Diusulkan Oleh:
Azizul Hakim / NIS. 17. 2547 / 2017
Reza Ahmad / NIS 17.3093 / 2017
Rizky Anugrah / NIS 17.3125 / 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian
ini adalah “Pemanfaatan Daun Agave (Agave variegata) dan Daun Beringin
(Ficus benjamina) Sebagai Biotermitisida Pembasmi Rayap”. Penelitian ini
disusun untuk mengikuti LKTIN Siswa PPIPM Fair 2018.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya terutama kepada pembimbing yaitu Bapak Darussalim, M.Si yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penulis melakukan
penelitian ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kepala
MAN 2 Model Medan, Irwansyah, MA yang mendukung sepenuhnya penelitian
ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda dan
Ibunda yang telah memberikan doa dan dukungan moril secara penuh sehingga
penulis tetap bersemangat, serta Bapak/Ibu guru, teman-teman kelas XI IPA 7
MAN 2 Model Medan dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam penyelesaian dan penulisan karya ilmiah ini.
Semoga budi baiknya mendapat imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Demikian karya ilmiah ini kami
susun semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Tabel...........................................................................................................iv
Daftar Gambar.......................................................................................................v
Abstrak..................................................................................................................vi
3
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi bahan pembuatan ekstrak daun A. variegata.................................15
2. Komposisi bahan pembuatan ekstrak daun beringin.......................................16
3. Komposisi bahan pembuatan campuran ekstrak daun A. variegata dan
daun beringin...................................................................................................16
4. Klasifikasi tingkat aktifitas larutan biotermitisida .........................................18
5. Persentase mortalitas rayap.............................................................................19
6. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun A.variegata terhadap mortalitas
Rayap..............................................................................................................21
7. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun A.variegata terhadap
waktu kematianrayap.......................................................................................21
8. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun beringin (F.benjamina) terhadap
mortalitas rayap...............................................................................................22
9. Komposisi bahan pembuatan campuran ekstrak daun A. variegata dan
daun beringin...................................................................................................22
10. Pengaruh campuran ekstrak daun A.variegata dan daun beringin
(F.benjamina) terhadap persentase mortalitas rayap.......................................23
11. Pengaruh campuran ekstrak daun A.variegata dan daun
beringin (F.benjamina)....................................................................................24
DAFTAR GAMBAR
4
Halaman
1. Tanaman A. variegata................................................................................4
2. Tanaman Beringin.....................................................................................6
3. Jenis rayap sampel penelitian....................................................................17
4. Persentase mortalitas K1 pada konsentrasi A1, A2, dan A3......................20
5. Perbandingan persentase mortalitas rayap pada
K1, K2, K3, K4, dan K5........................................................................24
5
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN Agave variegata dan DAUN
BERINGIN (Ficus benjamina) SEBAGAI BIOTERMITISIDA
PEMBASMI RAYAP
Sub Tema: Lingkugan dan Kesehatan
Azizul Hakim, Reza Ahmad, dan Rizky Anugrah
Pembimbing: Darussalim, S.Ag, S.Pd, M.Si
081360210761/ quietplace4@gmail.com, 081776743022/
ahmad11reza1102@gmail.com, 081534038881/
Rizky_Anugrah310@yahoo.com
ABSTRAK
Rayap merupakan salah satu hama yang merugikan bagi masyarakat,
karena menimbulkan masalah pada rangka bangunan dan sarana yang berbahan
dasar kayu. Penggunaan termitisida kimia berdampak negatif terhadap lingkungan
karena menyebabkan pencemaran dan resistensi hama. Dalam penelitian ini
dilakukan pengembangan termitisida alternatif menggunakan ekstrak daun Agave
variegata dan daun beringin. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui apakah
ekstrak daun A. variegata dapat digunakan sebagai biotermitisida, 2) mengetahui
apakah ekstrak daun beringin dapat digunakan sebagai biotermitisida, dan 3)
mengetahui bagaimana efektivitas ekstrak daun A. variegata dan daun beringin
sebagai biotermitisida. Penelitian dilakukan sejak 20 Juli 2018 sampai dengan 6
Agustus 2018 di Laboratorium Biologi MAN 2 Model Medan. Perlakuan
dikelompokkan menjadi lima kelompok. Kelompok pertama (K1) menggunakan
ekstrak daun A. variegata, kelompok kedua (K2) menggunakan ekstrak daun
beringin, kelompok ketiga (K3) campuran K1 dan K2, kelompok keempat (K4)
menggunakan termitisida sintetik, dan kelompok kelima (K5) menggunakan air
sebagai kontrol. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa K1, K2, dan
K3 berpotensi sebagai biotermitisida dengan persentase mortalitas pada
konsentrasi 5%, 10%, dan 20% berturut-turut 87,78%, 100%, dan 100%, dengan
rata-rata waktu kematian 00:01:03,57”, 00:01:04,06”, dan 00:00:43,24”.
