Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ananda Adhellia (Ilkom B)

NPM : 210110170090

Mata Kuliah : Komunikasi Perubahan Sosial

Summary of “Disruption” Rhenald Kasali Chapter 3&4

BAB 3 NASIB YANG BERBEDA

Pada era sekarang, Telkom dan Telkomsel masih mampu bertahan dengan baik di dalam
industri telekomunikasi meskipun para pesaing yang bermunculan. Sama seperti di negara lain,
banyak pemain lama (incumbent) yang masih dapat bertahan karena mereka memiliki saham pada
perusahaan-perusahaan para pedatang baru.

Lain hal yang terjadi pada industri transportasi. Saat Black Cab Taxi di London dan Blue
Bird di Indonesia sedang hangat-hangatnya bertarung melawan Uber atau Grab terjadilah
disruption brutal di antara mereka sehingga para incumbent terlantar. Akibat dari hal tersebut
adalah Blue Bird mengalami kerugian mencapai -42,3% dan taxi Express rugi Rp81,8 miliar.
Sedangkan menurut Tech Crunch Grab dan GO-JEK memiliki nilai valuasi bahkan jika
dibandingkan dengan perusaan besar seperti Garuda Indonesia.

Western Union (WU) merupakan perusahaan yang menguasai bisnis telegraf dan pasarnya
adalah perusahaan-perusahaan kereta api, perbankan, kapal laut, dan surat kabar. Pada tahun 1878,
Alexander Graham Bell menemukan alat komunikasi pesan suara. Kemudian, temuannya itu
sempat ditawarkan kepada WU dengan nilai investasi yang tidak terlalu besar, yaitu 10 ribu dolar
AS, tetapi WU menolaknya. WU kemudian malah membuat produk tandingan melalui Thomas
Alva Edison yang hasilnya tidak sebaik buatan Bell. Malah, Bell memperbaiki kualitas teleponnya
dan mulai biasa dipakai untuk panggilan jarak jauh.

Bell kemudian mendirikan perusahaan sendiri bernama AT&T, bekerjasama dengan


operator-operator lain yang kemudian berkembang pesat dan semakin besar. AT&T sempat
mengakuisisi WU, namun pemerintah mengharuskan saham agar dilepas karena melanggar UU
Anti-Trust. Selanjutnya, pada tahun 1910, laba AT&T mencapai 13 juta dolar AS lebih besar
daripada WU yang hanya sebesar 6 juta dolar AS.

Menurut Christensen, ada beberapa hal yang menyebabkan WU gagal membaca gejala
perubahan:

1) Gagal melihat peluang karena ingin bertahan dalam bisnis lainnya yang masih amat
menguntungkan, yaitu telegraf.
2) Gagal membaca bahwa switching cost konsumen ke telekomunikasi sangat rendah.
3) Ada inersia yang membuat WU terpaksa focus pada bidang usaha lamanya.
4) Industri jasa operator amat kecil disbanding yang sudah dikuasai WU.

Dikarenakan hal tersebut, AT&T menjadi besar dan WU mengalami penurunan.

AT&T memiliki nasib yang lebih baik jika dibandingkan dengan nasib taksi konvensional. Berikut
hal-hal yang menyebabkan telepon lebih bisa bertahan:

1) Pemerintah memberikan perizinan teknologi nirkabel pertama justru kepada incumbent.


Jadi motifnya adalah teknologi harus menjadi pelengkap bagi teknologi kabel yang sudah
ada.
2) Operator yang mengejar margin pertama-tama membidik segmen pelanggan kalangan
professional yang sangat mobile. Mereka merupakan konsumen yang mau membayar lebih
mahal tetapi kritis dan banyak menuntut. Mereka sering berpergian sehingga menuntut
adanya jaringan-jaringan di kota besar. Menurut Christensen, mereka menuntut pemerintah
untuk membuat aturan khusus mengenai roaming dan pembicaraan lintas operator.
3) Pemerintah menentukan bahwa setiap operator harus menggunakan entitas yang terpisah.
Hal itu penting karena usaha baru dikelola oleh mereka yang tidak memiliki cara berpikir
lama. Keuntungan yang diperoleh adalah incumbent dapat membentuk anak usaha atau
perusahaan yang dikelola oleh pemimpin dan staf-staf baru dengan rata-rata usia lebih
mudah dari pegawai incumbent. Mereka bekerja dalam lingkungan yang tidak memiliki
banyak aturan sehingga mereka dapat bergerak lebih lincah dan tangkas. Keuntungan
lainnya adalah memberi arah baru bagi perusahaan yang terbebas dari konflik persaingan
internal.
Kehadiran orang-orang baru merupakan ancaman keamanan dan hari tua bagi para incumbent.
Berkat pemisahan izin usaha oleh pemerintah, pemain lama dalam dunia teknologi nirkabel dapat
selamat.

