Anda di halaman 1dari 16

Nurulitha Andini

Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Wisata Studi Kasus: Desa Wisata Kembangarum,
Kabupaten Sleman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 3, Desember 2013, hlm.173 - 188
PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN
AGROWISATA DI DESA WISATA
STUDI KASUS: DESA WISATA KEMBANGARUM, KABUPATEN
SLEMAN

Nurulitha Andini

Australia Indonesia Partnership for Decentralization


Gedung A (Raden Prawiro) Lantai 5 Jalan Dr. Wahidin No. 1 Jakarta
Email: nurulitha.andini@hotmail.com

Abstrak

Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dan berbasis


komunitas, prinsip yang selalu dipengang adalah adanya peran serta masyarakat lokal. Desa
Wisata Kembangarum merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang berhasil
menerpkan pengembangan agrowisata yang berbasis komunitas, khususnya dalam hal
pelibatan masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan
pengorganisasian komunitas yang terjadi dalam pengembangan agrowisata di Desa Wisata
Kembangarum. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan single case study. Hasil analisis menemukan
bahwa proses pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowisata ini merupakan
suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahap, yakni tahap integrasi, pemetaan isu, potensi, dan
permasalahan, perancangan tindakan bersama, implementasi kegiatan, monitoring dan
evaluasi, refleksi, dan adanya feedback untuk kembali melakukan pemetaan isu, potensi, dan
permasalahan terkait Desa Wisata Kembangarum. Keberadaan Desa Wisata Kembangarum
juga dianggap berhasil meningkatkan kapasitas pengorganisasian komunitas Desa Wisata
Kembangarum dalam mengembangkan agrowisata, jika membandingkan antara periode
sebelum dan setelah berdirinya Desa Wisata Kembangarum.

Kata Kunci: agrowisata, pengorganisasian komunitas, desa wisata, kapasitas komunitas

Abstract

In planning and sustainable development of agro-tourism and community-based, which is


always held the principle is the participation of local communities. Kembangarum Tourism
Village is one of the tourist village in Sleman district that successfully implement community-
based ecotourism development, particularly in terms of community engagement. The purpose
of this study was to describe community organizing that occurs in the development of agro-
tourism in Kembangarum Rural Tourism. While the methods used in this study is qualitative
and quantitative methods with a single case study approach. The analysis finds that the process
of organizing the community in the development of agro-tourism is a cycle that consists of
several stages, namely the stage of integration, mapping issues, potential, and problems, the
design of joint action, activity implementation, monitoring and evaluation, reflection, and the
absence of feedback to re-mapping issues, potential, and problems related to Kembangarum
Tourism Village. The existence of Village Tourism Kembangarum also considered successful
in increasing the capacity of community organizing Kembangarum Tourism Village in
developing agrotourism, when comparing the periods before and after the establishment of the
Tourism Village Kembangarum.

Keywords: ecotourism, community organizing, tourism village, community capacity

1. Pendahuluan melibatkan penduduk lokal dalam perencanaan


hingga pengelolaan kawasan agrowisata.
Agrowisata merupakan salah satu bentuk dari Menurut Jolly dan Reynolds (2005), agrowisata
rural tourism yang menawarkan kegiatan adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para
pertanian sebagai daya tarik wisata serta petani yang bekerja di sektor pertanian bagi

173
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

kesenangan dan edukasi para pengunjung. mempunyai potensi untuk dikembangkannya


Agrowisata adalah suatu bisnis yang dilakukan berbagai komponen kepariwisataan, misalnya:
oleh para petani yang bekerja di sektor atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan
pertanian bagi kesenangan dan edukasi para kebutuhan wisata lainnya.
pengunjung. Agrowisata menghadirkan potensi
sumber pendapatan dan meningkatkan Salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten
keuntungan masyarakat. Pengunjung kawasan Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta adalah Desa
agrowisata dapat berhubungan langsung dengan Wisata Kembangarum. Masyarakat
para petani dan mendukung peningkatan diberdayakan untuk dapat mengelola sumber
produk-produk pertanian secara tidak langsung. daya yang dimiliki. Selain itu, Desa Wisata
Kembangarum ini merupakan salah satu desa
Salah satu prinsip pengembangan agrowisata wisata mandiri menurut klasifikasi Dinas
yang berkelanjutan adalah adanya partisipasi Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman,
masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat dimana sistem pengelolaannya sudah baik.
lokal, terutama penduduk asli yang bermukim
di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam
kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya pengembangan agrowisata di Desa Wisata
merekalah yang akan menyediakan sebagian Kembangarum, Kabupaten Sleman, ini menjadi
besar atraksi sekaligus menentukan kualitas salah satu kunci peningkatan kapasitas
produk wisata (Damanik dan Weber, 2006). komunitas melalui pendekatan
Peran serta masyarakat ini menjadi satu hal pengorganisasian komunitas. Pemberdayaan
yang penting dalam upaya menjaga keutuhan masyarakat dalam proses perencanaan ini
alam dan sebagai salah satu alternatif dalam sebagai respon akan urgensi perencanaan
merespon tuntutan dan urgensi pengembangan kawasan agrowisata yang berkelanjutan.
pariwisata yang berkelanjutan. Dengan demikian, diperlukan pemahaman
mengenai pengorganisasian komunitas yang
Salah satu pendekatan pengembangan terjadi dalam pengembangan agrowisata di
agrowisata berbasis komunitas adalah dengan Desa Wisata Kembangarum.
desa wisata. Pengembangan wilayah perdesaan
tidak lagi hanya mengandalkan sektor pertanian Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.
secara murni, tetapi berkembang ke arah Bagian pertama membahas latar belakang dan
penyajian kegiatan wisata di sektor pertanian. tujuan penelitian. Bagian kedua membahas
Berangkat dari hal tersebut, Kementerian tinjauan literature terkait konsep agrowisata
Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu berbasis masyarakat dan pengorganisasian
program yang bernama Pariwisata Inti Rakyat komunitas. Bagian ketiga membahas
(PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu metodologi penelitian. Bagian keempat berisi
community-based tourism. Menurut PIR, Desa analisis pengorganisasian komunitas dalam
Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang pengembangan agrowisata di Desa Wisata
menawarkan keseluruhan suasana keaslian Kembangarum, Kabupaten Sleman. Bagian
pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, terakhir berisi kesimpulan.
sosial budaya, adat istiadat, keseharian,
memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata
ruang desa yang khas, atau kegiatan
perekonomian yang unik dan menarik serta