Simpulan, ekstrak daun A.variegata dan daun beringin (F. benjamina) dapat
dijadikan sebagai biotermitisida pembunuh rayap, baik dalam keadaan tunggal
maupun campuran antara keduanya. Tingkat efektifitas biotermitisida pada
campuran lebih tinggi dibandingkan dalam keadaan tunggal.
6
BAB I
PENDAHULUAN
1
digunakan pula sebagai bahan tradisional insektisida dan pestisida. Hal ini berarti,
di alam banyak sekali tumbuhan yang berpotensi sebagai biotermitisida.
Tumbuhan Agave variegata terkenal kuat karena dapat tumbuh di daerah
kering, panas, dan berangin dengan tingkat hujan yang rendah, bahkan tanah yang
tidak subur. Agave bahkan tidak membutuhkan irigasi, pupuk, ataupun
penyemprotan dan juga sangat toleran terhadap kondisi tanah yang tidak subur.
Namun, Agave sebenarnya sangat mudah untuk beradaptasi dengan di iklim lain.
Sehingga, banyak rumah yang memilih agave sebagai tanaman hias. Selain sebagai
tanaman hias, agave dapat dimanfaatkan dalam banyak hal. Hampir semua spesies
dari agave digunakan sebagai bahan makanan, serat, dan sabun.
Tumbuhan beringin pada umumnya bereada di kawasan tropis, Ficus
benjamina L tersebar luas sering ditanam sebagai tanaman pinggir jalan. Ia populer
sebagai tanaman taman karena ketahanannya pada keadaan yang kurang baik.
F. benjamina L ini baik dibawah sinar matahari langsung tetapi juga tahan di
tempat teduh. Daun, akar, dan kulit batang F. benjamina L mengandung flavonoid,
saponin, dan polifenol (Hutapea, 1994). Hasil uji fitokimia ekstrak kental etanol
daun beringin diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid,
alkaloid, dan steroid, saponin, dan polifenol. Secara kualitatif dilihat dari intensitas
warna sebagai reaksi positif dari beberapa pereaksi fitokimia, diduga bahwa
senyawa golongan steroid sebagai kandungan utama (mayor) pada daun beringin.
Alkaloid dan saponin merupakan senyawa yang bersifat racun bagi organisme.
Sebagaimana yang diungkapkan Wardani dan Mifbakhuddin (2010) bahwa saponin
dan alkaloid merupakan stomach poisonic atau racun perut pada serangga Aedes
aegypti.
Berdasarkan data-data tersebut di atas dan pengamatan penulis di lapangan,
maka perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengatasi permasalahan yang
disebabkan oleh rayap dan pestisida kimia. Oleh sebab itu, penulis berinisiatif
untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan ekstrak daun agave (A.
variegata) dan daun beringin (F. benjamina) untuk menekan permasalahan yang
disebabkan oleh rayap, disamping itu permasalahan pencemaran yang disebabkan
oleh penggunaan pestisida kimia juga dapat direduksi.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak daun A. variegata dapat digunakan sebagai biotermitisida?
2. Apakah ekstrak daun Beringin (F. benjamina) dapat digunakan sebagai
biotermisida?
3. Bagaimana efektivitas ekstrak daun A. variegata dan daun Beringin (F.
benjamina) sebagai biotermitisida?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan antara lain:
1. Mengetahui apakah ekstrak daun A. variegata dapat digunakan sebagai
biotermitisida.
2. Mengetahui apakah ekstrak daun beringin (F. benjamina) dapat digunakan
sebagai biotermitisida.
3. Mengetahui bagaimana efektifitas ekstrak daun A. variegata dan daun
beringin (F. benjamina) sebagai biotermitisida pembasmi rayap.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Keberhasilan penerapan produk biotermitisida yang ramah lingkungan
dalam upaya mereduksi penggunaan termitisida kimia di dalam masyarakat.
2. Penelitian diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
mengeksplorasi berbagai jenis tumbuhan yang memiliki potensi sebagai
biotermitisida.