Industri transportasi terutama taksi mengalami nasib yang tidak baik seperti yang dialami
industri telekomunikasi. Mengapa hal demikian bisa terjadi?

Seperti yang kita ketahui bahwa perusahaan taksi konvensional menganut system owning
economy, mereka memiliki armadanya sendiri serta tempatnya sendiri. Sampai muncullah istilah
sharing economy yang menganggas ideology-ideologi praktis tentang kesempatan berbagi. Para
pedatang baru yang dapat mengalahkan incumbent menganut sistem tersebut. Sharing economy
akan menyebabkan terjadinya deflasi karena harga-harga akan turun, ledakan pariwisata dalam
jumlah yang tak terduga karena banyak pilihan menginap yang murah, aset-aset milik masyarakat
yang menanggur menjadi produktif, dan kerusakan alam lebih terjaga.

Namun, bukan berarti sharing economy tidak dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak
negative yang akan ditimbulkan adalah pengangguran bagi yang tidak lolos dalam seleksi alam
(persaingan) dengan bisnis model baru ini, kerugian-kerugian besar dari sektor-sektor usaha
konvensional yang konsumennya shifting (berpindah), dan kriminalisasi oleh para penegak hokum
atau pembuat kebijakan yang terlambat mengatur.

Terdapat dua pilihan: tetap hidup dalam owning economy, dengan risiko pasar yang besar
menjadi illegal economy dengan operator pengendali dari luar Indonesia atau melegalkan sharing
economy dan mendorong pelaku-pelaku lama menyesuaikan diri.

Distruption yang terjadi dalam bidang transportasi berkembang begitu cepat, mematikan
dan membuat kehebohan karena:

1) Regulator tidak mampu menyediakan aturan baru yang spesifik untuk memisahkan kedua
jenis industri ini.
2) UU No.22 Tahun 2009 memiliki banyak aturan yang membuat usaha taksi konvensional
harus bergerak dalam suasana kaku dan biaya tinggi.
3) Minimnya pemahaman distruption dan model bisnis oleh incumbent sehingga melihat
persaingan dari kacamata lama.
4) Belum ada aturan baru sehingga pemain lama dan baru berjalan menurut caranya masing-
masing

Para incumbent, selain tetap beroperasi dengan struktur biaya tinggi (dan sulit
menaklukkan pelaku ekonomi berbagi), mereka juga mengelami pertarungan internal yang
rumit, Mereka selalu menganggap bahwa digital disruption adalah menurunkan harga melalui
layanan online, tetapi pada kenyataannya tidak sesederhana itu. Hal tersebutlah yang kemudian
membuat telekomunikasi dan taksi mengalami nasib yang berbeda.
BAB 4 BERSAING DENGAN MODEL BISNIS

Terjadi perbedaan model bisnis dalam indusri musik era dulu dengan era sekarang. Dalam
dunia musik lama, penyanyi mendapatkan penghasilan dari royalti, dimana mereka mendapat
penghasilan dari orang-orang yang membayar royalti atas lagu-lagu yang diciptakan atau
dinyanyikannya maupun dari hasil penjualan album. Sementara pada era musik yang sekarang,
muncul model bisnis non-royalti, yaitu memberikan hak sebebas-bebasnya untuk memperjual
belikan CD-CD bajakannya. Sekarang ini, pembajakan sangat sulit untuk dihindari, penyanyi-
penyanyi sekarang justru terkenal karena mereka menggratiskan karya-karya mereka.

