Anda di halaman 1dari 39

Penuntun Praktikum

EKSPERIMEN FISIKA LANJUT I

OLEH : I MADE YULIARA, S.SI, M.T

Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
September, 2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas
rahmatNya modul praktikum ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Petunjuk
Praktikum Eksperimen Fisika Lanjut I ini disusun untuk dipergunakan sebagai
pedoman bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan laboratorium pada
Laboratorium Optik Gelombang, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Udayana.
Terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan dosen yang telah banyak
meluangkan waktu dalam mendiskusikan petunjuk praktikum ini.
Petunjuk praktikum ini tidaklah sempurna, untuk itu segala bentuk kritik dan
saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk memperbaiki petunjuk praktikum ini.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih semoga dapat menambah cakrawala
ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

September 2017
Penyusun,

I Made Yuliara
DAFTAR ISI

Kata pengantar …………………………………………………………..…………...i


Daftar isi ………………………………………………………………….………….ii
1. Percobaan Hukum Pemantulan Bunyi....................……………..….……... …1
2. Percobaan Difraksi Celah Tunggal .......………...........................................5
3. Percobaan Interferensi Fresnel.................……………………………….…....9
4. Percobaan Interferensi Celah Ganda...................………………….……...…13
5. Percobaan Efek Foto Listrik...........................................................................24
6. Percobaan Hukum Radiasi Lambert...............................................................27
7. Percobaan Radiasi Benda Hitam.....................................................................31
TATA CARA DAN TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Petugas Praktikum
1.1. Kepala Laboratorium
> Merencanakan dan melakukan pengembangan laboratorium untuk tujuan
pendidikan dan penelitian
> Memimpin penyelenggaraan kegiatan praktikum
> Mempersiapkan satuan-satuan praktikum
> Merencanakan dan membuat jadwal penggunaan laboratorium
> Membuat pembagian tugas pembimbing/pengawas praktikum
1.2. Teknisi Laboratorium
> Mempersiapkan tempat dan peralatan serta menyediakan bahan-bahan praktikum
> Melayani mahasiswa selama praktikum
> Membantu mengawasi jalannya praktikum
> Memeriksa kembali peralatan praktikum pada setiap akhir praktikum
> Menyelenggarakan administrasi di laboratorium
> Melakukan inventarisasi laboratorium
> Melakukan pemelibaraan peralatan dan laboratorium
1.3. Pembimbing/Pengawas Praktikum
> Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan praktikum
> Memeriksa dan mengusahakan kelengkapan alat dengan bantuan teknisi
> Melakukan evaluasi : membuat soal, memeriksa dan menetapkan nilai akbir
> Memberikan laporan hasil evalusi kepada dosen pengajar/ kepala laboratorium

2. Pelaksanaan Praktikum
2.1. Sebelum Pelaksanaan Praktikum
> Sebelum praktikum, dibentuk kelompok kerja praktikum
> Mabasiswa wajib dan harus mempelajari petunjuk praktikum
> Mahasiswa terlebih dahulu memeriksa kelengkapan praktikum. Bila tidak
lengkap, mabasiswa secepatnya melakukan peminjaman alat pada teknisi dengan
mengisi blangko peminjaman alat
2.2. Dalam Pelaksanaan Praktikum
> Mahasiswa diharapkan telah dapat menyusun/ merangkai peralatan sesuai
dengan petunjuk praktikum
> Mahasiswa disarankan membawa alat-aiat tulis, kertas grafik, kalkulator
scientific function
> Bila peralatan telah siap, sebelum menghubungkan dengan listrik PLN mintalah
pembimbing/pengawas memeriksa kembali kebenaran jusunan peralatan
> Selama praktikum, mahasiswa melakukan mengamatan dan mencatat data
lengkap dengan ketidakpastian
> Selama praktikum, masiswa dapat bertanya' minta petunjuk kepada pengawas
> Mahasiswa tidak diperkenankan pindah-pindah kelompok lain
2.3. Akhir Pelaksanaan Praktikum
> Setiap kelompok kerja harus menyerahkan satu hasil pengamatan/ data
praktikum tanpa disertai perhitungan
> Menyerahkan kembali peralatan kepada teknisi
> Bila terjadi kerusakan peralatan karena kesalahan/ kelalaian mahasiswa
(kelompoknya), maka kelompoknya harus memperbaiki/ mengganti/
membayar beaya perbaikan paling lambat 2 minggu sebelum seluruh
praktikum selesai
2.4. Tata Tertib Dalam Ruangan/ Laboratorium
> Selama praktikum, mahasiswa wajib berlaku sopan
> Mahasiswa tidak diperkenankan merokok, membuat gaduh dan
melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan praktikum yang
sedang berlangsung

3. Laporan Praktikum
> Laporan diketik dengan spasi 1,5 pada kertas A4 dan disusun dengan kalimat
jelas
> Tidak perlu menuliskan semua proses perhitungan secara berulang
> Diserahkan paling lambat satu minggu setelah praktikum
> Format laporan mencakup :
1. Bagian Halaman Depan
> Nomor/ Kode praktikum dan judulnya
> Tanggal, Bulan dan Tahun
> Nama, NIM
2. Bagian Utama
> Obyek Praktikum : Pernyataan singkat tujuan pratikum
> Teori : Ungkapan-ungkapan dan persamaan yang relevan yang
menghubungkan variabel praktikum dan definisi-definisi variabel yang
terlibat
> Tabulasi Data : Data dapat berupa hasil pengukuran maupun hasil
perhitungan. Data lengkap dengan ketidakpastiannya disajikan dalam
bentuk tabel
> Grafik : Grafik dapat dibuat pada kertas grafik linier maupun semilog
(sesuai keperluan) dengan disertai trend (garis/kurva) yang
sesuai. Grafik dilengkapi keterangan bagi setiap simbul yang terlibat.
> Perhitungan : Memulai perhitungan dengan memperbhatkan hubungan
yang jelas diantara parameter yang ada
> Kesalahan, error : Nilai ketidakpastian yang diperoieh baik dari
peralatan maupun secara statistik
> Kesimpulan : Dapat diperoleh dari hasil evaluasi pengamatan
3. Bagian Akhir
> Lampiran
> Daftar Pustaka
Format Laporan :
Bagian Depan

Judul Praktikum
(Kode Praktikum)

