Dosen Pengampu:
Retno Catur,SH.,MH
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Etika Bisnis
yang berjudul “Etika Bisnis Dari Berbagai Perspektif Islam Dan Barat” dapat selesai seperti
waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari pihak
yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Retno Catur,SH.,MH dosen mata kuliah Etika Bisnis STIE PGRI Dewantara
Jombang.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman – teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat diselesaikan.
Selain untuk menambah wawasan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Etika Bisnis. Makalah ini membahas tentang Etika
Bisnis Dari Berbagai Perspektif Islam Dan Barat.
Tak ada gading yang retak kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Jombang, 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................... 4
POSISI KASUS……………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………………………………………………………................. 25
B. Saran………………………………………………………………………… 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasan pada bab ini akan dibicarakan dari dua perspektif, yaitu Perspektif Ajaran
Islam dan Perspektif Ajaran Barat (non Islam). Kedua perspektif tersebut akan menyoroti dari
3 (tiga) sistem pendekatan, yaitu :
(1) Sistem Etika Teleologi, sesuai dengan arti kata dasarnya, teori ideological (telos =
tujuan) mendasarkan pengambilan keputusan moral dengan pengukuran hasil atau
konsekuensi suatu perbuatan. Teori teleology ini akan dibahas diantaranya teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham (w. 1832) dan John Stuart Mill (w. 1873)
bahwa Etika Teleologi mendasarkan pada konsep utility (manfaat) yang dikemudian
disebut Utilitarianism, dan teori Keadilan Distribusi (Distributive Justice) atau
keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness yang dikembangkan John Rawis,
seorang filsuf kontemporer dari Harvard University.
(2) Sistem Etika Deontologi, teori deontological (deon = tugas, kewajiban) menentukan
etika dari suatu perbuatan berdasarkan aturan atau prinsip yang mengatur proses
pengambilan keputusannya. Bahasan mengenai teori Deontologi diantaranya teori-
teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant (w. 1804) seorang filsuf Jerman,
perspektif agama (hukum abadi), teori Virtue (keutamaan).
(3) Teori Hybrid (turunan) merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori
teleology dan deontology. Bahasan akan difokuskan antara lain dari teori Kebebasan
Individu (Personal Libertarianism) yang dikembangkan oleh Robbert Nozick, Etika
Egoisme (Ethical Egoism), dan Etika Egoisme Baru (Enlightened Ethical Egoism)
aset/interest, teori relativisme, teori hak, teori eksistensi.
B. Rumusan masalah
1. Apa Itu Etika Bisnis Dari Perspektif Ajaran Islam?
2. Apa Itu Etika Bisnis Dari Perspektif Ajaran Non Islam Atau Barat?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa Itu Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Islam
2. Mengetahui Apa Itu Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Non Islam Atau Barat
4
Kasus Mie Samyang Yang Mengandung Babi, BPOM Bantah Kecolongan
5
Produk-produk tersebut tidak mencantumkan peringatan "mengandung babi" pada
kemasannya.
Ahok: Saya Jadi Kepala BPOM, Awas Lho Nanti
"Iya benar," ujar Dewi melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Minggu (18/6/2017)
Surat nomor IN.08.04.532.06.17.2432 itu juga berisi instruksi penarikan produk mi instan
tersebut yang ditujukan kepada Kepala Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.
Dewi menyampaikan, BPOM telah memerintahkan importer untuk menarik keempat produk
tersebut dari pasar.
"Yang menarik (produk) itu importer dan distributornya, serta penyalurnya.Balai POM
mengawasi dan memastikan apakah produk tersebut masih ada di pasaran atau tidak.Jika
masih ada, akan diamankan supaya tidak dijual kemasyarakat," kata Dewi.
Balai POM akan melakukan pemantauan di sarana distribusi retail produk yang menjual
produk tersebut, termasuk di antaranya importir/distributor, toko, supermarket, hypermarket,
pasar tradisional, atau sarana yang sering melakukan pelanggaran di wilayah kerja Balai
POM masing-masing. (Kompas.com/SherlyPuspita/Nursita Sari)
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Etika Bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebua aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa Etika Bisnis mempunyai
fungsi subtansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut ini :
(1) Membangun kode etik Islami yang mengatur, mengembangkan, dan menancapkan
metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi symbol
arahan agar melindungi pelaku bisnis dari risiko.