3. Untuk menambah pengetahuan masyarakat dalam menerapkan teknologi
pembuatan biotermitisida dari ekstrak daun A. variegata dan daun beringin (F.
Benjamina).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Agave merupakan sebuah tanaman yang umumnya berbentuk duri.
Bentuk daun dan corak istimewa menjadi daya tarik bagi para kolektor agave.
Sebab, sosok agave umumnya hampir seragam: daun tersusun roset, bentuk oval
dengan ujung melancip, dan warna hijau. Disebut begitu karena daun yang
semula agak pipih berujung lancip berubah menjadi menggembung seperti
kubus. Tepi daun century plant itu diselimuti duri-duri mungil, ujung daun
dilengkapi duri panjang berwarna merah ( https://id.wikipedia.org/wiki/Agave).
Ukuran agave bervariasi, tumbuhan ini dapat mencapai 30cm. Daun
Agave berwarna hijau gelap hingga hijau rumput, biru, dan juga abu. Bentuk
Agave mirip tumbuhan lidah buaya. Biasanya, Agave dijadikan tanaman hias.
Bagian jantung tanaman ini menyimpan cairan manis yang dikenal dengan
aguamiel.
Agave dan genera agave Agaveceae lainnya kaya metabolit sekunder,
berarti saponin steroid. diantara spesies agave belajar untuk mereka komposisi
saponin adalah A. cocui, A. Americana, dan A. cantala, dan sampai penelitian
lebih lanjut tidak ada data tentang evaluasi komposisi saponin A. durangensis.
Saponin tanaman adalah metabolit sekunder dengan berat molekul tinggi.
Mereka adalah kejam ditemukan sebagai glikosida, terdiri dari bagian gula terkait
dengan struktur atau triterpen. Terjadinya saponin steroid di Agave genus
didokumentasikan dengan baik (Blunden et al., 1980). Baru-baru ini, ekstrak air
A. attenuate dievaluasi untuk kegiatan melawan Bulinus africanus,Daphnia
pulex,Anopheles arabiensis dan Oreochromis mossambicus menunjukkan
moluskida,sifat perawan dan bakterisida (Brackenbury dan Appleton, 1997).
5
Gambar 2. Tanaman Beringin
7
pencernaan karena alkaloid dapat bertindak sebagai racun melalui mulut larva.
(Nursal dan Siregar, 2005).
C. Rayap
Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera.
Rayap memiliki ukuran tubuh yang kecil, sepintas mirip dengan semut sehingga
kadang-kadang disebut semut putih. Hidupnya secara berkoloni, dimana setiap
koloni terdapat kasta-kasta yaitu kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta
reproduktif.
1. Kasta prajurit, merupakan rayap yang memiliki kepala yang berbentuk kepala
bulldog. Jenis rayap ini berperan dalam mempertahankan sarang dari
serangan musuh. Prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel
(rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya,
biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati
(Tarumingkeng, 2001).
2. Kasta pekerja, umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit
mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Populasi kasta
pekerja mencapai 80-90%, tugasnya bekerja terus tanpa henti, memelihara
telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan
memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan
liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan
membangun termitarium.
3. Kasta reproduktif, terdiri dari individu-individu seksual yaitu betina (ratu)
yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Jika
mereka mati, maka koloni akan membentuk ratu atau raja baru dari individu
lain (biasanya dari kasta pekerja) (Tarumingkeng, 2001).
Rayap memiliki jumlah keragaman yang sangat banyak. Rayap terdiri
dari tujuh famili yaitu yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae,
Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae. Famili
Termitidae merupakan famili terbesar yaitu mencapai tiga perempat dari total
spesies dalam ordo Isoptera. Rayap memiliki tempat hidup yang berbeda-beda.
Berdasarkan tempat hidupnya rayap dapat digolongkan dalam 3 tipe yaitu rayap
kayu lembab, rayap kayu kering, dan rayap tanah. Selain 3 tipe tersebut para ahli
8
juga menggolongkan rayap menjadi 5 tipe termasuk 3 tipe diatas yaitu rayap
pohon dan rayap subteran (Tsoumis, 1991).
