Anda di halaman 1dari 10

Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

ANALISA KETERSEDIAAN AIR MENGGUNAKAN MODEL


MOCK DAN MODEL NRECA

3.1. Metode Mock


1) Struktur Model
Model yang cukup sederhana untuk pengembangan model hujan
aliran adalah model Mock. Dalam makalahnya “Land Capability
Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP, FAO, Bogor,
1973” Dr F.J Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai
dengan menggunakan curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik
hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir besarnya debit sungai jika
data debit tersedia tak cukup panjang. Dalam pemahaman model ini
sesuai dengan konsepnya (Radhi,Iskandar, 1987), maka pemisalan
dalam peredaran air ini akan dijelaskan menjadi tiga bagian yaitu
evapotranspirasi, keseimbangan air di permukaan, dan tampungan air
tanah.
Dengan jumlah parameter yang relatif sedikit, model Mock dapat
dengan mudah diterapkan untuk hitungan ketersediaan air pada debit
rendah untuk satuan periode waktu tengah bulanan atau bulanan.
Untuk hitungan dengan satuan periode simulasi yang lebih pendek,
misalnya mingguan atau harian, model ini tidak dapat memberikan
hasil dengan ketelitian yang baik, mengingat terbatasnya jumlah
parameter model (Radhi,Iskandar, 1987).

2) Parameter
Diantara kriteria perhitungan dan asumsi di dalam Model MOCK
diantaranya yaitu :

1
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

a) Evapotranspirasi (ETo)
Evaporasi yang terjadi pada permukaan tanah, tanaman, dan
sungai.
Besarnya ETo dapat dihitung menggunakan metode Penmann,
Blaney Criddle, dan Radiasi.
b) Crop Factor (CF)
Nilai crop factor didasarkan pada jenis tanaman dan pola tanam
yang ada di sawah.
c) Aktual Evapotranspirasi (AET)
Besarnya evapotranspirasi nyata akibat jenis tanaman tersebut.
Nilai AET dapat dihitung dengan persamaan :
AET = CF x ETo
d) Excess Rainfall (ER)
Hujan langsung yang sampai di permukaan tanah. Besarnya
excess rainfall dapat dihitung dengan persamaan :
ER = P – AET; dimana P = curah hujan.
e) Soil Moisture (SM)
Kandungan air di dalam tanah, nilainya : SM = 0 (tanah kering
sekali), dan SM = Max / kapasitas lapang (tanah pada saat jenuh
air).
Perubahan tampungan air ta nah dihitung dengan rumus :
SM = SMC – ISM
f) Water Surplus (WS)
Sisa air dari air hujan setelah digunakan untuk memenuhi Soil
Moisture.
Water surplus dihitung dengan rumus :
WS = ER - SM
g) Infiltrasi (I)
Air yang meresap ke dalam tanah. Besarnya infiltrasi dapat
dihitung dengan persamaan :

2
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

I = Cds x WS dan I = Cws x WS


h) Gound Water Storage (GWS)
Jumlah air yang tertampung di dalam akuifer. Besarnya ground
water storage dihitung dengan persamaan :
GWS = 0.5 x (1+K) x I + K x IGWS
i) Base Flow (BF)
Terdiri dari aliran antara dan aliran dasar.
j) Direct Run Off (DRO)
Air yang melimpas langsung ke sungai. Direct run off dihitung
dengan menggunakan persamaan :
DRO = WS – I
k) Total Run Off
Total air yang mengalir di sungai yang dapat dihitung dengan
persamaan :
TRO = DRO + BF

3
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

Et

ER

WS DRO
ISM

GWS V
IGWS
BF

Gambar 3.1 Skema bagan struktur model Mock

3.2. Analisis Model NRECA


1) Struktur Model
Sebagai model deterministik, Model NRECA mempunyai pola masukan
(input) yang diketahui sedangkan keluarannya (output) bersifat
tertentu. Pada sungai yang tidak mempunyai pencatatan data aliran,
data hujan dan evapotranspirasi potensial dapat digunakan untuk
menghitung debit menjadi aliran yang berkesinambungan. Metode
tersebut menggunakan data hujan dan evapotranspirasi potensial
bulanan dan mentransformasikan menjadi aliran sesuai dengan
periode yang diinginkan.