(2) Kode etik Islam dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggung jawab
pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat,
dan di atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
(3) Kode etik dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan
yang muncul, dari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
(4) Kode etik dapat member kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi
antara sesama pelaku bisnis, antara pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka
bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persudaraan (fraternity) dan kerja sama
(coorporation) antara mereka semua.
(5) Kode etik dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan, dan
seminar yang diperuntukkan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai,
moral, dan perilaku baik dengan prinsip-prinsip bisnis kontemporer.
(6) Kode etik ini dapat merepresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat
kulturan sehingga dapat mendeskripsikan comprehensiveness (universalitas) dan
orisinalitas ajaran Islam yang dapat diterapkan disetiap zaman dan tempat, tanpa harus
bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
Sistem etika islam secara umum memiliki perbedaan mendasar disbanding sistem
etika Barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat
sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan. Lahirnya pemikiran etika biasanya
didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran
agama kepada model etika di Barat justru menciptakan elektronik baru dimana cenderung
merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat
mengemukakan rasionalisme dan keduniawian. Sedangkan dalam islam mengajarkan
kesatuan hubungan antar manusia dengan penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan
ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan hadits.
Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al
amaliyah) bersama politik dan ekonomi. Berbicara tentang bagaimana seharusnya Etika vs
8
Moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuat manusia (praktiknya akhlak), Etika =
ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk (ilmunya Urn al-akhlaq). Dalam disiplin
filsafat, etika sering disamakan dengan Filsafat Moral.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari budaya dan
peradaban, contoh : kasus pembunuhan Utsman kasus politik (timbulkan perdebatan tentang
dosa besar). Ajaran Al-Qur’an penuh dengan kaitan antara keimanan dan moralitas. Islam
mengembangkan ilmu-ilmu astronomi, kimia, dan matematika. Ilmu yang lebih dekat adalah
pembahasan etika.
9
mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi (muamalah) sebagai proses
Tazkiyah (growth and purification).
(5) Relativisme dalam sudut pandang islam : perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai
dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadits. Prinsip konsultasi (shura) dengan pihak lain
sangat ditekankan dalam islam. Egoism tidak ada tempat dalam islam. Teori hak
menurut sudut pandang islam menganjurkan kebebasan memilih sesuai
kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggung jawab
dan accountability tidak dapat diterima. Tanggung jawab kepada Allah adalah
individual.
Etika islam memiliki aksioma (asumsi), yaitu : (1) persatuan (unity): konsep tauhid,
aspek sosekpol dan alam, semuanya milik Allah, dimensi vertikal, hindari diskriminasi
disegala aspek, hindari kegiatan yang tidak etis, (2) keseimbangan (Equilibrium): konsep adil,
dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak merugikan dan tidak dirugikan; (3)
kehendak bebas (Free Will); kebebasan melakukan kontrak namun menolak laizezfire
(invisible hand), karena nafsu amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem
responsibility (tanggung jawab), manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila
orang lain melakukan hal yang tidak etis tidak boleh ikut-ikutan; (4) manfaat/kebaikan hati
(Benevolence): ihsan atau perbuatan harus yang bermanfaat.
Dalam pengkajiannya, etika dalam islam dapat dikategorikan sesuai dengan
pendekatannya. Pendekatan-pendekatan etika dalam islam antara lain :
(1) Etika skriptual-moralitas berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits (teks sumber ajaran-
skriptual);
(2) Etika berdasarkan teologi (a) rasionalis (mutazilah), (b) semi rasionalis dan voluntaris
(Asyariah-Ortodoks: tunduk kepada kitab suci);
(3) Etika keagamaan (konsepsi Al-Qur’an tentang manusia dan kedudukan di alam
semesta sudah menerima pengaruh teologi dan filsafat Yunani);
(4) Etika berdasarkan filsafat (pengaruh Socrates, Plato, Aristoteles, India, Persia).
b. Etika Skriptual
Etika skriptual dapat diartikan sebagai sebuah etika yang berangkat dari interpretasi
yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash-nash
Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW sebagai utamah etika. Menurut Majid Fakhry bahwa
mazhab ini cenderung kurang menggunakan rasio atau akal dalam aktivitas dialektikanya
10
dengan nash-nash tersebut. Sikap ini yang akhirnya memunculkan serangkaian persepsi atau
refleksi moral dan bukan teori etika dalam pengertian yang konkret.
