Anda di halaman 1dari 67

TUGAS MATA KULIAH EKONOMIKA INDUSTRI

INDUSTRI PENGADAAN LISTRIK


DI INDONESIA

Oleh

1. Hijrawati (1596140007)
2. Indah Sari (1796140002)
3. Maulida Ulfah (1796141008)
4. Hasmiati A (1796141015)
5. Muh. Agung Hidayatullah (1796142005)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

INDUSTRI PENGADAAN LISTRIK DI INDONESIA

Oleh
1. Hijrawati (1596140007)............................

2. Indah Sari (1796140002)............................


3. Maulida Ulfah (1706141008)............................
4. Hasmiati A (1796141015)............................
5. Muh. Agung Hidayatullah (1796142005)............................

Laporan ini telah diperiksa dan dinyatakan disetujui sebagai pelengkap


mata kuliah Ekonomika Industri (151C405) pada Program Studi
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar

Makassar, 28 Februari 2019


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Citra Ayni Kamaruddin, S.P., M.Si. Muhammad Imam Ma’ruf S.P., M.Sc.
NIP. 19720107200032005 NIP. 19860530 201504 1 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan

Dr. Basri Bado, S.Pd., M.Si.


NIP. 19740109 200501 1 001
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa


Ta’ala atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini sebagai syarat penyelesaian mata kuliah Ekonomika Industri.
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui ruang
lingkup Industri pada umumnya dan Industri Pengadaan Listrik di
Indonesia pada khususnya mencakup definisi dan konsep industri,
penggolongan industri sampai kepada kinerja industri tersebut.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam tahapan proses penyusunan
laporan ini. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Basri Bado, S.Pd., M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
2. Citra Ayni Kamaruddin, S.P., M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia memberikan bimbingan, arahan, serta masukan-masukan yang
bermanfaat kepada penulis selama penyusunan laporan.

3. Muhammad Imam Ma’ruf S.P., M.Sc selaku Dosen Pembimbing II


yang senantiasa memberikan pengarahan, bimbingan penulisan
laporan dan memberikan motivasi sehingga memperlancar
penulisan dan penyelesaian laporan ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa program studi Ekonomi Pembangunan kelas A

angkatan 2017, yang telah ikut aktif memberikan dukungan dalam tahapan

proses penyusunan laporan ini.


Dalam penulisan ini, penulis sangat membutuhkan saran dan
kritik dari seluruh pihak baik secara individual maupun secara
institusional sebagai bahan evaluasi.
Harapan penulis, dengan selesainya laporan ini, dapat
memberikan pengetahuan baru bagi kita dalam rangka menyebarkan
ilmu pengetahuan di tanah air khususnya.
Makassar, 28 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Sampul Dalam...........................................................................................................................i
Persetujuan Pembimbing.................................................................................................ii
Kata Pengantar.......................................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................................v
Daftar Tabel...............................................................................................................................vi
Daftar Gambar.......................................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

BAB II INDUSTRI PENGADAAN LISTRIK DI INDONESIA...............................4


A. Definisi Industri dan Klasifikasi Industri...........................................................7
B. Perusahaan........................................................................................................................15
C. Struktur Industri (Structure)...................................................................................43
D. Perilaku Industri (Conduct).....................................................................................55
E. Kinerja Industri (Performance)..............................................................................56
F. Teori Structure-Conduct-Performance.............................................................57
G. Analisis Structure-Conduct-Performance pada Industri Pengadaan Listrik di
Indonesia...........................................................................................................................60

BAB III PENUTUP.................................................................................................................67


a. Kesimpulan.........................................................................................................................67
b. Saran......................................................................................................................................67

Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Industri menurut Kategori dalam Klasifikasi Baku Lapangan


Indonesia (KBLI)
Tabel 2. Klasifikasi Industri Pengadaan Listrik dalam KBLI
Tabel 3. Klasifikasi Industri Pengadaan Listrik di Indonesia
Tabel 4. Direksi PT. PLN (Persero)
Tabel 5. Dewan Komisaris PT. PLN (Persero)
Tabel 6. Jabatan Manajer PT. PLN (Persero)
Tabel 7. Daftar Direktur Utama PT.PLN
Tabel 8. Jenis-jenis utama struktur pasar

Tabel 9. Tipe-Tipe Pasar dalam Industri


Tabel 10. Dimensi Batasan Nilai Rasio Konsentrasi Suatu Industri
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pusat


Gambar 2. Logo PLN
Gambar 3. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero)
Gambar 4. Logo PT. Indonesia Power
Gambar 5. Logo PT. Pembangkitan Jawa Bali
Gambar 6. Logo PT. Pelayanan Listrik Nasional Batam
Gambar 7. Logo PT. Indonesia Comnets Plus
Gambar 8. Logo PT. PLN Tarakan
Gambar 9. Logo PT. PLN Batubara
Gambar 10. Logo PT. PLN Batubara
Gambar 11. Logo PT. Prima Layanan Nasional Enjiniring

Gambar 12. Logo PT. Majapahit Holding BV


Gambar 13. Logo PT. Haleyora Power
Gambar 14. Logo PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna
Gambar 15. Deklarasi Komitmen GCG
Gambar 16. Keterkaitan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar

Gambar 17. Kurva Lorenz


BAB I
PENDAHULUAN

Globalisasi memang telah membawa perubahan yang sangat cepat dan


berdampak luas bagi perekonomian dari tingkat nasional dan internasional.
Dampak yang paling dirasakan adalah persaingan yang semakin ketat di
berbagai kegiatan ekonomi, terutama di sektor industri, termasuk perubahan
perilaku stakeholders industri agar lebih sesuai dengan proses industrialisasi.
Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi nasional sektor industri
nasional terkait harus didorong agar mampu berkontribusi pada kolaborasi
global tersebut dengan menghasilkan nilai tambah yang tinggi.

Pada masa sekarang ini, ekonomika industri menjadi cabang


ilmu ekonomi yang semakin penting untuk dipelajari. Hal ini
didasarkan oleh sejumlah hal berikut (Hasibuan, 1993):
1. Praktik-praktik struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam
kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama, praktik-praktik konsentrasi
pasar ini cenderung mendorong terjadinya perilaku pelaku pasar yang
menimbulkan berbagai kerugian bagi konsumen, misalnya dalam hal
penetapan harga yang tinggi. Dengan memahami ekonomika industri,
konsumen dapat memahami fenomena yang terjadi di pasar dan
menentukan strategi untuk meminimalkan resiko kerugian yang akan
ditanggungnya, akibat struktur dan perilaku pasar yang ada.
2. Semakin tinggi konsentrasi industri maka persaingan antarperusahaan
akan semakin rendah dan sering kali muncul berbagai hambatan bagi
pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Hal ini akan semakin
mengakibatkan terjadinya inefisiensi perekonomian. Dengan memahami
ekonomika industri, kita dapat mengambil strategi maupun kebijakan-
kebijakan yang tepat untuk memengaruhi konsentrasi tersebut dalam
rangka mendorong terwujudnya efisiensi perekonomian.
3. Konsentrasi industri yang tinggi berakibat pada adanya konsentrasi
kekayaan. Hal ini selanjutnya dapat menghambat terwujudnya
pemerataan pembangunan, baik dalam hal pemerataan pendapatan
maupun pemerataan kesempatan kerja (berusaha). Pemahaman
tentang ekonomika industri akan memberikan landasan berpikir
untuk menganalisis permasalahan dan membangun solusi untuk
mengatasi permasalahan terkait pemerataan pembangunan tersebut.
4. Kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah

ekonomi terkait erat dengan intervensi pemerintah. Dalam hal ini,


pemahaman mengenai ekonomi industri akan memberi landasan
bagi kita untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan pemerintah dalam
menciptakan struktur industri yang mengoptimalkan benefit bagi
perekonomian dan menganalisis kebijakan pemerintah apakah yang
sekiranya tepat untuk diaplikasikan pada struktur industri yang ada.
5. Kajian-kajian tentang struktur, perilaku, dan kinerja industri tidak terlepas dari

masalah-masalah ekonomi, yaitu apa yang diproduksi, bagaimana, dan untuk

siapa saja barang dan jasa diproduksi. Dalam hal ini, pemahaman ekonomika

industri akan memberi landasan bagi para pemangku kepentingan

(stakeholders) dalam perekonomian, baik rumah tangga, produsen, pemerintah

untuk mengambil keputusannya secara tepat dalam mendukung terwujudnya

tujuan ekonominya, khususnya dalam konteks ini, adalah pencapaian

kesejahteraan masing-masing pemangku kepentingan tersebut.

Proses industrialisasi di Indonesia sendiri telah berkembang secara

signifikan dan memberikan kontribusi besar dalam mendongkrak perekonomian

bangsa. Salah satu industri yang tak kalah penting dalam mendorong

perekonomian Indonesia adalah Industri Pengadaan Listrik (Industri Kelistrikan).

Sektor kelistrikan memegang peran penting dalam pembangunan suatu negara.

Perannya tidak hanya sebatas sebagai sarana produksi untuk memfasilitasi

pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya (seperti industri pengolahan,

pertanian, pertambangan, pendidikan, dan kesehatan), tetapi juga sebagai faktor

yang bisa memenuhi kebutuhan sosial masyarakat sehari-hari. Tidak


mengherankan jika beberapa studi (Wallace 2008; Arief, 2011, Adam,
2012) menyimpulkan kelistrikan sebagai sektor basis yang menjadi
pondasi untuk mencapai tujuan pembangunan seperti menciptakan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional, mengubah
struktur ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Demi terciptanya keadilan dalam rangka pemenuhan tenaga listrik, maka

penguasaan dan pengelolaan tenaga listrik sepenuhnya dalam hal ini, PT.PLN

dilakukan oleh negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana

dalam pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

Tujuan utama dari tulisan pada bagian ini menekankan pada pentingnya
“Ekonomika Industri” sebagai sebuah studi dasar dalam masalah-masalah
ekonomi yang terkait dengan perusahaan dan industri, serta keterkaitan antara
perusahaan, industri, dan masyarakat. Selain itu, tulisan pada bagian ini juga
akan mendiskusikan ruang lingkup Industri pada umumnya dan Industri
Pengadaan Listrik di Indonesia pada khususnya mencakup definisi dan konsep
industri, penggolongan industri sampai kepada kinerja industri tersebut.
BAB II
INDUSTRI PENGADAAN LISTRIK DI INDONESIA

A. Definisi Industri dan Klasifikasi Industri


Menurut Undang-Undang Perindustrian No.3 Tahun 2014, Industri
adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.