174
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

2. Konsep Agrowisata Berbasis memelihara budaya maupun teknologi lokal


Masyarakat dan Pengorganisasian (indigenous knowledge) yang umumnya telah
Komunitas sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya
(Utama, 2011).
2.1 Konsep Agrowisata Berbasis
Masyarakat Pembangunan suatu kawasan agrowisata dapat
berperan dalam peningkatan kesejahteraan
Agrowisata adalah salah satu bentuk wisata masyarakat lokal dan pengentasan kemiskinan.
yang mengandalkan sektor pertanian atau Hal ini dapat dikategorikan sebagai
dimana wisatawan dapat mempelajari pengembangan ekonomi lokal atau Local
kehidupan di suatu wilayah pertanian (Akpinar, Economic Development. Strategi
2003). Pengertian agrowisata dalam Surat pengembangan ekonomi lokal tersebut perlu
Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan melibatkan masyarakat perdesaan secara
Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi langsung dalam perencanaan, pelaksanaan,
Nomor: 204/KPTS/30HK/050/4/1989 dan melakukan evaluasi, dan memonitor
Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang pembangunan desa wisata mereka (Yoeti,
Koordinasi Pengembangan Wisata Agro, 2008). Melalui pendekatan ini, diharapkan
didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan pembangunan pariwisata sebagai suatu industri
pariwisata yang memanfaatkan usaha agro tidak lagi hanya menjadi milik investor saja
sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk (Yoeti, 2008). Masyarakat lokal, terutama
memperluas pengetahuan, perjalanan, rekreasi penduduk asli yang bermukim di kawasan
dan hubungan usaha dibidang pertanian. wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam
pariwisata, karena sesungguhnya merekalah
Menurut Jolly dan Reynolds (2005), agrowisata yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para sekaligus menentukan kualitas produk wisata
petani yang bekerja di sektor pertanian bagi (Damanik dan Weber, 2006).
kesenangan dan edukasi para pengunjung.
Agrowisata menghadirkan potensi sumber Agrowisata berbasis masyarakat tampak
pendapatan dan meningkatkan keuntungan anggota masyarakat mengorganisasi diri dan
masyarakat. Pengunjung kawasan agrowisata mengoperasikan bisnis agrowisata tersebut
dapat berhubungan langsung dengan para berdasarkan aturan-aturan serta pembagian
petani dan mendukung peningkatan produk- tugas dan kewenangan yang telah mereka
produk pertanian secara tidak langsung. Lebih sepakati bersama. Sumber daya, terutama lahan
lanjut, Lobo et all (1999) menjelaskan bahwa usaha tani tetap menjadi milik petani secara
pembangunan agrowisata akan menawarkan individual tetapi masing-masing dari mereka
kesempatan bagi petani lokal untuk dapat saja menyerahkan pengelolaan asetnya
meningkatkan sumber pendapatan mereka dan kepada kelompok atau pihak manajemen yang
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup mereka tentukan dengan imbalan keuntungan
sejalan dengan keberlanjutan dari kegiatan yang proportional. Aset kapital bersama mereka
tersebut. Selain itu, melalui pengembangan gunakan untuk membangun infrastruktur dan
agrowisata yang menonjolkan budaya lokal fasilitas dasar yang menjadi persyaratan
dalam memanfaatkan lahan, kita bisa minimal pengembangan pusat agrowisata
meningkatkan pendapatan petani sambil tersebut (Budiarsa, 2011 dalam Saridarmini,
melestarikan sumber daya lahan, serta 2011). Beberapa aspek kunci dalam

175
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

pengembangan agrowisata berbasis masyarakat berpengaruh terhadap pemecahan persoalan


adalah masyarakat membentuk panitia untuk secara kolektif dan meningkatkan serta
pengelolaan agrowista, local ownership, memelihara kesejahteraan dari suatu
homestay sebagai sarana akomodasi, pemandu komunitas. Suatu komunitas juga bersifat
orang setempat, pengelolaan dan pemeliharaan dinamis, maka kapasitas dari suatu komunitas
menjadi tanggung jawab masyarakat, juga dapat berubah-ubah. Ada beberapa faktor
keberlanjutan dari sisi sosial dan lingkungan, yang mempengaruhi kapasitas dari suatu
prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan, komunitas, antara lain (Chaskin, 2001):
teknologi ramah lingkungan, dan ecotourism 1. Keberadaan sumber daya mulai dari
conservancies (Saridarmini, 2011). keahlian dari setiap individu hingga
kekuatan organisasi dalam mengakses
Salah satu pendekatan pengembangan sumber daya keuangan;
agrowisata berbasis komunitas adalah dengan 2. Jaringan hubungan;
desa wisata. Pengembangan wilayah perdesaan 3. Kepemimpinan;
tidak lagi hanya mengendalkan sektor pertanian 4. Dukungan untuk pergerakan dimana setiap
secara murni, tetapi berkembang ke arah anggota komunitas dapat berpartisipasi
penyajian kegiatan wisata di sektor pertanian. dalam tindakan kolektif dan penyelesaian
Berangkat dari hal tersebut, Kementerian persoalan.
Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu
program yang bernama Pariwisata Inti Rakyat Lebih jauh, Chaskin 2001) mengidentifikasi
(PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu karakteristik kapasitas komunitas sebagai
community-based tourism. Menurut PIR, Desa berikut:
Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang 1. Rasa memiliki dalam komunitas,
menawarkan keseluruhan suasana yang menunjukkan tingkat keterhubungan
mencerminkan keaslian pedesaan baik dari anggota komunitas dan pengakuan terhadap
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat keadaan yang saling menguntungkan
istiadat, keseharian, memiliki arsitektur (McMillan dan Chavis, 1986 dalam
bangunan dan struktur tata ruang desa yang Chaskin, 2001).
khas, atau kegiatan perekonomian yang unik 2. Komitmen, menjelaskan tanggung jawab
dan menarik serta mempunyai potensi untuk yang dimiliki oleh setiap anggota komunitas
dikembangkannya berbagai komponen dalam keikutsertaannya dalam komunitas
kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi, tersebut.
makanan-minuman, dan kebutuhan wisata 3. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah,
lainnya. yakni kemampuan mengubah komitmen
menjadi tindakan penyelesaian masalah.
2.2 Kapasitas Komunitas dalam 4. Akses terhadap sumber daya, kemampuan
Pengorganisasian Komunitas anggota komunitas untuk membuat
hubungan instrumental dalam konteks yang
Setiap komunitas memiliki kapasitas dan modal lebih luas dan mengakses berbagai sumber
sosialnya masing-masing. Chaskin (2001) daya yang tersedia.
menyatakan bahwa kapasitas komunitas
merupakan hasil interaksi dari modal manusia, Pengembangan kapasitas komunitas
sumber daya organisasi, dan modal sosial yang memerlukan interaksi yang intensif dari
dimiliki oleh suatu komunitas yang dapat komponen-komponen kapasitas komunitas.

