Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

Pengelolaan Hazard Utama Di Industri Migas

Disusun Oleh : dr. Dewi Kurniawaty


NPM : 1606927085
Pembimbing : dr. Imron Khazim, MKK, Sp. Ok

Magister Kedokteran Kerja


Universitas Indonesia
2017

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
yang berjudul “Pengelolaan Hazards Utama Di Industri Migas” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa saya juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
selama penulisan makalah ini, terutama untuk dr. Imron Khazim, MKK, Sp. Ok, dosen
pembimbing yang telah memberikan materi kuliah Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isinya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman para
pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat dan memberikan inspirasi
terhadap pembaca

Jakarta, April 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

DAFTAR GAMBAR 3

INDUSTRI MIGAS

BAB I Pendahuluan 5

BAB II Kegiatan Industri Migas 8

BAB III Identifikasi Hazard Utama di Industri Migas 11

BAB IV Pengelolaan Hazard Utama di Industri Migas 16

KESIMPULAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kegiatan Eksplorasi (Survei Seismik, Pengambilan dan Interpretasi Data)

3
Gambar 2. Proses Eksplorasi (Proses Pengeboran)

4
INDUSTRI MIGAS

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Industri migas mampu memberikan lapangan kerja kepada masyarakat Indonesia dan
berkontribusi dalam peningkatan pendapatan negara. Minyak dan gas bumi merupakan komoditas
penting, tidak saja pada masa lalu dan saat ini, tetapi juga masih akan berperan sebagai
penyumbang terbesar energi dunia beberapa dekade ke depan. Di balik peranannya yang luar biasa
untuk meningkatkan kesejahteraan negara, karakterisktik dari proses produksi migas berpotensi
terhadap risiko kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan. Banyaknya hazard yang terdapat di
lingkungan migas akan berdistribusi menyebabkan timbulnya kecelakaan dan kesehatan kerja.
Contoh hazard yang sangat dekat dengan industri migas adalah proses kerja dengan karakter
tekanan dan suhu tinggi, keberadaan alat-alat berat yang moving parts, zat-zat kimia yang mudah
terbakar bahkan eksplosif serta tingkat racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan.
Banyak kasus kecelakaan dan kesehatan kerja yang dilaporkan akibat kegiatan migas yang
ada di Indonesia.
1. Kematian seorang roustabout akibat posisi sling yang tidak centre dengan drill collar yang
diangkat sehingga terayun mengenai perut.
2. Kematian 5 orang pekerja yang terperangkap di dalam tanki minyak akibat kekurangan
oksigen.
3. Seorang companyman meninggal tertimpa surge tank saat mengawasi pekerjaan mud boy
yang sedang menimbang sampel semen. Surge tank yang ada di tempat kejadian tidak
diganjal dengan skit dan hanya diletakkan di atas kayu eksplet.
4. Seorang pekerja perawatan sumur luka berat akibat tertimpa tubing bowl. Lock elevator
tidak berfungsi dengan baik sehingga tubing bowl terlepas dari elevator saat pekerja
melakukan perawatan sumur.

5
5. Seorang floorman pada pengeboran sumur darat meninggal akibat kejatuhan DP elevator
yang terlepas dari travelling lock.
6. Trailer yang membawa peralatan pengeboran berupa cementing pumping unit masuk ke
dalam jurang sedalam 10-15 meter karena pengemudi tidak bisa mengendalikan mobil saat
melalui jalan yang menurun tajam dan berbelok. Pengemudi dan kernet meninggal di
tempat kejadian.
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan tentang upaya perlindungan terhadap
tenaga kerja dan lingkungan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER/No. 5/1996 tentang
kesehatan dan keselamatan kerja, UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang
pertambangan. Berdasarkan peraturan tersebut seharusnya perusahaan migas sudah selayaknya
memenuhi hak tenaga kerjanya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk mencegah dan
mengendalikan adanya kecelakaan dan kesehatan kerja, maka perlu menerapkan program
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

I.2 Permasalahan

Pada dasarnya keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan suatu perusahaan
merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Penghargaan tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya pencegahan dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan pada diri tenaga kerja atau orang lain yang berada pada
suatu lokasi kerja. Maka upaya pengelolaan hazard di industri migas sangatlah penting.