Selanjutnya, Industri dapat didefinisikan sebagai kumpulan


perusahaan yang memproduksi barang yang sama atau sejenis.
Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-
masing, adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi Industri dalam Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KBLI)

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) merupakan salah satu

klasifikasi baku yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
aktivitas ekonomi. Sejalan dengan perkembangan aktivitas ekonomi yang
semakin beragam dan rinci, perlu dilakukan penyempurnaan KBLI. Pada
tahun 2017, BPS melakukan penyempurnaan KBLI melalui pembahasan
bersama unit kerja dan instansi terkait, serta mengintensifkan sosialisasi
KBLI di lingkup internal maupun ekternal BPS.
Sejarah perkembangan klasifikasi lapangan usaha dimulai dari
Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) 1977 (ISIC Rev.2, 1968),
yang kemudian direvisi menjadi KLUI 1983 (ISIC, Rev.2, 1968), KLUI 1997
(ISIC, Rev.3, 1990), KBLI 2000, KBLI 2005, selanjutnya menjadi KBLI
2009 Cetakan I, KBLI 2009 Cetakan II, kemudian KBLI 2009 Cetakan III
(ISIC, Rev.4, 2008). Selanjutnya, KBLI 2015 merupakan pembaruan dari
KBLI 2009 Cetakan III yang telah diterbitkan sebelumnya. Selanjutnya,
adalah KBLI 2017 yang merupakan pembaruan dari KBLI 2015.
Struktur pengkodean KBLI mengadaptasi dari struktur
pengkodean pada ISIC. Struktur pengkodean dan penamaan struktur
kode dalam KBLI 2017 masih sama dengan KBLI 2015 sebagai
berikut: a) Kategori
Menunjukkan garis pokok penggolongan ekonomi. Penggolongan ini

diberi kode satu digit kode alfabet. Dalam KBLI, seluruh kegiatan ekonomi di
Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori. Kategori-kategori tersebut diberi

kode huruf dari A sampai dengan U.


b) Golongan Pokok
Merupakan uraian lebih lanjut dari kategori. Setiap kategori diuraikan
menjadi satu atau beberapa golongan pokok. Setiap golongan pokok diberi kode

dua digit angka.


c) Golongan
Merupakan uraian lebih lanjut dari golongan pokok. Kode golongan terdiri

dari tiga digit angka, yaitu dua digit angka pertama menunjukkan golongan pokok

yang berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari

setiap golongan yang bersangkutan. Setiap golongan dapat diuraikan menjadi

sebanyak-banyaknya sembilan golongan.


d) Subgolongan
Merupakan uraian lebih lanjut dari kegiatan ekonomi yang
tercakup dalam suatu golongan. Kode subgolongan terdiri dari empat
digit, yaitu kode tiga digit angka pertama menunjukkan golongan yang
berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi
dari subgolongan bersangkutan. Setiap golongan dapat diuraikan lebih
lanjut sebanyak-banyaknya sembilan subgolongan. e) Kelompok
Dimaksudkan untuk memilah lebih lanjut kegiatan yang dicakup
dalam suatu subgolongan menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen.

Prinsip dan kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan dan

menggambarkan kategori klasifikasi di tingkat manapun tergantung pada banyak

faktor, seperti potensi penggunaan klasifikasi dan ketersediaan data. Kriteria ini
juga akan berubah tergantung pada tingkat agregasi. Dengan adanya
penyesuaian-penyesuaian dari pengelompokan, maka klasifikasi
industri menurut KBLI disajikan pada tabel-tabel berikut.
Tabel 11. Klasifikasi Industri menurut Kategori dalam Klasifikasi Baku
Lapangan Indonesia (KBLI)

Kategori Lapangan Usaha (Industri)


A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara
Dingin
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang;
Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan
Mobil; dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis
N Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan, dan
Penunjang Usaha Lainnya
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R Kebudayaan, Hiburan dan Rekreasi
S Kegiatan Jasa Lainnya
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga;
T Kegiatan yang Menghasilkan Barang dan Jasa oleh
Rumah Tangga yang Digunakan Sendiri untuk
Memenuhi Kebutuhan
U Kegiatan Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya

(Sumber: Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017)


Berikut ini klasifikasi Industri Pengadaan Listrik Indonesia dalam KBLI:
Tabel 12. Klasifikasi Industri Pengadaan Listrik dalam KBLI

No. Kategori Lapangan Usaha(Industri)

Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara


1 D Dingin
2 D 35 Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara
Dingin
3 D 351 Ketenagalistrikan
4 D 3510 Ketenagalistrikan
5 D 35101 Pembangkitan Tenaga Listrik

2. Penggolongan Industri
1. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/SK/1986
a) Industri Kimia Dasar(IKD), yaitu industri yang memerlukan: modal
yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju.
b) Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE), yaitu
industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-
mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan.
c) Aneka Industri (AI), Yaitu industri yang tujuannya menghasilkan
berbagai macam barang kebutuhan hidup sehari-hari.
d) Industri Kecil (IK), yaitu industri yang bergerak dengan jumlah
pekerja sedikit dan teknologi sederhana.
e) Industri Pariwisata, yaitu industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari

kegiatan wisata.
Berdasarkan SK Menteri Perindutrian No. 19/M/SK/1986,
industri pengadaan listrik termasuk dalam kategori aneka industri
dimana dalam hal ini, PT. PLN menyediakan tenaga listrik bagi
masyarakat umum untuk penggunaan sehari-hari.
2. Berdasarkan Tempat Bahan Baku
a) Industri Ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh
langsung dari alam.
b) Industri Non-ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya berasal
dari hasil industri lain.
c) Industri Fasilitatif, yaitu industri yang menjual jasa layanan untuk keperluan

orang lain
Berdasarkan tempat bahan baku, industri pengadaan listrik
termasuk dalam kategori industri non-ekstraktif dan industri fasilitatif
dimana dalam hal ini, PT. PLN sebagai sebuah perusahaan yang
berusaha di bidang tenaga listrik meliputi usaha-usaha seperti:
a. Produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik.
b. Perencanaan dan pembangunan tenaga listrik.
c. Pengembangan tenaga listrik.
d. Jasa-jasa di bidang tenaga listrik.

a) Industri Padat karya, yaitu industri yang memerlukan banyak tenaga manusia.

b) Industri Padat Modal, yaitu industri dengan modal besar dan banyak

menggunakan tenaga mesin.


Berdasarkan modal, industri pengadaan listrik termasuk dalam
kategori padat modal dan teknologi.
4. Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
a) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja kurang dari 4 orang.
b) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah
sekitar 5-19 orang.
c) Industri sedang, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah
sekitar 20-99 orang.
d) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri pengadaan listrik
termasuk dalam kategori industri besar. Pada tahun 2016, PT. PLN
telah mempekerjakan sebanyak 51.186 tenaga kerja.
5. Berdasarkan Lokasi Unit Usaha
a) Industri beriorientasi pada pasar (market oriented industry) yaitu
industri yang didirikan berdasarkan permintaan pasar.
b) Industri beriorientasi pada tenaga kerja (employment oriented
industry), yaitu industri yang didirikan berdasarkan pada
kemampuan tenaga kerja yang tersedia
c) Industri beriorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu
industri yang didirikan berdasarkan pada sumber daya alam yang tersedia.

d) Industri beriorentasi pada bahan baku, yaitu industri yang


didirikan berdasarkan pada ketersediaan bahan baku.
e) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry),

yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat syarat lain.
Berdasarkan lokasi unit usaha, industri pengadaan listrik termasuk dalam

kategori industri yang tidak terikat oleh persyaratan lain. Lokasi unit usaha dalam

industri pengadaan listrik cenderung ditempatkan di lokasi sumber tenaga/energi.

6. Berdasarkan Tahapan Proses Produksi


a) Industri Hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah
menjadi barang setengah jadi.
b) Industri Hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi
menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat
langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
Berdasarkan tahapan proses produksinya, industri pengadaan
listrik tidak termasuk dalam kategori manapun.
7. Berdasarkan Produktivitas Perorangan
a) Industri Primer, yaitu industri yang menghasilkan barang-barang
tanpa pengolahan lebih lanjut.
b) Industri Sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang-
barang yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut.
c) Industri Tersier, yaitu industri yang bergerak di bidang jasa.
d) Industri Kwartier, yaitu industri jasa yang berbasis teknologi tinggi.
Berdasarkan produktivitas perorangan, industri pengadaan
listrik termasuk dalam kategori industri tersier dimana dalam hal ini,
PT. PLN sebagai sebuah perusahaan di bidang tenaga listrik dengan
salah satu cakupan usahanya yaitu jasa-jasa di bidang tenaga listrik.
8. Berdasarkan Pengelolaannya
a) Industri Rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat.
b) Industri Negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik
negara yang dikenal dengan istilah BUMN.
Berdasarkan pengelolaannya, industri pengadaan listrik termasuk dalam

kategori industri negara. Menurut UU Nomor 30 Tahun 2009 Tentang

Ketenagalistrikan, status perusahaan listrik negara tidak lagi sebagai Pemegang

Kuasa Ketenagalistrikan (PKUK) namun sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.

9. Berdasarkan Asal Modal


a) Industri dengan penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu
industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau
pengusaha nasional (dalam negeri).
b) Industri dengan penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri
yang modalnya berasal dari penanaman modal asing.
c) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang
modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA.
Berdasarkan asal modal, industri pengadaan listrik termasuk dalam
kategori industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
10. Berdasarkan Hasil Produksi
a) Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau
alat produksi lainnya.
b) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap
pakai untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil produksi, industri pengadaan listrik
termasuk dalam kategori industri berat.
11. Berdasarkan Bahan Dasar
a) Industri campuran, yaitu industri yang memproduksi lebih dari satu barang.

b) Industri trafik, yaitu industri yang seluruh bahan mentahnya


diperoleh dari impor
c) Industri konveksi, yaitu industri yang membuat pakaian jadi.
d) Industri perakitan (assembling), yaitu industri yang kegiatannya
merakit beberapa komponen menjadi barang jadi.
Berdasarkan bahan dasar, industri pengadaan listrik tidak termasuk dalam

kategori manapun.
12. Berdasarkan Pemasarannya
a) Industri lokal, industri dengan hasil produksi yang dipasarkan dalam negeri.

b) Industri dasar, industri dengan hasil produksi yang dipasarkan dalam negeri

maupun luar negeri.


Berdasarkan pemasarannya, industri pengadaan listrik termasuk dalam
industri dasar dimana dalam hal ini, PT. PLN menyediakan tenaga listrik untuk
masyarakat lokal dan melakukan ekspor listrik ke negara-negara tetangga
(terutama wilayah perbatasan) yang menjalin kerja sama dengan PT. PLN.

13. Berdasarkan Bahan Mentah


a) Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah
yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.
b) Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan
mentah yang berasal dari hasil pertambangan
c) Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat
mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.

Berdasarkan bahan mentah, industri pengadaan listrik termasuk


dalam kategori industri jasa dimana dalam hal ini, PT. PLN sebagai
sebuah perusahaan di bidang tenaga listrik dengan salah satu cakupan
usahanya yaitu menyediakan jasa-jasa di bidang tenaga listrik
Dari pemaparan diatas, penggolongan industri pengadaan
listrik di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 13. Klasifikasi Industri Pengadaan Listrik di Indonesia
No. Penggolongan Industri Golongan
1. Berdasarkan SK Menperin Aneka Industri
No.19/M/SK/1986
2. Berdasarkan tempat bahan baku Industri non-ekstraktif
dan Industri fasilitatif
3. Berdasarkan Modal Industri Padat Modal dan
teknologi
4. Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar
5 Berdasarkan Lokasi Unit Usaha Industri yang cenderung
ditempatkan di lokasi
sumber tenaga/energi
6. Berdasarkan Tahapan Proses Produksinya Tidak ada
7. Berdasarkan Produktivitas Perorangan Industri tersier
8. Berdasarkan Pengelolaannya Industri negara
9. Berdasarkan Asal Modal Industri dengan
Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN).
10. Berdasarkan Hasil Produksi Industri berat
11. Berdasarkan Bahan Dasar Tidak ada
12. Berdasarkan Pemasarannya Industri dasar
13. Berdasarkan Bahan Mentah Industri jasa

B. Perusahaan

1. Ruang Lingkup Perusahaan


Pengertian Perusahaan
Kata perusahaan sangat sering kita dengar dan diucapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Bahkan kita pun sesungguhnya sering berhubungan dengan


perusahaan baik itu perusahaan kecil, menengah atau perusahaan ternama.

