Anda di halaman 1dari 15

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA


HUSADA

PANDUAN PENCAMPURAN OBAT SUNTIK


DAN
PENGELOLAAN OBAT SITOSTATIAK
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
2015

ii
PENGANTAR

Rasa syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karuniaNya, tim penyusun dapat menyelesaikan buku Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan
Pengwlolaan Obat Sitostatika.

Pencampuran obat suntik dan pengelolaan obat sitostatika seharusnya dilakukan oleh
apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, tetapi kenyataannya sebagian besar masih dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan lain dengan sarana dan pengetahuan yang sangat terbatas, sedangkan
pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan teknik khusus dengan latarbelakang pengetahuan
antara lain sterilitas, sifat fisikokimia dan stabilitas obat, ketidaktercampuran obat serta risiko
bahaya pemaparan obat. Selain hal tersebut diperlukan juga sarana dan prasarana khusus yang
menunjang pekerjaan hingga tujuan sterilitas, stabilitas dan ketercampuran obat dapat tercapai.

Berdasarkan hal tersebut di atas Instalasi Farmasi Rumah Sakitn Tingkat III Baladhika
Husada menyusun Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Pegelolaan Obat Sitostatika untuk
dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker dan tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan
pencampuran obat suntik dan pengelolaan obat sitostatika di Instalasi FarmasiRumah Sakit Tingkat
III Baladhika Husada

Jember, 2015

(penyusun )

iii
DAFTAR ISI
Surat Ketetapan Kepala Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada nomor SK/
/1/2015 tanggal 2015 tentang Panduan Interaksi Obat.

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... iv

BAB I ................................................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. DEFINISI ............................................................................................. Error! Bookmark not defined.

B. TUJUAN ............................................................................................................................................... 1

C. KEBIJAKAN ........................................................................................................................................ 1

D. PRINSIP ................................................................................................................................................ 1

BAB II............................................................................................................................................................... 2

RUANG LINGKUP .......................................................................................................................................... 2

BAB III ............................................................................................................................................................. 4

TATA LAKSANA ............................................................................................................................................ 4

A. PROSEDUR ......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

B. EFEK DARI TERJADINYA INTERAKSI ......................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IV ........................................................................................................................................................... 10

DOKUMENTASI ........................................................................................................................................... 10

BAB V ............................................................................................................................................................ 11

PENUTUP ...................................................................................................................................................... 11

iv
BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
Pencampuran obat suntik adalah suatu proses terlarutnya zat aktif suatu obat dengan pelarut
untuk dikembalikan ke dalam bentuk yang dapat digunakan. Pencampuran obat suntik
mempunyai teknik khusus dalam proses pencampuran obatnya. Obat sitostatikaadalah senyawa
yang dapat menghambat pertumbuhan dan menghancurkan sel kanker. Obat sitostatika
termasuk dalam golongan obat high alert yang harus mendapatkan pengelolaan khusus.

B. TUJUAN
1. Memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi dan meminimalisasi terjadinya
kesalahan-kesalahan medis dan menurunkan potensi risiko terhadap pasien.
2. Menyediakan panduan untuk rumah sakit mengenai teknis aseptik obat suntik untuk tenaga
kesehatan di rumah sakit.
3. Untuk memberikan perlindungan kepada petugas dari resiko paparan obat sitostatika.

C. KEBIJAKAN
Pencampuran obat suntikdan pengelolaan obat sitostatika seharusnya dilakukan oleh apoteker
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, tetapi karena keterbatasan personel maka dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan lain, khusus obat sitostatika dilaksanakan oleh tenaga Farmasi dengan
sarana, pengetahuan, dan teknis khusus.

D. PRINSIP
1. Efektifitas dalam pengelolaan obat suntik dan obat sitostatika.
2. Meminilalisir terjadinya kontaminasi setiap obat dengan pelayanan teknik aseptik.
3. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggunaan obat bagi pasien dan meningkatkan
kualitas kesehatan pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan,
minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.
Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau apa yang terjadi ketika obat hadirbersama satu dengan yang lainnya.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkantoksisitas dan atau
mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bilamenyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yangrendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan
obat-obat sitostatik.
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,distribusi,
metabolisme danekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan ataumengurangi jumlah obat yang
tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya(BNF 58, 2009).
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yangmemiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama.
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobatyang bekerja
pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapatdiprediksi dari pengetahuan tentang
farmakologi obat-obat yang berinteraksi(BNF 58, 2009).

2
3
BAB III
TATA LAKSANA

A. TEKNIK PENANGANAN OBAT SUNTIK


1. Peresepan
a. Skrinning klinis harus dilakukan untuk setiap resep yang diterima
b. Skrinning klinis guna mencari temuan interaksi obat menggunakan Medscape.
c. Skrinning dilakukan oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmsian.