I.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di industri migas.
b. Tujuan Khusus
 Mengetahui hazard utama di industri migas.
 Mengetahui cara pengelolaan hazard utama di industri migas.

6
I.4 Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
 Memahami hazard utama yang ada di industri migas yang berisiko terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja.
 Memahami cara pengelolaan hazard utama di industri migas.
b. Bagi Perusahaan
 Memahami pentingnya pengelolaan hazard utama di industri migas untuk
meningkatkan penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan.

7
BAB II

KEGIATAN INDUSTRI MIGAS

II.1 Perkembangan Industri Migas di Indonesia

Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Migas mengubah kondisi industri minyak dan
gas Indonesia secara mendasar. Hak pengusahaan sumber daya migas yang selama ini dipegang
oleh PERTAMINA dikembalikan kepada negara. Status PERTAMINA pun berubah menjadi
Persero dengan kedudukan menjadi sama dengan perusahaan-perusahaan kontraktor lainnya.
Konsekuensi dari diberlakukannya UU No.22 tahun 2001 baik untuk sektor hulu maupun
sektor hilir, adalah dibentuknya badan yang khusus mengatur dan melaksanakan kegiatan usaha
minyak dan gas. Badan Pelaksana dan Badan Pengatur ini diangkat dan bertanggung jawab kepada
presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana dan Badan Pengatur dapat membuat
kontrak kerja sama dengan badan usaha lain, baik lokal, nasional maupun internasional. Pada
sektor hulu pemerintah membentuk BPMIGAS (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas), sedangkan pada sektor hilir pemerintah membentuk BPHMIGAS (Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas).
Kegiatan industri migas dapat dibedakan ke dalam dua kelompok utama yaitu kegiatan hulu
(upstream) dan hilir (downstream). Di antara kedua kelompok kegiatan itu, kadang ditambahkan
kegiatan antara (midstream).

II.2 Kegiatan Industri Hulu Migas di Indonesia

Kegiatan utama industri bisnis hulu migas di Indonesia hanya dua yaitu melakukan
eksplorasi (mencari) sebanyak 184 perusahaan dan eksploitasi (produksi) sebanyak 79 perusahaan,
yang berlokasi di beberapa daerah baik di offshore (lepas pantai/laut dalam) dan onshore (di
daratan daerah terpencil) di Sumatera, Sulawesi, Papua, Kalimantan dan Jawa. Kegiatan eksplorasi
adalah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan cadangan minyak migas, sedangkan eksploitasi
adalah kegiatan untuk menggali dan mengangkat minyak mentah dan gas bumi dari dalam perut
bumi dan kemudian diproses menghasilkan minyak mentah dan gas bumi yang siap dijual.

8
Kegiatan Eksplorasi

Kegiatan yang pertama adalah kegiatan yang sangat penting yaitu eksplorasi. Keberhasilan
kegiatan ini akan menentukan untuk kegiatan selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan untuk mencari
tersebut disebut proses seismik. Kegiatan survei seismik dapat dilakukan di darat dan di laut. Dari
hasil seismik akan didapatkan data bergambar dengan 2 atau 3 dimensi. Data yang dikumpulkan
tersebut diharapkan dapat mendukung atau membuktikan bahwa pada area tersebut menunjukkan
tanda-tanda yang mengindikasikan adanya cadangan migas. Oleh karena itu aktivitas seismik tidak
boleh dilakukan secara serampangan, karena selain biaya yang dikeluarkan cukup besar, pekerjaan
yang hasilnya kurang tepat akan dapat menyesatkan untuk proses berikutnya.
Setelah itu dilakukan interpretasi data oleh para ahli geologi dan geofisika secara
berkolaborasi yang akan turut memberikan pertimbangan mulai dari sejarah bebatuan pada daerah
tersebut hingga jenis batuan dan umurnya. Jadi survei seismik dilakukan untuk memastikan atau
meningkatkan probabilitas ada tidaknya cadangan migas, sehingga mengurangi risiko kesalahan
dalam menentukan titik dari posisi pengeboran. Berdasarkan hasil seismik akan terlihat gambar
dan titik koordinat posisi cekungan, bahkan posisi jebakan yang diperkirakan mengandung gas.
Hasil tersebut akan diikuti dengan kegiatan pengeboran untuk mendapatkan migas dan
membuktikan bahwa hasil analisis seismik terbukti atau tidak terbukti mengandung migas. Bila
ditemukan hasil pada pengeboran maka akan dipasang saluran pipa untuk sumur yang sudah
ditemukan dan untuk dapat dilanjutkan ke proses eksploitasi.