Nama :
N IM :
Kelompok :
Tanggal :
Dosen Pengajar :
Pembimbing/Pengawas :

Jurusan/ Program Studi


Fakultas
Universitas Udayana
Tahun
Bagian Utama

I. Tujuan dan Obyek Percobaan : Uraikan secara singkat obyek dan tujuan
percobaan
II. Tinjauan Teori: Teori yang relevan dengan percobaan
III. Peralatan yang digunakan
IV. Hasil Pengamatan/ Percobaan : Data; Tabulasi data
V. Analisa :
Tugas
Grafik
Pembahasan
Perhitungan
Kesalahan/Ralat
Hasil Analisis
VI. Kesimpulan
PERCOBAAN HUKUM PEMANTULAN BUNYI

I. TUJUAN
Menunjukkan bahwa sudut sumber bunyi ( ) dan sudut pemantulan (  )
adalah sama ketika gelombang bunyi dari sumber bunyi dipantulkan oleh
permukaan bidang datar (verifikasi hukum pemantulan).

II. ALAT-ALAT
1. 1 Bangku optik kecil 460 43
2. 1 Mikrofon universal 586 26
3. 1 Tweeter loudspeaker 587 07
4. 1 Pasang cermin cekung 389 24
5. 1 Analog DC, 1 V, seperti E-instrumen pengukuran D 31 88
6. 1 Function generator D 522 55
7. 1 Baja pita pengukur 311 77
8. 1 Plat pemantul 587 66
9. 2 large stand bases 300 01
10. 1 Pasang dari berhenti selama bola penyimpangan 461 61
11. 2 stand rods, 25 cm 300 41
12. 1 stand rods, 10 mm  50 cm 301 27
13. 4 Leybold multiclamps 301 01
14. 1 Pemutar lengkap dengan skala busur derajat 460 40
15. 1 connecting lead, 1 m, merah 501 30
16. 1 connecting lead, 1 m, biru 501 31
Tambahan yang diperlukan:
Paper clip, Selotip

III. DASAR TEORI


Sudut datang sumber bunyi dan sudut pemantulan akan sama ketika gelombang
dipantulkan oleh permukaan yang datar. Hukum ini dikenal dalam bidang optik dan
juga berlaku untuk gelombang bunyi.
Dalam percobaan yang akan dilakukan, suatu titik sumber bunyi terletak di titik
fokus cermin cekung, yang kemudian gelombang bunyi ini akan dipancarkan
(dipantulkan). Gelombang bunyi yang terpantulkan dan mengarah ke probe mikrofon
akan terdeteksi oleh mikrofon (probe mikrofon pada titik fokus cermin cekung
kedua).
Sumber bunyi dan mikrofon terletak di ujung bangku optik (lihat Gambar 1/gambar
2) dan kedua bangku optik dihubungkan dengan suatu poros. Sebuah plat pemantul
terletak sedemikian, sehingga dapat diputar dari titik pusat. Skala busur derajat di
sekitar sumbu rotasi digunakan untuk memperoleh sudut-sudut  dan ` =  + .
Gambar 1 memperlihatkan sudut sumber  , sudut pantulan  , sudut  dan
beberapa sudut yang diukur dalam percobaan, yaitu  dan `.

1
Gambar 1. Pemantulan gelombang bunyi pada permukaan bidang datar
 = Sudut datang
 = Sudut pantul
 dan ’ = Sudut-sudut yang diukur dalam percobaan
(1) = Sumber bunyi ( loudspeaker )
(2) = Mikrofon
(3) = Plat pemantul

Jika sumber bunyi dan mikrofon berada dalam satu garis lurus (berlawanan
satu sama lain), berarti  = 0. Hal ini berarti, bahwa:
 +  +  = 180O , atau dapat ditulis  = 180O - ’ (1)
Sudut antara plat pemantul dan kedua bangku optik adalah :
 +  = 90O (2)
 dan  dapat dihitung dari  dan . Hubungan sudut  dengan  adalah:
 = 90O -  (3)
Dan
 = 180O -  -  = 180O - (90O - ) - 
= 90O -  +  (4)
1
Jika pada percobaan menunjukkan bahwa    , maka menurut persamaan (3)
2
akan berlaku :
1
  90 O  
2
Dan juga menurut persamaan (4) kita dapatkan :
1
  90 O    
2
1
 90 O  
2

2
Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa sudut datang sama dengan sudut pantul,
atau  = .

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


A. SETING PERALATAN
1. Susunlah peralatan seperti gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Susunan peralatan untuk percobaan pemantulan bunyi

2. Plat pemantul jangan dipasang dulu. Luruskan/ ratakan bangku optik,


sehingga probe mikrofon berada dalam satu garis lurus ( sudut  = 0 )
3. Tempatkan ujung probe mikrofon tepat pada titik fokus cermin cekung
pertama (sekitar 36,33 cm dari pusat permukaan cermin) dan tempatkan juga
loudspeaker (lubang diafragma loudspeaker) tepat pada titik fokus cermin
cekung yang kedua.
4. Aktifkan mikrofon, set amplifikasi minimum dan set ke " = "
5. Aktifkan fungsi generator untuk sinus, atur f = 20 kHz, dan tegangan ke 1
Volt
6. Pilih amplitudo suara sedemikian, sehingga alat ukur tidak overdrive. Jika
instrumen pengukuran menunjukkan defleksi negatif, tukar polaritas kabel
output mikrofon
7. Atur bergiliran kedua cermin cekung sampai sistem instrumen pengukuran
menunjukkan defleksi maksimum. Jika perlu, perbaiki juga posisi mikrofon
dan loudspeaker pada titik fokus dari cermin cekung.
8. Atur/ ubah frekuensi agar diperoleh amplitudo maksimum ( gelombang
stasioner antara cermin cekung dan mikrofon ).
9. Tempatkan plat pemantul sejajar pada bangku optik. Atur dan kencangkan
sekrup di plat pemantul sedemikian, sehingga dapat dengan mudah plat
berputar terhadap sumbu vertikal.

3
10. Gunakan selotip, untuk melekatkan potongan kawat (misalnya penjepit
kertas) di sisi kanan dari plat pemantul, sehingga pada skala busur ujung
pointer menunjuk ke sudut  (lihat Gambar 3).
11. Balikkan skala busur derajat 180°, sehingga penanda persis di bawah kawat
pointer. Atur juga pointer dari meja busur derajat dengan skala 180°, tandai
sehingga sudut  dapat diukur (Gambar 3).

