Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

2.1.1 Pengertian Temulawak

Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, tinggi tanaman bisa

mencapai 2 m. Rimpang terdiri atas rimpang induk (empu) yang berbentuk

jorong ( gelendong ) bewarna kuning tua atau cokelat kemerahan (bagian

dalam bewarna jingga cokelat) dan rimpang cabang yang keluar dari

rimpang induk, ukurannya lebih kecil dan tumbuh menyamping (warnanya

lebih muda) (Dalimartha 2000; Khamidah, Antarlina, Sudaryono, 2017).

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk famili

Zingiberaceae yang merupakan tanaman asli Indonesia, banyak ditemukan

terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta,

Bali, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan

Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan (Prana 2008; Sakinah, 2018).

Rimpang temulawak mengandung antioksidan yang dapat mencegah

terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas yang berada di lingkungan.

Komponen senyawa yang bertindak sebagai antioksidan dari rimpang

temulawak adalah flavonoid, fenol dan kurkumin (Jayaprakhasha et al.

2006; Sakinah, 2018).

Selain itu, rimpang temulawak juga mengandung pati, kurkuminoid,

serat kasar, abu, protein, mineral, dan minyak atsiri yang terdiri dari d-

kamfer, siklo isoren, mirsen, tumerol, xanthorrhizol, zingiberen, zingeberol

9
10

(Wijayakusuma 2007). Hasil uji praklinik, menunjukkan bahwa temulawak

dapat digunakan sebagai obat antioksidan, hepatoproteksi, antiinflamasi,

antikanker, antidiabetes, antimikroba, antihiperlipidemia, antikolera, dan

antibakteri (Fatmawati 2008; Sakinah, 2018).

2.1.2 Kandungan Temulawak

Temulawak (curcuma xanthorrhiza) termasuk kedalam family

tumbuhan zingiberacaece. Tanaman ini dikenal dengan nama lain koneng

gede, temu labak, tomo, dan korbanga. Bagian yang dapat digunakan untuk

herbal adalah rimpang temulawak. Tanaman ini kaya akan kandungan

kimia, diantaranya adalah minyak atsiri, xanthorizol, germaken,

isofuranogermakeb, kamfer, glikosida, trisklin, turmenol, kurkumin,

desmetoksurkumin, zat tepung, dan 1-sikloisoprenmyrsen (Purwanto,

2016).

Temulawak mengandung zat kurkumin dan kurkuminoid. Kurkumin

memiliki efek farmakologi sebagai antihepatoksik (mencegah liver),

antioksidan, serta mengurangi tingkat kerusakan hati dan berfungsi sebagai

detoksifikasi. Kurkumin dan kurkuminoid juga berfungsi sebagai

kemopreventif (pencegahan), serta kuratif (penyembuhan) dalam melawan

bibit kanker. Selain itu, temulawak memiliki efek diuretic, penghilang nyeri

sendi, meningkatkan nafsu makan, serta membersihkan darah (Gendrowati,

2018)
11

2.1.3 Jenis-jenis Temulawak

Temulawak merupakan tumbuhan asli yang berasal dari Indonesia,

terutama pulau Jawa. Namun, kemudian menyebar kebeberapa daerah di

wilayah Malaysia. Selain di Asia Tenggara, temulwak juga bisa dijumpai di

Negara Cina, India, Jepang, Korea, serta Eropa. Temulawak bisa tumbuh

dengan baik di dataran rendah yang sifat tanahnya gembur. Ketinggian tanah

mencapai 1500 meter dari atas permukaan air laut. Temulawak memeiliki

nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza. Sedangkan di daerah Sunda disebut

dengan Koneng gede dan di Madura disebut dengan Temu labak

(Gendrowati, 2018).

1. Temu Ireng

Temu ireng merupakan tanaman rimpang yang banyak tumbuh di

daerah Jawa. Temu ireng bisa tumbuh di tanah yang mencapai

ketinggian 400-750 meter di atas permukaan air laut. Biasanya temu

ireng sengaja ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman obat.

Namun di habitat luar, temu ireng bisa tumbuh liar pada tempat-tempat

yang sering ditumbuhi rumput atau dibawah pohon jati. Temu ireng

tidak cocok tumbuh ditempat uang lembab, becek dan tergenang air.

Temu ireng memiliki nama ilmiah Curcuma aeruginosa (Gendrowati,

2018).