Menurut Ebert dan Griffin, (2006):


“Perusahaan adalah satu organisasi yang menghasilkan
barang dan jasa untuk mendapatkan laba.”
Selain itu menurut Swastha dan Sukotjo (2002), pengertian dari
perusahaan adalah suatu organisasi produksi yang menggunakan
dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan
kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.
Selanjutnya, perusahaan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk

usaha yang memiliki tujuan atau kepentingan tertentu sesuai dengan jenis

usahanya, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.

Tujuan Perusahaan
Tujuan perusahaan secara menyeluruh disusun untuk memotivasi
para manajer dan karyawan agar perusahaan dapat menjadi nomor satu
dalam industrinya dan dapat menarik modal dari para investor yang
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan.
Berikut ini tujuan dari sebuah perusahaan (Martono dan Harjito, 2010:2)
a) Ada pendapat yang menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah untuk

mencapai keuntungan maksimal atau laba yang sebesar-besarnya.

b) Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah ingin

memakmurkan pemilik perusahaan atau para pemilik saham.

c) Pendapat yang lain lagi menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah


memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya.
Beberapa jenis tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan :
a) Produktivitas
Produktivitas biasanya dihubungkan antara tingkat keluaran
dengan ukuran tertentu misalnya laba per karyawan dan biaya per
unit produk. b) Pasar
Tujuan pasar banyak dihubungkan dengan kemampuan menjual lini
produk perusahaan. Kemampuan penjualan yang rendah harus segera
mendapatkan perhatian manajemen untuk menyempurnakan lini
produk, misalnya dengan cara mengenalkan produk baru ke
konsumen yang berbeda. c) Sumber-Sumber
Organisasi mungkin menyusun tujuan dihubungkan dengan perubahan
sumber-sumber pokok misalnya sumber keuangan, fasilitas dan kapasitas, sumber

daya manusia, dan lain-lain.


d) Inovatif
Banyak perusahaan yang kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya tergantung pada pengembangan produk baru,
proses baru, atau jasa baru. e) Tanggung Jawab Sosial
Organisasi dan para manajer harus semakin sadar atas perannya di
masyarakat. Tujuan tanggung jawab sosial dapat berupa kesempatan kerja
bagi minoritas, pelestarian lingkungan, dan peningkatan mutu hidup.

Pendapat mengenai tujuan perusahaan tersebut sebenarnya


secara substansial tidak banyak berbeda. Hanya saja penekanan yang
ingin dicapainya berbeda antara tujuan yang satu dengan yang lainnya.
Pendapat tersebut mengandung konsep bahwa perusahaan harus
melakukan kegiatannya secara efektif dan efisien. Efektif berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan efisien berkenaan
dengan biaya yang seminimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.

Stakeholder Perusahaan
Keberlangsungan dan kesuksesan dalam suatu organisasi sangat

tergantung dengan para pihak-pihak yang terkait yaitu stakeholder. Pada saat

krisis menyerang perusahaan/organisasi, pengelola hubungan dengan para

stakeholder memegang peranan sangat penting. Kesalahan dalam mengelola

hubungan dengan stakeholder pada saat krisis akan berakibat buruk pada suatu

perusahaan/organisasi. Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public

Relation, stakeholder adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar

perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan


keberhasilan suatu perusahaan. Stakeholder bisa berarti pula setiap
orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan.
Secara umum stakeholder dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal.

a) Stakeholder internal
Stakeholder internal adalah publik yang berada di dalam ruang lingkup
perusahaan/organisasi. Stakeholder internal relatif mudah untuk dikendalikan
dan pekerjaan untuk komunikasi internal bisa diserahkan kepada bagian lain
seperti bagian kepegawaian, atau dirangkap langsung oleh eksekutif puncak.
Unsur-unsur stakeholder internal dalam sebuah perusahaan terdiri dari :

1. Pemegang saham atau bisa dibilang pemilik perusahaan yang


mempunyai kekuasaan sangat besar.
2. Manajer dan Top Executive, manajer berada dibawah kendali
pemilik namun dengan kapasitas yang memadai, seorang manajer
dapat tampil secara otonom dalam mengelola perusahaan.
3. Karyawan, orang-orang yang di dalam perusahaan yang tidak
memegang jabatan struktural.
4. Keluarga karyawan

b) Stakeholder Eksternal
Stakeholder eksternal adalah mereka yang berkepentingan
terhadap perusahaan, dan berada di luar perusahaan. Unsur-unsur
stakeholder eksternal dalam sebuah perusahaan terdiri dari :
1. Konsumen, raja yang mempunyai hak untuk memilih barangnya
sendiri konsumen sangat diperebutkan oleh banyak produsen.
2. Pemerintah sebagai penentu kebijakan.
3. Penyalur.
4. Pers, media yang mana sangat berpengaruh pada masyarakat.
5. Komunitas yaitu masyarakat yang tinggal, hidup, dan berusaha di
sekitar lokasi suatu perusahaan.
Pada dasarnya setiap stakeholder memiliki kebutuhan yang
berbeda, kecuali dalam hal pelayanan, dimana semua stakeholder
memiliki kebutuhan yang sama yaitu mengharapkan pelayanan secara
jujur, terbuka, penuh tanggung jawab, wajar, berkualitas, dan adil. Para
pengelola perusahaan harus bisa bersikap profesional untuk
memberikan yang terbaik untuk kepentingan para stakeholdernya.

Kendala Perusahaan
Setiap perusahaan menghadapi sumber daya yang terbatas
dan permintaaan yang terbatas atas setiap produk. Keterbatasan-
keterbatasn ini disebut “Kendala” (constraint).
Kendala dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
menghambat suatu sistem untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Ada
dua tipe pokok kendala, yaitu batasan fisik dan batasan non fisik. Batasan
fisik adalah batasan yang berhubungan dengan kapasitas mesin,
sedangkan batasan non fisik berupa permintaan terhadap produk dan
prosedur kerja (Fogarty, 1991). Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala
dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Berdasarkan asalnya
1) Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi

perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan mesin.

2) Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi

perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau

kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok. Kendala eksternal yang

berupa volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan

pasar, meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan

produk baru.
b) Berdasarkan sifatnya
1) Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang
terdapat pada sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
2) Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah
kendala yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang
tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan


kendala dalam tiga bagian yaitu:
1) Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat
berupa kemampuan factor input produksi seperti bahan baku,
tenaga kerja dan jam mesin.
2) Kendala pasar (market resource), merupakan tingkat minimal dan maksimal
dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3) Kendala keseimbangan (balanced constraint), diidentifikasi
sebagai produksi dalam siklus produksi.

2. Perusahaan dalam Industri Pengadaan Listrik di Indonesia


Industri Pengadaan Listrik di Indonesia terdiri dari satu
perusahaan tunggal yaitu Perusahaan Listrik Negara, PT. PLN (Persero).
Berikut ini akan disajikan pembahasan lebih lanjut mengenai ruang
lingkup PT. PLN (Persero) yang didasarkan pada ruang lingkup
perusahaan secara umum pada pembahasan sebelumnya.
Ruang Lingkup PT. PLN (Persero)
Sebuah tulisan berjudul “PLN Company Profile” dari laman resmi
PT.PLN (Persero) menuliskan bahwa “PLN is the only state-owned enterprise in
the power sector and ensures the everyone through out indonesia has access
to electricity. Initiially established as jawatan listrik dan gas under the
department of public works and energy by president soekarno on october 27,
1945, pln has since made rapid progress and in 2015 was recognized as one of
the 500 biggest companies in the world (rank 480, fortune 500).”
Dari pengertian ini, PT. PLN (Persero) disingkat PLN adalah perusahaan

yang hanya dimiliki negara yang bergerak di sektor ketenagalistrikan dan

memastikan semua masyarakat di indonesia memiliki akses pemakaian listrik.

Awalnya didirikan sebagai jawatan listrik dan gas di bawah departemen pekerjaan

umum dan energi oleh Presiden Soekarno pada 27 Oktober 1945 telah membuat
kemajuan yang cepat dan pada tahun 2015 telah diakui sebagai salah satu
dari 500 perusahaan yang paling besar di dunia (rank 480, fortune 500)
Sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan
serta Anggaran Dasar Perusahaan, bidang usaha PLN adalah
menyelenggarakan penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
a) Kegiatan Usaha yang Dijalankan
Sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan serta
Anggaran Dasar Perusahaan, bidang usaha PLN, adalah:
1. Menjalankan usaha penyediaan tenaga listrik yang
mencakup: a. Pembangkitan tenaga listrik
b. Penyaluran tenaga listrik

c. Distribusi tenaga listrik

d. Perencanaan dan pembangunan sarana penyediaan


tenaga listrik e. Pengembangan penyediaan tenaga listrik
f. Penjualan tenaga listrik

2. Menjalankan usaha penunjang tenaga listrik yang mencakup:


a. Konsultansi ketenagalistrikan
b. Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan
c. Pemeriksaan dan pengujian peralatan ketenagalistrikan
d. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan
e. Laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik
f. Sertifikasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik
g. Sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan

3. Kegiatan-kegiatan lainnya mencakup:


a. Pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan sumber energi lainnya
untuk tenaga listrik
b. Jasa operasi dan pengaturan (dispatcher) pada pembangkitan,
penyaluran, distribusi dan retail tenaga listrik
c. Industri perangkat keras, lunak dan lainnya di bidang Ketenagalistrikan
d. Kerja sama dengan pihak lain atau badan penyelenggara bidang
ketenagalistrikan di bidang pembangunan, operasional,
telekomunikasi dan informasi terkait dengan ketenagalistrikan
e. Usaha jasa ketenagalistrikan.

Lebih lanjut lagi, bidang usaha PLN mencakup juga:


a. Kegiatan perencanaan pengembangan fasilitas tenaga listrik (pembangkitan,
transmisi dan distribusi umum dan penunjang, rencana pendanaan,
pengembangan usaha, pengembangan organisasi, dan SDM.

b. Kegiatan pembangunan konstruksi sarana penyediaan tenaga


listrik pembangkitan, transmisi dan gardu induk.
b) Tujuan PT. PLN (Persero)
Tujuan PT. PLN (Persero) adalah untuk menyelenggarakan usaha
penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu
yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan
Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang
pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan PT. PLN (Persero)
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) PT. PLN (Persero) sebagai penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Usaha penyediaan tenaga listrik pada dasarnya dilakukan oleh negara yang

penyelenggaraannya dilakukan oleh badan usaha milik negara sebagai Pemegang

Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) yang ditugasi untuk melaksanakan usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan melaksanakan pekerjaan

usaha penunjang tenaga listrik, dalam hal ini PT. PLN (Persero). Tenaga listrik yang

disediakan untuk kepentingan umum harus diberikan dengan standar mutu dan

keandalan yang baik, yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi

berdasarkan persetujuan Dewan Standardisasi Nasional.

Di samping itu, dalam rangka memberi perlindungan kepada pelanggan,

maka instalasi ketenagalistrikan harus sesuai dengan Standar Ketenagalistrikan

Indonesia karena tenaga listrik mempunyai resiko bahaya yang cukup tinggi.
Untuk dapat terselenggaranya penyediaan dan pemanfaatan tenaga
listrik secara efektif dan efisien, Menteri melakukan pembinaan dan
pengawasan yang meliputi antara lain pelaksanaan keselamatan
kerja dan keselamatan umum, pemeriksaan atas perencanaan kerja,
instalasi ketenagalistrikan, dan pengusahaannya.
2) Maksimisasi Laba perusahaan
Tujuan PT.PLN (Persero) selanjutnya adalah untuk memperoleh laba

maksimal yang dimaksudkan agar perusahaan ini dapat hidup terus. Didirikannya

perusahaan tidak dibatasi untuk waktu tertentu, tetapi diharapkan hidup terus

tanpa batas waktu. Oleh karena itu, kelangsungan hidup perusahaan akan terus

dijaga dengan berusaha memperoleh laba sebesar-besarnya. Apabila perusahaan

memperoleh laba yang tinggi dan kelangsungan hidup perusahaan terjaga

diharapkan berimbas pada kesejahteraan masyarakat luas di luar perusahaan dan

hal itu merupakan prestasi manajemen dalam mengelola perusahaannya.