Al-Qur’an dipandang mencakup tiga hal utama, yairu hakikat benar dan salah,
keadilan dan kekuasaan Tuhan, dan kebebasan dan tanggung jawab sumber :
(1) Al-Qur’an dan Topik Analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan (khayr) dan
kebenaran (birr), keadilan Tuhan (divine Justice), tanggung jawab manusia.
(2) Bkti-bukti dan Tradisi Hadis Nabi : kekuasaan Tuhan, kemampuan manusia,
kebaikan ada didalam hati, rukun iman, inti : keadilan dan tanggung jawab moral.
Karakteristiknya :
(1) Kurang menggunakan akal dan rasionalitas murni.
(2) Menghasilkan pandangan-pandangan dan refleksi moral (bukan teori etika).
(3) Inti: substraksi dan etos Al-Qur’an
Kegiatannya:
Menerangkan dan menginterventarisasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang aspek-aspek :
(a)benar-salah; (b) keadilan dan kekuasaan Tuhan; dan (c) kebebasan dan tanggung jawab
manusia.
Baik-buruk :
(1) Sesuai teks Al-Qur’an dan bukti hadits dengan anjuran berbuat baik dan hindari
keburukan;
(2) Dihubungkan dengan “balasannya”;
(3) Kebaikan sebagai “kecintaan kepada Tuhan”.
Keadilan Tuhan :
Tuhan adil, melarang perbuatan tidak adil, cinta kepada orang yang adil, tidak memberi
“petunjuk kepada orang yang tidak adil“.
Tanggung jawab manusia :
(1) Atas “pertanyaan/pemeriksaan” Tuhan atas perbuatannya;
(2) Prakondisi : pengetahuan, kesadaran, dan kebebasan manusia;
(3) Konsep : ketaatan dan kewajiban untuk menjadi baik, manusia harus menempatkan
diri terhadap tuhannya dan perinta-perintah-Nya.
11
Etika kebebasan (voluntarism), ketentuan Tuhan sebagai dasar benar dan salah; (a)
Capacity dan acquisition (kabs); (b) keadilan dan ketidakadilan yang diterapkan Tuhan.
Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
(1) Mu’tazilah berhadapan Asy’ariyah, meliputi : (a) sumber pengetahuan= akal pikiran;
(2) Sumber hukum=akal, wahyu dan agama; syari’at baik/buruk = akal dan syari’at.
(3) Jabariah berhadapan Qadariah.
Persoalan baik dan buruk (akal = Syari’at), mengetahui = baik, tidak mengetahui =
buruk, akal manusia dapat mengetahuinya dengan pasti. Dasar penentuan rasional = dengan
melihat faktor maslahat dan mafsadat. Baik = objek pujian dan pahala; buruk = objek celaan
dan dosa-hukuman.
d. Rasionalisme (Mu’tazilah)
Benar/salah. Terbatas pada hukum-hukum etika yang berkaitan dengan
pujian/cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir, untuk menentukan
(memilih) perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan (akal
pikiran). Akal menopang kehidupan etika secara keseluruhan. Benar/salah diketahui lewat
pengetahuan/akal (terlepas dan sebelum datingnya wahyu). Meletakkan syariat di bawah akal.
Wahyu tidak menetapkan nilai tertentu pada perbuatan, wahyu hanya mengabarkan adanya
nilai tersebut, akal-lah yang membuktikan baik-buruknya suatu perbuatan.
Wahyu/agama dating untuk pengujian dan pembuktian.
Fungsi wahyu : menggambarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan akal, arbitrasi terhadap
konflik antara wahyu dan lainnya, menekankan pada perbuatan-perbuatan khusus.
