Anda di halaman 1dari 19

TENTARA NASIONAL INDONESIA

MARKAS BESAR
_____________________________

ATURAN PELIBATAN/ RULE OF


ENGAGEMENT (RoE)
DALAM PENGAMANAN PEMILU 2019

Jakarta, Januari 2019


1

TENTARA NASIONAL INDONESIA


MARKAS BESAR
_____________________________

PEDOMAN ATURAN PELIBATAN/


RULE OF ENGAGEMENT (RoE)
DALAM PENGAMANAN PEMILU 2019

“Ketentuan-ketentuan di dalam
pedoman penggunaan kekerasan ini
tidak menghalangi anggota Satgas
untuk melakukan pembelaan diri”

PENEKANAN

1. Prajurit berhak menggunakan


kekerasan, termasuk menggunakan
senjata, apabila diperlukan dalam rangka
pembelaan diri.

2. Penggunaan tindakan kekerasan


dilakukan secara proporsional sesuai
eskalasi ancaman.
2

KETENTUAN UMUM

1. Pemilihan Umum yang selanjutnya


disebut Pemilu adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk
memilih Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan
Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan
untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

2. TNI mengamankan penyelenggaraan


Pemilu tahun 2019 sesuai dengan tugas
dan fungsi perbantuan TNI kepada Polri
bidang pemeliharaan Keamanan dan
Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas).

KETENTUAN NETRALITAS

1. Senantiasa bersikap netral dengan tidak


memihak dan memberikan dukungan
kepada salah satu kontestan Pemilu tahun
2019.
3

2. Satuan/perorangan tidak berkampanye


atau memberikan bantuan dalam bentuk
apapun kepada calon anggota DPR, DPD,
pasangan calon presiden dan wakil
presiden serta DPRD.

3. Satuan/perorangan/fasilitas tidak
dilibatkan dalam rangkaian kegiatan
Pemilu tahun 2019 dalam bentuk apapun
di luar tugas dan fungsi TNI.

4. Prajurit TNI tidak menggunakan hak


memilih dalam Pemilu tahun 2019.

5. Satuan/perorangan tidak
diperkenankan campur tangan dalam
menentukan dan menetapkan peserta
Pemilu tahun 2019.

6. Prajurit TNI dilarang memberikan


komentar, penilaian, mendiskusikan,
pengarahan berkaitan dengan kontestan
Pemilu tahun 2019 dan membuat
pernyataan apapun bersifat
mempengaruhi KPU dan Panwaslu.
4

PETUNJUK KERJA
1. Umum.
a. Menjunjung tinggi nilai dan prinsip
kemanusiaan.
b. Menghormati dan melindungi rakyat
tanpa memandang suku, agama, ras,
perbedaan politik, menghormati dan
melindungi budaya serta adat istiadat
yang dimiliki.
c. Mengutamakan tindakan persuasif
dan memelihara situasi kondusif.
d. Memegang teguh Sapta Marga dan
Sumpah Prajurit.
2. Pedoman Tindakan pada masa
sebelum, pelaksanaan dan setelah
pemungutan suara.
5

SEBELUM PEMUNGUTAN SUARA

1. Lokasi Rawan:

a. Penentuan lokasi rawan ditentukan


oleh Polri sebagai pemegang komando
pengamanan pemilu

b. Prajurit TNI melakukan tindakan


pengamanan di lokasi rawan
berdasarkan permintaan bantuan Polri

2. Masa Kampanye. Prajurit TNI ikut


memantau situasi kondisi pada saat masa
kampanye jika ada pelanggaran pada saat
masa kampanye maka segera
koordinasikan dengan kepolisian terdekat.

3. Masa Tenang. Prajurit TNI ikut


memantau situasi kondisi saat masa
tenang kampanye, maka segera
koordinasikan dengan kepolisian terdekat.
6

PELAKSANAAN
PEMUNGUTAN SUARA

Tindakan yang dilakukan di Tempat


Pemungutan Suara (TPS):
a. Prajurit dilarang berada di arena TPS
saat pemungutan dan penghitungan
suara (memantau dari jarak kurang
lebih Lima Puluh Meter);
b. Jauhkan dan amankan penduduk/
masyarakat dari setiap perbuatan yang
berniat untuk menghalang-halangi,
mengintimidasi, dan mencegah/
melarang penduduk/masyarakat untuk
memberikan suaranya; dan

c. Jauhkan dan amankan penduduk/


masyarakat dari setiap kegiatan
provokasi yang berniat memecah belah,
menimbulkan kerusuhan hingga
pertikaian terbuka.
7

SETELAH
PEMUNGUTAN SUARA

1. Perhitungan dan rekap suara. Jika


terjadi bentrokan massa pada saat
pemungutan hasil penyelesaian sengketa
pemilu, TNI ikut mengamankan atas
permintaan bantuan dari Polri.