Kenaikan laba ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang


dilakukan perusahaan. Sebagai perusahaan yang ditujukan untuk
kepentingan umum, dalam hal ini PT.PLN (Persero) dalam memaksimisasi
laba tetap menjaga daya beli masyarakat agar bisnis serta industri semakin
kompetitif guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta tetap
pada tujuan utamanya, yakni kesejahteraan masyarakat.
3) Melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan
dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
c) Stakeholder dalam PT. PLN (Persero)
Pada pembahasan sebelumnya, stakeholder dalam sebuah
perusahaan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu stakeholder
internal dan stakeholder eksternal:
1) Unsur-unsur stakeholder internal dalam PT. PLN (Persero) akan
disajikan dalam tabel-tabel berikut ini.
Tabel 14. Direksi PT. PLN (Persero)

NO. Nama Direksi


1. Sofyan Basir Direktur Utama
2. Sofyan Basir PLT. Direktur Pengadaan Strategis
3. Supangkat Iwan Santoso Direktur Pengadaan Strategis
4. Sarwono Sudarto Direktur Keuangan
5. Muhamad Ali Direktur Human Capital Management
6. Syofvi Felienty Roekman Direktur Perencanaan Korporat
7. Wiluyo Kusdwiharto Direktur Bisnis Regional Sumatera
8. Haryanto W.S. Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat
9. Amir Rosidin Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian
Tengah
10. Djoko Rahardjo Abumanan Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian
Timur, Bali dan Nusa Tenggara
11. Machnizon Direktur Bisnis Regional Kalimantan
12. Syamsul Huda Direktur Bisnis Regional Sulawesi
13. Ahmad Rofik Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua

(Sumber: PLN)

Tabel 15. Dewan Komisaris PT. PLN (Persero)

NO. Nama Direksi


1. Ilya Avianti Plt. Komisaris Utama

& Komisaris
2. Oegroseno Komisaris Independen

3. Darmono Komisaris Independen

4. Andy Noorsaman Sommeng Komisaris

5. Rionald Silaban Komisaris


6. Budiman Komisaris
7. Aloysius K. Ro Komisaris

(Sumber: PLN)

Kepemilikan saham (shareholders ownership)


PT. PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
100% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. PT. PLN
(Persero) hingga saat ini belum melakukan penawaran perdana saham
(IPO), namun Perseroan telah menerbitkan beberapa seri obligasi
korporasi, sukuk, dan obligasi global. (Annual Report 2015 PT. PLN )

Manajer (manager)

Tabel 16. Jabatan Manajer PT. PLN (Persero)

Uraian Wanita Pria Jumlah Total


Manajemen Atas 4 79 83
Manajemen Menengah 37 325 362
Manajemen Dasar 114 1.090 1.154
Jumlah 155 1.444 1.599

(Sumber: Annual Report 2015 PT. PLN)

Karyawan (employees)
Annual report 2015 PT. PLN (Persero) menuliskan bahwa pada
tanggal 31 Desember 2015 dan 2014, jumlah karyawan perusahaan dan
entitas anak masing-masing 47.594 karyawan (tidak diaudit) dan 48.068
karyawan (tidak diaudit). Jumlah karyawan tidak termasuk jumlah karyawan
dari PT. Haleyora Powerindo yang bergerak di bidang jasa tenaga kerja. PT.
Haleyora Powerindo adalah entitas anak dari PT. Haleyora Power.
2) Unsur-unsur stakeholder eksternal dalam PT. PLN (Persero) terdiri dari

konsumen listrik yakni mencakup empat sektor besar di wilayah Indonesia

(rumah tangga, industri, publik, dan , usaha). Selain itu, Lembaga Pemerintah
dan Presiden beserta Wakil Presiden sebagai penentu kebijakan
terhadap kendala-kendala eksternal yang selama ini dihadapi Perseroan
dalam menjalankan tugas pemenuhan kebutuhan listrik untuk seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. Kemudian, stakeholder lainnya yaitu
pers (media) dan komunitas merupakan para pemangku kepentingan
yang ikut berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup perusahaan.
3) Kendala PT. PLN (Persero)
Sebagai perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang
banyak, PT PLN (Persero) menghadapi berbagai kendala dalam
kegiatan operasionalnya. (a) Kendala Internal
Dalam kaitan PLN dan kondisi ketenagalistrikan di Indonesia, Dewan
Komisaris berpendapat sudah seharusnya Direksi beserta jajarannya
semakin serius berupaya meningkatkan kualitas layanan dalam rangka
memenuhi harapan pelanggan, khususnya pelanggan industri. Undang-
undang Ketenagalistrikan No. 30 Tahun 2009 telah mengisyaratkan bahwa
PLN bukan lagi pemegang kuasa tunggal di bidang ketenagalistrikan,
kalangan swasta yang memiliki dan mengelola kawasan industri
dimungkinkan untuk membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik
lengkap dengan jaringan transmisi di kawasan tersebut.
Hal tersebut berarti, PLN menghadapi adanya potensi persaingan di
masa mendatang, terutama di kawasan-kawasan industri dan kawasan mixed,
komersial dan industri, padahal pendapatan penjualan listrik dari pelanggan
industri telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh
pendapatan penjualan listrik. Untuk itu, PLN dituntut untuk memiliki kondisi
keuangan yang sehat, efisien, dapat memenuhi tingkat keandalan dan
pelayanan sesuai ekspektasi pelanggan. Dan oleh karenanya membutuhkan
dukungan SDM yang memiliki kompetensi tinggi, berperilaku sesuai GCG dan
CoC (Code of Conduct) dalam menjalankan usahanya.
Setiap tahun PLN merealisasikan rencana investasi bernilai puluhan triliun

untuk membangun fasilitas ketenagalistrikan meliputi unit pembangkit, jaringan

transmisi dan jaringan distribusi. Selaras dengan realisasi tersebut, PLN


mencatatkan peningkatan kinerja keuangan, terutama dari sisi naiknya pendapatan

penjualan listrik sebagai hasil dari naiknya jumlah pelanggan dan jumlah daya

listrik terjual. Namun demikian PLN menghadapi beberapa kendala untuk

mencatatkan kinerja lebih optimal berupa hasil laba bersih yang lebih baik atau

dalam bentuk tingkat pengembalian investasi, ROA dan ROE yang lebih baik.

Beberapa kendala utama adalah keterbatasan PLN untuk mendapatkan

sumber energi, terutama energi primer pada harga yang bersaing, dan ketentuan

penugasan sebagai perusahaan penyedia PSO (Public Service Obligation) untuk

tenaga listrik, yang tidak memungkinkan PLN menentukan tarif listrik sesuai harga

keekonomian. Sekalipun PLN mendapatkan kompensasi berupa subsidi atas

selisih harga pokok produksi listrik dengan tarif listrik ditambah margin tertentu,

mekanisme penetapan besaran subsidi dan pencairan dana subsidi yang

membutuhkan waktu cukup lama membuat PLN tidak memiliki ruang yang

memadai untuk menjalankan operasional perusahaan khususnya dalam hal

pengelolaan keuangan dengan lebih cepat, tepat dan efektif.

Kendala lain yang juga dihadapi PLN adalah persoalan kualitas


sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya modal. Lingkungan
pekerjaan PLN masih minim akan sumber daya manusia yang berkualitas,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, begitu juga dengan minimnya
para teknisi di lapangan yang handal dalam bidangnya.
Saat ini tenaga listrik merupakan kebutuhan yang utama, baik untuk

kehidupan sehari-hari maupun untuk kebutuhan industri. Hal ini disebabkan karena

tenaga listrik mudah untuk ditransportasikan dan dikonversikan ke dalam bentuk

tenaga yang lain. Penyediaan tenaga listrik yang stabil dan berkelanjutan

merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam memenuhi kebutuhan tenaga

listrik. Dalam usahanya menyediakan tenaga listrik agar dapat diakses oleh seluruh

masyarakat, PLN berupaya untuk memperluas jangkauannya hingga ke pelosok-

pelosok desa. Hal ini mengakibatkan perusahaan menambah mesin pembangkit

yang berarti membutuhkan pendanaan/modal yang sangat besar. Kebutuhan dana

PLN yang besar akan sulit tertutupi dengan pendanaan yang terbatas. Apalagi

sebagai catatan, pada semester I-2018 PLN membukukan


kerugian Rp. 5,35 triliun. Kondisi ini utamanya dikarenakan
menanjaknya beban usaha yang harus ditanggung PLN.

(b) Kendala Eksternal


Kendala eksternal yang dihadapi PLN adalah fluktuasi nilai tukar
yang membuat kewajiban keuangan tidak dapat diprediksi dengan tepat,
yang akhirnya mempengaruhi kemampuan PLN dalam menggalang dana.
Kemudian, kendala klasik yang juga mengiringi PLN dalam
usahanya memperluas penyediaan tenaga listrik ke seluruh wilayah
Indonesia adalah persoalan perizinan dan pembebasan lahan yang lama
dan tidak dapat dipantau dengan akurat. Akibat kendala tersebut,
Commercial Operation Date pada proyek-proyek ketenagalistrikan, baik
pembangkit maupun transmisi, banyak yang terlambat sehingga beberapa
tempat di Indonesia terpaksa mengalami pemadaman listrik bergilir.
Lambatnya Commercial Operation Date proyek membuat berbagai daerah
yang menjadi lokasi proyek kekurangan pasokan tenaga listrik.

3. Profil PT. PLN (Persero)


Berikut ini profil dari Perusahaan Listrik Negara, PT. PLN (Persero):

Gambar 1. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pusat


(Sumber : Detik finance)
a) Nama Perusahaan
Perusahaan Listrik Negara (disingkat PLN) atau nama resminya
adalah PT. PLN (Persero).

b) Direktur Utama Perusahaan


Berikut adalah daftar direktur utama PT.PLN :
Tabel 17. Daftar Direktur Utama PT.PLN
NO. Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1. Suryono 1979 1984
2. Sardjono 1984 1988
3. Ermansyah Jamin 1988 1992
4. Muhammad Zuhal 1992 1995
5. Djiteng Marsudi 1995 1998
6. Adi Satria 1998 2000
7. Kuntoro Mangkusubroto 2000 2001
8. Eddie Widono 21 Februari 2001 10 Maret 2008
9. Fahmi Mochtar 10 Maret 2008 22 Desember 2009
10. Dahlan Iskan 23 Desember 2009 19 Oktober 2011
11. Nur Pamudji 1 November 2011 23 Desember 2014
12. Sofyan Basir 23 Desember 2016 Petahana

(Sumber: Wikipedia)

c) Sejarah Perusahaan
Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika

beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk

keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk

keperluan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang

memperluas usahanya dari hanya bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama

Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh

Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-

perusahaan tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan

September 1945 dan Diserahkan kepada Negara Republik Indonesia. Pada tanggal

27 oktober 1945 Presiden Soekarno membentuk jawatan listrik dan gas dengan

kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW. Tanggal 1 Januari

1961, Jawatan listrik dan gas diubah menjadi BPU-PLN


(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang
listrik gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan
dibentuk dua perusahaan Negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang
mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola
gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listirik PLN hanya 300 MW.
Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan
Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Tahun 1990,
melalui Peraturan pemeritah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa
usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, Pemerintah memberikan kesempatan
kepada sector swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik.
Sejalan dengan kebijakan diatas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan
dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO).

d) Logo Perusahaan

Gambar 2. Logo PLN


(Sumber : Wikimedia Commons)

Lambang PT PLN (Persero) terdiri dari :


1. Bidang Persegi Panjang Vertikal menjadi bidang dasar bagi elemen-elemen

lambang lainnya, melambangkan bahwa PT PLN (Persero) merupakan wadah atau

organisasi yang terorganisir dengan sempurna. Berwarna kuning untuk

menggambarkan pencerahan, seperti yang diharapkan PLN bahwa listrik mampu

menciptakan pencerahan bagi kehidupan masyarakat. Kuning juga melambangkan


semangat yang menyala-nyala yang dimiliki tiap insan yang berkarya
di perusahaan ini.
2. Petir atau Kilat melambangkan tenaga listrik yang terkandung di dalamnya

sebagai produk jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu petir juga

mengartikan kerja cepat dan tepat para insan PT PLN (Persero) dalam memberikan

solusi terbaik bagi para pelanggannya. Warnanya yang merah melambangkan

kedewasaan PLN sebagai perusahaan listrik pertama di Indonesia dan kedinamisan

gerak laju perusahaan beserta tiap insan perusahaan serta keberanian dalam

menghadapi tantangan perkembangan jaman.