Gambar 3. Busur derajat

Catatan :
Pointer tidak boleh bersentuhan satu sama lain. Kawat pointer tidak boleh
terhambat pada skala. Plat pemantul tidak boleh menyentuh meja skala atau
pointer, karena akan dilakukan penyesuaian ketika plat pemantul berbalik.

B. PERCOBAAN
1. Jangan menyentuh busur skala atau pointer saat melakukan percobaan,
karena hal ini akan dapat mengurangi efek penyesuaian sudut .
2. Pilih dan tetapkan sudut  (dari 140°) dengan cara memindahkan bangku
optik ( ’ = 40°). Perlahan-lahan putar plat pemantul.
3. Catat sudut  dan tegangan maksimum pada tabel pengamatan yang telah
disediakan ( = 180° - posisi kawat pointer).
4. Kurangi sudut  setiap 5O . Catat  dan tegangan (UM) pada tabel.
5. Ulangi langkah kerja 4 sampai sudut  = 0.

Tabel Pengamatan Hukum Pemantulan Bunyi


No Sudut  (O) Sudut ’ (O) Sudut  (O) UM (Volt)
1 140 40 .... ....
2 135 45 .... ....
3 ... .... .... ....
... .... .... .... ....

V. TUGAS
1. Plot tegangan output mikrofon (UM) sebagi fungsi dari sudut 
2. Plot sudut  sebagai fungsi dari sudut 
3. Analisa dan evaluasi hasil percobaan ini dan berikan kesimpulan

4
PERCOBAAN DIFRAKSI CELAH TUNGGAL

I. TUJUAN
1. Memahami fenomena difraksi oleh celah tunggal dan menentukan lebar celah
tunggal.

II. ALAT-ALAT
1 diaphragm with 3 single slits 469 91
1 diaphragm with 3 diffraction holes 496 96
1 diaphragm with 3 diffraction objects 469 97
1 He-Ne laser, linearly polarized 471 830
1 holder with spring clips 460 22
1 lens in frame, f = +5 mm 460 01
1 lens in frame, f = +50 mm 460 02
1 precision optical bench, 1 m 460 32
4 riders, H = 60 mm/B = 36 mm 460 353
1 translucent screen 441 53
1 saddle base 300 11

III.DASAR TEORI
Pada tahun 1690, Christian Huygens menafsirkan cahaya sebagai sebuah fenomena
gelombang dan sementara itu, pada 1704, Isaac Newton menggambarkan cahaya sebagai
partikel. Pendapat tentang dualisme gelombang partikel ini dapat diselesaikan dengan
mekanika kuantum. Percobaan difraksi memberikan bukti untuk karakter gelombang
cahaya. Fenomena difraksi selalu terjadi jika perambatan cahaya diubah oleh suatu
diafragma iris atau celah.
Pada kasus difraksi Fraunhofer, muka (front) gelombang cahaya paralel yang
dipelajari di depan objek difraksi dan belakangnya. Hal ini terkait dengan sumber cahaya
dan layar yang berada pada jarak tak terbatas dari obyek difraksi. Percobaan ini dapat
dilakukan dengan bantuan lensa konvergen yang ditempatkan pada jalur/lintasan sinar
antara sumber cahaya dan obyek difraksi.
Pada kasus difraksi Fresnel, sumber cahaya dan layar berada pada jarak yang terbatas
dari objek difraksi. Dengan menambahkan jarak, pola difraksi Fresnel semakin mirip
dengan pola Fraunhofer. Pola difraksi Fraunhofer lebih mudah diamati. Oleh karena itu
percobaan yang dilakukan adalah berdasarkan sudut pandang Fraunhofer.
Cahaya sejajar (laser) yang masuk ke celah menyebabkan cahaya merambat (warna
abu-abu dalam Gambar. 1) dari celah/ diafragma dan akan terjadi pola-pola terang/ gelap
(frinji) pada layar. Hukum-hukum optik geometris tidak dapat menjelaskan fenomena
seperti ini. Penjelasan hanya mungkin jika sifat gelombang dikaitkan dengan cahaya dan
pola difraksi yang diamati pada layar dianggap sebagai superposisi dari sejumlah cahaya
yang dibelokkan/ dilenturkan/ didifraksikan oleh obyek difraksi (lebar celah/ iris
diafragma). Dalam arah tertentu, intensitas superposisi dari semua berkas cahaya dapat
bersifat destruktif (minimum/ gelap) atau konstruktif (maksimum/ terang).
Gambar 1. Pendekatan jalannya sinar-sinar pada fenomena difraksi

Gambar 1 diatas, dapat ditunjukkan suatu pendekatan sederhana, bahwa frinji gelap
terjadi pada posisi di mana setiap setengah bagian berkas cahaya dikaitkan dengan
setengah bagian berkas cahaya lainnya, sehingga mereka saling meniadakan satu sama
lain. Untuk bagian berkas yang berasal dari celah di bawah sudut αn, maka beda lintasan
Δsn merupakan perkalian integer n dengan setengah panjang gelombang, yang diberikan
oleh :


sn  n (1)
2
dengan n = 1,2,3,…

Secara geometri, terlihat bahwa tan αn = xn / L. Untuk sudut difraksi kecil ( αn << ) dan
jarak layar ( L ) besar, maka dapat digunakan pendekatan, yaitu : tan αn ≈ sin αn ≈ αn :

 sn x
2  n  n (2)
b L

Dengan demikian, untuk kondisi interferensi destruktif ( minimum/ gelap), maka panjang
gelombang sumber cahaya diberikan oleh :