176
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

Dari hal tersebut, pengembangan kapasitas persoalan-persoalan suatu komunitas,


komunitas fokus kepada empat strategi mendefinisikan persoalan yang ingin
pengembangan, antara lain (Chaskin, 2001): diselesaikan, solusi yang diangkat, dan metode
1. Leadership Development yang digunakan untuk melaksanakan solusi
2. Organizational Development persoalan komunitas tersebut.
3. Community Organizing
4. Interorganizational Collaboration 2.3 Proses Pengorganisasian Komunitas
dalam Pengembangan Agrowisata di
Community organizing merupakan salah satu Desa Wisata
cara yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kapasitas sosial dari suatu komunitas. Pengorganisasian komunitas merupakan salah
Pengorganisasian komunitas menawarkan satu proses yang memobilisasi komunitas untuk
transformasi sosial sebagai berikut (Sinclair, mencapai atau berbuat tindakan bersama demi
2006): kepentingan komunitas dan memberikan
1. Memotivasi masyarakat untuk mengambil dampak bagi komunitasnya. Dalam konteks
tindakan yang selaras dengan nilai-nilai dan pengembangan kawasan agrowisata berbasis
kepercayaan mereka. komunitas, diperlukan juga suatu konsep
2. Menghubungkan komunitas dengan hasrat pemahaman mengenai tahapan-tahapan dimana
dan mengakui adanya generatif kekuatan masyarakat itu dilibatkan. Peran masyarakat
amarah. juga cukup penting mulai dari tahap
3. Membawa individu-individu yang terisolasi perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi
yang berjuang dalam kondisi yang sama ke kegiatan agrowisata. Pengorganisasian
dalam sebuah komunitas bersama dengan komunitas dalam pengembangan agrowisata
yang lainnya. diperlukan untuk melihat sejauh apa peran
komunitas dalam mengembangkan agrowisata
Lebih lanjut oleh Stall dan Stoecker (1998), ini.
pengorganisasian komunitas merupakan sebuah
proses pembangunan komunitas yang dapat Proses pengorganisasian komunitas ini dapat
dimobilisasi. Hal ini meliputi membangun meningkatkan modal sosial baik bagi individual
jaringan orang-orang, mengidentifikasi cita-cita dengan cara meningkatkan dan memperkuat
bersama, dan siapa yang dapat terlibat dalam relasi di antara sesama dan dengan membangun
tindakan/aksi sosial untuk mencapai cita-cita kepercayaan dan mengakui kepentingan
bersama tersebut. Pengorganisasian komunitas bersama (Chaskin, 2001). Mukhotib MD (2012)
mengacu kepada keseluruhan proses mendeskripsikan tahapan atau langkah-langkah
pengorganisasian hubungan, pengidentifikasian yang dapat ditempuh dalam pengorganisasian
isu, mobilisasi orang untuk isu tersebut, serta komunitas seperti pada Gambar 1. Proses
mengurus dan mempertahankan organisasi. pengorganisasian komunitas ini dilakukan
Pengorganisasian komunitas juga merupakan dengan melibatkan aktor luar atau pihak
suatu proses membangun kekuatan yang organizer yang bekerja sama dengan penduduk
melibatkan orang-orang dalam mendefinisikan setempat.

177
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

Gambar 1. Proses Pengorganisasian Komunitas


Sumber: Mukhotib MD, 2012

Berdasarkan kajian literatur di atas, dapat dirumuskan sebelumnya. Pendiskusian dan


disintesiskan indikator-indikator terkait proses perancangan tindakan kolektif ini dapat
pengorganisasian komunitas dan kapasitas dilakukan dalam bentuk musyawarah atau
pengorganisasian komunitas dalam rapat dengan tokoh-tokoh komunitas yang
pengembangan agrowisata. Indikator yang dianggap mampu merepresentasikan
menjadi tahapan atau proses pengorganisasian komunitas secara keseluruhan. Tindakan
komunitas dalam pengembangan agrowisata kolektif ini diambil untuk mencapai tujuan
dijelaskan melalui gambar 1. Berikut adalah bersama komunitas dalam pengembangan
penjelasan tahapan-tahapannya. agrowisata.
1. Integrasi 4. Implementasi Kegiatan Pengembangan
Proses integrasi ini merupakan langkah awal Agrowisata
yang penting untuk memastikan pihak Pada tahapan ini juga diharapkan adanya
inisiator dari luar yang ikut partisipasi dari setiap anggota komunitas.
mengorganisasikan masyarakat dapat Pada tahap implementasi ini juga perlu
diterima dan dipercaya oleh masyarakat dipastikan adanya pengerahan sumber daya
untuk bekerja bersama-sama. Dalam tahap untuk kepentingan komunitas dalam
integrasi ini perlu juga dipertimbangkan opsi pengembangan agrowisata.
pengembangan suatu kawasan menjadi 5. Monitoring dan Evaluasi
kawasan agrowisata dengan melihat potensi Langkah ini penting dilakukan agar
alam yang dimilikinya dan prasyarat- kesalahan-kesalahan dalam perancangan
prasyarat lainnya. kegiatan pengembangan agrowisata tidak
2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan Potensi dilakukan lagi di masa mendatang dan
Komunitas Terkait Agrowisata komunitas semakin mengenal langkah-
Langkah ini dilakukan secara kolektif dan langkah yang diperlukan untuk
bersama-sama dengan masyarakat. Berbagai meningkatkan kesejahteraan bagi
cara dapat dilakukan untuk memperoleh peta komunitasnya dan dalam pengembangan
isu, permasalahan, dan potensi komunitas, agrowisata.
seperti dengan diskusi atau survey lapangan 6. Refleksi
serta menganalisis target group dari Pada tahap ini, refleksi menggambarkan
pengembangan kawasan agrowisata ini. kemampuan komunitas dalam melihat nilai-
3. Merancang Tindakan-Tindakan Bersama nilai positif dan negatif dari proses
Tindakan kolektif ini disusun berdasarkan pengorganisasian komunitas dalam
isu, permasalahan, dan potensi pengembangan agrowsata yang telah
pengembangan agrowisata yang telah dilakukan.