Kegiatan Eksploitasi

Setelah melewati proses aktivitas eksplorasi akan dilanjutkan proses eksploitasi


(pengembangan dan produksi), yaitu berupa kegiatan melanjutkan pengeboran yang sudah
ditemukan dan pembangunan fasilitas produksi. Proses produksi relatif lebih sederhana karena
hanya mengangkat minyak dan gas dari bawah. Ketika minyak mentah terangkat ke atas
permukaan maka yang perlu dilakukan adalah memisahkan minyak mentah (crude oil) dengan
material dan mineral lain yang tidak dibutuhkan. Mineral dan material lain yang tidak dibutuhkan
akan di treatment dan dibuang. Sedangkan minyak mentah yang sudah murni dikumpulkan pada
satu tempat penampungan (storage) dan kemudian dijual ketika jumlahnya mencukupi.

9
Demikian juga jika yang diproduksi adalah gas, maka yang dilakukan adalah mengambil
gas dengan komposisi zat kimia tertentu (misalnya : C1-C4). Sedangkan zat kimia lainnya yang
tidak dibutuhkan akan di treatment, jika memungkinkan (laku atau dapat dimanfaatkan) dapat
dijual. Bila tidak bisa dimanfaatkan maka harus dibuang.

II.3 Kegiatan Industri Hilir Migas di Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi menyatakan kegiatan usaha hilir meliputi:
a. Kegiatan usaha Pengolahan yang meliputi kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-
bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak dan Gas Bumi yang
menghasilkan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Hasil Olahan, LPG dan/atau LNG
tetapi tidak termasuk Pengolahan Lapangan;
b. Kegiatan usaha Pengangkutan yang meliputi kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas
Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau Hasil Olahan baik melalui darat,
air, dan/atau udara termasuk Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dari suatu tempat ke
tempat lain untuk tujuan komersial;
c. Kegiatan usaha Penyimpanan yang meliputi kegiatan penerimaan, pengumpulan,
penampungan dan pengeluaran Minyak Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas,
dan/atau Hasil Olahan pada lokasi di atas dan/atau di bawah permukaan tanah dan/atau
permukaan air untuk tujuan komersial;
d. Kegiatan usaha Niaga yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak
Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan/atau Hasil Olahan, termasuk Gas Bumi
melalui pipa.

Midstream Downstream
Upstream
Transportation Refining
Exploration
Storage Sales
Exploitation
Marketing Distribution

10
BAB III

IDENTIFIKASI HAZARD UTAMA DI INDUSTRI MIGAS

III.1 Identifikasi Hazard Sebagai Bagian Dari Proses Pengelolaan Hazard

OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi hazard dan penilaian risiko sebagai
berikut :

1. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin.
Tujuannya agar semua hazard yang ada dapat diidentifikasi dengan baik, termasuk hazard
yang timbul dalam kegiatan non rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan dan
lainnya.
2. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja. Maka dari itu,
identifikasi hazard juga mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasi seperti
pemasok, kontraktor dan tamu.
3. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia harus
dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi hazard dan penilaian risiko. Manusia
dengan perilaku, kemampuan, pengalaman, latar belakang pendidikan dan sosial memiliki
kerentanan terhadap keselamatan. Perilaku yang kurang baik mendorong terjadinya
tindakan berbahaya yang dapat mengarah terjadinya insiden.
4. Identifikasi semua hazard yang berasal dari luar tempat kerja karena dapat menimbulkan
efek terhadap keselamatan dan kesehatan manusia yang berada di tempat kerja.
5. Hazard yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan
yang berada di bawah kemdali organisasi. Sumber hazard tidak hanya berasal dari internal
organisasi tetapi juga berasal dari sekitar tempat kerja.
6. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, baik disediakan
oleh organisasi maupun pihak lain.
7. Perubahan dalam organisasi, kegiatan atau material.