Makanan utama rayap adalah selulosa yang diperoleh dari kayu dan
jaringan tanaman lainnya. Kerusakan serius dapat ditemukan pada bangunan
kayu, kertas, papan serat, dan lain sebagainya. Jadi, semua jenis rayap sangat
merugikan bagi manusia terutama rayap kayu kering, salah satu spesiesnya
adalah Crptotermes sp.. Karena rayap jenis ini hidup dan mencari makan pada
kayu kering yang telah mati yang banyak dijumpai pada rumah-rumah, terutama
pada perabot rumah tangga yang berbahan kayu seperti lemari, meja, kursi,
tangga kayu, lantai kayu, dan lain-lain (Nandika et al., 2003).
D. Biotermitisida
Pestisida alami (biopestisida) adalah pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tanaman atau tumbuhan. Menurut Bailey et al., (2010) biopestisida
merupakan produk-produk alam yang digunakan untuk mengontrol berbagai
hama, termasuk serangga.
Biopestisida dapat dibedakan berdasarkan jenis bahan alami yang
digunakan yaitu pestisida dari tumbuhan, pestisida dari mikroba, agen
biokontrol, feromon, dan tanaman terproteksi (David BV, 2008). Selain itu,
biopestisida juga dapat dibedakan berdasarkan organisme target seperti
bioinsektisida (serangga), biofungisida (cendawan), bioakarisida (tungau),
bioherbisida (gulma), bionematisida (nematoda), dan biotermitisida (rayap).
Biotermitisida merupakan termitisida alami yang khusus digunakan untuk
membunuh rayap (termit). Biotermitisida dapat dibuat dari berbagai jenis bagian
tumbuhan seperti daun, batang, akar, umbi, buah, dan biji. Biotermitisida seperti
ini dikenal dengan biotermitisida nabati, dan biasanya dibuat secara sederhana
yaitu dengan menggunakan hasil perasan, ekstrak, rendaman atau rebusan bagian
tanaman tersebut. Menurut Arif et. al. (2012) bahwa beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak bagian tanaman ada yang bersifat toksik terhadap
hama, termasuk rayap.
Biotermitisida memiliki kelebihan dibandingkan termitisida kimia, antara
lain lebih ekologis, murah, dapat menjaga kesehatan tanah dan bahan organik
dalam tanah, lebih mudah membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran,
9
serta dapat diterima oleh masyarakat karena memiliki dampak negatif lebih
sedikit dibandingkan dengan termitisida kimia. Menurut Hardi dan Kurniawan
(2008) bahwa salah satu alternatif yang memiliki prospek baik untuk
mengendalikan rayap adalah dengan insektisida nabati, yaitu insektisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.
E. Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Zat ini dapat
diekstraksi dengan etanol dan tetap ada dalam air setelah ekstrak ini dikocok
dengan petroleum eter . Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya
berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan
berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya.
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai
hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Flavonoid dapat dipisahkan
dengan cara kromatografi (Harborne, 1987). Flavonoid merupakan salah satu
jenis golongan fenol dan banyak ditemukan didalam tumbuh-tumbuhan. Secara
biologis flavonoid memainkan peranan penting dalam penyerbukan tanaman oleh
serangga. Namun ada sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat
bersifat menolak serangga. Bila senyawa flavonoid masuk kemulut serangga
dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dan kerusakan pada spirakel
sehingga serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Selain itu, kelompok
flavonoid yang berupa isoflavon juga memiliki efek pada reproduksi serangga,
yakni menghambat proses pertumbuhan serangga (Harborne, 1987). Senyawa
flavonoid dalam tumbuhan banyak yang memiliki aktivitas sebagai anti kanker
seperti corylifolin dan neobavachalone yang terkandung dalam buah masak
Psoralea corylifolia L. Selain itu kandungan saponin dalam akar Panax ginseng
C.A salah satunya prostisol dapat menginduksi pertumbuhan interferon dan
mempunyai aktifitas sebagai antineoplastik (Dalimartha, 2004). Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar, dalam tumbuhan dapat
ditemukan dalam bentuk glikosida maupun aglikonnya. Aglikon flavonoid yaitu
flavonoid tanpa gula terikat yang terdapat dalam berbagai bentuk struktur.
Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun
10
dalam konfigurasi C6-C3-C6 (Markham, 1988).