178
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

7. Feedback masyarakat dapat digunakan untuk


Tahap ini sangat penting untuk menjaga meningkatkan kualitas dan meningkatkan
keberlanjutan dari pengembangan kawasan manfaat dan kesejahteraan masyarakat dari
agrowisata. Masukan-masukan hasil dari adanya kegiatan agrowisata tersebut.
pengawasan, evaluasi, dan refleksi

Gambar 2. Proses Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata di Desa


Wisata Kembagarum
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pengorganisasian komunitas dalam dalam pengembangan agrowisata di desa wisata


pengembangan agrowisata di Desa Wisata yaitu:
Kembangarum merupakan suatu proses yang 1. Adanya proses mobilisasi komunitas Desa
tertutup dan memerlukan aktor yang berbeda- Wisata Kembangarum;
beda dalam setiap tahapannya. 2. Adanya collective action yang dilakukan
Pengorganisasian komunitas merupakan suatu untuk mengembangkan agrowisata di Desa
bentuk mobilisasi komunitas untuk melakukan Wisata Kembangarum; dan
tindakan kolektif. Proses ini menolong 3. Adanya outcome serta manfaat yang
masyarakat agar paham dengan persoalan diterima oleh masyarakat Desa Wisata
bersama, dan bersama-sama menyelesaikannya. Kembangarum akibat dari kegiatan
Proses ini dibangun dari keterikatan sosial agrowisata tersebut.
untuk melakukan tindak bersama (collective
action). Proses pengorganisasian masyarakat 3. Metode Penelitian
ini bertujuan untuk membangun kapasitas untuk
menciptakan perubahan dan pembangunan. Pada penelitian kali ini, digunakan pendekatan
penelitian single case study. Hal ini
Dalam pengembangan agrowisata, masyarakat dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
lokal pun harus dapat dimobilisasi agar mampu kerangka konseptual dan teoritis tersebut
melakukan tindakan-tindakan kolektif yang diimplementasikan di lapangan. Metode
diperlukan untuk mencapai tujuan bersama penelitan yang digunakan merupakan gabungan
dalam pengembangan agrowisata di desa antara metode penelitian kualitatif dan
wisata. Berdasarkan sintesis kajian literatur, kuantitatif. Untuk menjawab sasaran penelitian,
indikator kapasitas pengorganisasian komunitas maka dirumuskanlah indikator dan parameter
terkait menurut kajian literatur, sehingga

179
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

menghasilkan perangkat survey yang pengolahan data yang berasal dari kuisioner
digunakan dalam mengumpulkan data. Kajian indikator kapasitas pengorganisasian
literatur yang dilakukan berfokus kepada komunitas dalam pengembangan
konsep pengorganisasian komunitas dan agrowisata. Analisis yang digunakan
pengembangan agrowisata. menggunakan pembobotan yang sama
karena dari literatur-literatur terkait tidak
Metode pengambilan data dengan kuisioner ada yang menyatakan penekanan atau fokus
digunakan sebagai salah satu upaya untuk tertentu pada masing-masing indikator yang
menjawab indikator-indikator kapasitas telah dibuat. Keluaran yang diharapkan dari
pengorganisasian komunitas dalam metode penelitian ini adalah adanya suatu
mengembangkan agrowisata dengan target deskripsi mengenai karakteristik kapasitas
responden masyarakat Desa Wisata pengorganisasian komunitas dalam
Kembangarum. Populasi masyarakat Desa mengembangkan agrowisata.
Wisata Kembangarum sejumlah 81 KK, dengan 3. Metode Content Analysis
spesifikasi 48 KK di RT 04/ RW 26 dan 31 KK Metode ini dilakukan untuk menjawab
di RT 04/RW 26, Dusun Kembangarum. sasaran proses pengorganisasian komunitas
Setelah survey lapangan dan rekapitulasi serta kapasitas pengorganisasian komunitas
kuisioner yang berhasil disebar, diperoleh dalam pengembangan agrowisata di Desa
bahwa responden yang berhasil didapat setelah Wisata Kembagarum. Hasil wawancara
survey lapangan berjumlah 61 KK, atau sekitar yang telah dilakukan selanjutnya dilakukan
75,3% dari total populasi Desa Wisata proses interpretasi dan reduksi data
Kembangarum. Hal ini disebabkan oleh menggunakan coding.
kesulitan menemui responden dan keterbatasan
waktu yang dimiliki oleh surveyor. Namun 4. Analisis
demikian, hasil survey tersebut dinilai cukup
representatif untuk menggambarkan Tema pendidikan merupakan tema yang dibawa
karakteristik perubahan kapasitas dalam pengembangan Desa Wisata
pengorganisasian komunitas Desa Wisata Kembangarum. Desa Wisata Kembangarum
Kembangarum. menawarkan beragam wisata yang dapat
dinikmati oleh para tamu, contohnya antara lain
Langkah selanjutnya yang diambil setelah wisata pertanian, perkebunan, kuliner
pengumpulan data adalah analisis data. tradisional, permainan tradisional, outbond, dan
Terdapat tiga metode analisis yang digunakan wisata bakti sosial. Pemilihan alternatif
dalam penelitian ini sebagai berikut: kegiatan ini juga sesuai dengan potensi
1. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif agrowisata dan komunitas yang dimiliki.
Metode analisis deskrispsi kualitatif Wisatawan dapat dengan bebas menentukan
digunakan untuk memberikan gambaran jenis-jenis kegiatan wisata apa saja yang dapat
yang jelas mengenai karakteristik dinikmati selama berada di Desa Wisata
agrowisata, masyarakat, dan proses Kembangarum.
perencanaan yang berlangsung di
DesaWisata Kembangarum, Donokerto.
2. Metode Analisis Statistik Deskriptif
Dalam penelitian kali ini, metode analisis
statistik deskriptif digunakan untuk

180
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

tahapan pengorganisasian komunitas. Tahapan


tersebut antara lain adalah tahap integrasi, tahap
pemetaan isu, permasalahan, dan potensi
komunitas, tahap perancangan tindakan
bersama, tahap implementasi kegiatan, tahap
monitoring dan evaluasi, tahap refleksi, dan
tahap feedback.