2. Temu Giring

Tmu giring merupakan salah satu tumbuhan empon-empon yang

digunakan sebagai pelengkap jamu. Temu giring biasa hidup di daerah


12

pekarangan atau dataran rendah dengan suhu yang agak lembab dan

sedikit cahaya. Temu giring memiliki nama ilmiah Curcuma heyneana

(Gendrowati, 2018)

2.1.4 Manfaat Temulawak

Temulawak sudah memiliki nama dalam industri obat-obatan, salah

satunya adalah sebagai suplemen peningkat nafsu makan bagi anak-anak.

Selan itu, temulawak berkhasiat mengobati asma, nyeri pinggang,

mengobati maag, mengatasi sakit kepala, sakit perut, serta mengurangi bau

amis darah saat menstruasi (Gendrowati, 2018).

Temulawak sudah lama dikenal dan digunakan untuk pemeliharaan

kesehatan, pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan kandungan

aktifnya, temulawak dapat melancarkan air susu ibu (ASI) dan

membersihkan darah (Rukmana 2004; Khamidah, Antarlina, Sudaryono,

2017). Selain itu temulawak dapat memperbaiki fungsi pencernaan,

memelihara fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak

darah, dan menghambat penggumpalan darah (InfoPOM 2005; Khamidah,

Antarlina, Sudaryono, 2017).

Rimpang temulawak berkhasiat sebagai laktagoga, kolagoga,

antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak atsiri temulawak berfungsi

sebagai fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada

mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp. Aktivitas kolagoga

temulawak ditandai oleh peningkatan produksi dan sekresi empedu yang

bekerja secara kolekinetik dan koleretik. Pengeluaran cairan empedu yang

meningkat menyebabkan partikel padat dalam kandung empedu berkurang.


13

Peristiwa ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung karena

gangguan metabolisme lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah

(Dalimartha 2000; Khamidah, Antarlina, Sudaryono, 2017).

2.1.5 Cara Pengolahan Temulawak

Meningkatkan nafsu makan

Siapkan 2 rimpang temulawak, ¼ rimpang lengkuas, dan ½

genggam daun meniran. Cuci bersih semua bahan, kemudian rebus bersama

3 gelas air sampai mendidih. Sisakan 2 gelas dan saring airnya. Minum air

rebusan sebanyak 2 kali sehari, tiap minum ½ gelas (Gendrowati, 2018).

Sedangkan menurut Renny (2010) dalam penelitian yang berjudul

Madu Temulawak Meningkatkan Berat Badan Anak Usia Toddler

melarutkan 1 sendok makan madu temulawak dalam 1/2 gelas (± 125 cc) air

hangat, teh, atau susu diminum setiap pagi dan sore

2.2 Madu

2.2.1 Pengertian Madu

Madu adalah merupakan kumpulan dari Sari Bunga. Madu biasanya

terdapat dalam sarang Lebah yang berbentuk Heksagon ( segi enam ). Untuk

mendapatkan madu dari sarang lebah, biasanya para peternak Lebah

memakai alat Kondensor. Madu juga dapat diperoleh dengan cara diperas

sehingga didapatan madu yang jernih dan murni (Hammad, 2014;

Hadengganan, Zubaedah, Harisun, 2015).


14

2.2.2 Kandungan Madu

Madu mengandung kadar fruktosa dan glukosa yang cukup tinggi

sehingga madu dapat langsung diserap tanpa harus merubahnya menjadi

bentuk gula yang lebih sederhana. Kadar glukosa dalam madu akan

mempercepat kerja insulin dalam menyimpan glukosa dalam sel dan

menurunkan glukosa dalam darah. Hal ini akan mempercepat penurunan

kadar insulin dalam tubuh. Fruktosa yang tinggi tidak memerlukan bantuan

insulin untuk menyimpan dalam sel-sel tubuh. Penurunan bahkan ketiadaan

insulin ini memengaruhi hipotalamus ventromedial melalui aktivasi

NPY/AgRp yang merupakan pusat pengendalian nafsu makan (Renny dkk,

2010).

2.2.2 Kegunaan Madu

Kegunaan madu secara umum adalah memenuhi kebutuhan gizi anak-

anak yang makanannya tidak mencukupi untuk pertumbuhan secara normal,

meningkatkan daya tahan tubuh pada anak – anak, memulihkan kesehatan

setelah sembuh dari sakit/operasi, merangsang nafsu makan (Hammad,

2014; Hadengganan, Zubaedah, Harisun, 2015).