2. Persiapan
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu dilakukanlangkah langkah
sebagai berikut:
a. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 6 BENAR
(benar pasien, obat, dosis,waktu pemberian, cara pemberian,dokumentasi)
b. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomerbatch, tgl
kadaluarsa).
c. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidaklengkap.
d. Menghitung kesesuaian dosis.
e. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
f. Menghitung volume pelarut yang digunakan.
g. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis,
ruangperawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan,dan tanggal kadaluarsa campuran.
h. Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam medis,ruang
perawatan, jumlah paket.
i. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan
dilakukanpencampuran kedalam ruang steril melalui pass box.

3. Pencampuran
Proses pencampuran obat suntik secara aseptis, mengikuti langkah –langkah sebagai
berikut:
a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap
c. Menghidupkan Laminar Air Flow (LAF) sesuai prosedur tetap

4
d. Menyiapkan meja kerja LAF dengan memberi alas penyerap cairan
e. Menyiapkan kantong buangan sampah dalam LAF untuk bekas obat.
f. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70 %.
g. Mengambil alat kesehatan dan obat-obatan dari pass box
h. Melakukan pencampuran secara aseptis

Teknik memindahkan obat dari ampul


a. Membuka ampul larutan obat
1) Pindahkan semua larutan obat dari leher ampul denganmengetuk-ngetuk bagian
atas ampul atau dengan melakukangerakan J-motion.
2) Seka bagian leher ampul dengan alkohol 70 %, biarkanmengering.
3) Lilitkan kassa sekitar ampul.
4) Pegang ampul dengan posisi 45º, patahkan bagian atasampul dengan arah
menjauhi petugas. Pegang ampuldengan posisi ini sekitar 5 detik.
5) Berdirikan ampul.
6) Bungkus patahan ampul dengan kassa dan buang ke dalamkantong buangan.
b. Pegang ampul dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalamampul, tarik seluruh
larutan dari ampul, tutup needle.
c. Pegang ampul dengan posisi 45º, sesuaikan volume larutandalam syringe sesuai
yang diinginkan dengan menyuntikkankembali larutan obat yang berlebih kembali
ke ampul.
d. Tutup kembali needle.
e. Untuk permintaan infus Intra Vena , suntikkan larutan obat kedalam botol infus
dengan posisi 45º perlahan-lahan melaluidinding agar tidak berbuih dan tercampur
sempurna.
f. Untuk permintaan Intra Vena bolus ganti needle dengan ukuranyang sesuai untuk
penyuntikan.
g. Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasike dalam kantong
buangan tertutup.

Teknik memindahkan sediaan obat dari vial:


a. Membuka vial larutan obat
1) Buka penutup vial.
2) Seka bagian karet vial dengan alkohol 70 %, biarkanmengering.
3) Berdirikan vial
5
4) Bungkus penutup vial dengan kassa dan buang ke dalamkantong buangan
tertutup
b. Pegang vial dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalam vial.
c. Masukan pelarut yang sesuai ke dalam vial, gerakan perlahanlahan memutar untuk
melarutkan obat.
d. Ganti needle dengan needle yang baru.
e. Beri tekanan negatif dengan cara menarik udara ke dalam spuit kosong sesuai
volume yang diinginkan.
f. Pegang vial dengan posisi 45º, tarik larutan ke dalam spuittersebut.
g. Untuk permintaan infus intra vena (iv) , suntikkan larutan obat ke dalam botol
infus dengan posisi 45º perlahan-lahan melalui dinding agar tidak berbuih dan
tercampur sempurna.
h. Untuk permintaan intra vena bolus ganti needle dengan ukuran yang sesuai untuk
penyuntikan.
i. Bila spuit dikirim tanpa needle, pegang spuit dengan posisi jarum ke atas angkat
jarum dan buang ke kantong buangan tertutup.
j. Pegang spuit dengan bagian terbuka ke atas, tutup dengan ”luer lock cap”.
k. Seka cap dan syringe dengan alkohol.
l. Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup.

4. Belom selesai

Formulasi obat suntik


Obat-obat yang sediaannya berbentuk dry powder seperti amoksisilin memerluk rekonstitusi
dengan aqua pro injeksi atau NaCl 0,9% sebelum digunakan. Keuntungan dari sediaan
berbentuk dry powder ini adalah dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Beberapa kelemahan dari sediaan berbentuk dry powder adalah :
a) Rekonstitusi menghabiskan waktu, khususnya bila sediaan tersebut sulit
untuk dilarutkan
6
b) Dapat terkontaminasi oleh lingkungan di sekitarnya dan terkontaminasi oleh
mikroba yang terdapat dalam pelarut
c) Dapat terkontaminasi oleh mikroba.
d) Perhatian mungkin dibutuhkan jika obat mudah untuk ”foaming” (berbusa), sebagai
dosis yang tidak komplit memungkinkan untuk hilang (withdrawn) contoh : teicoplanin
e) Jika ampul dipatahkan, pecahan kaca ampul tersebut dapat masuk kesediaan, melukai
petugas serta percikan sediaan dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
f) Jika sediaan menggunakan vial timbul kesulitan memasukkan pelarut atau obat yang
telah direkonstitusi karena adanya tekanan dalam vial (beberapa vial dibuat dengan
tekanan didalamnya). Jika vial tersebut tidak memiliki tekanan di dalamnya, maka udara
perlu dikeluarkan terlebih dahulu sebelum penambahan pelarut. Jumlah udara yang keluar
masuk kedalam syringe harus sama dengan jumlah pelarut yang ditambahkan. Sebelum
mengeliminasi obat yang telah direkonstitusi dari dalam vial, perbedaan tekanan harus
dihitung lagi. Udara perlu ditambahkan kedalam vial sebanding dengan jumlah obat yang
dieliminasi/ hilang.