Gambar 3. Kegiatan Penyambutan Wisatawan 1. Integrasi


di Desa Wisata Kembangarum Tahap yang pertama adalah integrasi, dimana
Sumber: Hasil Observasi, 2012 tahap ini merupakan tahap inisiasi awal antara
stakeholder yang terkait dalam pengembangan
agrowisata di Desa Wisata Kembangarum.
Dalam tahap ini, biasanya akan ada pihak
organizer atau inisiator dari luar Desa Wisata
Kembangarum. Tahap integrasi ini juga
menekankan akan pentingnya proses peleburan
antara pihak inisiator dari luar dengan
masyarakat lokal di Desa Wisata
Kembangarum. Dalam konteks pengembangan
agrowisata di Desa Wisata Kembangarum ini
Gambar 4. Wisata Pertanian Bagi Para Tamu yang menjadi pihak inisiator luar adalah Bapak
di Desa Wisata Kembangarum Herry Kustriyatmo selaku pemilik Sanggar
Sumber: Hasil Observasi, 2012
Lukis Pratista. Kolaborasi dengan masyarakat
sangat penting untuk menciptakan rasa
Analisis dalam penelitian kali ini terbagi ke
kepercayaan antara Bapak Herry selaku
dalam dua hal yakni analisis proses
inisiator dari luar dengan tokoh-tokoh
pengorganisasian komunitas dan analisis
komunitas di Desa Wisata Kembangarum
dinamika kapasitas pengorganisasian
seperti Bapak Masahid, Ibu Sri Sujarwati,
komunitas dalam pengembangan agrowisata di
Bapak Mujiharjo, dan Bapak Ngadiman.
Desa Wisata Kembangarum.
Keluaran utama dari tahap integrasi ini adalah
4.1 Analisis Proses Pengorganisasian
adanya kepercayaan masyarakat terhadap aktor-
Komunitas dalam Pengembangan
aktor yang nantinya akan terlibat dalam
Agrowisata di Desa Wisata
pengembangan Desa Wisata Kembangarum.
Kembangarum
Proses meraih kepercayaan ini tidak mudah
mengingat adanya keterlibatan pihak luar desa
Dalam proses pengorganisasian komunitas di
dalam pengembangan agrowisata. Keberhasilan
Desa Wisata Kembangarum ini melibatkan
peraihan kepercayaan masyarakat ini
banyak aktor, baik itu dari internal maupun
ditunjukkan dengan adanya persetujuan kerja
eksternal desa. Aktor-aktor ini menjadi kunci
sama antara masyarakat Desa Wisata
keberhasilan pengembangan agrowisata di Desa
Kembangarum dengan Bapak Herry dari
Wisata Kembangarum. Proses ini dilakukan
Sanggar Melukis Pratista sebagai pengembang
berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan
desa wisata. Persetujuan kerja sama tersebut
sebelumnya, sehingga menghasilkan enam

181
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

ditindaklanjuti dengan adanya langkah-langkah Kembangarum. Pelibatan anggota masyarakat


strategis perencanaan Desa Wisata ini dapat sebagai narasumber, proses diskusi,
Kembangarum bersama dengan masyarakat brainstorming, hingga pelaksanaan survey
setempat. Akhirnya pada 27 Juli 2005, lapangan. Pelibatan anggota komunitas ini juga
terbentuklah suatu kerja sama antara pihak dalam rangka memobilisasi komunitas, yang
Sanggar Lukis Pratista dengan warga Desa menjadi salah satu unsur pengorganisasian
Wisata Kembangarum dan ditandai dengan komunitas.
adanya lembaga pengelola Desa Wisata
Kembangarum yang diketuai oleh Bapak 3. Merancang Tindakan-Tindakan Bersama
Masahid.
Tahap selanjutnya adalah perancangan tindakan
2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan Potensi bersama. Tahapan ini juga termasuk ke dalam
Komunitas Terkait Agrowisata tahap mobilisasi komunitas, karena diperlukan
adanya peran dari setiap anggota komunitas
Langkah selanjutnya adalah memetakan isu, dalam mengembangkan agrowisata di Desa
permasalahan, dan potensi yang dimiliki oleh Wisata Kembangarum Dalam tahapan ini,
Desa Wisata Kembangarum. Proses terdapat dua hal yakni mekanisme perancangan
pengorganisasian komunitas pada tahap ini tindakan bersama dan pelibatan anggota
melibatkan setiap anggota komunitas dan komunitas dalam perancangan tindakan
memobilisasi mereka untuk dapat mengetahui bersama. Di Desa Wisata Kembangarum, dalam
dan memetakan isu, permasalahan, dan potensi merencanakan suatu tindakan-tindakan, baik itu
yang dimiliki oleh komunitas Desa Wisata yang bersifat preventif maupun responsif,
Kembangarum dalam mengembangkan dilakukan dengan metode diskusi atau
agrowisatanya. Pada tahapan ini, ada beberapa musyawarah. Musyawarah pengembangan
hal yang perlu diperhatikan, yakni sebagai agrowisata tersebut dilakukan secara rutin,
berikut: yakni setiap 35 hari sekali, yang juga
1. Keberadaan potensi alami melibatkan anggota komunitas. Selain itu, rapat
2. Kesiapan infrastruktur penunjang kegiatan yang dilaksanakan juga terbuka bagi siapapun
agrowisata di luar pengurus Desa Wisata Kembangarum.
3. Karakteristik dan kapasitas kelompok- Warga dapat menyampaikan aspirasinya dan
kelompok komunitas dalam ikut merancnag tindakan bersama yang ingin
pengembangan agrowisata. dilakukan demi kemajuan Desa Wisata
Kembangarum. Walaupun intensitas rapat baru
Pemetaan yang dilakukan ini tidak dilakukan tinggi menjelang adanya tamu, tetapi
oleh sekelompok tertentu atau pengembangnya masyarakat Desa Wisata Kembangarum dapat
saja. Pemetaan ini perlu dilakukan oleh segenap dikatakan telah menyadari pentingnya
anggota komunitas. Metodenya bisa bermacam- berdiskusi, berdemokrasi, dan pembentukan
macam, mulai dari diskusi hingga ke survey konsensus dalam setiap perencanaan dan
lapangan. Di Desa Wisata Kembangarum ini pengambilan keputusan terkait agrowisata.
dilakukan proses diskusi dalam memetakan isu,
permasalahan, dan potensi yang dimiliki oleh
komunitas. Tak hanya itu, anggota komunitas 4. Implementasi Kegiatan Pengembangan
juga dilibatkan dalam merumuskan tujuan Agrowisata
bersama pengembangan Desa Wisata