2.3 Berat Badan

2.3.1 Pengertian Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada

masa bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai

sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi
15

dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja,

pengukuran objektif dan dapat diulangi (Soetjiningsih, 2011).

Berat badan merupakan ukuran antopometri yang terpenting dan

paling sering digunakan pada bayi lahir (neonates). Berat badan

digunakan untuk menddiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan

BBLR apabbila berat bayi dibawah 2500gr atau dibawah 2,5 kg. Pada

masa bayi dan balita berat badan dapat dapat digunakan untuk mengukur

laju pertumbuhan fisik dan status gizi. Kecuali dapat kelainan klinis

seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor (Supariasa, 2012).

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan

mineral pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderung meningkat dan

protein otot menurun pada orang yang edema dan asites terjaddi

penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan

jaringan lemak dan otot khususnya bagi penderita status gizi kurang

(Supariasa, 2012)

2.3.2 Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan

atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang,

otot, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status gizi

dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai

dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan

pengobatan (Marimbi, 2010).


16

a. Pengukuran berat badan anak dibawah usia 2 tahun (Suryani, 2018)

1. Penimbangan dapat dilakukan dengan timbnagan pediatric

dengan alat tidur (pediatric scale with pan). Pada saat

penimbngan, anak harus dipastikan berada diatas alas baring

sehingga berat badan terdistribusi secra merata. Setelah anak

berbaring dengan tenag, berat badan dicatat.

2. Penimbangan dapat dilakukan 2 kali kemudian dimasukan nilai

rata-rata

3. Catat nilai rata-rata tersebut pada lembar pemeriksaan status gizi

anak untuk BB.

4. Bila pilih 1) tidak bisa dilakukan proses penimbangan dapat

menggunakan UNISCALE, Yakni timbangan elektro untuk

menimbang ibu dananak sekaligus.

5. Peneltuan status gizi anak melalui ukuran berat badan menurut

umur (BB/U) dilakukan dengan cara berikut:

a. Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan tanggal

kelahiran anak dalam bulan untuk mendapat kan umur anak

tersebut.

b. Ambil tabel standar panjang berat badanmenurut umur

(BB/U) anak usia 0-60 bulan sesuai dengan jenis kelamin.

c. Carilah umur anak pada kolomumur ditabel kemudian

masukan hasil pengukuran panjang badan anak pada kolom


17

tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1SD, 2SD,

3SD atau diantara kolom-kolom tersebut)

d. Tentukan kategori status gizi berdasarkan indeks dan

ambang batas (z-score) yang telah tersedia (sangat pendek,

pendek, normal atau tinggi)

e. Catat status gizi tersebut pada lembar pennentuan status gizi

yang tersedia untuk kategori BB/U.

b. Pengukuran berat badan anak usia ≥ 2 tahun.

1. Proses penimbangan menggunakan beam balance scale atau

timbangan elektronik.

2. Penimbangan sebaiknya dilakukan setelah anak

mengosongkan kandung kemih dan sebelummakan.

3. Timbangan harus ditempatkan di alas yang keras dan datar

serta dipastikan pada angka 0 sebelum digunakan.

4. Anak berdiri tegak ditengah timbangan dan kepala

menghadap lurus kedepam rileks, dan tanpa dipegangi.

5. Adanya edema dan massa harus dicatat.

6. Berat badan dicatat hingga 0,1 kg terdekat,

7. Penentuan status gizi anak melalui ukuran berat badan

menurut umur (BB/U) dengan cara berikut :

a. Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan tanggal

kelahiran anak dalam bulan untuk mendapat kan umur

anak tersebut.
18

b. Ambil tabel standar panjang berat badanmenurut umur

(BB/U) anak usia 0-60 bulan sesuai dengan jenis

kelamin.

c. Carilah umur anak pada kolomumur ditabel kemudian

masukan hasil pengukuran panjang badan anak pada

kolom tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -

1SD, 2SD, 3SD atau diantara kolom-kolom tersebut)

d. Tentukan kategori status gizi berdasarkan indeks dan

ambang batas (z-score) yang telah tersedia (sangat

pendek, pendek, normal atau tinggi)

e. Catat status gizi tersebut pada lembar pennentuan status

gizi yang tersedia untuk kategori BB/U.