F. Saponin
Saponin mempunyai bobot molekul dan polaritas tinggi. Dan isolasinya
untuk senyawa murni sulit. Sering saponin terbentuk sebagai campuran kompleks
satu dengan yang lainnya (Evans, 2002). Saponin bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin, termasuk nyamuk. Saponin adalah zat yang apabila dikocok
dengan air maka akan mengeluarkan buih atau busa dan bila dihidrolisis akan
menghasilkan gula dan sapogenin. Sifat sapogenin adalah menghemolisis darah,
mengikat kolesterol dan toksin pada serangga. Selain itu juga saponin dapat
mengiritasi mukosa saluran cerna dan memiliki rasa pahit sehingga dapat
menurunkan nafsu makan larva sehingga larva akan mati kelaparan. Oleh karena
itu, berbahaya bagi serangga apabila saponin diberikan secara parental
(Gunawan, 2004). Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi
tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti yang jelas
akan adanya saponin. Sukar untuk memekatkan ekstrak alkohol air dengan baik,
dan pada konsentrasi rendah menyebabkan hemolisis darah. Uji saponin yang
sederhana ialah dengan mengocok ekstrak alkohol air dari tumbuhan dalam
tabung reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada
permukaan cairan. Pada beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi
penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik
dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid banyak
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995). Saponin merupakan
senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan
senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah
merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam
glukuronat (Harborne, 1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit
11
menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah
dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan
Mulyani, 2004). Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang
dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau
menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu
menunjukkan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).
G. Polifenol
Polifenol adalah suatu zat kimia secara teoritis dapat melindungi dan
melawan beberapa masalah kesehatan pada umumnya dan terbukti berefek
sebagai anti penuaan. Polifenol beraksi sebagai anti oksidant. Polifenol
melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dan reaksi atom-atom
yang merusak jaringan tubuh. Polifenol dapat juga menutup aksi dari enzim sel
kanker untuk pertumbuhan dan dapat mendeaktifasi zat-zat yang dapat memicu
pertumbuhan kanker (Anonimb , 2007).
H. Alkaloid
Alkaloid Merupakan senyawa organik bahan alam yang terbesar
jumlahnya, baik dari segi jumlahnya maupun sebarannya. Alkaloid menurut
Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai-senyawa yang bersifat basa,
mengandung atom nitrogen berasal dari tumbuan dan hewan. Harborne dan
Turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkaloid yang
memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolid sekunder yang
bersifat basa, yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
cincin heterosiklik, dan bersifat aktif biologis menonjol. Alkaloid memiliki sifat
metabolit terhadap satu atau beberapa asam amino. Aktifitas fisiologinya bersifat
racun dan memiliki rasa yang pahit. Efek toksik lain bisa lebih kompleks dan
berbahaya terhadap insekta, yaitu mengganggu aktifitas tirosin yang merupakan
enzim esensial untuk pengerasan kutikula insekta (Harborne, 1982). Alkaloid
merupakan komponen aktif yang bekerja di saraf selain itu juga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan karena alkaloid dapat bertindak sebagai
racun melalui mulut larva. (Nursal dan Siregar, 2005).
BAB III
12
METODE PENELITIAN
b. Bahan
1) Daun A. variegata
2) Daun Beringin (F. benjamina)
3) Akuades
4) Air
5) Termitisida Kimia merk NARA Gent 50 SC
13
D. Prosedur Penelitian
1. Perlakuan
Perlakuan dikelompokkan menjadi lima kelompok. Kelompok pertama
(K1) menggunakan ekstrak daun A. variegata, kelompok kedua (K2)
menggunakan ekstrak daun beringin, kelompok ketiga (K3) campuran K1 dan K2,
kelompok keempat (K4) menggunakan termitisida kimia sebagai kontrol positif,
dan kelompok kelima (K5) menggunakan air sebagai kontrol negatif.
5. Termitisida Kimia/Sintetis
Termitisida kimia yang digunakan adalah jenis insektisida merk NARA
Gent 50 SC yang spesifikasinya juga dapat membunuh serangga dan rayap. Daya
racunnya melalui kontak dan lambung dengan hama target.
15
Gambar 3. Jenis rayap sampel penelitian
8. Persentase Mortalitas
Persentase mortalitas dilakukan dengan menghitung jumlah rayap yang
matisetelah aplikasi (pemberian) ekstrak larutan pada rayap. Dihitung dengan
menggunakan rumus Abbott dalam Patahuddin (2005) sebagai berikut :
P = persentase mortalitas
a = Jumlah rayap yang mati
b = Jumlah rayap yang hidup
Aktifitas setiap konsentrasi ekstrak daun A. variegata dan ekstrak daun
beringin dinilai dengan melihat besaran persentase mortalitas dan diklasifikasikan
ke dalam kategori seperti tercantum pada tabel 4.