2. Penetapan calon terpilih. Pada saat


penetapan calon terpilih di KPU, TNI ikut
memantau situasi dan kondisi jika terjadi
kerusuhan massa, TNI ikut mengamankan
atas permintaan bantuan dari Polri.

TINDAKAN TERHADAP PELAKU


KRIMINAL SELAMA PEMILU

1. Berikan peringatan lisan jika oknum/


kelompok masyarakat melakukan hal-hal
yang dapat memicu terjadinya kerusuhan,
berkoordinasi dengan kepala TPS dan
aparat Kepolisian.
8

2. Tangkap, amankan dan serahkan


kepada aparat kepolisian, jika
oknum/kelompok masyarakat tetap
melakukan perbuatan tersebut setelah
diberikan peringatan lisan.

3. Kumpulkan, identifikasi, catat, setiap


alat/barang bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
oknum/kelompok masyarakat.

PRINSIP PENGGUNAAN KEKERASAN

1. Penggunaan Kekerasan untuk


Pembelaan Diri. Digunakan dalam
keadaan terpaksa yang mengancam
secara nyata dan langsung, dilakukan
untuk membela diri sendiri, orang lain atau
satuan/objek vital dari ancaman yang
mengakibatkan luka parah, kematian dan
kerusakan.
9

2. Prinsip Kepentingan Militer (military


necessity). Prajurit/satuan yang terlibat
dalam operasi pengamanan pemilu dapat
menggunakan kekerasan termasuk
kekerasan bersenjata untuk menundukkan
dan melumpuhkan lawan demi tercapainya
tujuan dan keberhasilan tugas pokok yang
dibenarkan secara militer. Keuntungan
militer tidak boleh dicapai dengan cara
melaksanakan tindakan represif terhadap
masyarakat yang tidak terlibat dalam
kegiatan yang membahayakan objek
pengamanan.

3. Prinsip Proporsionalitas. Penggunaan


kekerasan bersenjata yang digunakan
satuan/perorangan harus sebanding
dengan tingkat ancaman dalam rangka
menghentikan atau mencegah meluasnya
konflik sosial/kerusuhan akibat Pemilu.
10

KETENTUAN PENGGUNAAN
MUNISI TAJAM

1. Penggunaan peluru tajam atas perintah


Pimpinan Polri yang meminta bantuan,
disampaikan kepada Komandan TNI,
serendah–rendahnya perwira atau pejabat
yang ditunjuk.

2. Sasaran diarahkan kepada orang atau


kelompok pelaku kriminal yang membawa
senjata api secara terang-terangan
mengancam jiwa masyarakat maupun
aparat.

3. Utamakan tindakan preventif dari pada


represif.

4. Dilakukan secara proporsional dan


menghindari kerugian atau kerusakan
ikutan secara berlebihan yang dapat
meningkatkan eskalasi massa.
11

5. Tidak menimbulkan penderitaan


berlebihan dan memberikan jaminan
perlindungan kepada mereka yang sudah
menyerah luka dan sakit.

6. Tidak menyakiti mereka yang tidak


berdaya dan tidak menjurus perbuatan
yang biadab atau brutal.