Rumus Berat badan menurut umur (Soetjiningsih, 2011) :

Lahir : 3,25 kg

Umur (Bulan ) + 9

2–6 tahun : Umur (tahun) x 2 + 8

6–12 tahun : Umur (Tahun) x7−5

2.3.3 Penilaian Berat Badan

Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan

standar NCHS (National Center for Health Statistics) yaitu menggunakan

persentil sebagai berikut: persentil kurang atau sama dengan tiga termasuk

kategori malnutrisi. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan

menurut WHO yaitu menggunakan persentase dari median sebagai


19

berikut: antara 89–100% dikatakan malnutrisi sedang dan kurang dari 80%

dikatakan malnutrisi akut (wasting). Penilaian berat badan berdasarkan

tinggi menurut standar baku NCHS yaitu menggunakan persentil sebagai

berikut persentil 75–25% dikatakan normal, pesentil 10% dikatakan

malnutrisi sedang, dan kurang dari persentil dikatakan malnutrisi berat

(Hidayat, 2008).

2.3.4 Pertumbuhan Berat Badan

Salah satu untuk mengetahui pertumbuhan balita terutama pada ukuran

berat badan dapat menggunakan ukuran atau standar yang telah ditetapkan

oleh WHO, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Rata-Rata Pertumbuhan Berat Badan


Menurut Tinggi Badan dan Umur

Usia bayi (Tahun) Tinggi Badan Berat Badan


(Cm) (Kg)
Baru lahir 50 3
1 76 10
2 85 12
3 95 14
Lanjutan Tabel 2.1 Rata-Rata Pertumbuhan Berat Badan
Menurut Tinggi badan dan Umur
Usia bayi (Tahun) Tinggi Badan Berat Badan
(Cm) (Kg)
4 102 16
5 110 18
6 116 20
Sumber : (Nabil, 2009)

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua, yaitu

0–6 bulan dan usia 6–12 bulan. Dan usia 0–6 bulan pertumbuhan berat

badan akan mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140– 200


20

gram dan berat badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada

akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6–12 bulan terjadi penambahan

setiap minggu sekitar 25–40 gram dan pada akhir bulan ke-12 akan

terjadi penambahan tiga kali lipat berat badan lahir. Pada masa bermain

terjadi penambahan berat badan sekitar empat kali lipat dari berat badan

lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta penambahan berat badan

setiap tahunnya adalah 2–3 kg. pada masa pra sekolah dan sekolah akan

terjadi penambahan berat badan setiap tahunnya kurang lebih 2–3 tahun

(Hidayat, 2008).

2.3.5 Pemantauan Berat Badan

Pada dasarnya semua informasi atau data bersumber dari data berat

badan hasil penimbangan balita bulanan yang diisikan dalam Kartu

Menuju Sehat (KMS) untuk di nilai naik atau tidaknya berat badan

tersebut. Ada tiga kegiatan penting dalam pemantauan berat badan yaitu

(Suryani, 2018):

1) Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara

teratur.

2) Ada kegiatan pengisian data berat badan ke dalam KMS.

3) Ada penilaian naik atau turunnya berat badan sesuai arah garis

pertumbuhannya.

2.3.6 Penilaian Kartu Menuju Sehat (KMS)

Penilaian Naik atau Tidak Naik pada Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat merupakan gambar kurva berat badan anak berusia
21

0–5 tahun terhadap umurnya. Dalam aplikasi dengan menggunakan

KMS menjadikan tumbuh normal jika grafi pertumbuhan berat badan

anak sejajar dengan kurva baku (Soetjiningsih, 2011). Ada lima garis

pertumbuhan yaitu:

1. Tumbuh kejar atau catch-up growth atau N1 artinya arah garis

pertumbuhan melebihi arah garis baku.

2. Tumbuh normal atau Normal Growth (NG) artinya arah garis

pertumbuhan sejajar atau berimpit dengan arah garis baku.

3. Growth Faltering (GF) artinya arah garis pertumbuhan kurang dari

arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang diharapkan.

4. Flat Growth (FG) artinya arah garis pertumbuhan datar atau berat

badan tetap.

5. Loss of Growth (LG) artinya arah garis pertumbuhan menurun dari

arah garis baku.

Naik apabila, Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu

pita warna. Bila berat badan anak hasil penimbangan berturutturut

berada pada jalur pertumbuhan normalnya dikatakan tetap baik. Garis

pertumbuhannya naik ke pita diatasnya. Bila berat badan anak hasil

penimbangan berturut-turut menunjukkan adanya pengejaran (catch

up) terhadap jalur pertumbuhan normalnya, garis partumbuhannya

pindah ke pita diatasnya, atau dari garis pitanya dibawah ke pita

diatasnya. Lihat gambar 2.1 (Suryani, 2018).