Tanggung jawab manusia terhadap kewajiban-kewajiban yang :
(1) Memiliki kebaikan intrinsik (kepada sesame manusia, kepada Tuhan, kepada diri
sendiri);
(2) Berasal dari Tuhan;
(3) Berasal dari dalam manusia sendiri;
Tidak semua perbuatan adalah perbuatan, moral (Abdul Jabar mengklasifikasi
perbuatan : mubah, sunnah, wajib-sempit, dan luas).
hanya untuk manusia yang sadar (alim) dan mampu (qadir):
(1) Perbuatan,
(2) Turunan : sebab dari diri sendiri, harus bertanggung jawab;
(3) Primer (dalam hati/niat) dan sekunder (dilakukan)
12
(4) Berkehendak (hubungan dengan yang diniatkan): (a) kehendak : menentukan
terjadinya perbuatan, (b) untuk objek yang berlawanan, konstan (tidak tambah/turun),
dalam kekuasaan manusia, (c) keinginan : lampau, tidak hasilkan objek, tidak punya
lawan, (d) kemauan : kesenangan.
Keadilan Tuhan : adanya penderitaan/ketidakadilan = buruk apabila :
(1) Todak diimbangi kemajuan yang lebih besar.
(2) Tidak diimbangi dengan penolakan terhadap penderitaan yang lebih besar.
(3) Tidak dibalas dengan kebajikan.
(4) Bukan objek kepercayaan.
(5) Jenis penderitaan.
(6) Baik/terpuji : berupa cabaan iman sehingga ada hasilnya masih adil.
(7) Buru : bila tak ada hasil, berupa kerusakan = tidak adil.
(8) Jenis kesenangan.
(9) Langsung puas.
(10) Tidak langsung menderita dahulu sebelum puas.
e. Semi Rasionalis-Asyariah
(1) Dasar penentuan benar/salah : (a) benar = apa yang dikehendaki dan diperintah Allah,
salah = apa yang dilarang Allah; (b) perbuatan (benar/salah) itu ciptaan Tuhan dan
manusia; (c) wahyu menentukan segala hal yang menjadi kewajiban secara moral dan
agama; (d) peran wahyu (agama): mengkonfirmasi apa yang telah ditemukan oleh
akal. Namun karena akal manusia terbatas/tidah sempurna, maka perlu aturan-aturan
agama sebagai pembimbingnya.
(2) Tanggung jawab manusia : (a) sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari
kekuasaan yang diciptakan saja. Kekuasaan kreatif dan abadi ada di Tuhan; (b) atas
perbuatan yang wajib, dilarang, dianjurkan, makruh, dan dibolehkan (mubah). Semua
berasal dar wahyu.
(3) Keadilan Tuhan apa pun yang dilakukan/dikehendaki Tuhan itu adil.
f. Etika Filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam tidak ada mazhab etika dalam
pemikiran islam (karena umat islam memiliki sumber yang cukup dar Al-Qur’an dan Hadits).
Baru ada pembahasan setelah bersinggungan dengan kebudayaan Yunani yang utamanya
13
berbicara tentang : (a) konsep kebahagiaan; (b) kekekalan jiwa, (c) teori eksistensi dan
emanasi.
Prinsip utama :
(1) Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri. Semua manusia pada
hakikatnya memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk (pertemuan filsafat
islam dengan filsafat Yunani).
(2) Moralitas dalam islam didasarkan keadilan menempatkan segala sesuatu pada
porsinya, sesuai dengan teori moderasi (had al-wasath) Aristoteles, Al-Qur’an kaum
muslim sebagai umat jalan tengah, hadits urusan yang terbaik adalah pertengahannya.
(3) Tindakan etis akan menghasilkan kebahagiaan termasuk kebahagiaan di dunia dan
fisik (Ibnu Miskawaih).
(4) Tindakan etis bersifat rasional (tidak sejalan dengan Kantianism)..
Filsuf dan teolog Mutazillah, percaya baha mmanusia-manusia ang qualified mampu
memperoleh pengetahuan tentang etika dari pemikiran rasional mereka.
Filsafat Etika Kant : Immanuel Kant landasan bagi etika dan moralitas ; adanya Tuhan,
kebebasan berkehendak dan kekekalan jiwa (ini semua isu-isu agama); pada level teoritis
metafisika tidak berbeda dengan agama.
Menolak bahwa etika harus berbasis pengalaman; standart etika bukan berasal dari
contoh-contoh nyata, namun contoh (keteladanan) lah yang harus diuji oleh standart etika.
Hukum etika (norma) memiliki keharussan absolute dan universal yang tidak dapat
diruak oleh realitas parsial. Sifat keharusan bukan karena berkaitan dengan karakter manusia
saja, namun juga karena etika adalah keharusan bagi orang yang berakal (mirip dengan
muktazilah).