xn b
  (3)
n L

Dari persamaan (3) terlihat bahwa, jika lebar celah (b) diketahui, maka panjang
gelombang cahaya dapat ditentukan atau sebaliknya.
Eksperimen difraksi dengan gelombang monokromatik memungkinkan juga untuk
menentukan ukuran dari obyek difraksi. Fenomena difraksi pada iris diafragma, juga dapat
secara jelas ditunjukkan dengan bantuan sinar laser.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Atur jarak antara Laser He-Ne dengan Layar S kira-kira 1,9 meter
2. Tempatkan holder obyek difraksi H pada meja optik ( the optical bench) dengan
jarak kira-kira 50 cm dari laser
3. Aturlah tinggi laser, sehingga berkas sinar laser ada ditengah-tengah diafragma
4. Letakkan lensa speris L1 ( f = +5 mm) di depan laser pada jarak kira-kira 1 cm
5. Pindahkan holder obyek difraksi H
6. Tempatkan lensa konvergen L2 (f = +50 mm) di sebelah lensa L1 pada jarak kira-
kira 55 mm dan geser L1 sampai berkas sinar laser yang terbentuk pada layar
tampak sangat terang/ jelas/ tajam.
7. Atur/ geser lensa L2 terhadap L1 hingga tampak pada layar diameternya kira-kira
6 mm (profil sinar laser bundar sepanjang sumbu optik, dapat dicek dengan kertas
sepanjang jalur/ lintasan sinar)
8. Letakkan kembali holder obyek difraksi H pada jalur sinar dan atur/ geser hingga
jarak antara layar dan obyek difraksi kira-kira 1,50 m
9. Jika perlu, geser/ atur lensa L2 sampai diperoleh pola difraksi yang tajam seperti
rangkaian pada gambar di bawah ini.

10. Masukkan salah satu celah (mis. b = 0,48), dan amati fenomena difraksi pada
layar, kemudian tandai dengan pensil setiap lokasi/ jarak intensitas minimum
(gelap). Ukur jarak tersebut terhadap titik terang pusat (x0). Catat hasilnya pada
table pengamatan yang telah disediakan.
11. Ulangi langkah (10) untuk celah-celah yang lain (b=0,24 dan b=0,12). Catat hasil
pengamatan pada tabel yang telah disediakan.

Tabel Pengamatan. Jarak xn intensitas minimum dari intensitas maksimum


orde ke 0
No. Intensitas minimum ke-n xn (mm) xn/n (mm)
1 1
2 .
. .
. .
8 8

V. TUGAS
1. Dari data yang diperoleh, hitunglah lebar celah obyek difraksi (b)
2. Analisa hasil yang diperoleh dan berikan kesimpulan.
PERCOBAAN INTERFERENSI FRESNEL

I. TUJUAN
1. Mempelajari interferensi cahaya dengan menggunakan cermin Fresnel
2. Menentukan panjang gelombang cahaya laser He-Ne, (), dari jarak garis-garis
interferensi (d), jarak citra (A) yang diproyeksikan sumber cahaya virtual

II. ALAT-ALAT
1 He-Ne Laser 471 83
1 Small Optical bench 460 43
1 Large stand base 300 01
1 Fresnel's mirror 471 05
4 Leybold multiclamps 301 01
1 Lens, f = 200 mm 460 04
1 Vernier calipers 311 52
1 Steel tape measure 311 77
1 Lens, f = 5 mm 460 01
1 Translucent screen 441 53

III.DASAR TEORI
Interferensi adalah perpaduan antara dua gelombang cahaya atau lebih pada suatu
titik atau daerah tertentu pada suatu waktu tertentu pula. Peralatan yang digunakan untuk
menunjukkan adanya interferensi cahaya disebut interferometer.
Cermin Fresnel terdiri dari dua buah cermin datar, yang letaknya sedikit miring
antara satu dengan yg lainnya. Sebuah sumber titik cahaya S yang dipantulkan oleh cermin
Fresnel akan muncul sebagai sepasang cahaya virtual, L1 dan L2 yang koheren dan terletak
saling berdekatan.

Dalam eksperimen ini, untuk memperluas sinar laser, sumber cahaya S terletak pada
tiitk fokus lensa. Untuk menentukan panjang gelombang  sinar laser yg digunakan,
pertama-tama kita harus menentukan jarak antara dua intensitas maksimum (d). Kemudian,
mengukur jarak A dari dua sumber cahaya virtual L1 dan L2 yang dicitrakan pada layar
pengamatan menggunakan lensa kedua.

Gambar 2. Jalannya berkas sinar tanpa lensa 200 mm untuk 2 berkas sinar
Gambar 3. Jalannya berkas sinar untuk proyeksi sumber cahaya virtual pada
layar menggunakan lensa 200 mm.

Untuk jarak antara sumber cahaya dengan layar pengamatan, L yang besar,
makadapat dihitung panjang gelombang cahaya  yang digunakan dari kuantitas a dan d.
Dua gelombang koheren yang diamati yang berasal dari L1 dan L2 dan merambat ke arah 
(gambar 1 diatas). Sudut  merupakan arah dari intensitas maksimum ke-n, ketika beda
lintasan s  a sin  . Untuk dua gelombang berlaku s  n , sehingga :
n = a sin 
Untuk jarak Dn antara maksimum ke-0 dan ke-n, hubungan secara geomerik dapat kita
tulis :
D
tan   n
L
Jika jarak L besar, maka sin   tan , sehingga kita dapatkan :
D
a n
nL
d
a
L
yang mana a adalah jarak antara sumber cahaya virtual

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Susunlah peralatan seperti pada gambar 2 di bawah ini.

2. Aturlah posisi lensa 2 (5 mm) dan cermin, sehingga sinar laser yang lebih luas
pertama kali terpantulkan dari tengah-tengah kedua cermin yang terpisah akan
menuju bagian tengah lensa (4). (Ikuti jalannya berkas cahaya dengan selembar
kertas).
3. Aturlah posisi lensa (4) untuk memperolah citra dari kedua sumber cahaya virtual
yang jelas, terfokus pada layar. Jika terjadi distorsi, putar lensa (4).
4. Atur jarak A dari gambar-gambar yang diproyeksikan sumber cahaya virtual
dengan memvariasikan kemiringan cermin (atur skrup pada cermin!). Nilai yang
direkomendasikan: A = 1 cm dan jarak dari cermin Fresnel ke layar sekitar 2 m.
5. Amati pola-pola interferensi pada layar, jika perlu, atur kecerahan dengan
menggeser tegak lurus cermin Fresnel.
6. Ukur jarak antar frinji (pola-pola interferensi) d, catat hasilnya pada tabel
7. Ukur jarak A dengan kaliper Vernier, catat hasilnya pada tabel
8. Ukur jarak l1 , jarak antara citra yang diproyeksikan dengan lensa (4), catat
hasilnya pada tabel
9. Ukur jarak l2 , jarak antara lensa (4) dengan lensa 5 mm, catat hasilnya pada tabel
10. Ulangi langkah kerja sampai dengan cara merubah jarak sumber cahaya virtual
sebanyak 10 kali

Tabel Pengamatan.
No. d (mm) A (mm) l1 (cm) l2 (cm)
1 1 .... .... ....
2 .... .... .... ....
.. .... .... .... ....
.. .... .... .... ....
10 .... .... .... ....

