit bergerak ke bawah dari tahun ke tahun, maka disebut
positive budget, bila firn limit bergerak ke atas, disebut negative budget. Bila firn limit berada di
tempat yang tetap, dinamakan balanced budget.
6. Terminus merupakan tepi bawah gletser yang bergerak makin jauh ke bawah lembah ketika
valley glacier mengalami positivebudget.Bila mengalami negative budget (gletser menyusut)
maka terminus bergerak ke bagian atas lembah.
7. Bila Ice sheet mangalami positive budget, maka terjadipenambahan volume dan terminus
mengalami kemajuan dan bila meluas sampai ke laut maka volume atau jumlah ice berg di laut
bebas meningkat.Penambahan dan pengurangan ice berg merupakan indikator perubahan
musim.Meningkatnya jumlah dan volume ice berg menandakan suhu makin dingin dan
presipitasi makin tinggi.
IX.3. Macam-Macam Bentuk Lahan Asal Glasial
1. Bentang alam akibat erosi
Berikut ini adalah macam-macam bentang alam akibat terjadinya erosi yang terbentuk pada
alpine glaciation antara lain :

1. Truncated Spurs
Merupakan bagian bawah tepi lembah yang terpotong triangular faced karena erosi glasial.
Makin tebal gletser makin besar erosi pada bagian bawah lantai lembah.Makin besar erosi maka
mengakibatkan pendalaman lembah dan anak sungainya sedikit.

Gambar 33 Trunched Spurs

Sumber: http://www.landforms.eu/cairngorms/truncated%20spur.htm

1. Hanging valley
Ketika gletser tidak terlihat lagi, anak sungai yang tersisa menyisakan hanging valley yang tinggi
diatas lembah utama. Meskipun proses glasial membentuk lembah menjadi lurus dan
memperhalus dinding lembah, es meyebabkan permukaan batuan dibawahnya terpotong
menjadi beberapa bagian, tergantung resistensinya terhadap erosi glasial.

Gambar 34 Hanging valley

Sumber :http://geotripperimages.com/Erosional_Processes/Alpine_Glaciation.htm
1. Rock basin lake
Air meresap pada celah batuan, membeku dan memecah batuan sehingga lapisan batuan
kehilangan bagiannya, digantikan es dan ketika melelh kembali terbentuk rock basinlake.

1. Cirques
Merupakan sisi bagian dalam yang dilingkari glacier valley, berisi gletser dari glacier valley yang
tumpah ke bawah. Terbenruk karena proses glasial, pelapukan dan erosi dinding lembah.

1. Bergschrund
Merupakan batuan yang telah pecah, berguling-guling dan jatuh ke valley glacier lalu jatuh ke
crevasse.

1. Horn
Merupakan puncak yang tajam karena cirques yang terpotong / ada bagian yang hilang karena
erosi ke arah hulu pada beberapa sisinya.

1. Aretes
Merupakan sisi dinding lembah yang mengalami pemotongan dan pendalaman sehingga bagian
tepinya menjadi tajam, karena proses frost wedging.

1. Crevasses
Merupakan celah yang lebar (terbuka). Bila celah tertutup (sempit) disebut closed crevasses.

Gambar 35 Creavasses

Sumber: http://www.panoramio.com/photo/13126651

1. Bentang Alam Karena Proses Pengendapan Gletser


Berikut ini adalah macam-macam bentang alam glasial karena proses pengendapan gletser
antara lain:
1. Till
Merupakan batuan yang hancur dari dinding lembah yang terendapkan mengisi valley glacier,
berasal dari ice sheet membawa fragmen batuan yang terkikis (fragmennya lancip) karena
bertabrakan dan saling bergesek dengan batuan lain. Berukuran clay-boulder, unsorted.

1. Erratic
Merupakan es berukuran boulder yang tertransport oleh es yang berasal dari lapisan batuan
yang jauh letaknya.

1. Moraines
Merupakan till yang terbawa jauh glacier dan tertinggal / mengendap setelah glacier menyusut.
Material-material lepas yang jatuh dari lereng yang terjal sepanjang valley glacierterakumulasi
pada sepanjang sisi es.