22

Gambar 2.1 Berat Badan Naik

Tidak naik apabila, Garis pertumbuhannya menurun dan Garis

pertumbuhannya mendatar. Apabila berat badan tidak naik atau berat

badan di Bawah Garis Merah (BGM) 3 kali berturut-turut maka di rujuk

ke Puskesmas atau dokter karena ditakutkan adanya gizi buruk. Lihat

gambar 2.2 (Suryani, 2018).

Gambar 2.2 Berat Badan Tidak Naik

2.4 Balita

2.4.1 Pengertian Balita

Balita (Bawah Lima Tahun) atau under five years yaitu anak yang

berusia 0–59 bulan (Ronald, 2011). Balita merupakan masa pertumbuhan


23

tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan

fungsinya (Supartini, 2010).

2.4.2 Perkembangan Dan Pertumbuhan Balita

Pertrumbuhan dalam kehidupan manusia dimulai sejak janin dalam

kandungan berlanjut pada masa bayi, kanak-kanak, dan pada masa

remaja kemudian berakhir pada masa dewasa. Pertumbuhan merupakan

suatu proses yang berkelanjutan dan mengikuti perjalanan waktu. Selama

ini pertumbuhan terjadi perubahan ukuran fisik. Ukuran fisik tidak lain

adalah ukuran tubuh manusia baik dari segi dimensi, proporsi, maupun

komposisinya (Istiany dkk, 2014).

Setiap makhluk hidup akan berkembang sesuai dengan usianya.

Perkembangan yang terjadi pada manusia akibat dari proses kematrangan

dan pengalaman yang progesif (perubahan dalam perkembangan bersifat

maju kedepan, meningkat dan tidak kembali lagi), sistematis (terjadinya

perkembangan secara beruntutan) dan berkesinambungan

(perkembangan bersifat saling berhubungan) (Istiany dkk, 2014)

1. Usia Bayi (0–1 Tahun)

Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan

kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan.

Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda ia akan

memperoleh antibodinya sendiri. Imunisasi diberikan untuk

kekebalan terhadap penyakit yang dapat membahayakan bayi bila

berhubungan secara ilmiah (Lewer, 1996 dalam Supartini, 2004;


24

Uwe, 2014). Bila dikaitkan dengan status gizi bayi memerlukan jenis

makanan ASI, susu formula, dan makanan padat. Kebutuhan kalori

bayi antara 100–200 kkal/kg BB. Pada empat bulan pertama, bayi

yang lebih baik hanya mendapatkan ASI saja tanpa diberikan susu

formula. Usia lebih dari enam bulan baru dapat diberikan makanan

pendamping ASI (Supartini, 2011; Uwe, 2014).

2. Usia Toddler (1–3 tahun)

Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2– 3 tahun

adalah rawan. Masa itu tantangan karena konsumsi zat makanan

yang kurang, disertai minuman buatan yang encer dan

terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain itu

dapat juga terjadi sindrom kwashiorkor karena penghentian ASI

mendadak dan pemberian makanan padat yang kurang memadai

(Supartini, 2011; Uwe, 2014).

Imunisasi pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan

kontak dengan lingkungan kan makin bertambah secara cepat dan

menetap tinggi selama tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi

dan diet tidak adekuat akan tidak banyak berpengaruh pada status

gizi yang cukup baik (Supartini, 2011; Uwe, 2014).

Bagi anak dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi akan

berlangsung lama dan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada

kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Anak 1–3 tahun

membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg BB dan bahan


25

makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi (Supartini, 2011;

Uwe, 2014).

3. Usia Pra Sekolah (3–5 tahun)

Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya

adalah 85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi

pada usia pra sekolah yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih

tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya

daripada makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan yang

baru (Supartini, 2012; Uwe, 2014).

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita

Menurut Marimbi (2010) Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan yaitu :

1. Faktor Internal (Genetik)

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses

pertumbuhan. Melalui genetik yang berada didalam sel telur yang telah

dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Faktor

internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang

normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.