Data hasil pengolahan :


No. L = l1 + l2 a = A(l1/l2)  = a(d/L) (nm)
1 .... .... ....
2 .... .... ....
.. .... .... ....
.. .... .... ....
10 .... .... ....

V. TUGAS
1. Dari data yang diperoleh, hitunglah panjang gelombang laser yang digunakan
2. Analisa hasil yang diperoleh dan berikan kesimpulan.
PERCOBAAN INTERFERENSI CELAH TUNGGAL DAN CELAH GANDA

Gambar-gambar bengkok celah tunggal dan celah ganda yang ditunjukan dengan
pertolongan perekam XY dan sebuah Fotoelemen.

Pada bengkokan Fraunhofer digunakan berkas cahaya yang sejajar. Pertama-tama


akan ditinjau pembengkokan gelombang cahaya datar dengan panjang gelombang pada
celah-celah pembengkokan yang berderet pada jarak yang sama dan mempunyai data-
data sebagai berikut :
N : jumlah celah
d : lebar celah
D : jarak antar celah
Jika sudut pembengkokan disebut z dan mengingat :
2𝜋
∅= 𝑑 sin 𝛼
𝜆
2𝜋
∅= 𝐷 sin 𝛼
𝜆
Serta untuk amplitudio A dari gelombang yang dibengkokan berlaku :
∅ 𝑁
𝐴(𝛼=0) 𝑠𝑖𝑛2 sin 2 ∅
𝐴( 𝛼 ) = . ⁄ . (1)
𝑁 ∅ 2 sin∅⁄2

A (z = 0) : amplitude arah maju ; jika A (0) adalah bagian dari tiap celah terhadap
amplitudo maka berlaku a (z = 0) = A0. N. Faktor ketiga sebelah kanan persamaan (1)
menggambarkan deretan periodik dari maksimun dan minimum, yang diamati pada
pembengkokan celah yang sangat sempit. Lebar celah yang terbatas cermin pada faktor
kedua yang melukiskan selubung dari gambar bengkok dan identik dengan fungsi
pembengkokan dari celah tunggal yang lebarnya d(N=1). Model pembengkokan itu
dimodulasi dengan model pembengkokan celah tunggal. Faktor pertama pemeberi
patokan fungsi itu atas amplitudo yang benarndari maksimun utama yang tidak
dibekokkan.
Jika diambil N = 2 ke dalam persamaan (1), didapatkan ketergantungan amplitude
dari sudut pada celah ganda.

𝑠𝑖𝑛 sin ∅
𝐴(𝛼 )~ ∅⁄22 . sin∅⁄2 (2)
Hubungan persamaa (2) memproleh penjelasan tentang pembengkokan pada celah ganda
sebagai berikut :
a. Minimum kelas I (titik nol dari pembilang pada faktor pertama).
sin 𝛼𝑘 = 𝑘 . 𝜆/𝑑 (k = 0, 1, 2, ……) (3)
b. Minimum kelas II (titik nol dari pembilang titik nol dari penyebut faktor kedua yang
tidak sekaligus).
(2𝑘+1)
sin 𝛼𝑘 = .𝜆 (4)
2𝐷

c. Maksimun kelas II (titik nol bersama dari pembilang dan penyebut faktor dan faktor
kedua).
sin 𝛼𝑘 = 𝑘 . 𝜆/𝑑 (k = 0, 1, 2, ……) (5)
Maksimum ini disebut juga maksimum utama, karena untuk N yang lebig besar
masih ada maksimum yang lebih kecil.
Persmaan (1) dapat dipakai untuk menghitung posisi pembengkokan maksimum
dan minimum serta besarnya amplitudo dan bentuk dari fungsi pembengkokan yang
lengkap. Untuk posisi pembengkokan minimum pada celah tunggal sesuai dengan
persmaan (3) berlaku :
sin 𝛼𝑚𝑖𝑛 = 𝑘 . 𝜆/𝑑 (k = 0, 1, 2, ……) (6)
λ = panjang gelombang
d = lebar celah
Jika b adalah jarak antara minimum pertama (k=1) dengan maksimum pusat dan L
jarak antara celah dan sel matahari, maka berlaku ( untuk sudut pembengkokan z yang
kecil )
𝐷
= tan 𝛼 = sin 𝛼
𝐿
𝜆 𝑏
Jadi sin 𝛼 = 𝑑 = 𝐿 (7)

Dari persamaan (3) dapat dihitung b dan dapat dibandingkan dengan harga dari hasil
aksperimen untuk jarak antara maksimum pusat dan pembengkokan minimum pertama.
𝜆.𝐿
𝑏= (8)
𝑑

Pada percobaan ini kuat cahaya diukur sebagai fungsi dari posisi dengan pertolongan
sebuah sel matahari dari silisium, yang tangkap melalui celah yang sempit. Kuat cahaya B
berbanding proposional terhadap kuadrat dari amplitudo cahaya. Jadi diharapkan sebuah
gambar bengkok yang bentuknya dapat ditulis dengan persamaan :
∅ 𝑁
𝑠𝑖𝑛2 𝑠𝑖𝑛2 ∅
𝐵 ( 𝛼 ) = 𝐴2 ( 𝛼 ) = ∅ 2
2
. 2
2 ∅ (9)
( ) 𝑠𝑖𝑛
2 2

Gambar 1 bengkok perekam XY

Peralatan percobaan
 1 He-Ne laser 471.83
 2 kaki statif kecil 300.02
 2 pasang sekrup 300.07
 3 soket kaki 300.11
 1 lensa f = 5 mm 460.01
 1 lensa f = 100 mm 460.03
 1 penunjang dengan jepit per 460.22
 1 tinggkap mata dengan 3 celah tunggal 469.91
 1 tinggkap mata dengan 3 celah ganda 469.92
 1 cermin datar 463.20
 1 perekam XY – YT DIN A4 575.562
 1 mikrovoltmeter 532.13
 1 pelat 576.71
 1 fotoelemen BPY 47 578.62
 1 tahanan 10 kΩ 577.56
 1 kabel 100 cm, merah, dan biru 501.30
 1 meteran roll 311.77
 Tambahan : pita lekat dan kertas hitam
Gambar 2. Pemasangan solar sel pada perekam