3. Tiga Gelombang memiliki arti gaya rambat energi listrik yang dialirkan oleh
tiga bidang usaha utama yang digeluti perusahaan yaitu pembangkitan,
penyaluran dan distribusi yang seiring sejalan dengan kerja keras para insan
PT PLN (Persero) guna memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya. Diberi
warna biru untuk menampilkan kesan konstan (sesuatu yang tetap) seperti
halnya listrik yang tetap diperlukan dalam kehidupan manusia. Di samping itu
biru juga melambangkan keandalan yang dimiliki insan-insan perusahaan
dalam memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya.

e) Visi dan Misi


Visi
“Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang,
Unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani”

Ciri Perusahaan Kelas Dunia:


1. Merupakan barometer standar kualitas pelayanan dunia.
2. Memiliki cakrawala pemikiran yang mutakhir.
3. Terdepan dalam pemanfaatan teknologi.
4. Haus akan kesempurnaan kerja dan perilaku.
5. Merupakan Perusahaan idaman bagi pencari kerja.

Tumbuh Kembang :
1. Mampu mengantisipasi berbagai peluang dan tantangan dunia.
2. Konsisten dalam pengembangan standar kinerja.

Unggul :
1. Terbaik, terkemuka dan mutakhir dalam bisnis kelistrikan.
2. Fokus dalam usaha mengoptimalkan potensi insani.
3. Peningkatan kualitas input, proses dan output produk dan jasa
pelayanan secara berkesinambungan.

Terpercaya :
1. Memegang teguh etika bisnis.
2. Konsisten memenuhi standar layanan yang dijanjikan.
3. Menjadi perusahaan favorit para pihak yang berkepentingan.

Potensi Insani :
1. Beriorientasi pada pemenuhan standar etika dan kualitas
2. Kompeten, profesional dan berpengalaman

1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi


pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

f) Nilai-Nilai Perusahaan
a. Saling percaya, integrasi, peduli dan pembelajar
b. Peka-tanggap terhadap kebutuhan pelanggan
Senantiasa untuk tetap memberikan pelayanan yang dapat
memuaskan kebutuhan pelanggan secara cepat, tepat da sesuai
penghargaan pada harkat dan martabat manusia.
c. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan segala
kelebihan dan kekurangannya serta mengakui dan melindungi hak-
hak asasi dalam menjalankan bisnis.

d. Integritas
Menjunjung tinggi nilai kejujuran, integritas, dan objektivitas
dalam pengelolaan bisnis.
e. Kualitas produk
Meningkatkan kualitas dan keandalan produksecara terus-
menerus dan terukur serta menjaga kualitas lingkungan dalam
menjalankan perusahaan. f. Peluang untuk maju
Memberikan peluang yang sama dan seluas-luasnya kepada
setiap anggota perusahaan untuk berprestasi dan menduduki posisi
sesuai dengan kriteria dan kompetensi jabatan yang ditentukan. g.
Inovatif
Bersedia bebagi pengetahuan dan pengalaman dengan
sesama anggota perusahaan, menumbuhkan rasa ingin tahu serta
menghargai ide dan karya.
h. Mengutamakankepentingan perusahaan,konsisten untuk mencegah

terjadinya benturan dan menjamin di dalam setiap keputusan yang diambil


ditujukan demi kepentingan perusahaan.
i. Pemegang saham
Dalam pengambilan keputusan bisnis akan berorientasi pada
upaya meningkatkan nilai investasi pemegang saham.

g) Dasar Hukum Perusahaan


1. Anggaran PLN tahun 1998
2. Peraturan PLN No. 23 tahun 1994 tentang pengalihan bentuk Perusahaan
Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
3. Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (Persero)
4. Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1998 tentang Pengalihan
Kedudukan dan Tugas
5. Intruksi Presiden No. 15 tahun 1998 tentang Pengalihan Pembinaan
terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroaan Terbatas
yang sebagian sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia kepada
Menteri Negara Pemberdayagunaan BUMN.

h) Struktur Organisasi
Struktur PLN berdasarkan Peraturan Direksi No.
0051.P/DIR/2018 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero)


(Sumber : PLN)

i) Afiliiasi Perusahaan
PLN sebagai BUMN yang bergerak di bidang energi memiliki 11 anak

perusahaan yang mendukung kinerja dan pelayanan perusahaan. Anak

perusahaan PLN diantaranya bergerak pada bidang pembangkitan, penyediaan

tenaga listrik, telekomunikasi, keuangan dan pelayanan pemeliharaan


1. PT. Indonesia Power

Gambar 4. Logo PT. Indonesia Power


(Sumber : PLN)

Perusahaan ini bergerak dalam bidang pembangkitan tenaga


listrik dan usaha lain yang terkait. Berdiri tanggal 3 Oktober 1995
dengan nama PT PJB I dan pada tanggal 1 September 2000 berubah
menjadi PT Indonesia Power (PT IP). Anak Perusahaan PT. IP adalah:
a. PT. Cogindo Daya Bersama bergerak di bidang usaha cogeneration,

distribute generation dan jasa operation & maintenance.


b. PT. Artha Daya Coalindo bergerak di bidang usaha trading dan
jasa transportasi batu bara.
c. PT. Indo Pusaka Berau dengan kegiatan usaha penyediaan listrik
dari produksi PLTU Lati di Berau, Kaltim.
2. PT. Pembangkitan Jawa Bali

Gambar 5. Logo PT. Pembangkitan Jawa Bali


(Sumber : PLN)

Perusahaan ini bergerak dalam bidang pembangkitan tenaga listrik dan

usaha lain yang terkait. Berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama PT PJB II
dan pada tanggal 1 September 2000 berubah menjadi PT PJB. Anak
perusahaan PT PJB yang bergerak di bidang operasi dan pemeliharaan,
yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali Services yang berdomisili di Surabaya.

3. PT. Pelayanan Listrik Nasional Batam

Gambar 6. Logo PT. Pelayanan Listrik Nasional


Batam (Sumber : PLN)

Perusahaan ini berdiri tanggal 3 Oktober 2000 dan bergerak dalam usaha

penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Batam.

4. PT. Indonesia Comnets Plus

Gambar 7. Logo PT. Indonesia Comnets Plus


(Sumber : PLN)

Perusahaan ini berdiri tanggal 3 Oktober 2000 dan bergerak


dalam bidang usaha telekomunikasi.
5. PT. PLN Tarakan

Gambar 8. Logo PT. PLN Tarakan


(Sumber : PLN)

Perusahaan ini didirikan tanggal 15 Desember 2003 dan


bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan
umum di wilayah Pulau Tarakan, Kalimantan Timur.
6. PT. PLN Batubara

Gambar 9. Logo PT. PLN Batubara


(Sumber : PLN)

PT PLN Batubara didirikan tanggal 3 September 2008 dan


merupakan anak perusahaan yang bergerak di bidang usaha tambang
batubara sebagai bahan utama dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
7. PT. PLN Geothermal

Gambar 10. Logo PT. PLN Batubara


(Sumber : PLN)

PT PLN Geothermal adalah anak perusahaan PLN yang bidang


usahanya terfokus kepada usaha penyediaan tenaga listrik terbarukan, melalui
kegiatan pengembangan dan pengoperasian pembangkit tenaga listrik panas
bumi yang ekonomis bermutu tinggi dengan keandalan yang baik.

8. PT. Prima Layanan Nasional Enjiniring

Gambar 11. Logo PT. Prima Layanan Nasional


Enjiniring (Sumber : PLN)

Perusahaan ini berdiri pada 3 Oktober 2002, PLN-E adalah


anak perusahaan PLN yang bergerak pada bidang konsultan teknik
(engineering consultancy).
9. Majapahit Holding BV

Gambar 12. Logo PT. Majapahit Holding BV


(Sumber : PLN)

Majapahit Holding BV didirikan tanggal 3 Oktober 2006 dan merupakan


suatu lembaga keuangan yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda.

10. PT Haleyora Power

Gambar 13. Logo PT. Haleyora Power


(Sumber : PLN)

PT Haleyora Power (HP) yang berdiri pada 18 Oktober 2011


ditugaskan PLN untuk melaksanakan pengamanan layanan Operasi
dan Pemeliharaan (Ophar) Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik
berdasarkan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor
459.K/DIR/2012 tanggal 12 September 2012, yang kemudian diganti
oleh Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0734.K/DIR/2013.
11. PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna

Gambar 14. Logo PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna


(Sumber : PLN)

PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna merupakan perusahaan yang bergerak


di bidang ekspedisi batu bara. Pada Mei 2011, Menteri BUMN mengeluarkan
keputusan pengalihan modal saham Republik Indonesia kepada PT Pelayaran
Bahtera Adhiguna menjadi Perusahaan Perseroan PT. PLN (Persero). Pada
Agustus 2011, ditandatangani pengalihan hak atas saham tersebut.

j) Tata Kelola Perusahaan


Tata Kelola Perusahaan (corporate governance) adalah rangkaian proses,

kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,

pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola

perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan

(stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak

utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan

dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok,

pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT PLN


(Persero) memiliki kewajiban untuk menerapkan Good Corporate Governance
(GCG) sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Mentri Negara BUMN
Nomor Per-01/MBU/2011 tentang penerapan GCG pada BUMN. Perusahaan
menyadari bahwa penerapan GCG saat ini tidak hanya sebagai pemenuhan
kewajiban saja, namun telah menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan
bisnis perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara
berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan dan sebagai upaya
agar perusahaan mampu bertahan dalam persaingan.
Kemampuan yang tinggi dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG telah
diwujudkan oleh perusahaan diantaranya dengan dibentuknya fungsi
pengelolaan GCG dibawah sekretaris perusahaan yang secara khusus
menangani dan memantau efektivitas penerapan GCG di perusahaan.
Perusahaan secara berkesinambungan melakukan langkah-langkah perbaikan
baik dari sisi soft structure maupun dari sisi infrastructure GCG dalam rangka
meningkatkan kualitas penerapan GCG. Perusahaan telah menerbitkan
dokumen-dokumen pendukung dalam penerapan GCG seperti Pedoman GCG,
Board Manual, dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct). Dewan komisaris
juga telah memiliki organ pendukung yaitu Komite-komite Dewan Komisaris
yang berperan dalam membantu meningkatkan efektivitas pelaksaaan fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris.