11
8. Setiap perubahan atau modifikasi yang ada di dalam organisasi. Perubahan sementara juga
harus memperhitungkan potensi hazard K3 dan dampaknya terhadap operasi, proses
ataupun aktivitas.
9. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko dan
implementasi pengendalian yang diperlukan.
10. Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur operasi dan
organisasinya, termasuk juga kemampuan manusia.
Syarat-syarat menurut OHSAS 18001 ini bertujuan untuk memastikan bahwa identifikasi
hazard dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang hazard dapat
diidentifikasi. Identifikasi hazard yang dilakukan seadanya tidak mampu menjangkau hazard yang
lebih rinci. Untuk membantu upaya identifikasi hazard, dikembangkan berbagai metode mulai dari
yang paling sederhana sampai yang kompleks.

III.2 Metode Identifikasi Hazard

Ada beberapa metode yang dipergunakan untuk identifikasi hazard antara lain :
1. Management Oversight and Risk Tree (MORT)
2. Fault Tree Analysis (FTA)
3. The “5 Why” Methods
4. Tripod Beta
5. Incident Bowtie
6. Systematic Cause Analysis Technique (SCAT)
7. Root Cause Analysis
8. Black Box Analysis Diagram
9. Event Tree Analysis
10. Hazops Hazard and Operability Study (Hazops)
11. Job Safety Analysis (JSA)
12. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

12
III.3 Hazard Utama di Industri Migas

Hazard utama di industri migas dapat dibagi menjadi 2 kategori besar yaitu :

1. Hazard Keselamatan (Safety Hazard)

Hazard Keselamatan Kemungkinan Penyebab

Sering karena jalan yang menurun


Kecelakaan Kendaraan Bermotor
tajam dan berbelok

Kelelahan karena mengemudi dalam


jarak yang jauh dan long working
hours

Kecelakaan Kontak Pekerja tertabrak, terbentur atau kesandung


peralatan, mesin dan benda lainnya

Kebakaran dan Ledakan Adanya gas hidrokarbon yang


mudah terbakar

Adanya oksigen/sumber api

Terpeleset, Terjepit dan Terjatuh Sering bekerja di ketinggian

Permukaan yang tidak rata

Sistem perlindungan jatuh yang tidak sesuai


atau tidak tersedia

NIOSH :
Ruang Tertutup
Ruang yang keluar masuk dibatasi

Ventilasi alami yang tidak memadai

Tidak dirancang untuk ditempati lama

13
2. Hazard Kesehatan (Health Hazard)
Para pekerja di industri migas biasanya terpapar dengan berbagai agen yang memicu
timbulnya gangguan kesehatan : hazard kimia (toksik, korosif, karsinogen, asfiksia,
iritan dan bahan yang memicu reaksi sensitisasi), hazard fisika (bising, getaran, radiasi,
suhu ekstrim), hazard biologi (virus, parasit, bakteri), hazard ergonomi (manual
handling activities, gerakan repetitif, posisi janggal) dan hazard psikososial (lembur,
jam kerja yang janggal, tempat terisolir, kekerasan fisik dan mental).
Tabel di bawah ini mengidentifikasi efek kesehatan dari potensi bahaya dari setiap
proses yang ada di industri migas.