Preparasi dari larutan yang memerlukan pelarut tambahan sebelum digunakan


Contoh : Ranitidine, amiodaron
Keuntungan dari preparasi ini adalah:
- Sudah berbentuk cairan, jadi tidak memerlukan proses rekonstitusi lagi
Kekurangan dari preparasi ini adalah :
- Waktu penggunaan untuk eliminasi dan persiapan
- Mudah mengalami gangguan/ masalah pada vakum/ tekanan (untuk vial)
- Dapat menyebabkan pecahan gelas (untuk ampul)
- Menyebabkan risiko kontaminasi mikrobakteri

Preparasi tersedia (siap untuk digunakan) tanpa pelarut tambahan


Preparasi ini dapat berupa kantong atau ampul dengan volume kecil yangdapat dibuat
tanpa pelarut tambahan, tapi tetap mengandung larutan obat untuk dieliminasi ke dalam
syringe untuk pembuatan, contoh : adenosine, gentamisin, metoklopramid. Hal ini sesuai/
cocok untuk digunakan, namun tetap memiliki kekurangan, antara lain:
- Berbahaya (kontaminasi mikrobakterial)
- Mudah mengalami gangguan/ masalah pad vakum/ tekanan (untuk vial)
- Dapat menyebabkan pecahan gelas (untuk ampul)

7
Preparasi tersedia (siap untuk digunakan)
Preparasi ini termasuk kantong infus dan syringe yang belum diisikan (pre-filled),
contohnya: NaCl (Sodium Chloride) 0,9% 500 ml, morfin sulfat 60 mg dalam 60 ml
PCA syringe. Keuntungannya adalah :
- Tidak ada risiko kontaminasi lingkungan
- Kecilnya kontaminasi mikrobakteri
- Mudah digunakan
- Menghemat waktu
Beberapa vial didesain dengan tekanan di dalamnya, hal ini diperlukan karena
berguna selama proses rekonstitusi.
Jika vial tersebut tidak memiliki tekanan di dalamnya, maka udara harus dikeluarkan
terlebih dahulu sebelum penambahan pelarut. Jumlah udara yang dikeluarkan harus sama
dengan jumlah pelarut yang ditambahkan. Sebelum mengeluarkan obat yang telah
direkonstitusi dari dalam vial perbedaan tekanan harus dihitung lagi, sehingga udara perlu
ditambahkan kedalam vial sebanding dengan jumlah obat yang di keluarkan.

Cara Pemberian
1. Injeksi Intravena (i.v.)
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk jangka waktu yang pendek
atau untuk waktu yang lama.
a. Injeksi bolus
Injeksi bolus volumenya kecil ≤ 10 ml, biasanya diberikan dalam waktu 3-5 menit
kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan tertentu.
b. Infus
Infus dapat diberikan secara singkat (intermittent) atau terus-menerus (continuous).
• Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama. Waktu pemberiaan infus
singkat sesungguhnya jarang lebih dari 6 jam per dosis.
• Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat beragam mulai dari volume
infus kecil diberikan secara subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1
ml per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi parenteral.

2. Injeksi intratekal

8
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang belakang. Volume
cairan yang dimasukkan sama dengan volume cairan yang dikeluarkan.
3. Injeksi subkutan
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.
4. Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular adalah pemberiaan injeksi di otot.

9
BAB IV
DOKUMENTASI

Setiap kejadian interaksi obat dan juga termasuk dugaan kejadian harus dicatat lembar telaah
resep obat dan dalam lembar rekam medis pasien. Ditulis dalam catatan perkembangan pasien
terintegrasi yang telah divisie oleh apoteker. Dari catatan tersebut bisa di jadikan bahan diskusi
dari tenaga kesehatan yang lain dalam mengembangkan program keselamatan pasien.

10
BAB V
PENUTUP

Panduan interaksi obat ini disususn agar dapat dipakai sebagai pegangan dan acuan oleh
setiap staf instalasi farmasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi kepada pasien, serta
sebagai dasar pedoman bagi staf instalasi farmasi di bawah ruang lingkupnya dalam
melaksanakan kegiatannya.

Panduan interaksi obat instalasi farmasi berlaku sejak tanggal ditetapkan

Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. A. Rusli Budi Ansyah.SP.B.,MARS.


Letnan Kolonel Ckm NRP1920047940367

11

Anda mungkin juga menyukai