182
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

Tahap selanjutnya setelah berhasil menyusun setiap anggota komunitas Desa Wisata
dan merancang tindakan bersama adalah Kembangarum. Tabel 1 menjelaskan mengenai
tahapan implementasi kegiatan. Tahap pembagian peran bagi setiap kelompok dalam
implementasi kegiatan ini juga mencerminkan komunitas di Desa Wisata Kembangarum.
adanya mobilisasi komunitas dengan Pembagian peran setiap kelompok yang ada di
memanfaatkan sumber daya yang ada di Desa Desa Wisata Kembangarum ini dilakukan
Wisata Kembangarum. Tahap implementasi berdasarkan analisis pemetaan kemampuan,
kegiatan ini lebih berfokus kepada aktivitas- kapasitas, dan kapabilitas dari setiap kelompok
aktivitas wisata yang dilakukan oleh untuk dapat berkontribusi secara nyata dalam
masyarakat Desa Wisata Kembangarum pegembangan agrowisata di Desa Wisata
sebagai penyedia layanan agrowisata. Selain Kembangarum ini.
itu, fokus tahapan implementasi kegiatan ini
adalah pembagian peran yang dilakukan dari

Tabel 1. Daftar Pembagian Peran di Desa Wisata Kembangarum


No Lingkup Aktor Peran
1 Ibu-ibu PKK Mengurusi bagian wisata kuliner
Bapak-bapak Mengurus bagian pentas seni budaya dan kegiatan wisata (pertanian,
2 Internal
perkebunan, dan peternakan)
3 Pemuda / Karang Taruna Koordinator kegiatan wisata dan sebagai pemandu wisata
4 Perangkat Desa Donokerto Fasilitator dan penghubung dengan stakeholder di tingkat atasnya
5 Perangkat Kecamatan Turi Fasilitator forum komunikasi desa wisata
Eksternal
Dinas Kebudayaan dan Fasilitator dan membantu memberi pelatihan terkait pengembangan desa wisata
6
Pariwisata Kabupaten Sleman (termasuk bantuan dana)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pembagian peran ini sangat penting, terutama Pada umumnya, aktor dari pihak pemerintah ini
agar terciptanya rasa kepemilikan komunitas membantu implementasi kegiatan agrowisata di
terhadap Desa Wisata Kembangarum beserta Desa Wisata Kembangarum ini dalam bentuk
kegiatan agrowisatanya. Pembagian peran ini pelatihan-pelatihan dan bantuan dana
juga menyesuaikan dengan paket wisata yang pengembangan. Peran pihak pemerintah ini
ditawarkan. Seperti misalnya wisata offroad memang secara tidak langsung dan terkait
yang dikelola oleh para pemuda/Karang Taruna dengan kegiatan-kegiatan agrowisata di Desa
atau wisata seni dan budaya tradisional yang Wisata Kembangarum, tetapi kontribusi pihak
dikelola oleh bapak-bapak. Pembagian peran ini pemerintah dapat membantu mempersiapkan
juga disesuaikan dengan kapasitas yang masyarakat untuk mengembangkan kawasan
dimiliki oleh setiap kelompok-kelompok dalam agrowisata menjadi lebih baik.
masyarakat Desa Wisata Kembangarum ini.
5. Monitoring dan Evaluasi
Selain dari aktor internal, terdapat pula aktor
eksternal yang turut mengembangkan dan Setelah kegiatan-kegiatan terkait agrowisata
membantu pengimplementasian kegiatan- tersebut dilakukan, maka tahapan selanjutnya
kegiatan agrowisata di Desa Wisata adalah tahapan monitoring dan evaluasi.
Kembangarum. Aktor-aktor ini meliputi Peninjauan tahapan monitoring dan evaluasi
pemerintah dari tingkat desa hingga pusat. kegiatan-kegiatan pengembangan agrowisata di
Perannya pun berbeda-beda sesuai dengan Desa Wisata Kembangarum ini dilihat
kapasitas dan kemampuan kelembagaannya. berdasarkan dari dua indikator, yakni adanya

183
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

mekanisme pemantauan dan pengawasan dan Wisata Kembangarum ini, bila dinilai secara
adanya rekomendasi lanjutan pengembangan ekonomis, belum berkontribusi secara
agrowisata. Di Desa Wisata Kembangarum signifikan bagi masyarakat setempat. Salah satu
sudah memiliki mekanisme rapat atau penyebabnya adalah ketidakrutinan kedatangan
musyawarah bulanan yang membahas tamu ke Desa Wisata Kembangarum. Fluktuasi
mengenai monitoring dan evaluasi keberjalanan kedatangan wisatawan inilah yang
program-program wisata. Keluaran dari menyebabkan pendapatan tambahan
mekanisme rapat atau musyawarah evaluasi masyarakat dari kegiatan di Desa Wisata
kegiatan ini adalah berupa rekomendasi Kembangarum menjadi tidak tetap.
lanjutan yang perlu dilakukan. Salah satu
rekomendasi yang keluar hasil dari proses Pada saat ini, masyarakat telah mengalami
monitoring dan evaluasi ini adalah perbaikan tahapan refleksi pada proses pengorganisasian
infrastruktur pendukung kegiatan agrowisata komunitas dalam pengembangan kawasan
seperti homestay, perbaikan akses, variasi agrowisata di Desa Wisata Kembangarum.
permainan-permainan yang ditawarkan, dan Masyarakat setempat telah menerima manfaat
peningkatan kualitas dan kebersihan yang diberikan dari adanya Desa Wisata
lingkungan. Berbagai rekomendasi ini perlu Kembangarum ini. Hasil refleksi masyarakat
ditindaklanjuti lebih jauh agar peningkatan tersebut dapat digunakan untuk merumuskan
kualitas pelayanan agrowisata di Desa Wisata kembali isu, permasalahan, dan potensi yang
Kembangarum dapat lebih maksimal. dimiliki oleh masyarakat Desa Wisata
Kembangarum terkait dengan pengembangan
6. Refleksi agrowisata berbasis komunitas. Di lain pihak,
terdapat dualisme visi dan misi yang dibawa
Kegiatan agrowisata di Desa Wisata oleh para pengurus Desa Wisata
Kembangarum telah melalui setiap tahapan Kembangarum. Dualisme visi ini berasal dari
pengembangan mulai dari integrasi hingga pihak inisiator internal dan eksternal Desa
pelaksanaan kegiatan serta monitoring dan Wisata Kembangarum seperti yang telah
evaluasi kegiatan. Tahap selanjutnya yang tak dijelaskan sebelumnya.
kalah penting adalah tahap refleksi. Tahap ini
menggambarkan keberterimaan masyarakat 7. Feedback
terhadap kegiatan agrowisata yang telah
berjalan di Desa Wisata Kembangarum. Pada Feedback merupakan suatu keluaran dari
tahap refleksi juga terlihat adanya nilai-nilai tahapan monitoring dan evaluasi dan tahapan
positif dan manfaat yang diperoleh masyarakat refleksi dalam proses pengorganisasian
sebagai suatu dampak dari kegiatan agrowisata komunitas dalam pengembangan kawasan
di Desa Wisata Kembangarum. agrowisata. Salah satu bentuk feedback adalah
adanya rekomendasi pengembangan kawasan
Nilai positif dan manfaat dari pengembangan agrowisata. Rekomendasi ini muncul saat rapat
agrowisata bagi masyarakat Desa Wisata evaluasi rutin para pengurus Desa Wisata
Kembangarum ini dapat dirasakan dalam hal Kembangarum. Rekomendasi ini tidak hanya
transformasi budaya dan pendidikan bagi berisi hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam
masyarakat, peningkatan kualitas dan pemenuhan layanan agrowisata bagi
kebersihan lingkungan, dan peningkatan wisatawan, tetapi juga berisi keberterimaan
perekonomian masyarakat. Keberadaan Desa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