16
Tabel 4. Klasifikasi tingkat aktifitas larutan biotermitisida
Mortalitas (%) Tingkat aktifitas Simbol
m ≥ 95% Sangat kuat A
75% ≤ m < 95% Kuat B
60% ≤ m < 75% Cukup kuat C
40% ≤ m < 60% Sedang D
25% ≤ m < 40% Agak lemah E
5% ≤ m < 25% Lemah F
m < 5% Tidak aktif G
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa K1 (ekstrak daun A.
variegata), K2 (ekstrak daun F. benjamina), dan K3 (campuran K1 dan K2) dapat
digunakan sebagai biotermitisida. Tingkat aktifitas biotermitisida pada K1 kategori
kuat dengan rata-rata persentase mortalitas 87,78%, sedangkan pada K2, dan K3
kategori sangat kuat dengan rata-rata persentase mortalitas 100% (tabel 5). Jadi
dapat diketahui bahwa K2 dan K3 memiliki tingkat aktifitas biotermitisida lebih
tinggi dibandingkan dengan K1 dan K5.
Tabel 5. Persentase mortalitas rayap
Ulangan/Persentase Rata-rata
Perlakuan Konsentrasi Rata-rata
1 2 3 Mortalitas
A1 70 90 90 83,34
K1 A2 80 80 90 83,34 87,78
A3 100 90 100 96,67
B1 100 100 100 100
K2 B2 100 100 100 100 100
B3 100 100 100 100
A1 + B1 100 100 100 100
K3 A2 + B2 100 100 100 100 100
A3 + B3 100 100 100 100
K4
- 100 100 100 100 100
(Kontrol +)
K5
- 0 0 0 0 0
(Kontrol -)
18
96
100
83 83
90
80
PERSENTASE MORTALITAS
70
60
50
40
30
20
10
0
A1 A2 A3
KONSENTRASI
19
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun A. variegata terhadap mortalitas rayap.
1 7 8 10 10 0
2 9 8 9 10 0
3 9 9 10 10 0
Total Kematian 25 25 29 30 0
1 10 10 10 10 0
2 10 10 10 10 0
3 10 10 10 10 0
Total Kematian 30 30 30 30 0
Rata-rata 10 10 10 10 0
Tabel 10. Pengaruh campuran ekstrak daun A. variegata dan beringin (F.
Benjamina) terhadap persentase mortalitas rayap.
1 10 10 10 10 0
2 10 10 10 10 0
3 10 10 10 10 0
Total Kematian 30 30 30 30 0
Rata-rata 10 10 10 10 0
Tabel 11. Pengaruh campuran ekstrak daun A. variegata dan beringin (F.
Benjamina) terhadap waktu kematian rayap
22
Waktu kematian rayap tiap konsentrasi
Kontrol Kontrol
Ulangan (menit)
positif negatif
A1+B1 A2+B2 A3+B3
1 00:01:16,76 00:01:09,52 00:01:10,69 00:00:23,01 00:20:25,96
100
5%
90
10%
80
20%
70
60
50
40
30
20
10
0
K1 K2 K3 K4 K5
Gambar 5. Perbandingan persentase mortalitas pada K1, K2, K3, K4, dan K5
23
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun A.variegata dan daun beringin (F. benjamina) dapat dijadikan
sebagai biotermitisida pembunuh rayap, baik dalam keadaan tunggal maupun
campuran antara keduanya.
2. Efektivitas biotermitisida pada K3 lebih tinggi dibandingkan K1 dan K2 dimana
persentase mortalitas K3 100% dengan waktu kematian 00:00:43,24, diikuti K2
100% dengan waktu kematian 00:01:04,06, dan K1 87,78% dengan waktu
kematian 00:01:03,57.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan berbagai perlakuan, pembuatan
produk yang lebih efektif, dan jenis rayap yang berbeda-beda.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amir M. 2003. Rayap dan Perananya. Dalam: M.Amir, Kahano.S. Serangga Taman
Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Biodiversity Conservation Project.
LIPI: 51-62
Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta
Utami, Sri. 2010. Aktivitas Insektisida Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Terhadap
Hama Eurema spp. Pada Skala Laboratorium, Balai Penelitian Kehutanan.
Palembang.
26
Daftar Riwayat Hidup Peserta
27
Biodata Peserta
Nama Peserta : Azizul Hakim
Tempat dan Tanggal Lahir : Langsa, 1 Agustus 2002
Pengalaman Organisasi :-
Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :-
Penghargaan yang Pernah Diraih :-
28