TATA CARA MEMBELA DIRI

Pasal 49 ayat (1) KUHP:

“Tidak dipidana, barang siapa


melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun
orang lain, kehormatan kesusilaan atau
harta benda sendiri maupun orang lain,
karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat
itu yang melawan hukum”
12

1. Tindakan melumpuhkan. Tindakan


melumpuhkan dilakukan dalam keadaan:

a. Apabila terdapat ancaman nyata dan


langsung yang membahayakan jiwa;

b. Ancaman tersebut ditujukan kepada


jiwa dan badan; dan

c. Prajurit yang terancam memiliki


kesempatan untuk melakukan tindakan
melumpuhkan dengan tata cara sebagai
berikut:

1) Berikan peringatan verbal dengan


kata-kata isyarat yang dimengerti
oleh pelaku atau berupa tembakan ke
atas/ke tempat yang aman agar
pelaku menghentikan tindakannya;
13

2) Apabila pelaku masih melakukan


tindakannya, lumpuhkan dengan
tembakan yang diarahkan ke bagian
tubuh yang tidak mematikan atau
dengan menggunakan bentuk
kekerasan lain yang tujuannya
melumpuhkan;

3) Tindakan melumpuhkan dilakukan


dengan proporsional; dan

4) Pelaku dan alat bukti segera


diserahkan kepada Kepolisian
setempat untuk diselesaikan menurut
hukum yang berlaku.

2. Tindakan mematikan. Menggunakan


kekerasan yang mematikan apabila:

a. Ada ancaman nyata dan langsung.


Contoh: lawan menodongkan senjata
api/sajam yang membahayakan
prajurit/masyarakat;
14

b. Ancaman tersebut ditujukan terhadap


jiwa raga Prajurit/masyarakat;

c. Prajurit yang terancam tidak memiliki


kesempatan untuk berbuat lain/
tindakan peringatan/menghindarkan diri
dari ancaman tersebut;
d. Tindakan penembakan dan
penggunaan kekerasan secara
proporsional; dan

e. Tindakan dilakukan hanya terhadap


sasaran terpilih yang mengancam jiwa
raga Prajurit/masyarakat.
15

PENANGKAPAN, PENAHANAN DAN


PENYITAAN

1. Penangkapan. Pasal 111 ayat 1


KUHAP:
“Dalam hal tertangkap tangan setiap
orang berhak, sedangkan setiap orang
yang mempunyai wewenang dalam
tugas ketertiban, ketentraman dan
keamanan umum wajib menangkap
tersangka guna diserahkan beserta atau
tanpa barang bukti kepada penyelidik
atau penyidik”.

Penangkapan adalah hal yang


dilarang, kecuali cukup bukti atau
tertangkap tangan saat melakukan
tindakan kriminal.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam


penangkapan:
a. Dilarang melanggar HAM;
b. Dilarang melakukan interogasi
dengan kekerasan, penyiksaan dan
penghilangan paksa;
16

c. Pemborgolan pelaku dilakukan


apabila tindakan kejahatannya
berkaitan dengan ancaman terhadap
jiwa, tubuh dan barang;

d. Tempatkan pelaku kejahatan pada


tempat yang layak tanpa mengabaikan
faktor keamanan;

e. Kumpulkan alat/barang bukti yang


diperlukan untuk diserahkan kepada
Kepolisian;

f. Apabila pelaku secara sukarela


menyerahkan diri maka dilakukan
tindakan membawa pelaku ke kantor
kepolisian terdekat untuk dilakukan
proses lebih lanjut; dan

g. Membuat berita acara penyerahan


pelaku kriminal kepada Polri.
17

2. Penahanan. Penahanan dapat


dilakukan sementara jika tidak terdapat
kantor polisi terdekat dan segera
diserahkan pada kesempatan pertama dan
dibuatkan berita acara penyerahan
tahanan kepada Polri; dan

3. Penyitaan. Penyitaan dilarang


dilakukan oleh prajurit. Barang/alat bukti
yang digunakan untuk melakukan
kejahatan diserahkan kepada pihak
Kepolisian disertai dengan berita acara
penyerahan (BAP).

PENANGGUNG JAWAB

1. Komando dan Pengendalian Operasi


Pengamanan Pemilu berada dibawah
komando dan pengendalian Polri.

2. Setiap unsur komandan bertanggung


jawab atas sosialisasi aturan pelibatan ini
agar sampai kepada prajurit bawahannya.
18

3. Setiap tindakan dan perintah yang telah


dilaksanakan dilaporkan secara berjenjang
kepada pimpinan.

PENUTUP

Aturan Pelibatan/RoE ini disusun sebagai


pedoman bagi prajurit dalam rangka
melaksanakan tugas pengamanan Pemilu
tahun 2019 untuk menghindari keragu-
raguan prajurit dalam melaksanakan
tugas.

Anda mungkin juga menyukai