Gambar 36 Moraneis

Sumber: http://nsidc.org/cryosphere/glaciers/gallery/moraines.html

BAB X
PRAKTIKUM LAPANGAN GEOMORFOLOGI

X.1. Lokasi Pengamatan 1


1. Waktu, lokasi dan kesampaian daerah
1. Waktu
1. Hari/Tgl : Sabtu, 25 Mei 2013
2. Jam : 10.18 WIB
3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
1. Koordinat pada GPS
E 07 59’ 38,13”
S 110 19’ 37,83

1. Lokasi sebenarnya
Dusun Kasihan, Desa Suloharjo, Kecamatan Kretet, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I Yogyakarta.

1. Kesampaian daerah
Perjalanan dari Labolatorium Kampus II menggunakan kendaraan bermotor membutuhkan waktu
1 jam 45 menit. Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 15-20 menit.

1. Deskripsi lokasi pengamatan 1


1. Cuaca : Cerah
2. Vegetasi: Sedang, terdiri dari Pohon Jati, Kelapa
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Sangat Curam
3. Relief: Bukit
4. Litologi: Batu Gamping Koral

1. Satuan bentuk lahan


1. Bentang Alam dengan Struktur Patahan
1. Sesar, terjadi akibat gaya yang bekerja pada kulit Bumi, sehingga adanya pergerakan lapisan
batuan.
2. Kekar, retakan yang terjadi akibat gaya dalam bumi yang tidak membuat pergeran lapisan
batuan.
3. Lampiran (data yang asli dari lapangan)

X.2. Lokasi Pengamatan 2


1. Waktu, lokasi dan kesampaian daerah
1. Waktu
1. Hari/Tgl : Sabtu, 25 Mei 2013
2. Jam : 13.17 WIB
3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
1. Koordinat pada GPS
E 07 59’ 36,2”

S 110 18’ 40,47”

1. Lokasi sebenarnya
Dusun Gading, Kecamatan Parangtritis, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I Yogyakarta.

1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari lokasi 1 membutuhkan waktu sekitar 25-30
menit.

1. Deskripsi lokasi pengamatan 2


1. Cuaca : Berawan
2. Vegetasi: Jarang, terdiri dari rerumputan, alang-alang dan pepohonan kelapa. Tidak ada
vegetasi yang bisa dijadikan acuan. Karena rata-rata berumur pendek.
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Landai
3. Relief: Bukit
1. Satuan bentuk lahan
1. Dataran Aluvial (F2), dataran yang berada disekitar sungai.
2. Point Bar, merupakan endapan yang terdapat di tengah sungai.
3. Sungai (F1), Stadia dewasa-tua
4. Tanggul Alam merupakan dinding sungai yang terbentuk secara alamia
5. Lampiran (data yang asli dari lapangan)

X.3. Lokasi Pengamatan 3


1. Waktu, lokasi dan kesampaian daerah
1. Waktu
1. Hari/Tgl : Sabtu, 25 Mei 2013
2. Jam : 14.30 WIB
3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
1. Koordinat pada GPS
E 08 00’ 40”
S 110 20’ 20,37”G

1. Lokasi sebenarnya
Dusun Cangklag, Kabupaten gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.

1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari lokasi 2 membutuhkan waktu 45 menit.
Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 10 menit.