Pengesetan Alat-alat
 Perhatikan aturan keselamatan dalam memakai laser He-Ne.
 Bentuk sebuah celah yang sempit (maksimum lebar 0,5 mm) di depan solar sel
dengan menggunakan kertas hitam atau pita lekat. Selain itu kertas hitam atau pita
lekat yang ditempel langsung pada solar sel (sel matahari).
 Solar sel ditusukkan pada pelatnya yang dilekatkan dengan pita lekat pada
perekam XY (pakailah pita yang melekat dua sisi).
 Alat-alat disusun dan dihubungkan sesuai gambar 5.3. Mikrovoltmeter dipasang
kabel pada inputnya dan diberi tahanan 10 kΩ, daerah ukur distel pada 10 – 3 volt.
 Lakukan konpensasi offset lalu hubungkan kabel solar sel agar dipulir.
 Melalui lensa pengumpul (2) sinar dilebarkan dan kemudian difokuskan ke celah
masuk solar sel melalui lensa pengumpul (3).
 Cermin (5) dipakai untuk memperpanjang jalur cahaya antara benda yang
dibengkokkan (4) dan solar sel (7).
 Kombinasi antara lensa pelebar (2) dan lensa penggambar (3) dipilih sedemikian
rupa agar benda yang dibengkokkan diterangi secara homogen.
Gambar 3. Susunan percobaan dan rangkaian listrik
(1) Laser He – Ne
(2) Lensa pelebar
(3) Lensa Penggambar
(4) penunjang dengan jepit per
(5) Cermin datar
(6) Perekam X-Y dan T-Y
(7) Solar sel
(8) Mikrovoltmeter

Kalibrasi
 Leser dan cermin dipasang berhadapan dan dipasang pada kaki statif sedemikian
rupa sehingga sinar laser jatuh ditengah cermin. Cermin diletakkan pada posisi
dala percobaan (sebaiknya ± 1,5, ……………..4 mdari laser). Dengan menyetel
sekrup dikaki statif sinar laser dapat dibuat agar jatuh ditengah cermin lagi.
 Lensa pelebar (2) diatur di depan laser sampai berkas cahaya jatuh di tengah
cermin lagi (untuk mengontrol jalannya sinar dapat digunakan selembar kertas
putih dengan didepan cermin).
 Lensa pelebar (3) disisipkan ke jalur sinar. Sekarang berkas sinar harus jatuh juga
ditengah cermin. Cermin diputar dan dimiringkan dengan memutar sekrup pada
kaki statif agar berkas cahaya mengenai solar sel (7).
 Alat perekam digeser agar sumbu Y tepat menunjuk kea rah cermin (sinar laser
jatuh tegak lurus pada solar sel).
 Lensa penggambar (3) digeser sampai terbentuk gambar berupa titik cahaya pada
kertas di depan solar sel.
 Jika gambar berubah maka posisi lensa (2) harus sedikit diperbaiki, kemudian
lensa penggamar (3) diatur lagi.
 Benda yang dibengkokkan diletakkan pada jalur sinar yang diperhatikan apa yang
terjadi pada kertas dibidang dimanasolar sel berada. Benda diletakkan ditengah
sinar agar penyinaran berlangsung simetris. Posisi awal pada perekam X-Y
adalah: 0,1/cm, sensitivitas variable.

Pelaksanaan percobaan
 Cermin dengan fotosel agar perekam dinyalakan untuk operasi X-Y, kemudian
ruangan dibuat gelap. Dengan merubah-rubah setelan titik nol untuk sumbu X
pada perekam X-Y maka solar sel dapat digerakkan melewati gambar
bengkokkan. Perhatinkanlah rekaman arah sumbu Y.
 Sensitivitas sumbu Y dipilih agar ruang gambar terpakai baik. Jika gerakan
penulisan hanya kecil, naikkan daya laser ke 1 mW (dengan menggerakkan kawat
sumbernya dan di tahan).
 Perekam disetel ke operasi TY dan dengan kecepatan gerak sebesar 0,2 cm/detik
digambarkan diagram pembengkokkan.
 Percobaan dilaksanakan untuk tiga celah yang lebarnya berbeda, lalu untuk tiga
celah ganda.
 Jika perlu evaluasi kuantitatif, maka jarak S1 antara benda dengan objek dengan
cermin dan S2 antara diukur.

Contoh Pengukuran
Gambar 4,…,9 menunjukkan gambar bengkokan
Jarak L antara celah dengan solar sel: 2,8cm. panjang gelombang = 632,8 cm. lebar celah
d=lihat gambar. Jarak b untuk jarak antara minimum pertama dan maksimum utama: b=15,5
mm, (gambar 4) dengan celah tunggal dan lebar celah d=0,12mm.

Gambar 4. Contoh pengukuran bengkokan pada celah d=0,12 mm

Gambar 5 contoh pengukuran bengkokan pada celah d=0,24mm


Gambar 6 contoh pengukuran bengkokan pada celah d=0,48mm

Gambar 7 contoh pengukuran bengkokan pada celah ganda d=0.12, D=0,6mm


Gambar 8 contoh pengukuran bengkokan pada celah ganda d=0.24, D=0,6mm

Gambar 9. contoh pengukuran bengkokan pada celah ganda d=0.24, D=1,2 mm


Evaluasi dan Hasil
Gambar-gambar pembengkokkan sesuai dengan gambar yang diharapkan secara teoritis.
Pada pembengkokan dengan celah terlihat jelas bertambah lebarnya gambar pembengkokan
dengan bertambah sempitnya celah ((gambar 4..6) rumus (6). Pada celah ganda sesuai dengan
rumus (9) atau sesuai dengan rumus (4) dan (5), maka seharusnya jika celah saling menjauh
(jika lebar celah tetap) maka maksimum dari pembengkokan akan saling mendekat, walaupun
bentuk selubungnya yang terjadi karena lebar celah harus tetapa sama (gambar 8 dan 9).
Ini lebih mudah terlihat pada rumus (9) jika factor kedua untuk N=2 dirubah menjadi:
2𝜋
𝑠𝑖𝑛2 ( ∙ 𝐷 ∙ 𝑠𝑖𝑛𝛼) 𝜋
𝑙𝑎𝑚𝑑𝑎 = 4𝑐𝑜𝑠 2 ( ∙ 𝐷 ∙ 𝑠𝑖𝑛𝛼)
2𝜋 𝑙𝑎𝑚𝑑𝑎
𝑠𝑖𝑛 (𝑙𝑎𝑚𝑑𝑎 ∙ 𝐷 ∙ 𝑠𝑖𝑛𝛼)