2. Faktor Eksternal (Lingkungan)

Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang

optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung, maka potensi

genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini meliputi

lingkungan “bio-fisiko-psikososial” yang akan mempengaruhi setiap


26

individu mulai dari masa konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor

lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan anak setelah lahir, meliputi:

a. Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,

kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme

yang saling terkait satu dengan yang lain.

b. Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah

cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan

radiasi

c. Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak

adalah stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman,

kelompok sebaya, stres, cinta dan kasih sayang serta kualitas

interaksi antara anak dan orang tua.

d. Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada tumbuh

kembang anak antara lain: pekerjaan atau pendapatan keluarga,

stabilitas rumah tangga, adat istiadat, norma dan urbanisasi.

2.5 Penelitian Terkait

Reny (2012) dengan judul “Madu Temulawak Meningkatkan Berat Badan

Anak Usia Toddler” hasil uji t-tes didapatkan hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa kelompok perlakuan korelasinya sangat kuat dibandingkan kelompok

kontrol, keadaan ini menunjukkan bahwa masukan nutrisi pada kelompok

perlakuan lebih baik daripada kelompok kontrol. Hasil tersebut diperkuat


27

dengan hasil uji statistik independent t-test yang menunjukkan bahwa ada

perbedaan rata-rata berat badan antara yang diberi madu temulawak dan yang

tidak diberi madu temulawak.

Utami., Heli (2015) dengan judul “pemberian vitamin, madu dan

temulawak berpengaruh pada pertambahan berat badan terhadap peningkatan

nafsu makan Balita” Dilakukan uji statistik Anova dimana hasil uji

menunjukkan bahwa nilai Fhitung yaitu 0.364 dan F0.05 yaitu 3.35 jadi

Fhitung < F0.05 sehingga Ho diterima dengan derajat signifikan (ά = 0.05)

berarti pemberian vitamin, madu dan temulawak tidak berpengaruh pada

aktifitas terhadap peningkatan nafsu makan Balita, ditunjukkan hasil dari

ketiga treatmen dengan uji Anova tingkat signifikannya ά = 0.05 diberi vitamin

adalah 0.839 (0.544), sedangkan madu tingkat signifikannya ά = 0.05 adalah

0.839 (0.419) dan temulawak 0.544 (0.419) berarti meskipun ada perbedaan

responden yang diberi vitamin, madu dan temulawak dalam pengaruhnya

terhadap aktifitas Balita pada peningkatan nafsu makan tidak mempengaruhi.

Harahap., Zaudiah (2014) dengan judul “Pengaruh Pemberian Madu

Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Tobing Jae Kecamatan Huristak

Kabupaten Padang Lawas Tahun 2014” Hasil penelitian Sesudah diberi Madu

angka gizi kurang menurun menjadi gizi baik 91,7% (11 balita) dan 1 (8,3%) dari

12 responden masih menetap dalam lingkar gizi kurang, maka didapatkan nilai p

value = 0,0000 yang lebih kecil dari pada nilai corelation sig (0,078). Jadi, ada

Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Status Gizi Balita di Desa Tobing Jae

Kecamatan Huristak Kabupaten Padang Lawas Tahun 2014.


28

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.3
Kerangka Teori

Manfaat Madu Temulawak:

1. Suplemen peningkat nafsu


makan
Peningkatan Berat
2. Mengobati asma
Badan
3. Nyeri pinggang
4. Mengobati maag
5. Mengatasi sakit kepala
6. Sakit perut
7. Mengurangi bau amis darah saat
menstruasi
8. Memenuhi kebutuhan gizi anak-
anak yang makanannya tidak
mencukupi untuk pertumbuhan
secara normal
9. meningkatkan daya tahan tubuh
pada anak – anak
10. Memulihkan kesehatan setelah
sembuh dari sakit/operasi

Sumber : (Gendrowati, 2018 & Hammad, 2014; Hadengganan, Zubaedah,


Harisun, 2015)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.4
Kerangka Konsep

Pretest Intervensi Postest

Berat badan anak


Berat badan anak
sesudah diberikan
sebelum diberikan madu Madu temulawak
madu temulawak
temulawak
29

2.8 Hipotesis

Ha : ada pengaruh pemberian madu temulawak terhadap peningkatan berat

badan anak usia 3-5 tahun di Posyandu Puskesmas Rajabasa Indah Kota

Bandar Lampung Tahun 2019.

H0 : tidak ada pengaruh pemberian madu temulawak terhadap peningkatan

berat badan anak usia 3-5 tahun di Posyandu Puskesmas Rajabasa Indah

Kota Bandar Lampung Tahun 2019.


30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian

kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pemberian madu temulawak terhadap

peningkatan berat badan anak usia 3-5 tahun di Posyandu Puskesmas

Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung Tahun 2019.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2019.