Gambar 15. Deklarasi Komitmen GCG


(Sumber : PLN)

Secara umum terdapat lima prinsip dasar GCG sebagaimana disebutkan

pula dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada

Badan Usaha Milik Negara. Lima prinsip dasar GCG tersebut meliputi:
1. Transparency (transparansi/keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan,


dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian/kepatuhan
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
4. Independency (kemandirian), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola

secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan


dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat, dan
5. Fairness (kewajaran), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder (pemangku kepentingan) yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberi prioritas pertama (first right of

refusal) untuk melakukan usaha penyediaan listrik. BUMN di bidang

ketenagalistrikan, dalam hal ini PT. PLN (Persero) mendapat prioritas utama

memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usahanya. Pengaturan ini juga

sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas UU nomor 20 tahun 2002

tentang ketenagalistrikan, yang mengamanatkan agar BUMN mendapat prioritas

utama untuk berusaha di bidang ketenagalistrikan. Akan tetapi, ini bukanlah

sebuah hak tunggal bagi PT. PLN (Persero) sebagaimana UU Ketegalistrikan 2009

menyatakan bahwa badan usaha selain PLN bisa berbisnis listrik. Badan usaha

swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha

penyediaan tenaga listrik guna meningkatkan penyediaan listrik kepada

masyarakat. Pemerintah menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Berdasarkan estimasi yang dibuat Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral (ESDM), total kebutuhan listrik nasional pada tahun 2025 mencapai
450.101 GWh dan kapasitas total pembangkit di Indonesia saat ini yang sebesar

25.218 MW terdiri dari 21.768 MW (86,3%) milik PLN dan 3.450 MW (13,7°rG) milik

listrik swasta. Dengan pertumbuhan listrik selama kurun waktu 10 tahun terakhir

mencapai rata-rata 6 - 9%, disinilah terjadi kesenjangan antara penawaran dan

permintaan sehingga banyak kendala dalam penyediaannya dan salah satunya

berdampak pada sering terjadinya pemadaman.

Dengan alasan inilah kemudian Pemerintah membuka kesempatan bagi


Pemerintah daerah, swasta maupun swadaya masyarakat untuk ikut
berpartisipasi membangun ketenagalistrikan nasional. Peran swasta dalam
usaha ketenagalistrikan terutama dalam pembangkit tenaga listrik diharapkan
dapat mencukupi kekurangan pasokan listrik nasional. Untuk menjaga agar
kelistrikan masih dikelola oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, swasta perlu diatur. Pihak swasta merupakan mitra strategis bagi PT.
PLN (Persero) untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Masuknya pelaku-
pelaku usaha secara kompetitif, diharapkan akan mendukung Pemerintah
dalam melayani kebutuhan masyarakat terhadap tenaga listrik secara luas.

C. Struktur Industri (Structure)

1. Konsep Dasar Struktur Industri


Struktur industri merupakan suatu bahasan yang penting untuk mengetahui

perilaku dan kinerja industri. Dalam struktur pasar terdapat tiga elemen pokok

yaitu pangsa pasar (market share), konsentrasi (concentration), dan hambatan

(barriers of entry). Pangsa pasar merupakan tujuan perusahaan, peranannya

adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan konsentrasi

merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis

dimana terdapat adanya saling ketergantungan diantara perusahaan-perusahaan

tersebut. Kombinasi pangsa pasar perusahaan-perusahaan tersebut membentuk

suatu tingkat konsentrasi dalam pasar (Wihana Kirana, 2001). Berikut gambar

hubungan dari struktur, perilaku, dan kinerja suatu industri.


Market Market Conduct Market
Structure Performance

Gambar 16. Keterkaitan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar


(Sumber : Dimodifikasi dari Martin dalam Prasetyo, 2010)

Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen


dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
perilaku. dan kinerja di dalam pasar (Koch, dalam Kuncoro 2007). Melalui
struktur pasar maka dapat diketahui perilaku dan kinerja dari suatu pasar.
Berdasarkan pada Tabel 8 menunjukkan berbagai bentuk dari struktur pasar.

Tabel 18. Jenis-jenis utama struktur pasar


Struktur Jumlah Diferensiasi Pengendalian
Pasar Produsen Produk Terhadap Harga
Monopoli Produsen tunggal Produk tanpa barang Sangat besar

subtitusi yang dekat


Oligopoli Jumlah produsen Hanya sedikit Beberapa
sedikit pembedaan produk,
atau tidak ada sama
sekali
Persaingan Jumlah produsen Banyak produk Ada, sedikit
Monopolistik banyak diferensiasi
Persaingan Jumlah produsen Produk identik Tidak ada

Sempurna banyak (homogen)

(Sumber: Kuncoro, 2007)

a) Pasar Monopoli

Pasar monopoli merupakan struktur pasar dimana hanya terdapat satu

penjual yang memproduksi suatu barang dan jasa yang tidak memiliki barang
subtitusi. Produsen dalam pasar monopoli umumnya mempunyai
kendali yang sangat besar terhadap harga jual produknya.
Menurut Hasibuan, beberapa penyebab yang mendorong hadirnya
struktur pasar monopoli, terutama dalam sektor industri pengolahan,
adalah terjadinya merjer, skala ekonomi yang besar dan ditunjang efisiensi,
efisiensi dan inovasi, fasilitas pemerintah, terjadi persaingan yang tidak
sehat, serta erusahaan memperoleh hak-hak yang istimewa dalam
mengelola input yang sukar diperoleh perusahaan lain.(Kuncoro,2007)
b) Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli merupakan struktur pasar dimana hanya ada
beberapa perusahaan atau produsen yang terdapat di pasar. Menurut
Carl Keysan dan Dobald F. Turner (1959) yang merupakan tokoh yang
membuat batasan tentang metode andil perusahaan ada tiga
kelompok oligopoli, yaitu (Hasibuan,dalam Kuncoro 2007):
(a) Oligopoli yang didalamnya terdapat 8 perusahaan terbesar yang
setidak-tidaknya menguasai pasar satu jenis industri atau 20
perusahaan menguasai pasar sebesar 70%.
(b) Oligopoli dengan 8 perusahaan yang menguasai sekurang-kurangnya
33% suatu pasar industri atau sejumlah perusahaan yang memegang
andil setidak-tidaknya 75% pasar dari suatu industri
(c) Oligopoli dengan 8 perusahaan terbesar menguasai pasar kurang
dari 33% yang biasanya disebut industri tidak terkonsentrasi.
Menurut McAfee, dalam Kuncoro, pasar oligopoli terbagi menjadi dua, yaitu

oligopoli ketat (tight oligopoly) dan oligopoli longgar (loose oligopoly) dimana

dalam pasar oligopoli ketat yaitu kemiripan antara perusahaan yang terdapat di

pasar sangatlah kecil, sehingga dalam struktur tersebut perusahaan yang terlibat

banyak pilihan dalam mengimplementasikan strateginya. Struktur pasar yang

demikian memungkinkan terjadinya persaingan yang sehat antar perusahaan.

Sedangkan oligopoli longgar yaitu dalam struktur pasar tersebut 20 ada dua

strategi dalam memperoleh kentungan. Strategi pertama adalah strategi


diferensiasi produk dan yang kedua adalah membuat inovasi yang
akan mengubah orientasi pasar.
c) Pasar Persaingan Monopolistik
Persaingan monopolistik merupakan strategi dimana terdapat sejumlah
besar perusahaan yang menghasilkan produk-produk terdiferensiasi. Struktur
demikian mengandung persaingan sempurna karena terdapat banyak penjual
dan tidak ada satupun yang mendapat pangsa pasar cukup besar.Sebuah
industri dikatakan memiliki struktur persaingan monopolistik jika memiliki
syarat-syarat berikut (Baye, dalam Kuncoro 2007) :

1. Ada banyak penjual dan pembeli


2. Setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang terdiferensiasi
3. Adanya kebebasan untuk keluar masuk industri
d) Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang hanya
terdapat banyak produsen dan banyak pembeli dengan barang yang bersifat
sama (identik). Dalam pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh
mekanisme pasar. Karakteristik pasar persaingan sempurna adalah sebagai
berikut (Permono;Baye;Blair dan Kaserman, dalam Kuncoro,2007:145) :
1) Produknya homogen. Produk yang homogen umumnya disebabkan tidak
adanya preferensi oleh konsumen terhadap produk di pasar persaingan
sempurna. Konsumen tidak menjadikan merk (brand) sebagai pertimbangan
dalam keputusannya untuk membeli atau tidaknya suatu produk.

2) Jumlah penjual dan pembeli yang banyak, sehingga kondisi


seperti ini menyebabkan konsumen bertindak sebagai penerima
harga (price taker) karena barang yang dibelinya merupakan
bagian kecil dari seluruh komoditas yang diperjualbelikan.
3) Informasi sempurna (perfect information). Informasi yang
sempurna menyebabkan pembeli tidak akan membeli produk
dengan harga diatas harga pasar. Akibatnya perusahaan yang
menjual diatas harga pasar tidak dapat menjual apapun.
4) Tidak adanya halangan yang signifikan untuk memasuki atau keluar
pasar (absence of serious barriers to entry and exit). Artinya, semua
sumber daya dapat dengan mudah bergerak keluar masuk pasar.

2. Dominasi
Dominasi pasar adalah ukuran kekuatan suatu merek, produk, layanan,
atau pun perusahaan dalam menghadapi tuntutan persaingan pasar. Dominasi
pasar menurut Kotler (1999) dilakukan oleh perusahaan yang mampu
mengendalikan pesaing-pesaing yang lain serta memiliki banyak pilihan dalam
menentukan strategi pemasaran. Meskipun belum ada kriteria pasti dalam
menentukan pembagian pasar atau market share, kriteria berikut ini menjadi
acuan dalam menentukan perusahaan yang mendominasi pasar.
a) Sebuah perusahaan/merk/produk/layanan yang memiliki bagian pasar diatas
60% kemungkinan besar memiliki dominasi dan kekuatan terhadap pasar.

b) Sebuah perusahaan/merk/produk/layanan yang memiliki bagian


pasar 35%-60% dikategorikan kuat namun belum mendominasi.
c) Sebuah perusahaan/merk/produk/layanan yang memiliki bagian pasar kurang

dari 35% dikategorikan sebagai lemah dan tidak akan membahayakan pesaing.

Dalam pasar industri modern, bagian pasar bisa saja hanya dikuasai
oleh dua sampai empat perusahaan besar yang saling berbagi pasar.
Perusahaan tersebut umumnya merupakan perusahaan perintis yang memiliki
keunggulan absolut dalam segi harga, kualitas, keunikan, intensitas promosi,
dan saluran distribusi pemasaran. Perusahaan ini menjadi titik orientasi oleh
para pesaing yang ditantang, ditiru, dan dijauhi oleh perusahaan pesaing.
Kehidupan perusahaan yang mendominasi pasar tidaklah mudah karena terus-
menerus mendapatkan kompetisi dari perusahaan lain, kecuali jika perusahaan
tersebut merupakan monopoli yang diresmikan pemerintah sehingga menutup
masuk dan berkembangnya pesaing.
3. Konsentrasi
Konsentrasi industri didefenisikan sebagai suatu ukuran relatif yang

memperhatikan derajat penguasaan pasar oleh beberapa perusahaan dalam suatu

industri yang berada dalam pasar. Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu

variabel dalam struktur industri yang dapat diukur. Konsentrasi industri ini

menginformasikan ukuran relatif dari perusahaan-perusahaan yang ada pada suatu

pasar industri. Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel dalam

struktur industri yang dapat diukur. Konsentrasi industri ini menginformasikan

ukuran relatif dari perusahaan-perusahaan yang ada pada suatu pasar industri.