Segmen Kegiatan Agent Risiko Kesehatan

Evaluasi dan Mikroorganisme Penyakit Infeksi dan Parasit


Survei Seismik Patogen (Hep A, kolera, tifus)

Hulu Eksplorasi dan Vektor Penyebab Trauma


Infeksi
Pengeboran
Penyakit Paru Obstruktif
Lumpur Bor Kronik
Perkembangan dan
Produksi Produk Petroleum Gangguan Gastrointestinal
(Hidrokarbon)
Decommissioning Gangguan Mata dan Kulit
Sumber Radioaktif
Gangguan Tulang Belakang
Bahan Kimia dan
Adiktif Neoplasma

Logam Berat Heat Stroke

Suhu Ekstrim Stress

Silika/Asbestos Kurang Tidur

Bising/Getaran NIHL

Mekanik Penyalahgunaan Obat dan


Alkohol
Ergonomi

Psikosoaial

14
Antara Pipelines Produk Gangguan Mata dan
Petroleum Kulit
Transportasi
(Hidrokarbon) Gangguan Pernafasan
Penyimpanan
Debu Gangguan
Marketing Pembersihan Gastrointestinal
Pipa dan Tanki Neoplasma

Hilir Product Produk Petroleum Gangguan Mata


Refining (Hidrokarbon)
dan Kulit
Treatment
Petro
Chemicals Gangguan
Chemicals
Logam Berat Gastrointestinal
Penjualan dan
Distribusi Silika/Asbestos Neoplasma
Pelarut
NIHL
Bising/Getaran

15
BAB IV

PENGELOLAAN HAZARD UTAMA DI INDUSTRI MIGAS

IV.1 Konsep Dasar Insiden

Frank Bird Jr, seorang ahli keselamatan dan kesehatan kerja dari Amerika Utara
mengemukakan Teori Domino pada tahun 1970. Teori ini menekankan bagaimana pentingnya
management control dalam suksesnya program pencegahan kecelakaan.

Basic Immediate
Causes Causes
Incident Loss

Personal People
Substandard Contact
Factors Acts Property
with
Energy or
Job Substandard
Process
Conditions Substance
factors
(Profit)

Piramida kecelakaan diperkenalkan oleh H.W. Heinrich dalam bukunya Industrial


Accident Prevention pada tahun 1931. Piramida ini menggambarkan tentang 1 kasus kematian
yang terjadi di tempat kerja bermula dari 300.000 tindakan dan kondisi yang tidak aman (unsafe
acts and unsafe conditions).

16
Berdasarkan teori-teori di atas maka dalam upaya mencegah dampak dari risiko
keselamatan dan kesehatan, kita harus memutus mata rantai timbulnya insiden. Semua pekerja
harus melaporkan setiap insiden ke pihak manajemen agar bisa dilakukan investigasi dan upaya
pencegahan atau perbaikan sehingga kasus fatality dapat dihindari.

17
IV.2 Pengelolaan Safety dan Health Hazard

Tujuan dari pengelolaan hazard di industri migas adalah menentukan upaya pengendalian
yang tepat dan langkah-langkah perbaikan. Bisnis industri migas bersifat kompleks sehingga
sangatlah penting untuk menerapkan pendekatan yang sistematis dalam mengelola safety dan
health hazard.

Menurut Wipro’s Energy, Natural Resources, Utilities and Engineering & Construction
(ENU) Strategic Business Unit, langkah pengelolaan hazard utama di industri migas adalah
sebagai berikut :

PLAN
Strategic HSSE
Roadmap DO

Work Flows
Risk & Injury Management
Objectives and Target
Health & Illness
Key Priority
Management

Training & Assessment

Regulatory Compliance

ACT

Management
Review
Monitoring
Actions for
ey Priorities
Continuous Modeling
Improvements
Trends

Performance Indicators CHECK


Audits

18
Proses pengelolaan hazard utama (risk management) di industri migas harus mengikuti langkah-langkah di bawah ini :
Melakukan penilaian terhadap risiko

keselamatan dan kesehatan secara teratur


Evaluasi peningkatan risiko dari setiap hazard yang
diidentifikasi Mengimplementasikan langkah pencegahan MONITOR DAN REVIEW

Identifikasi faktor pencegahan yang ada untuk mengeliminasi atau mengurangi risiko