Menjauhkan kajian kebahagiaan dan wilayah etika. Kebahagiaan adalah sesuatu yang
diterima leat realita, diuji leat pengalaman parsial. Manusia terkait pada realita sehingga
kebahagiaan bersifat relatife (berbeda dengan sifat utama etika).
Tokoh-tokohnya adalah :
a) Al Farabi : sangat terpengaruh Aristotelis, memasukkan etika sebagai salah satu
cabang dalam ilmu sosial.
b) Al Tahanaivi : tentang teori praktik dalam etika. Etika secara teori adalah ilmu
tentang kemaslahatan individu atau pengaturan rumah tangga dan masyarakat (seperti
Aristoteles), dan secara praktis adalah etika tasawufyi. Bagian dari upaya mengetahui
keberadaan jiwa (seperti ilmu kalam tentang keyakinan jiwa). Tidak ada hubungan
etika secara teori dan praktik.
14
c) Miskawaih : tidak lebih dari teori etika plato, Aristoteles, dan Galen.
d) Kesimpulan Filsafat-Rasionalis : pemikiran (teori) mendahului perbuatan;
keeakinan mendahului perilaku; setiap perbuatan adalah netral nilai. Nilai suatu
perbuatan bersifat relative terhadap konteks dan tujuannya. Penilaian dapat berbeda
tergantung penerapannya.
Metafisika adalah objek bagi penalaran akal; etika harus bersandar pada metafisika
secara logis; metafisika bukan postulat yang harus diterima begitu saja (sufi; metafisika
merupakan tema pembuktian sekaligus keimanan); metode harus berbasis penyatuan dan
perilaku dari keyakinan; pemikiran (teori) mendahului perbuatan; keakinan mendahului
perilaku; setiap perbuatan adalah netral nilai. Nilai suatu perbuatan bersifat relatife terhadap
konteks dan tujuannya. Penilaian dapat berbeda tergantung penerapannya.
g. Etika Keagamaan
ciri-cirinya antara lain :
(1) Berakar pada Al-Qur’an dan Hadits.
(2) Cenderung melepas kepelikan metodologi, langsung mengungkapkan moralitas islam
secara langsung.
(3) Kebaikan/perilaku yang baik mmenurut : al Dunya, Miskawaih, Hasan al-Basni,
Mawardi.
Kebaikan/perilaku yang baik, Al Dunya: ucapan yang benar, setia dan taat kepada
Allah, dermaan, membalas perbuatan baik, baik terhadap keluarga, baik terhadap tetangga,
menegakkan kebenaran, solider terhadap teman, ramah tamah, rendah hati.
Miskawaih : menyerang orang-orang yang asyik duniai, tamak, dan materealistis, jangan
salahkan orang lain, intropeksilah, ingat mati, jangan terlena duniai.
Hasan al-Basri : keserhanaan dan kesejahteraan sebagai dua kebaikan utama, sementara
penderitaan yang diberikan Allah sebagai ujian agar tidak terlena duniawi, metode; rasionalis
secara bertahap terhadap metode pemmbuktiann silogistik dengan prodses tradisional.
Mawardi : kedudukan akal.
Instingtif = tentang objek keajiban persepsi dan instuisi kebenaran utama perolehan =
tumbuh.
Cara melepas duniawi :
(1) Ganti pikiran dari cinta dunia ke cinta hari akhir.
(2) Paham bahwa pemuasan keinginan dan kehendak tidak akan pernah tercapai kecuali
dengan kedamaian pikiran.
15
(3) Arahkkan pikiran ke keatiann.
Aspek keadilan untuk persatuan politik
(1) Keadilan terhadap bawahan, penguasa, dan teman sederajat.
(2) Mennahan diri dari : pemaksaan/penguasaan, sikap sombong, perbuatan yang
menyakitkan hati, menghina.
Bersikap adil = moderat, seimbang, berani, tenang, bijaksana, setia, dan bebas.
(1) Perilaku individu: 1) rendah hati; 2) sikap baik; 3) sederhana; 4) control diri; 5)
amanah; 6) tidak iri; 7) jaga rahasia; 8) iffah; 9) sabar dan tabah; 10) member nasihat
yang baik; 11) jaga kepercayaan; dan 12) kepantasan kunci moral = kemuliaan
akhlak.