4
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

Debit aliran yang masuk, berasal dari hujan yang turun di dalam
daerah tangkapan air (DTA). Sebagian dari hujan tersebut menguap,
sebagian lagi turun mencapai permukaan tanah. Hujan yang turun ke
permukaan tanah sebagian masuk ke dalam tanah akan mengisi pori-
pori tanah, sebagian mengalir menuju alur sungai sebagai aliran
bawah permukaan, sedangkan sisanya mengalir di atas permukaan
tanah (limpasan permukaan). Jika pori sudah mengalami kejenuhan,
air akan masuk ke dalam tampungan airtanah. Gerak air ini disebut
perkolasi.
Dalam perhitungan Model NRECA, tampungan airtanah diperoleh dari
kelebihan kelengasan, sedangkan kelengasan tanah itu sendiri
dipengaruhi oleh curah hujan dan evapotranspirasi potensial yang
terjadi. Tampungan airtanah sedikit demi sedikit mengalir keluar
sebagai mata air menuju alur sungai dan disebut dengan aliran dasar.
Aliran airtanah ini merupakan tampungan airtanah akhir yang
merupakan kumulatif dari tampungan airtanah dan tampungan air
tanah awal.
Sisa dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan bersama aliran
dasar bergerak masuk menuju alur sungai. Aliran total yang ada
kemudian dikalikan dengan luas DAS, hasil dari perkalian keduanya
merupakan keluaran dari Model NRECA yang berupa debit aliran
sungai sesuai dengan periode yang direncanakan.
Total debit aliran sungai dihitung dengan persamaan berikut
(Adidarma dan Mulyantari, 2003):
Q  ( DF  GF ). A

dimana :
Q = total debit sungai (m3/detik)
A = luas DAS (km2)
DF = Direct Runoff
= limpasan langsung (mm)

5
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

= excm x (1 – PSUB)
= excm – Rech
Rech = infiltrasi atau imbuhan ke tampungan airtanah (mm)
= PSUB x excm
GF = Groundwater Flow
= aliran airtanah (mm)
= GWF x GWSakhir
GWSakhir = Ground Water Storage
= tampungan airtanah (mm)
= Rech + GWSawal
excm = excess soil moisture
= kelebihan kelengasan tanah (mm)
= exrat x (P – AET)
exrat = excess moisture ratio
= nilai banding kelengasan tanah
= 0,5 x 1  tgh 2Sr  2  , jika harga Sr > 0
= 0, jika harga Sr < 0
Sr = Storage ratio
= angka tampungan
SMS
= ; dimana NOM = 100 + 0,2 x hujan rata-rata
NOM
tahunan
P = Precipitation
= curah hujan bulanan rata-rata (mm)
P
AET/PET = 1; jika > 1 atau Sr > 2
PET
 P  P
=   x 1  0,5 x Sr   0,5 x Sr ; jika < 1 atau Sr < 2
 PET  PET

PET = Potensial Evapotranspiration


= Evapotranspirasi Potensial (mm)
AET = Actual Evapotranspiration

6
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

= evapotranspirasi aktual (mm)


= PET x (AET/PET)

Gambar 3.2 Diagram Model Hujan Limpasan NRECA

2) Parameter
Parameter yang digunakan dalam Model NRECA adalah PSUB (Percent
Sub Surface), GWF (Ground Water Flow), NOM (Nominal), SMS (Soil
Moisture Storage), dan GWS (Ground Water Storage). PSUB
merupakan parameter model yang menggambarkan bagian dari
kelebihan air yang menjadi imbuhan. Sisanya mengalir sebagai aliran
langsung yang terdiri dari aliran permukaan dan aliran bawah
permukaan. Tampungan airtanah menampung air imbuhan tersebut
yang dikeluarkan menjadi aliran dasar di sungai. Besarnya aliran dasar
yang dikeluarkan adalah GWF kali jumlah tampungan, dengan
demikian GWF nilainya lebih kecil dari satu. Makin besar GWF makin

7
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

banyak air yang dikeluarkan dari tampungan sehingga air tampungan


akan cepat habis, begitu pula sebaliknya. Sehingga dapat didefinisikan
bahwa GWF adalah persentase limpasan tampungan airtanah yang
menuju ke sungai.
NOM merupakan indeks atau petunjuk dari kapasitas tampungan
kelengasan tanah (soil moisture storage) pada DAS. SMS merupakan
nilai awal dari tampungan kelengasan tanah sedangkan GWS
merupakan nilai awal dari tampungan airtanah.
Batasan-batasan untuk parameter Model NRECA adalah sebagai
berikut (Adidarma dan Mulyantari, 2003):
1. PSUB : 0,3  PSUB  1,0
2. GWF : 0,1  GWF  0,8
3. SMS : tidak ada batasan (unbounded)
4. GWS : tidak ada batasan (unbounded)
Kombinasi parameter PSUB dan GWF memegang peranan penting
dalam menentukan hidrograf aliran di sungai yang merupakan
penjumlahan antara debit limpasan langsung (direct runoff) dan aliran
dasar (baseflow).

8
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

9
Analisa Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Nreca

10

Anda mungkin juga menyukai