Ada beberapa ukuran dari konsentrasi industri, salah satunya adalah Andil

Perusahaan. Hasil dari berbagai ukuran konsentrasi ada yang meningkat dan ada

yang menurun. Jika tingkat konsentrasi dalam keadaan meningkat, maka tingkat

persaingan di pasar antar industri menurun, dan jika tingkat konsentrasi dalam

keadaan menurun, maka kondisi tingkat persaingan meningkat. (Prasetyo, 2010)

Batasan Pengukuran Konsentrasi


Dalam Prasetyo (2010), tujuan dari pengukuran konsentrasi adalah
untuk mengetahui ciri-ciri struktur pasar dalam suatu variabel dalam
industri. Rasio konsentrasi atau concentration ratio (CR) atau sering

disingkat dengan CRN merupakan cara yang paling sering digunakan untuk
mengetahui ukuran suatu industri. Di mana N menunjukkan jumlah andil
perusahaan yang biasanya digunakan sebagai ukuran, misalkan sejumlah
1-10 andil perusahaan dalam industri.

Tabel 19. Tipe-Tipe Pasar dalam Industri


Struktur Pasar Kondisi Utama
Monopoli Murni Jika suatu perusahaan mampu memiliki 100%

pangsa pasar industri yang ada


Perusahaan yang dominan Suatu perusahaan yang memiliki 50-100%
pangsa pasar dan tanpa persaingan yang kuat
diantara industri yang ada
Oligopoli Ketat Jumlah perusahaan sedikit dan CR4atau
penggabungan 4 perusahaan terbesar yang
memiliki pangsa pasar 60-100%, dan
kesepakatan diantara mereka dalam
menetapkan harga relatif mudah
Oligopoli Longgar Jumlah perusahaan banyak dan
CR4yangmemiliki 40-60% pangsa pasar,
kesepakatan diantara mereka untuk
menentukan harga sebenarnya sangat sulit
namun tetap saja dapat terjadi
Persaingan Monopolisti Banyak persaingan efektif, tetapi tidak satupun
memiliki lebih dari 100% pangsa pasar,
termasuk banyak perusahaan dan produk
diferensiasi

(Sumber: Disarikan dari berbagai sumber, dalam Prasetyo, 2010)


Satuan ukur dari rasio konsentrasi (concentration ratio) adalah
persentase dari suatu variabel dalam industri yang digunakan. Beberapa
variabel yang dapat digunakan untuk mengukur konsentarsi industri
misalkan, pangsa pasar (market share) atau penjualan, nilai tambah,
keuntungan, besarnya modal, besarnya tenaga kerja, dan sebagainya
tergantung dari konsentrasi apa yang ingin dilihat dalam suatu industri.

Berdasarkan pada Tabel 9 dapat dinyatakan hingga saat ini tidak ada
ukuran konsentrasi yang baku, karena pada dasarnya nilai konsentrasi ini
memang ukuran relatif, sehingga yang lebih penting adalah ukuran
konsistensinya serta perlu diperhatikan perilaku industrinya.
Tabel 20. Dimensi Batasan Nilai Rasio Konsentrasi Suatu Industri

Dimensi Ukur Nilai CR-4 Nilai CR-8 Struktur Industri


Menurut

Stigle - 60% Oligopoli


Joe S.Bain :

Kelompok I (IA & IB) 87% 99% Oligopoli penuh


Kelompok I 72% 88% Oligopoli tipe 2
Kelompok III 61% 77% Oligopoli tipe 3
Kelompok IV 38% 45% Oligopoli tipe 4
Kelompok V 22% 32% Oligopoli tipe 5
<32% Tak terkonsentrasi
Keysan dan Turner : CR-8=100% CR-20=75% Oligopoli penuh

Kelompok I - 33% Oligopoli


Kelompok II <33% Tak terkonsentrasi
Hasibuan & Machlup <3% - Oligopoli
Kuncoro 40% - Oligopoli
Prasetyo >70% >86% Oligopoli
<25% <35% Tak terkonsentrasi

(Sumber: Martin, 1994; Hasibuan, 1994; Kuncoro, 1997; Prasetyo, 2010

Pengukuran Konsentrasi
Adanya berbagai ukuran yang digunakan untuk mengetahui ukuran

konsentrasi suatu industri seperti rasio konsentrasi (concentration ratio) ataupun

berbagai ukuran indeks dalam konsentrasi industri, mempunyai kelebihan dan

kekurangan nya tersendiri. Adapun beberapa macam ukuran yang digunakan

dalam mengukur konsentrasi suatu industri adalah sebagai berikut :


a. Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)

Rasio konsentrasi (concentration ratio) atau sering dikenal dengan


istilah CR merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi
industri dengan menggunakan teknik andil setiap perusahaan yang ada dalam
industri yang ingin diamati. Variabel-variabel yang ingin digunakan tergantung
dari tujuan pengamatan yang diinginkan, misalkan dapat berdasarkan pada
variabel ; market share, output, nilai tambah, nilai penjualan, nilai investasi,
profit, tenaga kerja, modal dan sebagainya (Prasetyo,2010)

CRn =

Keterangan :

n = jumlah perusahaan industri yang dapat diukur.


X = besarnya nilai absolut dari dari variabel yang sedang diamati
pada sejumlah perusahaan ke-i.
T = mewakili jumlah keseluruhan nilai absolut dari variabel yang
diukur atau diamati dalam industri tersebut.

Hasil penghitungan CR yang sederhana dan bermanfaat untuk


mengetahui bentuk struktur industri juga memiliki kelemahan yaitu ukuran
CR kurang mampu menggambarkan struktur suatu industri secara lengkap.
Hal ini dikarenakan penghitungan CR hanya menggunakan satu variabel
saja, dimana nilai rasio konsentrasi ini kurang mampu memberikan
informasi yang lengkap tentang struktur industri.
b. Indeks Herfindah
Indeks Herfindahl (HI) merupakan ukuran konsentrasi suatu industri

yang mampu menggambarkan konsentrasi industri yang lebih lengkap jika

dibandingkan dengan Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio). Namun Indeks

Herfindahl ini juga mempunyai kelemahan pada saat pemberian bobot. Nilai Hi
sangat sensitifterhadap andil perusahaan yang terbesar dalam
industri. Karena semakin besar andil perusahaan akan semakin
berarti dalam nilai HI. c. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini
Pendekatan lain untuk melihat konsentrasi industri adalah dengan

menggunakan pemetaan Kurva Lorenz dan penghitungan Koefisien Gini (Adelaja,

dkk. 1998, Wang 2004). Kurva Lorenz dan Koefisien Gini dipergunakan untuk

mengukur dan membandingkan inequality dari perusahaan-perusahaan di dalam

industri. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini mengindikasikan tingkat kompetisi

dalam suatu pasar dengan mengukur inequality dalam distribusi ukuran dari

perusahaan-perusahaan (Hart and Prais 1956).

Koefisien Gini adalah ukuran statistik yang diperoleh dari Kurva Lorenz,

yang terkait dengan pangsa kumulatif dari total nilai suatu variabel (output,

revenue, jumlah pekerja, dsb.) terhadap angka atau persentase dari perusahaan-

perusahaan yang ada dalam suatu industri yang diurutkan meningkat sesuai

ukurannya. Jika kurva berbentuk lurus, seluruh perusahaan memiliki ukuran yang

sama, dan industri dapat dipandang sebagai completely unconcentrated,

mengindikasikan tingkat kompetisi yang tinggi di pasar. Secara umum,

perusahaan-perusahaan tidak mempunyai ukuran yang sama dalam suatu industri,

dan semakin besar deviasi dari garis diagonal terhadap Kurva Lorenz, semakin

besar inequality dari ukuran perusahaan dan semakin besar konsentrasi pasar.

Sebaliknya, semakin dekat kepada garis diagonal, semakin terdistribusi dan

perusahaan-perusahaan semakin tidak terkonsentrasi.


Gambar 17. Kurva Lorenz
(Sumber : Wikipedia)

Koefisien Gini didefinisikan sebagai sebagai rasio dari luasan yang


terletak di antara garis diagonal dan Kurva Lorenz dibagi dengan luasan
segitiga di bawah garis diagonal. Nilai maksimum dan minimum adalah
satu dan nol, berturut-turut mewakili total inequality dan total equality.
Penyebab Konsentrasi
Menurut Douglas F. Greer (1984) dalam Prasetyo (2010), telah
dijelaskan ada empat sebab pokok atau faktor penyebab terjadinya
konsentrasi industri, yaitu:
a. Faktor nasib baik (luck)
b. Faktor teknis
c. Faktor kebijaksanaan pemerintah
d. Faktor kebutuhan bisnis.
Faktor lain terjadinya konsentrasi industri yang relatif tinggi juga dapat

disebabkan karena adanya kebijaksanaan pemerintah. Berbagai kebijakan yang

dimaksud dalam hal ini adalah seperti kebijakan hak paten, lisensi, dan berbagai

kebijakan regulasi lain yang mendorong industri semakin kuat karena kebijakan

tersebut, termasuk kebijakan anti-monopoli. Beberapa argumentasi mendasar

mengapa pemerintah melakukan perlindungan terhadap industri jenis ini adalah :


1) Kapasitas yang sudah cukup dan tidak perlu ada perusahaan baru,
sehingga pemerintah hanya menunjuk satu perusahaan industri
saja yang boleh berproduksi.
2) Memberikan fasilitas tertentu kepada industri tertentu demi kepentingan
rakyat, misalkan melalui keringanan biaya impor, subsidi bunga,
memberikan kesempatan pasar tertentu yang tidak boleh dimasuki
perusahaan lain, dan sebagainya. Dengan berbagai hak fasilitas ini
tentunya perusahaan industri akan semakin terkonsentrasi.
3) Karena menyangkut kebutuhan untuk rakyat banyak, sehingga industri

jenis pantas untuk dilindungi karena barang yang diproduksi bersifat


public-good. Contoh industri ini adalah industri air minum (PAM), listrik,
angkutan umum, telepon, dan telekomunikasi termasuk Pos.

Dampak Konsentrasi Industri


Hampir sebagian industri berperilaku menuju tingkat konsentrasi penuh
atau konsentrasi tinggi. Karena semakin tinggi tingkat konsentrasi maka akan
semakin mudah industri tersebut dalam meraih keuntungan maksimumnya.
Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat konsentrasi maka akan berdampak
negatif bagi industri tersebut dalam meraih keuntungan maksimumnya.
Semakin tinggi tingkat konsentrasi suatu industri maka akan semakin
leluasa perusahaan industri dalam penguasaan faktor produksi, sehingga
perusahaan industri dapat menentukan tingkat harga yang diinginkan. Jika hal
ini terjadi dalam jangka panjang, maka persaingan antar industri akan semakin
lemah dan akan semakin merugikan masyarakat.

4. Hambatan
Hambatan pasar dapat diartikan sebagai hambatan masuk industri, yaitu

kondisi dimana perusahaan potensial yang akan atau baru masuk ke dalam suatu

industri (new entrants) mengalami kesulitan karena tidak memiliki banyak

keunggulan kompetitif sebagaimana dimiliki perusahaan yang sudah ada

sebelumnya dalam industri tersebut (existing firms). Fenomena ini dapat terjadi
karena faktor alamiah (seperti perbedaan akses teknologi yang digunakan
dalam proses produksi atau perbedaan struktur biaya antar perusahaan
dalam industri) maupun faktor non-alamiah (seperti berbagai tindakan
existing firms yang dirancang untuk mencegah atau menghalangi new
entrans tuntuk bisa masuk ke dalam industridan kebijakan pemerintah).
Hambatan pasar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
hambatan masuk pasar (barriers to entry) dan hambatan keluar pasar
(barriers to exit). Hambatan masuk pasar merupakan segala sesuatu
yang mengahalangi atau menghambat kemampuan perusahaan untuk
masuk ke dalam suatu industri atau pasar, sementara hambatan keluar
pasar merupakan segala sesuatu yang menghalangi atau menghambat
kemampuan perusahaan untuk keluar dari suatu industri atau pasar.