(2) Pemahaman tentang suasana (perbuatan) sehingga jiwa berada dalam kondisi terbaik
yang tidak mengungkapkan rasa dendam dengan sengaja dan tidak menjadi objek
yang pantas dihina. Dua disposisi akhlak : keluhuran budi, kehormatan diri.
17
b. Teori Utilitarianism
Teori etika yanga paling mewakili pendekatan teleology disebut utilitarianism. Teori
ini mengarahkan kita dalam pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat
terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number).
Artinya, bahwa hal yang benar didefinisi sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang
Semakin bermanfaat pada semakin benyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral
dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relative banyak digunakan. Utilitarianism
(dari kata utilities berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme
karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.
Pendekatan ini dipandangliberal dan relative paling mudah digunakan dengan bentuk
bentuk dasar analisis biaya manfaat (Cost Benefit Analysis). Keputusan diambil pada manfaat
terbesar disbanding biayanya.
Bentham menciptakan prosedur mekanis untuk memeperkirakan status moral dari
suatu perbuatan, metodenya desebut felific carculus. Dan kemudian S. Mill melakukan revisi
dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini sehingga menjadi bagian penting dalam konsep
liberal dalam tujuan kebijakan Negara.
Walaupun terlihat mudah diaplikasikan, namun terdapat kompleksitas dalam
penerapan teori pengambilan keputusan moral ini. Bagaimana kita membandingkan biaya dan
manfaat bagi manusia dan bukan manusia (alam, binatang, dan lain-lain)? Bagaimana
menghitung cost dan benefit untuk hal0hal yang non-materi (kesehatan dan lain-lain).
Terdapat kritik pedas tentang pendekatan pengambilan kepuasan moral ini karena dianggap
tidak melindungi hak minoritas. Siapa yang menentukan apa yang baik untuk sekelompok
orang? Bagaimana nasib kelompok minoritasnya ? hak dan keadilan individu dapat saja
terabaikan demi kelompok mayoritas, bagaimana suara minoritas dapat terdengar agar
perkembangan intelektual tetap berlanjut.
c. Konsep Deontologi
Deontology berasal dari kata Deon yangberarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatannya. Jadi, keputusan menjadi baik karena memang sesuai dengan
“kewajiban”, dan dianggap buruk karena memang “dilarang”. Prinsip dasar konsep ini adalah
tugas (duty) individu untuk kesejahteraan sesama kemanusiaan. Typical penganut pendekatan
ini adalah orang-orang beragama (ikut ketentuan/kewajiban dalam agama) dan orang hukum.
18
Tokoh pengembang konsep ini adalah Immanuel Kant (w. 1804). Kant
mengembangkan konsep filosofi moralnya dalam tiga karyanya : Fundamental Principles of
the Metaphysic of Moral (1785), Practical Reason (1788), and Metaphysic of Morals (1798).
Teorinya yang disebut Kantianism Deontologi menagtakan bahwa, keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsi-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi”
seperti dalam teologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi karena mengikuti suatu
prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. “Kant percaya akan konsep terpenting
dalam moral, yaitu good will (niat baik)”. Sebagai contoh, mahasiswa dikatakan baik bila ia
tidak menyontek karena tahu itu “salah” bukan karena ia “takut tertangkap”. Dasar dari
konsep ini adalah yang disebutnya sebagai “Kategori Imperatif”, prinsp-prinsip atau aturan-
aturan yang memang secara umum (universal) dipraktikan atau diterima. Suatu kewajiban
yang tidak bersyarat atau kewajiban yang harus dilakukan tanpa memandang kemauan atau
perasaan kita. Suatu perbuatan adalah baik Karena memang harus dilakuakan (kewajiban).
Jadi, sesuatu menjadi baik karena berdasarkan “kategori imperatif” yang mewajibkan
kita begitu saja, tak tergantung syarat apa pun. Dasar filosofis Immanuel Kant tentang
manusia untuk Deontologi adalah “manusia adalah salah satu tujuan dirinya. Sehingga
manusia harus dihormati sebagai suatu tujuan tersendiri, tidak boleh dijadikan sarana untuk
tujuan lain”.