3.2.2 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Puskesmas Rajabasa Indah

Kota Bandar Lampung Tahun 2019

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

Quasi Eksperimental dengan pendekatan one group pretest – posttest design.

Ciri dari desain penelitian One Group Pretest-Postest design adalah

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan suatu

kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan

30
31

intervensi, kemudian diobservasi kembali setelah intervensi (Notoatmodjo,

2018)

Rancangan tersebut digambarkan sebagai berikut :

01-----------X1---------02

Keterangan :

01: Pengukuran BB sebelum diberikan terapi.

X1 : Temulawak Madu selama 30 hari.

02: Pengukuran BB sesudah diberikan terapi.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

penelitian untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. Populasi

juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek / subyek yang di pelajari,

tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang di miliki oleh subyek atau

obyek itu. (Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh anak usia 3-5 tahun di Posyandu Puskesmas Rajabasa Indah Kota

Bandar Lampung Tahun 2019 sebanyak 60 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Notoatmodjo, 2018). Penentuan jumlah sampel


32

dalam penelitian ini menggunakan rumus Supranto J (2000) yaitu : (t-1) (r-

1) > 15, diamana t adalah banyaknya kelompok perlakuan dan r adalah

jumlah replikasi. Banyak kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah 1

kelompok saja, karna menggunakan desain penelitian one group pretes-

postes design, sehingga didapatkan hasil:

(t-1) (r-1) > 15

(1-1) (r-1)
(r-1) > 15/0

r = 15+0 = 15

berdasarkan perhitungan total sampel, maka jumlah responden adalah 15

responden, perhitungan tersebut ditambahkan dengan 10%, sehingga

diperoleh sampel sebanyak 16,5 anak dan dibulatkan menjadi 17 responden,

yang akan diberikan temulawak dalam bentuk seduhan/ rebusan sebanyak

120 ml yang ditambahkan 20 ml madu dan diminum secara bersamaan

sebanyak 2 kali/ hari pada anak usia 3-5 tahun di Posyandu Puskesmas

Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung selama 30 hari.

3.5 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan

teknik Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel

berdasarakan pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah ketahui sebelumnya.

Teknik ini sangat cocok untuk mengadakan studi kasus (Notoatmodjo, 2018).
33

Kriteria Inklusi :

1. Anak usia 3-5 tahun

2. Tidak sedang sakit

3. Ada saat dilakukan penelitian

3.6 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu sifat yang diukur atau diamati yang nilainya

bervariasi antara satu objek lainnya dan terukur (Notoatmodjo, 2018). Variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas (independen) yaitu madu temulawak

Variabel terikat (dependen) yaitu BB anak usia 3-5 tahun.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah merupakan definisi variabel-variabel yang

akan diteliti secara operasional di lapangan. Definisi oprasional bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamat terhadap variabel-

variabel yang akan diteliti serta untuk pengembangan intrusmen. Dengan

definisi oprasional yang tepat maka ruang lingkup atau pengertian variabel-

variabel yang diteliti menjadi terbatas dan penelitian akan lebih fokus (Riyanto

2011). Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:


34

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur
Ukur Ukur
Independen :
Madu temulawak Melarutkan 1 sendok Seduhan Memberikan
makan madu, temulawak temulawak 2 kali/ hari
sebanyak 250gr yang dan madu
diparut hingga didapat air
temulawak dan dicampur
sebanyak 1/2 gelas (± 125
cc) air hangat, teh, atau
susu
pada anak usia 3-5 tahun
di Posyandu Puskesmas _ _
Rajabasa Indah Kota
Bandar Lampung selama
30 hari.

(Renny, 2010)

Dependen:
Berat Badan Berat badan merupakan Timbangan Melakukan BB dalam Ratio
anak usia 3-5 hasil peningkatan atau penimbangan (Kg)
tahun. penurunan semua jaringan
yang ada pada tubuh

3.8 Alat Ukur

Pengukuran berdasarkan lembar observasi dan pengukuran penimbangan

berat badan anak.

3.9 Pengumpulan Dan Pengolahan Data

Setelah lembar observasi dikumpulkan, dilakukan pengolahan data

dengan sistem komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut:

3.9.1 Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

Peneliti melakukan pemeriksaan lembar observasi apakah yang telah

dikumpulkan sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.


35

3.9.2 Processing

Data adalah jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

jawaban dimasukkan ke dalam program atau software komputer.

