Laporan Salep
Laporan Salep
PENDAHULUAN
Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil,
tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang
dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep
terkadang mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan
homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan
diserab oleh kulit.
1
Pembuatan sediaan setengah padat atau salep sangat penting
diketahui untuk dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian khususnya di
apotik, puskesmas maupun rumah sakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 PENGGOLONGAN SALEP
1. Menurut Konsistensinya, salep digolongkan menjadi 5 golongan :
a. Unguenta : adalah salep yang memiliki konsistensi seperti mentega.
Tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa
memakai tenaga.
b. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau
pelindung bagian kulit yang diberi.
d. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung presentase
tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
e. Gelones Spumae (Jelly) : adalah suatu salep yang lebih halus.
Umumnya cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin.
4
3. Menurut Dasar Salepnya, salep digolongkan menjadi 2 golongan :
a. Salep hydrophobic : yaitu salep-salep dengan bahan dasar
berlemak, misanya campuran dari lemak-lemak, minyak lemak,
malam yang tak tercuci dengan air.
b. Salep hydrophilic : yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya
dasar salep tipe o/w atau seperti dasar salep hydrophobic tetapi
konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara
lain campuran sterol dan petrolatum. (Depkes, 1994).
b. Kekurangan
Di samping kelebihan tersebut, ada kekurangan berdasarkan basis di
antaranya yaitu :
1. Kekurangan basis hidrokarbon
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian
serta sulit tercuci hingga sulit di bersihkan dari permukaan kulit.
2. Kekurangan basis absorpsi :
Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan
antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air
Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air .
5
ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar
hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar hidrokarbon ini
juga sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu
lama. Contoh : petrolatum, paraffin, minyak mineral.
Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi Dibagi menjadi 2 tipe :
a. Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari
pembentukan emulsi air dan minyak. Misalnya petrolatum hidrofilik
dan lanolin anhidrat.
b. Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampur sedikit penambahan jumlah larutan berair. Misalnya
lanolin dan cold cream.
Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan
derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti
dasar salep berlemak dasar salep serap tidak mudah dihilangkan dari kulit
oleh pencucian air. Dasar-dasar salep ini berguna dalam farrnasi untuk
pencampuran larutan berair kedalam larutan berlemak. Contoh : petrolatum
hidrofilik, lanolin, dan lanolin anhidrida, cold cream.
Dasar salep serap dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi
air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan kelompok
kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat
sebagai emolien.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep
hidofilik yang lebih tepat disebut “krim”. Dasar salep ini dinyatakan juga
sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap
basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar
salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat
6
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi
pada kelainan dermatologik. Bahan obat tertentu dapat diserap lebih baik
oleh kulit jika dasar salep lainnya. Contoh : salep hidrofilik
Dasar salep larut air
Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung
bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar
salep ini lebih tepat disebut “gel”. Dasar salep ini mengandung komponen
yang larut dalam air. Tetapi seperti dasar salep yang dapat dibersihkan
dengan air, basis yang larut dalam air dapat dicuci dengan air. Basis yang
larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung bahan
berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan
penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan dengan bahan tidak
berair atau bahan padat. Contohnya salep polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep yang tepat untuk dipakai dalam formulasi
tergantung pada pemikiran yang cermat atas beberapa faktor berikut:
a. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep
b. Keinginan peningkatan oleh dasar salep absorbsi perkutan dari obat
c. Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar salep
d. Jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep
e. Pengaruh obat bila ada terhadap kekentalan atau hal lainnya dari dasar
salep.
Semua faktor ini dan yang lainnya harus ditimbang satu terhadap
yang lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling baik. Harus
dimengerti bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang
memiliki semua sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu obat yang cepat
terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan stabilitas yang tinggi.
Walaupun dari segi terapeutik dasar salep yang lain dapat lebih disenangi.
Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum
menyediakan segala sifat yang dianggap paling diharapkan.
7
2.5 KUALITAS DASAR SALEP
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.
8
d. Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara
fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya.
e. Terdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui
dasar salep padat atau cair pada pengobatan. (Ilmu Resep Teori, hal 42)
9
bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat Dipilih beberapa bahan
dasar salep sebagai berikut :
Dasar salep hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kunig, malam putih
atau malam kunig atau campurannya.
Dasar salep serap : lemak, bulu domba campuran 3 bagian kolestrol
dan 3 bagian stearil alcohol, campuran 8 bagian malam putih dan 8
bagian vaselin putih.