Jika lebar celah dirubah, sedang jarak antar celah tetap, maka letak maksimum dari
pembengkokkan akan tetap, tetapi bentuk selubung akan berubah (gambar 7 dan 8) (lihat
rumus (9)).
Secara kuantitatif persamaan antara teori dan percobaan ternyata baik. Dari gambar 4
didapatkan misalnya jarak b antara minimum pertama dari maksimum utama b=15,5 mm.
untuk perbandingan coba hitung jarak teoritis b dengan menggunakan jarak L= (s1=s2) antara
celah dan solar sel, lebar celah dan panjang gelombang.
Jika lebar celah d=0,12 mm, maka b:b=14,8 mm, hamper sesuai (toleransi 5%) dengan hasil
pengukuran. Dengan cara yang sama, jarak-jarak dari maksimum pembengkokan pada celah
ganda atau lebar dari selubung dapat diuji secara kuantitatif.
PERCOBAAN EFEK FOTO LISTRIK

I. TUJUAN

Menentukan konstanta Plank’s dari grafik

II. ALAT-ALAT

1 Set Peralatan Photo Electric Effect

Beberapa jenis filter

III.DASAR TEORI

Pada tahun 1905, Albert Einstein mengungkapkan bahwa suatu foton cahaya

mempunyai energi foton sebesar E = hf. Disini h adalah konstanta Plank’s dan f adalah

frekuensi emisi radiasi dalam satuan Hertz. Efek foto listrik merupakan peristiwa lepasnya

sebagian/ beberapa electron dari permukaan logam akibat adanya penyinaran cahaya.

Foton akan memberikan semua energinya ke elektron (electron menyerap energy foton)

pada permukaan logam yang diiluminasi. Energi foton tersebut akan digunakan untuk 3

tujuan, yaitu :

1. Membawa elektron ke permukaan logam (metal)

2. Membebaskan electron dari daya tarik elektrostatik logam. Energi yang dibutuhkan

untuk melakukan semua ini disebut Work Function (W) dari logam dalam tabung

foto (Phototube).

3. Menyediakan energi kinetik untuk electron bebas

Dengan pemberian suatu frekuensi pada logam, maka elektron-elektron yang energik pada

permukaan logam/ yang lepas dari permukaan akan memiliki energi kinetik T, sebesar :

T(max) = hf – W……………………………………..………………….. (1)

17
W adalah fungsi kerja (work function), yaitu energi minimum yang diperlukan

elektron untuk melepaskan diri dari permukaan logam. Dalam percobaan ini, harus

diketahui frekuensi cahaya yang mengenai logam. Caranya adalah dengan memasukkan

filter pada lintasan cahaya. Filter ini hanya akan melewatkan panjang gelombang yang

diinginkan/ akan memotong semua cahaya pada setiap panjang gelombang lebih pendek

dari panjang gelombang yang ditandai pada bingkai filter. Ingat : panjang gelombang

pendek berarti mempunyai frekuensi tinggi.

Sebuah foton akan kehilangan semua energinya untuk elektron di permukaan logam

dan energi maksimum elektron dapat ditentukan dengan memberikan tegangan terbalik

(Backing Voltage) untuk tabung, sehingga medan listrik “perlambatan” sepenuhnya akan

menghentikan electron energik yang menuju anode.

Jika tegangan terbalik (Backing Voltage) adalah V, maka energy yang disuplai oleh

medan listrik dalam menghentikan elektron-elektron yang dipancarkan menuju anode

adalah eV, yang mana e = muatan electron (1,6 x 10-19 Coulomb). Energi ini sama dengan

energy kinetic electron, yaitu T(max) = eV, sehingga dapat ditulis :

eV = hf – W………………………………………….……………………(2)

Untuk cahaya dengan panjang gelombang berbeda, maka dapat diplot suatu grafik

V sebagai fungsi dari f. Gradien/ slope grafik ditentukan oleh ΔV / Δf.

Persamaan (2) dapat ditulis sebagai V = (h/e) f – W/e . Bentuk persamaan ini analog

dengan persamaan garis lurus, yaitu : y = ax + b. Dengan ditentukannya konstanta Plank’s,

dapat juga ditentukan work function, yaitu : W/e = (h/e) f – V atau W = hf – eV.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Susunlah peralatan seperti pada gambar !

2. Atur/ hidupkan power ke ON

18
3. Atur knob METER ke volts dan Backing Volts ke nol (Min)

4. Atur knob METER ke amps dan meter sensitivity ke Max

5. Letakkan sumber cahaya dibelakang peralatan yang telah ditentukan.

6. Nyalakan sumber cahaya. Meter arus (Photo-current) akan terlihat bergerak,

disebabkan oleh adanya foton dari sumber cahaya yang mengenai permukaan

katode di dalam peralatan.

7. Masukkan salah satu filter (misalkan : filter kuning), amati baca arus foto

8. Atur/putar tombol Backing volts hingga jarum meter menuju ke null

9. Atur knob METER ke volts, baca Backing Volts, catat pada table pengamatan.

10. Singkirkan filternya, ulangi langkah kerja dari 3 sampai 9 sebanyak 10 kali.

11. Lakukan langkah kerja dari 3 sampai 10 untuk jenis filter lainnya.

Tabel Pengamatan :

No. Filter  (nm) Backing Volts (V) Rata-rata (V)

1 Kuning …….. … … … … … … … … … … ……

2 Orange ……. … … … … … … … … … … ……

3 Merah ……. … … … … … … … … … … …….

4 …… …….. … … … … … … … … … … ……

5 …… ……. … … … … … … … … … … ……

V. TUGAS
1. Buatlah grafik antara Backing Voltage (Sb. Y) versus Frekuensi (Sb.X)
2. Tentukan nilai konstanta Planck’s dari grafik
3. Tentukan Work function dari logam dan frekuensi cut-off yang ada di dalam
peralatan foto listrik
4. Berikan kesimpulan dari percobaan ini.