Tentukan jenis kecelakaan dan kesakitan yang PENGENDALIAN RISIKO


mungkin timbul

Kategorikan risiko menurut tingkat keparahan

Identifikasi potensi bahaya


keselamatan dan kesehatan PENILAIAN RISIKO MENGIKUTI HASIL PENILAIAN
yang ada di tempat kerja
Menentukan penerapan langkah pengendalian

IDENTIFIKASI RISIKO PEREKAMAN RISIKO Menilai ulang efisiensi langkah pencegahan dan pengendalian

Merekam temuan-temuan dari penilaian risiko untuk keperluan

pengendalian, audit, keperluan internal perusahaan, kebijakan

PERENCANAAN

Tentukan orang-orang yang terlibat di dalam proses manajemen risiko

Kumpulkan informasi keselamatan dan kesehatan yang berhubungan dengan industri migas

Tentukan strategi dan alur kerja per area

19
Menurut OSHA, pencegahan dan pengendalian terhadap hazard di industri migas
mengikuti 5 langkah hirarki pengendalian. Hirarki pengendalian ini sudah luas digunakan untuk
menentukan bagaimana mengimplementasikan pengendalian yang efektif dan layak. OSHA
menyatakan bahwa pengendalian terhadap pajanan merupakan metode fundamental untuk
menjaga pekerja yang bekerja di industri migas.

Elimination/Substitution Requires a physical change


to the workplace
Most Effective

Requires worker Engineering Control


or employer to
do something
Administrative Control

Personal Protective Equipment

Least Effective Requires worker to wear


something

Elimination

Langkah terbaik untuk mengelola hazard adalah mengeliminasinya. Jika tidak ada hazard di
tempat kerja maka tidak akan terjadi insiden. Tapi, meskipun mengeliminasi hazard adalah
cara yang paling efektif, hal ini menjadi yang paling sulit untuk diimplementasikan di proses
produksi.

Jika suatu industri migas masih dalam tahap pengembangan, eliminasi dan substitusi menjadi
hal yang mahal sekaligus paling mudah untuk diterapkan. Pada proses yang ada saat ini,
perubahan utama di peralatan dan prosedur mungkin dibutuhkan untuk mengeliminasi atau
mensubstitusi hazard.

20
Substitution

Langkah terbaik berikutnya adalah mensubstitusi atau mengganti hazard utama dengan yang
lain yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya terhadap pekerja. Contohnya bahan kimia
yang berbahaya diganti dengan bahan kimia lain yang kurang berbahaya.

Engineering Control

Rekayasa teknik (Engineering control) digunakan untuk membuang atau membuat suatu
penghalang antara pekerja dengan hazard. Engineering control yang dirancang dengan baik
sangat efektif untuk melindungi pekerja.

Namun biaya yang dibutuhkan pada rekayasa teknik ini cenderung lebih mahal dibandingkan
dengan rekayasa administratif maupun penyediaan APD, tapi dalam jangka waktu yang lama,
biaya operasional yang ditimbulkan lebih rendah, dan di beberapa instansi, dapat menghemat
biaya di proses produksi yang lain. Rekayasa teknik ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga bermanfaat untuk melindungi pekerja.

Rekayasa teknik ini termasuk penggunaan teknologi peredam kebisingan untuk mengurangi
tingkat kebisingan; proses kimia dilakukan di ruangan tertutup atau glove box; penggunaan
alat angkat angkut mekanik; penggunaan local exhaust ventilation untuk menangkap dan
membuang bahan kontaminan sebelum mencapai area pernafasan pekerja.

Administrative Control

Jika rekayasa teknik tidak bisa diterapkan atau tidak mungkin diterapkan saat ini, rekayasa
administratif bisa menjadi pertimbangan. Metode ini terbukti kurang efektif dalam melindungi
pekerja dibandingkan langkah lainnya, membutuhkan usaha yang lebih nyata bagi pekerja
yang terpajan. Rekayasa administratif berhasil sejauh para pekerja mau mengubah perilakunya
sesuai standar prosedur yang berlaku.

Rekayasa administratif ini termasuk perubahan kebijakan dan prosedur perusahaan. Contoh
rekayasa administratif adalah :

21
 Alarm peringatan (Warning alarms)
 Sistem pelabelan (Labeling systems)
 Mengurangi jam kerja pajanan terhadap hazard
 Pelatihan (Training)
Misalnya, seorang pekerja yang bekerja di area suhu panas dapat diatur untuk masuk dan
keluar dari area tersebut daripada menghabiskan 8 jam kerjanya di dalam ruangan yang panas.
Namun harus diingat bahwa pemberian tanda bahaya (warning signs) tidak sepenuhnya dapat
diterima dalam langkah pengendalian hazard.

Personal Protective Equipment


Personal Protective Equipment (PPE) adalah langkah terakhir dan paling tidak efektif dalam
mengelola hazard karena kecenderungan yang tinggi untuk rusak sehingga PPE menjadi tidak
efektif. Keberhasilan PPE ini tidak hanya ditentukan oleh efektivitas PPE itu sendiri, tapi juga
oleh kualitas perilaku pekerjanya.
PPE boleh digunakan selama langkah pengendalian lain yang lebih efektif sedang dirancang
atau dikembangkan, atau tidak ada langkah lain yang lebih efektif untuk mengendalikan
hazard.
Hal ini disebabkan karena :
 Hazard tidak dieliminasi atau diubah
 Jika PPE tidak adekuat atau gagal, pekerja tidak terlindungi
 Tidak ada tanda saat PPE tidak bekerja dengan baik
 PPE sering menimbulkan rasa tidak nyaman, sebaliknya bisa menimbulkan beban fisik
tambahan bagi pekerja
 PPE sendiri bisa menjadi hazard. Contohnya penggunaan alat respirator dalam jangka
panjang bisa menyebabkan perkembangan mikroorganisme di jantung dan paru-paru
Ada beberapa pekerjaan, seperti orang yang bekerja dengan bahan asbes, saat menggunakan
PPE yang adekuat bisa menghasilkan perlindungan yang adekuat pula. Kadang-kadang
beberapa perusahaan juga mengandalkan PPE di samping penggunaan metode pengendalian
hazard yang lebih efektif.

22
Ada beberapa metode lain yang diperkenalkan OSHA yaitu :

1. Inspeksi lokasi kerja


Perusahaan harus melakukan inspeksi lokasi kerja setiap hari. Hazard harus
didokumentasi, direview dan perbaikan harus dibuat dalam waktu yang tepat. Lebih rinci
lagi, inspeksi tertulis harus dilakukan oleh orang yang ditunjuk setiap minggu atau setiap
bulan. Rekaman dari setiap inspeksi dan langkah perbaikan harus disimpan.
2. Analisa hasil investigasi kejadian yang terdahulu
Semua kejadian yang terjadi di tempat kerja, baik yang mengakibatkan cidera maupun
kerusakan properti, harus diinvestigasi. Dengan menggunakan informasi dari hasil
investigasi terdahulu, diharapkan kejadian yang sama atau lebih parah bisa dicegah.
3. Mengontrol sumber energi hazard
Pengontrolan ini bisa dilakukan dengan Lock Out Tag Out (mengunci dan melabeli) untuk
melindungi pekerja dari bahaya mesin yang sedang beroperasi atau sumber energi lain yang
bisa menimbulkan cidera. Hal ini termasuk listrik, air, steam, hidrolik, gravitasi, sumber-
sumber lainnya atau energi yang tersimpan.
4. Pintu masuk ruang tertutup (confined space entry)
Pekerja yang bekerja di confined space haruslah pekerja yang sudah terlatih dan mendapat
izin dari manajemen. Ruangan ini memiliki udara atmosfer yang berbahaya sehingga
membutuhkan perlindungan khusus. Kandungan beracun di atmosfer bisa mengakibatkan
kematian, kecacatan dan ketidakmampuan untuk menyelamatkan diri karena :
 Gas yang mudah terbakar
 Debu yang mudah terbakar di udara
 Konsentrasi oksigen yang rendah
 Substansi atau atmosfer yang toksik
 Bahaya tertelan