184
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

terhadap aktivitas di Desa Wisata agrowisata Desa Wisata Kembangarum, baik


Kembangarum. dari pihak pengembang maupun dari pihak
internal komunitasnya itu sendiri. Dalam
Evaluasi yang secara komprehensif dan tahapan feedback ini, salah satu hal yang segera
menyeluruh belum sepenuhnya dilakukan oleh diatasi adalah dualisme visi dan misi antara
pihak-pihak yang berwenang, dalam hal ini pengurus dan pengembang Desa Wisata
adalah pengurus Desa Wisata Kembangarum. Kembangarum.
Evaluasi yang dilakukan masih bersifat evaluasi
kegiatan wisata saat ada kunjungan. Evaluasi 4.2 Analisis Dinamika Kapasitas
keberterimaan masyarakat masih belum Pengorganisasian Komunitas dalam
dilakukan secara formal dan sistematis. Meski Pengembangan Agrowisata di Desa
demikian, mulai ada keluhan-keluhan yang Wisata Kembangarum
diutarakan oleh masyarakat terkait dengan
manfaat yang diterima oleh masyarakat. Pengorganisasian komunitas merupakan bagian
dari kemampuan dan kapasitas komunitas untuk
Dualisme visi dan misi dari para pihak dan mampu mengorganisasikan dan memobilisasi
pengurus lembaga Desa Wisata Kembangarum komunitas demi terciptanya suatu tindakan
ini dapat berpotensi untuk menjadi kolektif yang memberikan manfaat positif bagi
permasalahan tersendiri. Hal ini juga akan komunitas tersebut. Pengembangan agrowisata
berdampak kepada arah pengembangan Desa membutuhkan kapasitas masyarakat yang
Wisata Kembangarum ke depannya. spesifik dan sesuai dengan prinsip tertentu.
Permasalahan ini perlu diatasi segera agar tidak Kapasitas pengorganisasian komunitas dalam
sampai menimbulkan kerugian, terutama bagi pengembangan agrowisata di Desa Wisata
masyarakat Desa Wisata Kembangarum. Kembangarum merupakan suatu indikator
Refleksi masyarakat Desa Wisata keberhasilan pengembangan agrowisata
Kembangarum ini menjadi salah satu bahan berbasis komunitas.
pertimbangan keberlanjutan kegiatan

Gambar 5. Perubahan Indikator Kapasitas Pengorganisasian Komunitas Desa Wisata Kembangarum


Sumber: Hasil Analisis, 2012

185
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

Penilaian kapasitas pengorganisasian sistem yang dilakukan untuk memobilisasi


komunitas ini dilihat dari tiga aspek. Yang komunitas dan dengan peluang pelibatan setiap
pertama adalah adanya mobilisasi komunitas anggota komunitas yang lebih besar.
yang dilakukan dalam mengembangkan Desa
Wisata Kembangarum. Aspek yang kedua Di lain pihak, secara keseluruhan nilai rata-rata
adalah adanya tindakan kolektif komunitas jumlah responden untuk setiap indikator
untuk pengembangan agrowisata di Desa kapasitas pengorganisasian komunitas ini masih
Wisata Kembangarum. Aspek yang terakhir di bawah 50% dari total responden. Hal ini
adalah adanya outcome dan manfaat yang menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan
diterima oleh masyarakat Desa Wisata peningkatan kapasitas pengorganisasian
Kembangarum akibat dari pengembangan komunitas dalam pengembangan Desa Wisata
agrowisata. Ketiga aspek tersebut dilihat Kembangarum. Baru elite-elite atau tokoh-
dinamika perubahannya, yakni periode dimana tokoh dari komunitas ini yang secara nyata
belum ada dan terbentuknya secara resmi Desa mengalami peningkatan kapasitas
Wisata Kembangarum, tepatnya sebelum tahun pengorganisasian komunitas dalam
2005, dan periode dimana Desa Wisata pengembangan Desa Wisata Kembangarum.
Kembangarum sudah terbentuk yakni setelah Keberadaan Desa Wisata Kembangarum
tahun 2005. dianggap masih belum dapat meningkatkan
kapasitas pengorganisasian komunitas di setiap
Berdasarkan analisis pada Gambar 3 di atas, level komunitas.
diperoleh bahwa untuk setiap indikator
kapasitas pengorganisasian komunitas dalam 5. Kesimpulan
pengembangan agrowisata di desa wisata
tersebut memang mengalami peningkatan jika Proses pengorganisasian komunitas dalam
dibandingkan antara periode sebelum dan pengembangan kawasan agrowisata di Desa
setelah berdirinya Desa Wisata Kembangarum. Wisata Kembangarum terdiri dari beberapa
Untuk indikator adanya mobilisasi komunitas, tahap dan merupakan suatu proses yang tertutup
rata-rata jumlah responden meningkat sebanyak (cyclical). Proses pengorganisasian komunitas
22,84%. Untuk indikator adanya collective dalam pengembangan agrowisata di Desa
action yang dilakukan untuk mengembangkan Wisata Kembangarum terdiri dari tahap
agrowisata di Desa Wisata Kembangarum, rata- integrasi, pemetaan isu, masalah, dan potensi
rata jumlah responden mengalami peningkatan komunitas, merancang tindakan bersama,
sebesar 13,58%. Dan untuk indikator terakhir implementasi kegiatan, monitoring dan
yakni adanya outcome yang diterima oleh evaluasi, refleksi, dan feedback.
komunitas, terjadi peningkatan rata-rata jumlah
responden sebesar 14,77%. Meningkatnya nilai Tujuan pengembangan Desa Wisata
rata-rata jumlah responden untuk setiap Kembangarum salah satunya adalah
indikator kapasitas pengorganisasian komunitas peningkatan kapasitas masyarakat setempat.
dalam pengembangan agrowisata di Desa Meski demikian, kapasitas pengorganisasian
Wisata Kembangarum menunjukkan adanya komunitas ini bersifat dinamis akibat dari
manfaat nyata yang dirasakan oleh masyarakat pengaruh lingkungan internal maupun eksternal
Desa Wisata Kembangarum. Selain itu, komunitas. Maka dari itu, penilaian kapasitas
masyarakat Desa Wisata Kembangarum pengorganisasian komunitas ini mengikuti sifat
menilai adanya perbaikan mekanisme atau kedinamisan kapasitas tersebut. Indikator dari