Disruption juga terjadi dalam dunia politik. Dahulu, dalam pemilihan umum, calon yang
akan dipilih harus melalui partai politik, tetapi sekarang bisa maju secara independent. Misalnya,
Basuki Tjahaja Purnama yang maju untuk merebut kursi DKI 1 secara independent dengan berhasil
mengumpulkan satu juta KTP. Hal tersebut menjadi pertimbangan partai-partai politik.

Kejadian diatas dianggap sebagai peristiwa disrupsi yang penting untuk dipahami para
pengelola partai dan para negarawan. Untuk melahirkan pemimpin daerah atau nasional,
dibutuhkan biaya yang besar. Sementara itu, melalui cara independent, biaya yang dikeluarkan
jauh lebih sedikit, justru didukung secara kolaboratif oleh masyarakat pemilih.

Fintech atau financial technology, yang terjadi pada abat ke-21, merupakan model bisnis
yang mempreteli elemen penghasil uang bank satu per satu dengan pendekatan fee based. Satu per
satu bisnis jasa perbankan digerogoti fintech yang dating dari luar negri dan bergerak di dunia
maya.

Masih banyak lagi model bisnis yang lainnya pada abat ke-21, tetapi intinya adalah:

1. Persaingan abad ini ditandai antara model bisnis dalam industri yang batas-batasnya
semakin kabur
2. Model bisnis merevolusi industri, membuat cara yang ditempuh incumbent semakin rumit
3. Pengusaha yang cerdik bukan yang bersikeras dengan model bisnis lamanya
4. Model bisnis mencerminkan siapa yang memegang kendali perusahaan.

Untuk mengembangkan model bisnis, pertama yang harus dilakukan adalah memahami
pain (penderitaan) dan gain (manfaat yang dicari) dari konsumen. Dengan memahami penderitaan
dan juga manfaat yang para konsumen cari, maka kemudian kita dapat mencari jalan keluar untuk
menguasai atau membebaskan konsumen dari penderitaan-penderitaannya dan memberikan
manfaat yang lebih besar.

Terdapat 10 model bisnis hiper-disruptif. Hiper-disruptif maksudnya adalah jangkauan


model bisnis yang sudah mendunia. Selain teknologinya yang baru, mereka juga menggunakan
cara-cara baru yang tidak terpikirkan generasi yang dibesarkan peradaban manufacturing.

Berikut 10 model tersebut:

1. Subscription Model
Bisnis berlangganan dengan biaya murah dan juga tanpa batasan. Contohnya adalah
Netflix, Kindle, Dollar Shave Club, dll.
2. Free Model
Bisnis dengan menjual sesuatu secara gratis. Memiliki tujuan membentuk komunitas besar
jangka panjang. Mereka mendapatkan pemasukan dari iklan. Contohnya adalah Google,
Facebook, dan Instagram.
3. Freemium Model
Bisnis jasa kualitas premium , tetapi free. Terdapat opsi upgrade, tetapi berbayar.
Maksudnya adalah dapat dikenakan biaya setiap kali melakukan upgrade.
4. Market Place Model
Menyediakan tempat bagi penjual & pembeli untuk berinteraksi dan bertransaksi
Contohnya adalah Kaskus, Bukalapak, Ebay, dll.
5. Hypermarket
Pengembangan dari segmented menjadi hypermarket. Contohnya adalah Amazon yang
dulu hanya mejual buku, sekarang apa saja sudah bisa didapatkan disana serta siap antar).
6. Acces Over Ownership Model
Bisnis berbagi dalam dunia maya, punya akses kapan saja. Contohnya Gojek, Uber, Grab
7. On Demand Model
Diatas ekonomi berbagi, teknologi menjangkau konsumen & membaca pikiran mereka
melalui statistik analitik yang bersifat real time.
8. Experience Model
Model yang sangat disruptif. Memiliki pendekatan experiential. Contohnya adalah Disney
Park, Tesla, Apple
9. Pyramid
Skema untuk memberi insentif kepada tenaga penjual & koordinator. Perusahaan pada
puncak piramid merupakan penerima kue terbesar, tetapi pembagi terbanyak juga.
Contohnya PROJEK/ Perusahaan Properti
10. Ecosystem
Model yang digunakan pionir pengubah sejarah, pencipta zaman baru. Menciptakan
ekosistem yang saling berbagi & saling menguntungkan. Contoh: Google, Apple.

Referensi:
Kasali, R. (2017) Disruption. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai