Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.
Ungkapan ’alfaraaghu mafsadtun’ berarti menganggur itu merusak. Sifat malas, tidak
memiliki etos kerja, dan menganggur, hanya akan melahirkan pikiran negatif, kesengsaraan,
penyakit jiwa, kerapuhan jaringan saraf, mengkhayal tanpa realitas, keresahan dan
kegundaan. Sebaliknya, kerja dan semangat akan menghadirkan kreativitas, kegembiraan,
sukacita, dan kebahagiaan.
Dengan bekerja, seseorang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain.
Dengan bekerja pula, seseorang dapat memiliki harga diri dan percaya diri, bahkan menjadi
manusia terhormat karena bisa meringankan beban orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak bermanfaat (HR. Bukhari
Muslim).
Agar dalam bekerja bisa memperoleh kesuksesan dan keridhaan, terdapat sejumlah
panduan yang perlu dipatuhi, diantaranya adalah:
a. Mulai mencari pekerjaan yang halal.
b. Jadilah pekerja yang jujur (bisa dipercaya) saat mengembangkan usaha.
c. Carilah mitra kerja yang baik dalam bekerja secara baik pula.
d. Gunakan cara yang baik dalam bekerja supaya memperoleh hasil yang baik.
e. Setelahnya memperoleh upah, keluarkanlah sebagian rezeki yang diperoleh untuk
zakat, infak atau sedehah.
f. Bersyukurlah atas nikmat Allah yang diperoleh dengan menjalankan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Uchrowi menyatakan bahwa untuk membuka pintu kesuksesan diperlukan lima kunci,
yaitu: berdoa, bercita-cita, bekerja keras, bekerja sama dan berhijrah (Anonim, 2013:14).
Tasmara (2002:73-105) menjelaskan bahwa etos kerja berhubungan dengan:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik (waktu
maupun kondisi) agar hari esok lebih baik dari hari kemarin.
b. Menghargai waktu. Disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efisinsi
dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi pekerjaan yang dilakukan merupakan
sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana agar pengeluaran bermanfaat untuk masa depan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar saat bekerja tidak muddah patah
semangat dan berusaha menambah kreativitas diri.
Etos kerja islami memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: (a) baik dan
bermanfaat; (b) kualitas kerja yang mantap; (c) kerja keras, tekun dan kreatif; (d)
berkompetisi dan tolong-menolong; (e) objektif (jujur); (f) disiplin dan konsekuen; (g)
konsisteen dan istiqomah; (h) percaya diri dan kemandirian; (i) efisien dan hemat (Ismail,
2012).
Kemandirian Dalam Islam
Konsep kemandirian Islam dibangun atas dasar tauhid sehingga manusia bergantung
hanya kepada Allah SWT. Dalam kehidupan, seseorang pasti membutuhkan orang lain, tetapi
tidak dengan membebani orang lain. Dalam Q.S. Al – Ra’d ayat 11 ditegaskan bahwa Allah
tidak mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu gigih mengubah nasibnya sendiri. Setiap
manusia diberi kemampuan Allah untuk mengubah nasibnya sendiri. Hal yang dimaksud
ialah kemampuan manusia untuk mandiri dalam mengarungi hidup untuk sukses di dunia dan
di akhirat kelak.
”Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Gymnastiar (2004) menjelaskan bahwa kesungguhan berikhtiar agar tidak menjadi
beban bagi orang lain. selain itu, seseorang harus berani mencoba dan berani menanggung
resiko. Orang yang bermental mandiri tidak menganggap kesulitan sebagai hambatan,
melainkan sebagai tantangan dan peluang. Selanjutnya ialah mempertebal kenyakinan kepada
Allah, sebab dialah Dzat pencipta sekaligus pemberi rizki.
Islam mengutamakan pemahaman bahwa setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT
dalam keadaan terbaik (Q.S. Al – tiin:4). Potensi yang dimiliki manusia menunjukkan bahwa
setiap manusia memiliki peluang untuk menjadi mulia. Oleh karenanya setiap muslim tidak
layak menjadi beban orang lain, sebagaimana sabda Nabi SAW bahwa tangan yang di atas
lebih baik dari tangan yang di bawah (HR. Muslim).