1. Deskripsi lokasi pengamatan 3


1. Cuaca : Berawan
2. Vegetasi: Jarang, terdiri dari Pohon Jati, Kelapa
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Curam
3. Relief: Perbukitan dan adanya pelapukan dan tanah yang tererosi.
1. Satuan bentuk lahan
1. Perbukitan Denudasi
2. Perbukitan sisa, merupakan bukit yang mengalami erosi dan terkikis.
3. Lampiran (data yang asli dari lapangan)

X.4. Lokasi Pengamatan 4


1. Waktu, lokasi dan kesampaian daerah
1. Waktu
1. Hari/Tgl : Sabtu, 25 Mei 2013
2. Jam : 15.44 WIB
3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
1. Koordinat pada GPS
E 08 00’ 00”

S 110 20’ 45”

1. Lokasi sebenarnya
Dusun Wirobani, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.

1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari Lokasi 3 membutuhkan waktu 25 menit.
Dilanjutkan perjalanan kaki dengan waktu tempuh 15-20 menit.
1. Deskripsi lokasi pengamatan 4
1. Cuaca : Berawan
2. Vegetasi: Sedang, terdiri dari Pohon Jati, Kelapa
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Agak curam
3. Relief: Bukit, doline, perbukitan dan depresi.

1. Satuan bentuk lahan


1. Adanya Perbukitan, depresi dan doline
2. Dataran Karts
3. Lampiran (data yang asli dari lapangan)
X.5. Lokasi Pengamatan 5
1. Waktu, lokasi dan kesampaian daerah
1. Waktu
1. Hari/Tgl : Sabtu, 25 Mei 2013
2. Jam : 17.05 WIB
3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
1. Koordinat pada GPS
E 08 00’ 59”

S 110 18’ 57”

1. Lokasi sebenarnya
Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta.

1. Kesampaian daerah
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari Lokasi 4 membutuhkan waktu 45 menit.

1. Deskripsi lokasi pengamatan 4


1. Cuaca : Berawan Buruk
2. Vegetasi: Jarang-Tidak ada
3. Morfologi :
1. Slope:
2. Topografi: Sangat Landai
3. Relief: Gumuk Pasir
1. Satuan bentuk lahan
1. Gumuk Pasir
2. Dataran Eolian
3. Barchan dunes
4. Longitudinal Dunes
5. Transversal Dunes
6. Parabolic Dunes
7. Lampiran (data yang asli dari lapangan)

BAB XI
PENUTUP

1. A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat didapat dari penyusunan laporan ini, yaitu:

Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan proses yang terjadi
terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform (bentuk lahan).
Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh
proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi
dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak
dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief
khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja
pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.

Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10


(sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1. Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan
lava, kawah, dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan,
perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
1. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan
contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
2. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan
dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan
contoh-contoh bentuklahan ini.
3. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini
antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
4. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel,
parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
5. Tentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan
bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach
ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi
bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini
disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio
marine ini antara lain delta dan estuari.
6. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung
dan morine.

1. B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan, yaitu:

1. Sebaiknya praktikan perlu diberikan modul praktikum guna sebagai bahan pegangan tambahan.
2. Asisten juga harus memiliki panduan dan pegangan praktikum yang berasal dari sumber yang
sama, agar tidak ada beda pendapat antara satu sama lainnya.
3. Waktu ke Lapangan perlu ditingkatkan, agar praktikan lebih mengerti kondisi dilapangan
sebenarnya. Dan Sistematika Praktikum Lapangan harus lebih diperhatikan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

http://earlfhamfa.wordpress.com/2010/02/21/bentang-lahan-denudasional/
http://earthy-moony.blogspot.com/2010/11/bentuklahan-asal-proses-denudasional.html
Drury, S.A, 1987. Image Interpretation in Geologi, Allen and Unwin, London.
adiyah j kapukong.2012.laporan praktikum geologi dasar.IstAkprind,Yogyakartaa
Twidale, C.R, 1976. Analisis of Landsforms, Jhon Wiley & Sons Australasia Pty Ltd, Singapore.
aryadhani.blogspot.com/2009/05/bentang-alam-vulkanik.html
http://nsidc.org/cryosphere/glaciers/gallery/moraines.html
http://www.panoramio.com/photo/1312665
http://www.landforms.eu/cairngorms/truncated%20spur.html
http://antok-one.blogspot.com/2012/06/gua-pindul-gk.html

Anda mungkin juga menyukai