186
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

keberhasilan proses pengorganisasian 5. Perlunya regenerasi kepemimpinan di Desa


komunitas dalam rangka peningkatan kapasitas Wisata Kembangarum. Calon-calon
pengorganisasian komunitas Desa Wisata pemimpin tersebut harus mulai dibina dan
Kembangarum ini ada tiga yakni mobilisasi dilatih agar mampu menggerakkan
komunitas, collective action, dan adanya masyarakat dan mengembangkan Desa
outcome bagi komunitas. Secara keseluruhan, Wisata Kembangarum ke depannya.
nilai rata-rata jumlah responden untuk setiap 6. Perluasan jaringan melalui kerja sama
indikator kapasitas pengorganisasian komunitas dengan berbagai pihak, terutama pihak-
dalam pengembangan agrowisata di Desa pihak di luar Desa Wisata Kembangarum
Wisata Kembangarum mengalami peningkatan sebagai strategi untuk meningkatkan
jika dibandingkan periode sebelum dan setelah kedatangan wisatawan.
berdirinya Desa Wisata Kembangarum.
Ucapan Terima Kasih
Dalam mempertahankan eksistensi Desa Wisata
Kembangarum, beberapa rekomendasi Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Suhirman, S.H., M.T. untuk arahan dan
berdasarkan penelitian terkait pengorganisasian bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis.
komunitas dalam pengembangan agrowisata di Terima kasih juga kepada dua mitra bestari
desa wisata, yaitu: yang telah memberikan komentar yang
1. Perlunya memperkuat peran pemerintah berharga.
daerah dalam mengembangkan agrowisata
Daftar Pustaka
di Desa Wisata Kembangarum dalam
mengantisipasi adanya dualisme visi dan Akpinar, Nevin, dkk. 2003. Rural Women and
misi yang terjadi dalam internal pengelola Agrotourism in the Context of
Desa Wisata Kembangarum. Peran Sustainable Rural Development: A Case
Study From Turkey.
pemerintah ini sebagai fasilitator untuk
Chaskin, J. Robert. 2001. Building Community
meluruskan kembali visi misi pembangunan Capacity. New York: Walter De Gruyter,
Desa Wisata Kembangarum. Inc.
2. Pengorganisasian komunitas juga Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 206.
merupakan suatu metode yang ditempuh Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke
Aplikasi. Yogyakarta: Pusat Studi
untuk meningkatkan kapasitas komunitas di
Pariwisata (PUSPAR) UGM.
setiap level. Diperlukan adanya peluang Jolly, A. D., & Reynolds, A. K. 2005.
partisipasi bagi setiap anggota komunitas di Consumer Demand For Agricultural And
Desa Wisata Kembangarum selebar On-Farm Nature Tourism. Uc Small
mungkin. Disini juga dibutuhkan peran dari Farm Center Research Brief. Retrieved
from
seorang pemimpin yang mampu
http://sfp.ucdavis.edu/files/143466.pdf
memobilisasi anggota komunitas. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan
3. Perlunya pemerataan kegiatan dan Menteri Pariwisata, Pos, dan
pembangunan infrastruktur penunjang Telekomunikasi Nomor:
kegiatan agrowisata untuk mengatasi spatial 204/KPTS/30HK/050/4/1989 dan Nomor
KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang
gap antara RT 04 dan RT 05, RW 26, Desa
Koordinasi Pengembangan Wisata Agro
Wisata Kembangarum. Lobo, R. E., Goldman, G. E., Jolly, D. A.,
4. Adanya tuntutan transparansi dalam segala Wallace, B. D., Schrader, W. L., &
kegiatan agrowisata di Desa Wisata Parker, S. A. 1999. Agricultural tourism:
Kembangarum. agritourism benefits agriculture in San

187
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 3 Desember 2013

Diego County. Retrieved June 4, 2008,


from the University of California-Davis
Small Farm Center Web site:
http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/
agritourSD.html
Mukhotib, MD. 2012. Membangun Organisasi
Rakyat.
Saridarmini, Ni Luh Ayu Rai. 2011. Dampak
Agrowisata Berbasis Modal dan
Agrowisata Berbasis Masyarakat.
Denpasar: Tesis Universitas Udayana.
Sinclair, Zack dan Lisa Russ. 2006.
Organization Development for Social
Change: An Integrated Approach to
Community Transformation. Zack
Sinclair and Movement Strategy Center.
Stall, Susan, and Randy Stoecker. 1998.
"Community organizing or organizing
community? Gender and the crafts of
empowerment," Gender and Society, 12
(Dec): 729-756.
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2011. Agrowisata
Sebagai Pariwisata Alternatif.
Yoeti, Oka. A. 2008. Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

188

Anda mungkin juga menyukai