19
PERCOBAAN HUKUM RADIASI LAMBERT

I. TUJUAN

1. Menyelidiki secara kuantitatif pengaruh sudut radiasi yang datang ke

permukaan pemantul

II. ALAT-ALAT

1 Microvoltmeter 532 13

1 Moll’s Thermocouple 557 36

2 Bangku optik kecil 460 43

1 Holder lampu Halogen 100W 450 64

1 Lampu Halogen; 12V/100W 450 63

1 Trafo; 12V/10A 591 07

1 Holder dengan jepitan pegas 460 22

2 Kaki statif besar 300 01

4 Jepitan Leybold 301 01

1 Lensa, f = 100 mm 460 03

1 Selaput diafragma 466 26

2 Kabel penghubung, 2m, kuning 501 39

2 Kabel penghubung, 2m, hitam 501 38

1 Swivel joint dengan protector scale 460 40

III.DASAR TEORI

Pada kenyataannya bahwa, ciri permukaan pemantul ( reflector ) adalah

menyebarkan sinar datang secara menyeluruh ke segala arah. Suatu permukaan bidang

1
yang dilapisi oleh kristal-kristal lapisan tipis dan tembus cahaya jika dikenai sinar

maka akan memantulkan cahaya berulang-ulang ke segala arah. Hal ini juga terjadi

pada selembar kertas yang dilapisi serat-serat selulosa yang tipis dan tembus pandang.

Pada gambar 1 terlihat lintasan cahaya yang akan diamati pada percobaan ini. Berkas-

berkas cahaya bidang A memancarkan cahaya ke permukaan bidang pemantul yang

akan diamati bervariasi terhadap sudut (A*). Pada sudut 90o (arah pengamatan

tangensial) bidang sinar A* tampak akan kecil dan kuat penyinaran Ee akan menjadi

nol. Secara umum berlaku :

Ee()  Cos

Gambar 1.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Rangkailah peralatan seperti pada gambar 2.

2
Pemantul mempergunakan kertas putih yang tidak mengkilap ( 5cm x 5cm )

yang dipasang pada penjepit/holder. Atur letak lensa sehingga pemantul

diterangi cahaya dengan baik.

Gambar 2.

2. Atur posisi sudut sehingga sudut antara termokopel Moll’s dengan bidang
o
normal dari pemantul membentuk sudut 90 (jarum skala pada 90o). Catat

tegangan pada voltmeter.

3. Kurangi sudut pandang sudut 5o , catat tegangan.

4. Lakukan langkah percobaan 3 berulang kali hingga mencapai sudut terkecil,

15 o.

3
V. TUGAS

U Φ  Cos 
1. Buatlah grafik hubungan antara
 
U 15 0
vs
Cos 15 0
dan tentukan slope/

gradiennya.

2. Analisis grafik yang anda dapatkan dan berikan kesimpulan mengenai

percobaan ini.

4
PERCOBAAN RADIASI BENDA HITAM

I. TUJUAN

1. Menyelidiki bahwa Utherm  T – T0

2. Membuktikan bahwa, energi radiasi yang dipancarkan benda hitam

proporsional terhadap pangkat empat temperaturnya.

II. ALAT-ALAT

1 Microvoltmeter 532 13

1 Moll’s Thermocouple 557 36

1 Selubung Oven + Meja 555 81, 84

1 Probe temperatur 383 020

1 Statif besar 300 01

4 Jepitan Leybold 301 01

1 Pengukur temperatur digital 566 190

1 Box sambungan pengukur 502 05

2 Kabel penghubung 501 25-29

1 Universal Bunsen Clamp 302 65

III.DASAR TEORI

Hukum radiasi Stefan Boltzmann’s menjelaskan pemancaran total dari suatu

radiator benda hitam. Total energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu benda hitam

persatuan waktu (Power/ Daya) sebanding dengan pangkat empat temperaturnya.

Secara matematis dapat diekspresikan dengan :

P(T)  T 4
P (T )   .T 4

yang mana  = konstanta Boltzmann’s, (5,67 x 10 – 8 W m–2 K – 4 ).

Selubung oven yang dipanaskan secara listrik dan dinding-dinding sebelah

dalamnya yang hitam asumsikan sebagai benda hitam. Radiasi yang dipancarkan

akan ditangkap oleh thermocouple. Lubang diafragma berada diantara oven dan

thermocouple yang membatasi medan pandang (field of view) thermocouple terhadap

permukaan radiasi tabung oven dan lingkungannya.

Jika temperatur thermocouple sudah mencapai nol absolut, maka tegangan

outputnya akan proporsional terhadap energi radiasi yang datang persatuan waktu.

Akan tetapi, karena pada temperatur ruang pengukuran tegangan U sangat kecil,

maka dapat ditulis :

Utherm  T – T0

yang mana Utherm = Tegangan output thermocouple

T = Temperatur radiator

T0 = Temperatur ruangan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Rangkailah peralatan seperti pada gambar dibawah !

2. Atur jarak dan perlengkapan benda hitam pada oven sehingga merupakan

satu garis lurus antara oven, diafragma dan thermocouple.

3. Hidupkan power supply untuk memanasi oven kira-kira 5 menit.

4. Catat temperatur ruangan (T0).

5. Catat temperatur (T) yang tertera pada pengukur temperatur digital dan

tegangan (U) pada microvoltmeter.

6. Ulangi langkah percobaan 5 untuk kenaikan temperatur (T) setiap 5 oc.


Gambar. Rangkaian Percobaan Radiasi benda Hitam

7. Hentikan percobaan bila temperatur telah mencapai 400 oc.

AWAS PANAS…, JANGAN COBA-COBA MENYENTUH OVEN !!!!

V. TUGAS

1. Buatlah grafik antara U(V) vs T 4  T04 (0K) dan tentukan slope/

gradiennya

2. Hitunglah perbandingan U dengan P(T), berikan komentar

Anda mungkin juga menyukai