3.9.3 Cleaning

Dilakukan pembersihan data atau pengecekan data yang sudah di-entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Jika semua data dari setiap sumber telah

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan (Notoatmodjo, 2018).

3.10Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dengan memanfaatkan perangkat lunak

komputer. Adapun analisis yang dilakukan terbagi dua, yaitu:

3.10.1 Analisis Univariat

Setelah lembar observasi selesai dan terkumpul, kemudian data dianalisa

sesuai dengan bentuk data. Analisa univariat digunakan untuk mengetahui

distribusi frekuensi identitas responden (Notoatmodjo, 2018).

3.10.2 Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini, setelah data dari BB sebelum diberi madu temulawak

dan BB setelah diberi madu temulawak menggunakan uji (t dependen),

karena dari hasil uji normalitas data di peroleh sig <0,05, maka teknik

statistik parametris yang digunakan untuk menguji komparatif sampel yang

kedua datanya berbentuk ratio atau interval adalah t-test, dengan interpretasi

data:
36

a. Jika probabilitas (p value ) ≤ 0,05 maka bermakna/signifikan, berarti

ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen atau hipotesis (Ho) ditolak.

b. Jika probabilitas (p value) > 0,05 maka tidak bermakna/signifikan,

berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen, atau hipotesis (Ho) diterima (Arikunto,

2013).

3.11 Etika Penelitian

Sebuah penelitian harus memperhatikan prinsip etik penelitian sebagai

bentuk rasa tanggung jawab terhadap upaya untuk mengenal dan

mempertahankan hak asasi manusia sebagai bagian dari sebuah penelitian

(Wood & Haber, 2010). Peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, yang

melibatkan klien sebagai responden harus memperhatikan prinsip etik

penelitian yaitu prinsip hak asasi manusia yang merujuk pada 5 (lima)

aspek sesuai panduan American Nurse Association [ANA] (2001) dalam

Wood & Haber (2010), yaitu:

1. Right to self-determination (Hak untuk menentukan pilihan)

Responden sebagai subjek penelitian memiliki hak asasi dan

kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak terlibat dalam

penelitian. Tidak boleh ada pemaksaan atau tekanan bagi responden untuk

bersedia ikut dalam penelitian. Selain itu responden berhak mendapatkan

informasi yang lengkap tentang tujuan dan manfaat penelitian serta

prosedur pelaksanaan penelitian. Setelah mendapatkan penjelasan dan


37

melalui pertimbangan yang baik maka responden menentukan apakah

menolak atau bersedia ikut penelitian dengan menuangkannya melalui

formulir Informed Consent yang ditanda tangani oleh responden.

2. Right to privacy and dignity (Hak privasi dan martabat)

Responden dalam penelitian ini memiliki hak untuk mendapatkan privasi

dalam hal menentukan waktu, tempat dan kondisi lingkungan yang

menjamin privasi responden. Peneliti tetap menjamin privasi responden

pada saat responden memberikan informasi yang bersifat pribadi dan

menjaga kerahasiaan informasi pribadi dari responden terkait sikap,

tingkah laku, dan pendapat responden.

3. Right to anonymity and confidentiality (Hak kerahasiaan identitas)

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa responden memiliki hak untuk

tidak diketahui identitas pribadinya serta dijaga kerahasiaan pribadinya

dari data yang telah diberikan oleh responden. Peneliti tidak

mencantumkan nama responden dalam kuesioner penelitian tetapi hanya

berupa kode responden untuk tujuan identifikasi. Selain itu peneliti

menjamin kerahasiaan dari keseluruhan informasi yang diberikan

responden dalam kuesioner dan tidak akan dipublikasikan.

4. Right to fair treatment (Hak atas perlakuan adil)

Peneliti dalam memilih responden harus memperhatikan prinsip keadilan

yang berarti peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih responden

penelitian. Pemilihan responden dilakukan secara adil berdasarkan tujuan


38

penelitian, bukan karena alasan-alasan tertentu. Semua responden

yang telah ditentukan sesuai kriteria inklusi diperlakukan sama selama

penelitian berlangsung.

5. Right to protection from discomfort and harm (Hak untuk mendapat

perlakuan baik).

Prinsip ini mengandung makna bahwa sebuah penelitian yang dilakukan

hendaknya tidak menimbulkan ketidaknyamanan dan kerugian bagi

responden. Pada saat penelitian dilaksanakan peneliti tetap

memperhatikan kondisi fisik klien.

Anda mungkin juga menyukai