Dasar salep yang dapat larut dalam air
Dasar salep yangdapat dicuci dengan air
c. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok harus menunjukan susunan yang homogen.
d. Penandaan : etiket harus tertera ”obat luar “
BA=100.KA100-KA
KA=100.BA100-BA
10
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan
untuk mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai
jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada
suhu tertentu (umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam jangka
waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara
manual. Kedua bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam yang
lain melalui persamaan :
2. KANDUNGAN AIR
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dalam salap.
• Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air
digunakan ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung
pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).
• Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan
menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur
dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen
yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.
• Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas
perubahan Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin
dan metanol menurut persamaan reaksi berikut:
11
f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),
a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
P = penimbangan zat (mg)
3. KONSISTENSI
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti
sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka
ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai
berikut:
• Metode penetrometer.
• Penentuan batas mengalir praktis
4. PENYEBARAN
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada
kulit. Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.
5. TERMORESISTENSI
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk
mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim
(tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus.
6. UKURAN PARTIKEL
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang
banyak dipakai dalam industri bahan pewarna.
Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak
sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi
setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode
rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya.
2.11 CHLORAMFENICOL
Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ; FI III hal
144).
Rumus molekul = C11H12Cl2N2O5.
Berat Molekul = 323,13.
Rumus Struktur :
12
Pemerian = Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang,putih hingga putih kelabu atau
putih kekuningan.
Kelarutan = Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,
dalam propilena glikol.
Titik Lebur = Antara 1490 dan 1530 C.
pH = Antara 4,5 dan 7,5.
OTT = Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol
500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin
Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter
larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas = Salah satu antibiotik yang secara kimiawi
diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.
Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH
2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh
hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam
suasana basa. Kloramfenikol dalam media air
adalah pemecahan hidrofilik pada lingkungan
amida. Stabil dalam basis minyak dalam air,
basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Dosis = Dalam salep 1 % (DI 2010 hal 223-227).
Khasiat = Antibiotik, antibakteri (gram positif, gram
negatif, riketsia, klamidin), infeksi meningitis
(Martindale edisi 30 hal 141).
Indikasi = Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang
sensitif terhadap kloramfenikol.
Efek Samping = Kemerahan kulit angioudem, urtikaria dan
anafilaksis.
Penyimpanan = Wadah tertutup rapat.
13
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 FORMULA
Salep Kloramfenikol (Form. Nas Hal 66)
R / Chloramfenicol 200 mg
Propilen glikol 1
Adeps lane 1
Vaselin Album ad 10
#
Pro : Liana
b. Bahan
1. Chloramfenicol
2. Propilen Glikol
3. Adeps Lanae
4. Vaselin Album
14
3.3 PERHITUNGAN BAHAN
1. Chloramfenicol 0,200 gram (200 mg)
2. Propilen Glikol 1,00 gram (1.000 mg)
3. Adeps Lanae 1,00 gram (1.000 mg)
1. Vaselin Album 10 – (0,200 + 1,00 + 1,00)
10 – 2,200
7,8 gram (7.800 mg)
3.4 PROSEDUR
1. ditimbang Chloramfenicol, di kertas perkamen
2. ditimbang Propilen Glikol di kaca arloji yang telah ditara
3. ditimbang Adeps Lanae, di kertas perkamen
4. ditimbang Vaselin Album, di kertas perkamen
5. di dalam lumpang, digerus Chloramfenicol dan Propilen Glikol
6. ditambahkan Adeps Lanae ke dalam lumpang
7. ditambahkan Vaselin Album ke dalam lumpang
8. digerus hingga homogen
9. Masukkan krim ke dalam tube.
10. Diberi etiket dan label berwarna biru
3.5 EVALUASI
Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :
a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)
Alat : Oven dan Kertas Penyerap
1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan
kertas penyerap
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
1. Organoleptis
Warna : Putih kekuningan
Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)
Bau : Tidak berbau
2. Homogenitas : Homogen
3. Uji Kebocoran : Bocor
4.2 PEMBAHASAN
Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak
terlalu keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk
melihat terjadinya perubahan fase.
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar.
b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang
digunakan adalah vaselin album
c. Salep Chloramfenicol hasil percobaan kelompok 8 memenuhi persyratan
5.2 SARAN
a. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan seorang praktikan
harus benar-banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan,
sifat dari masing-masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar
kemungkinannnya sangat bias terjadi. Sehingga dengan demikian
sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu sediaan yang
benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi
kekurangan dari sediaan krim tersebut.
b. Selain itu factor lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses
pembuatannya,. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi
dan interaksi dari masig-masing bahan tadi, seorang praktikan harus
mampu merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik mungkin
sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar
evaluasi yang ditetapkan.
c. Sebaiknya dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode yang lain
17
DAFTAR PUSTAKA
C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
Moh. Anief, Drs. Apoteker. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres
18