C. Perilaku Industri (Conduct)


Perilaku di dalam ekonomika industri dapat diartikan sebagai cara yang

dilakukan oleh sebuah perusahaan agar mendapatkan pasar. Dengan kata lain,

perilaku merupakan pola tanggapan dan penyesuaian berbagai perusahaan yang

terdapat dalam suatu industri untuk mencapai tujuannya dan menghadapi

persaingan. Perilaku dapat terlihat dalam bagaimana perusahaan menentukan

harga jual, promosi produk atau periklanan (advertising), koordinasi kegiatan

dalam pasar, (misalnya, dengan berkolusidan sebagainya), serta litbang (research

and development). Perilaku didefinisikan sebagai pola tanggapan dan penyesuaian

suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku industri satu

dengan industri lainnya berbeda. Salah satunya disebabkan oleh perbedaan

struktur pasar beberapa industri. Pada pasar persaingan sempurna perilaku

perusahaan berkenaan dengan harga adalah sebagai price taker, sedangkan pada

pasar selain pasar persaingan sempurna perusahaan dapat melakukan strategic

behavior. Unsur-unsur perilaku terdiri dari:

a. Pricing behavior
b. Product strategy
c. Research and innovation
d. Advertising.
Unsur pertama perilaku harga. Perusahaan selain persaingan sempurna
dapat melakukan kerjasama (kolusi) dalam penentuan harga, misalnya dengan
cara membatasi output produk (harga akan lebih tinggi), sehingga laba yang
dicapai adalah maksimal. Unsur kedua adalah strategi produk, dimana strategi
ini dilakukan untuk menjawab keinginan perusahaan apakah tetap fokus pada
lini produk yang sudah ada atau mendiversifikasi produk kearah penambahan
produk-produk baru. Unsur ketiga adalah riset dan inovasi, dimana riset dan
inovasi ini dapat dilakukan untuk menciptakan produk yang benar-benar baru
(product innovation)atau mencari cara berproduksi yang lebih efisien. Unsur
keempat adalah periklanan. Periklanan merupakan aktivitas untuk
menyampaikan informasi berkenaan dengan produk perusahaan. Iklan juga
dilakukan untuk meningkatkan diferensiasi produk dan loyalitas pelanggan.

D. Kinerja Industri (Performance)


Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku

industri dimana hasil biasa diidentikkan dengan besarnyapenguasaan pasar atau

besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri. Kinerja atau

performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi

dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu

organisasi. Manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara

terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya.

Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta

pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Kinerja adalah hasil kerja

yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku. Kinerja industri biasanya diukur

dengan penguasaan pasar atau besarnya keuntungan yang dicapai oleh

perusahaan di dalam suatu industri ( Mudrajad kuncoro, 2007). Unsur-unsur kinerja

menurut Ken Heather (2002)terdiri:

(a) Profitability
(b) Efficiency
(c) Economics growth
(d) Full employment
(e) Equity.
Unsur pertama kinerja adalah profitabilitas. Profitabilitas merupakan

kemampuan suatu perusahaan/industri menghasilkan keuntungan dari

keseluruhan modal yang digunakan. Ukuran yang dapat dipakai untuk mengetahui

tingkat keuntungan (profitability) diantaranya adalah return on assets; return on

equity; return on investment; price/earning ratio. Unsur kedua adalah efisiensi.

Efisiensi dapat diukur melalui perbandingan nilai tambah (value added) dengan

nilai input. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai input dengan nilai output.

Nilai input dihitung dari biaya-biaya input (bahan baku, tenaga kerja, biaya

overhead pabrik, biaya umum dan administrasi, biaya pemasaran dan biaya-biaya

jasa lainnya). Unsur ketiga adalah pertumbuhan ekonomi. Unsur ini berhubungan

dengan pertumbuhan /meningkatnya output riil dari waktu ke waktu bagi produk

yang dihasilkan, sehubungan dengan berbagai usaha yang dilakukan perusahaan

misalnya riset dan inovasi. Unsur keempat adalah kesempatan kerja penuh. Unsur

ini dicapai melalui berbagai perilaku pasar oleh perusahaan, yang berimplikasi

pada terbukanya kesempatan kerja. Unsur kelima adalah keadilan. Keadilan

merupakan cerminan dari kebebasan individu dalam memilih, aman dari bahaya

yang ditimbulkan dalam penggunaan/konsumsi serta tidak merusak tatanan nilai-

nilai budaya.

E. Teori Structure-Conduct-Performance
Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) adalah sebuah

paradigma dalam ilmu ekonomi industri yang digunakan untuk menghubungkan

elemen-elemen struktur pasar dengan perilaku dan kinerja suatu industri.Structure,

mengacu pada struktur pasar yang biasanya didefinisikan oleh rasio konsentrasi

pasar. Dimana rasio konsentrasi pasar adalah rasio yang mengukur distribusi

pangsa pasar dalam industri. Conduct, merupakan perilaku perusahaan dalam

industri (Maal Naylah, 2010). Perilaku ini bersifat persaingan (competitive) atau
kerjasama (collusive), seperti misalnya dalam penetapan harga, iklan,
produksi, dan predation. Sedangkan Performance atau kinerja adalah
ukuran efisiensi sosial yang biasanya didefinisikan oleh rasio market
power (dimana semakin besar kekuatan pasar semakin rendah efisiensi
sosial). Ukuran kinerja yang lain adalah keuntungan perusahaan atau
profitabilitas. Paradigma SCP didasarkan pada beberapa hipotesis yaitu:
a) Struktur mempengaruhi perilaku. Semakin rendah konsentrasi
pasar maka akan semakin tinggi tingkat persaingan di pasar.
b) Perilaku mempengaruhi kinerja.Semakin tinggi tingkat persaingan
atau kompetisi maka akan semakin rendah market power atau
semakin rendah keuntungan perusahaan yang diperoleh.
c) Struktur mempengaruhi kinerja. Semakin rendah konsentrasi pasar
maka akan semakin rendah tingkat kolusi yang terjadi, atau semakin
tinggi tingkat persaingan/kompetisi maka akan semakin rendah market
powernyaHasil ketiga hipotesis di atas, menunjukkan struktur pasar
mempengaruhi kinerja perusahaan dalam suatu industri.
Terdapat tiga pemikiran dalam paradigma Structure Conduct
Performance (SCP) untuk menjelaskan hubungan antara struktur pasar
dengan kinerja perusahaan, terutama menjelaskan tentang konsentrasi
dan pangsa pasar sebagai variabel dari struktur pasar, yaitu:
(a) Traditional hypothesis yang menganggap bahwa konsentrasi merupakan
proksi dari kekuasaan pasar (market power) dimana konsentrasi pasar yang
semakin besar menyebabkan biaya untuk melakukan kolusi menjadi rendah
sehingga perusahaan dalam industri tersebut akan mendapatkan laba
supernormal. Oleh karena itu, konsentrasi pasar akan berpengaruh secara
positif dengan profitabilitas sebagai proksi dari kinerja.
(b) Differentiation hypothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar merupakan

hasil dari diferensiasi produk dimana perusahaan yang melakukan diferensiasi

produk dapat meningkatkan pangsa pasarnya dan kemudian perusahaan dapat

menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi yang berarti akan mendapatkan profit

yang tinggi juga. Dengan demikian akan terjadi hubungan positif antara
profitabilitas sebagai proksi kinerja dengan pangsa pasar sebagai
proksi dari struktur pasar.
(c) Efficient structure hypothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar
dan konsentrasi bukan merupakan proksi dari kekuasaan pasar tetapi
merupakan proksi dari efisiensi perusahaan, sehingga konsentrasi tinggi
tidak identik dengan kolusi. Dimana perusahaan yang lebih efisien akan
bisa mendapatkan pangsa pasar yang besar, sehingga industri tersebut
juga akan cenderung lebih terkonsentrasi. Berdasarkan pemikiran ini maka
hubungan konsentrasi dengan profitabilitas merupakan hubungan yang
tidak benar-benar terjadi, mengingat konsentrasi hanya merupakan agregat
pangsa pasar yang dihasilkan dari perilaku efisiensi, dan perusahaan yang
lebih efisien akan dapat memperoleh profit lebih besar.
F. Analisis Structure-Conduct-Performance pada
Industri Pengadaan Listrik di Indonesia
a. Struktur Industri Pengadaan Listrik di Indonesia
1. Dominasi Pasar
PT. PLN (Persero) mengelompokkan pelanggan menurut
pentarifan (berdasarkan Permen ESDM nomor 30/2012) yaitu Rumah
Tangga (R), Sosial (S), Bisnis (B), Industri (I), dan Publik (P),
termasuk di dalamnya Layanan Khusus (L) dan Curah (C). Secara
umum, persyaratan dan harapan pelanggan yaitu:
a. Keandalan
b. Mutu
c. Response Time
d. Keakuratan Tagihan.
Segmen pasar PT. PLN (Persero) mencakup empat sektor
besar yakni sektor umum (public), usaha (commercial), rumah tangga
(residential), dan industri (industrial).

Tabel 21. Jumlah Pelanggan PLN menurut sektor tahun 2012-2017

Tahun Pelanggan / Customers Jumlah


Pelanggan
Year Industri Rumah Tangga Usaha Umum Customers
Industrial Residential Commercial Public
2012 52,661 42,219,780 2,218,342 1,304,466 49,795,249
2013 55,546 50,116,127 2,418,431 1,406,104 53,996,208
2014 58,350 53,309,325 2,626, 160 1,499,399 57,493,234
2015 63,314 56,605,260 2,894,990 1,604,416 61,167,980
2016 69,629 59,243,672 3,239,764 1,729,428 64,282,493
2017 76,816 62,543,434 3,579,364 1,868,669 68,068,283

(Sumber: Buku Statistik Ketenagalistrikan 2017)


Gambar 18. Jumlah Pelanggan PLN menurut sektor tahun 2017
(Sumber : Buku Statistik Ketenagalistrikan 2017)

Market share berdasarkan penjualan 2017 sebesar 219.544,60 GWh.

Dibandingkan dengan tahun 2016 penjualan tenaga lsitrik tersebut naik sebesar

3.540,28 GWh atau 1,6 % terdiri dari penjualan untuk sektor industri sebesar

71.744,13 GWh, sektor rumah tangga sebesar 93.583,52 GWh, sektor komersial

atau usaha sebesar 41.601,08 GWh, sektor publik atau umum sebesar 3.503,47

GWh, dan sektor sosial dan kantor pemerintah sebesar 11.142,47 GWh.Jumlah

pelanggan tahun 2017 68.068.283 pelanggan. Dibandingkan dengan tahun 2016

angka ini naik sebesar 3.785.790 pelanggan atau 5,9 % Dari Jumlah pelanggan

seluruhnya, kelompok rumah tangga merupakan jumlah pelanggan terbesar yaitu

62.543.434 pelanggan atau 91,88 %.

2. Konsentrasi Industri
3. Hambatan untuk masuk (Barriers to entrii)
BELUM

Anda mungkin juga menyukai