23
5. Analisa potensi bahaya jatuh dari ketinggian
Setiap tahun, jatuh dari ketinggian menyumbang angka kejadian penyebab kematian
tertinggi di industri migas. Penyebab yang paling sering adalah permukaan yang tidak
stabil atau rata, kesalahan penggunaan PPE dan human error. Beberapa PPE yang bisa
dipergunakan antara lain aerial lifts atau elevated platforms, guardrails systems dan body
harnesses.
6. Analisa potensi bahaya dari proses penggalian
Analisa tanah galian sangat penting untuk menentukan posisi kemiringan dan penopangan
yang tepat. Potensi bahaya lainnya adalah alat berat, manual handling of materials, bekerja
di dekat jalan raya, arus listrik bawah tanah dan gas alam.
7. Analisa potensi bahaya kimia
Perusahaaan harus memastikan setiap pekerja paham tentang bahan kimia yang ditangani
atau yang berada di sekitarnya. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :
 Hazard Communication Program (HCP)
 Pelatihan tentang bahan kimia yang digunakan
 Pelabelan
 MSDS harus tertempel di lokasi kerja. Pekerja harus tahu posisi MSDS
 Informasikan jika ada bahan kimia yang baru
8. Analisa potensi bahaya listrik
Banyak industri migas yang kurang waspada terhadap potensi bahaya listrik yang ada di
lingkungan kerjanya sehingga membuat pekerja rentan meninggal akibat tersengat listrik.
Pemberlakuan National Electrical Code (NEC) bisa membantu pekerja terlindungi dari
potensi bahaya tersebut.

IV.3 Keuntungan Dari Sistem Pengelolaan Hazard

Ada beberapa keuntungan bagi industri migas jika menerapkan sistem pengelolaan hazard
di tempat kerja yaitu :

24
 Industri migas bisa melakukan identifikasi dan penilaian hazard serta
mengimplementasikan berbagai metode pengendalian
 Menjamin kesejahteraan pekerja sehingga meningkatkan produktivitas bekerja
 Penilaian risiko secara berkala bisa membantu perusahaan untuk mengevaluasi
keselamatan dan kesehatan pekerja
 Mengurangi biaya akibat kecelakaan dan cidera
 Memberlakukan peraturan yang sesuai
 Meningkatkan hubungan antara pemegang saham dengan klien, kontraktor,
subkontraktor, konsultan, penyalur, pekerja dan serikat.

25
KESIMPULAN

Mengingat tingkat bahaya dari industri Minyak dan Gas Bumi yang tinggi, kebutuhan
untuk implementasi keselamatan kerja yang efisien dan sistem manajemen kesehatan sangat
penting. Banyak negara telah secara luas berpartisipasi di dalamnya dengan membuat standar
Occupational Safety and Health yang ketat dan wajib sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sistem manajemen pengelolaan hazard tidak hanya bersifat pendekatan proaktif yang
tersistematis dan tersinkronisasi, tapi juga membantu dalam menentukan strategi pengendalian,
pembuktian kinerja, pemetaan sumber daya dan kompetensi manajemen. Selain itu juga dapat
meningkatkan image perusahaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. WIPRO.2013.Safety And Health Management System In Oil And Gas Industry.India.

2. OSHA.2017.Oil And Gas Safety Management.USA.

3. http://www.hse.gov.uk/giudance/index.htm

4. Kamal Kasyunnil.2015.Penerapan Sistem Kesehatan Di Industri Hulu Migas.Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Wulandari Nita.2009. Magang Tentang Higiene Perusahaan Dan Keselamatan Kerja Di

Pusdiklat Migas Cepu.Surakarta.

6. RPS Energy.2010.Preventing Major Accidents In Oil And Gas Industry.USA.

7. Signage 16.Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Kilang Minyak.

8. Khazim Imron.2017.Materi Kuliah Kecelakaan Kerja.

9. Lestari Wahyuni.2009.Industri Minyak dan Gas Indonesia.Jakarta.

10. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan


Ketenagakerjaan.2002.Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak Dan Gas Bumi.

27

Anda mungkin juga menyukai