Masalah yang terjadi dalam penerapannya berada pada pengertian Kant tentang duty
(kewajiban). Bila tindakan berdasarkan perasaan atau lainnya yang tidak sesuai dengan tugas
manusia terhadap sesame dan kemanusiaan, maka menjadi tidak etis. Sebagai contoh, “petrus
(penembak) misterius di zaman ORBA, Utilitarisme = OK , Deontologi = No; SDSB, judi di
zaman Ali Sadikin, Terorisme dengan alasan jihad.”
19
keadilan, rendah hati, kerja keras, hidup yang baik yaitu hidup berkeutamaan, konteks
kumuniter, bisnis : kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan.
Nilai-nilai baik dari plato, Aristoteles, dan juga St. Thomas Aquinas tentang
keutamaan : religious (iman, sedekah, harapan) dan intellectual (kebijaksanaan, keadilan, dan
lain-lain).
20
h. Teori Existentialism
Tokoh yang mengembangkan paham iniadal Jean-Paul Satre. Menurutnya standar
perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah atau
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai
karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
Menurut interpretasinya eksistensi mendahului esensi. Awalnya manusia dahulu yang
ada kemudian baru ia menentukan siapa dia atau esensi dirinya. Setiap orang adalah makhluk
bebas. Pertanggungjawaban moral berada pada setiap individu dengan caranya sendiri-
sendiri.
i. Teori Realtivism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relative. Jawaban etika tergantung dari
situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada criteria universal untuk
menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan criterianya sendiri-sendiri dan
berbeda setiap budaya/Negara. Masalah yang timbul dalam praktiknya adalah self-centered
(egois), focus pada diri manusia individu mengabaikan interaksi denganpihak luar system dan
pembuat keputusan tidak berpikir panjang, semua tergantung kriterianya sendiri.
22
(1) Hak berorganisasi dan berunding (1 Juli 1949). Semua orang termasuk karyawan
perusahaan memiliki hak untuk berorganisasi dan melakukan perundingan, baik di
lingkungan perusahaan dimana dia bekerja maupun di luar perusahaan.
(2) Pengupahan yang sama bagi buruh pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama (29
Juni 1951): jenis kelamin yang berbeda tidak dapat digunakan perusahaan untuk
membedakan upah, terkecuali pada pekerjaan yang berbeda. Dalam hal ini dianut
prinsip kesetaraan gender.
(3) Hak-hak politik wanita (20 Desember 1952): dalam beberapa hal kaum perempuan
berbeda dengan para laki-laki. Wanita secara kodrati lebih lemah dari laki-laki dan
ditakdirkan sebagai ibu orang yang melahirkan. Karena wanita berhak untuk
dilindungi dari pekerjaan berat secara fisik dan diberi waktu untuk proses melahirkan.
(4) Hak-hak anak (20 November 1959): pelaku bisnistidak dibenarkan menggunakan
anak-anak sebagai tenaga kerja.
(5) Menentang diskriminasi dalam pendidikan (21 Desember 1961): perusahaan tidak
dibenarkan melakukan diskriminasi dalam kesempatan pendidikan. Semua karyawan
memperoleh hak dan peluang yang sama dalam fasilitas pendidikan. Hal ini bukan
berarti bahwa semua karyawan harus diberi fasilitas untuk melanjutkan pendidikan,
namun bila ada peluang, perusahaan tidak dibenarkan membedakan peluang
berdasarkan jenis kelamin, asal, agama, suku dan sebagainya.
(6) Hak ekonomi, sosial, dan budaya (16 Desember 1966); termasuk dalam hak ekonomi
adalah kebebasan hak milik, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatan
kesempatan yang sama dalam bekerja, hak terhadap produksi, hak menyangkut
konsumsi, dan hak atas pangan. Hak sosial adalah hak pelayanan kesehatan, termasuk
hal atas lingkungan hidup sehat dan hak untuk mendapatkan tingkat hidup yang
menjamin kesehatan dan kesejahteraan. Hak budaya adalah hak memperoleh
pendidikan.
(7) Hak-hak sipil dan politik (16 Desember 1966). Termasuk hak hidup, hak persamaan,
kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan hak kebebasan berkumpul.
Karena manusia pada dasarnya adalah sama, maka hak didasarkan atas martabat
manusia itu sendiri dan martabat semua manusia itu adalah sama dan akibatnya dia tidak
boleh diberlakukan dengan cara yang berbeda. Dalam hal ini manusia individual siapapun
tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain. Manusia selalu harus
dihormati sebagai tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai
sarana demi untuk tercapainyatujuan lain (Bertens,2000:73).
23
Semua hak-hak asasi yang disebut di atas dan telah menjadi kesepakatan internasional
dan dinyatakan berlaku harus dan wajib untuk digunakan pembisnis baik secara pribadi
maupun organisasinya. Selain hak-hak di atas secara personal seseorang memiliki hak privasi
yang tak dapat dilanggar oleh siapapun. Hak privasi itu antara lain hak privasi untuk tidak
diganggu, hak privasi psikologis, dan hak privasi fisik. Seseorang katakanlah konsumen
memiliki hak untuk memutuskan apa, kepada siapa, dan berapa banyak informasi dirinya
yang boleh diungkapkan kepada pihak lainnya. Dengan dalih apapun informasi atau data
pribadi seseorang tidak dapat diberikan dalam bentuk apapun kepada pihak lain tanpa izin
dari yang bersangkutan.
Secara psikologis seseorang itu memiliki hak privasinya, yakni hak-hak yang
bertalian dengan kehidupan diri seseorang, termasuk diantaranya adalah pikiran dan rencana,
keyakinan atau kepercayaan, nilai-nilai pribadi, perasaan, dan keiinginannya. Seseorang itu
memiliki hak privasi yang berhubungan fisiknya yang tidak dapat dilanggar orang lain,
misalnya hak untuk tidak ditelanjangi di depan umum.
Terkait dengan hak privasi ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pembisnis
atau seseorang terhadap orang lainnya termasuk pelanggan, yakni relevansi, pemberitahuan,
persetujuan, ketepatan, tujuan dan penerima dan keamanan. Data relevansi dengan tujuan
penggunaandata tersebut.pengumpul informasi harus memberitahukan kepada orang yang
datanya diminta katakanlah pelanggan tentang tujuan pengumpulan atau pendataan tersebut.
Data perorangan atau pribadi baru dapat dicatat, dikumpulkan dan dibukukan
bilamana sudah mendapatkan persetujuan (izin) dari pemiliknyan dan hanya dapat dipakai
untuk tujuan yang telah disetujui pula. Informasi yang diperoleh dan dicatat dari seseorang itu
secara hukum ini harus akurat dan memiliki tujuan yang sah dan dapat dinikmati pemberi
informasi (pelanggan). Selain itu informasi yang dikumpulkan pihak pelaku bisnis (penerima
informasi) dapat mengamankan dan tidak memberikannya kepada pihak-pihak yang tidak
disetujui pemiliknya, baik secara implicit maupun eksplisit.
Pelanggan dalam kacamata etika, berhak mendapatkan haknya dari ekonomi usaha
bebas (Free enterprise economy) yakni hak untuk membuat pilihan yang terinformasi dan
tidak terbatas dari suatu susunan alternative, bila hak ini dikurangi karena penyalahgunaan
bisnis, consensus masyarakat menegaskan bahwa pemerintah wajib mempengaruhi pilihan
konsumen melalui pembatasan dalam kelautan monopoli dan melalui pengembangan
kecurangan dan praktek dagang laon yang tidak jujur (Engel, 4:6).
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa secara normative, etika bisnis dalam Al-
Quran memperlihatkan adanya suatu struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu
akhlak (moral), struktur etika dalam Al-Quran lebih banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan
dan kebenaran baik pada tatanan niat atau ide hingga perilaku dan perangai. Dengan
demikian, etika bisnis dalam al-quran tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial,
tetapi juga secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam agama
islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum islam harus dibangun dan dilandasi oleh
prinsip-prinsip kesatuan, keseimbangan/keadilan, kehendak bebas/ikhtiar,
pertanggungjawaban, dan kejujuran. Dengan kata lain, etika bisnis menurut hukum islam,
dalam prakteknya menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap
hubungan antara satu kelompok masyarakat lainnya. Nilai moral tersebut tercakup dalam
empat sifat yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat
menjaga pengelolahan institusi-institusi ekonomi dan keungan secara professional dan
menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan pemerintah yang berlaku.
B. Saran
Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena keterbatasan
pengetahuan dan kurangnya rujukan yang berhubungan dengan makalah ini. Penulis berharap
para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan makalah ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Suggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
26