BAB IV
ANALISIS HIDROLOGI
Pada tahun 2001, 2002, 2003, 2007, dan 2017 pada Stasiun Siluk ada sebagian data hujan
yang hilang. Pada stasiun hujan Barongan pada tahun 2011 dan 2017 juga ada sebagian data
yang hilang. Sementara itu pada tahun 2009 – 2011 pada stasiun Terong kemungkinan
mengalami kerusakan sehingga tidak tersedia data hujan pada tahun tersebut, sementara pada
tahun 2011 Stasiun Bedugan juga tidak tersedia data hujan. Dengan pertimbangan tersebut,
maka dalam studi ini digunakan metode pengisian data hilang untuk stasiun hujan yang sebagian
datanya hilang serta menggunakan beberapa konfigurasi poligon thiessen untuk menentukan
hujan harian rerata kawasan di DAS Celeng. Adapun metode pengisian data hilang digunakan
metode resiprocal, dimana jarak antara stasiun hujan disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 4.2 Jarak antar stasiun hujan yang digunakan (satuan km)
Nama Pos Hujan Bedugan Terong Siluk Pundong Barongan
Bedugan 0,000 7,191 10,187 12,399 5,997
Terong 7,191 0,000 11,746 15,470 10,130
Siluk 10,187 11,746 0,000 4,124 4,775
Tabel 4.3 Hasil analisis koefisien bobot dari poligon Thiessen dengan 5 stasiun
Gambar 4.2 Penentuan poligon Thiessen pada DAS Celeng dengan 5 stasiun
Tabel 4.4 Hasil analisis koefisien bobot dari poligon Thiessen dengan 4 stasiun
Gambar 4.2 Penentuan poligon Thiessen pada DAS Celeng dengan 4 stasiun
Tabel 4.5 Hasil analisis koefisien bobot dari poligon Thiessen dengan 3 stasiun
Gambar 4.3 Penentuan poligon Thiessen pada DAS Celeng dengan 2 stasiun
Dari hasil analisis hujan harian rerata DAS menggunakan poligon Thiessen, selanjutnya
ditentukan hujan harian rerata maksimum tahunan pada DAS Celeng per tahun. Hujan harian
maksimum tahunan pada DAS Celeng dari tahun 2001 seperti ditunjukkan pada Tabel 4.6
Selanjutnya data tersebut digunakan untuk analisis frekuensi untuk menentukan hujan rancangan
DAS dengan kala ulang tertentu.
Hujan
Tahun
(mm)
2001 51,43
2002 57,06
2003 44,63
2004 70,07
2005 83,55
2006 253,01
2007 227,78
2008 57,55
2009 43,74
2010 48,54
2011 67,68
2012 29,14
2013 61,48
2014 38,07
2015 100,56
2016 82,59
2017 221,80
Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data pengamatan dilakukan dengan
mencocokkan parameter statistik dengan syarat masing – masing jenis distribusi sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.5.
Dari analisis kecocokan jenis distribusi menunjukkan bahwa hasil analisis lebih mengarah ke
Log Pearson III. Namun mengingat perbedaan antara parameter statistik hasil hitungan dan nilai
persyaratan tidak begitu besar, maka selanjutnya dilakukan penggambaran pada kertas
probabilitas berdasarkan data kedalaman dan probabilitas dari masing-masing distribusi untuk
mendapatkan jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva teoritis, seperti diberikan
berikut ini.
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui bahwa pemilihan distribusi hujan rancangan
yang paling tepat dari beberapa pola distribusi yang ada. Ada 2 macam uji kecocokan yaitu
dengan Uji Chi-Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji Chi-Kuadrat hanya efektif bila jumlah data pengamatan besar, karena sebelum dilakukan
pengujian, data pengamatan harus dikelompokkan terlebih dahulu. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Tabel berikut ini.
Hasil uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dicari dari jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva teoritis. Pengujian dapat diterima apabila jarak penyimpangan terbesar (∆maks)
harus lebih kecil dari ∆kritik. Distribusi terbaik adalah yang memberikan nilai ∆maks terkecil. Uji
Smirnov-Kolmogorov untuk DAS Celeng disajikan pada Tabel 3.10. Menurut Uji Smirnov-
Kolmogorov distribusi yang terbaik adalah distribusi Log Normal dengan nilai ∆kritik = 0,320 dan
∆maks = 0,109.
Dari 2 uji kecocokan yang lakukan maka dipilih hujan rancangan dengan distribusi Log
Pearson III karena dari 2 uji kecocokan tersebut kedua-duanya dapat diterima dan untuk Uji
Smirnov - Kolmogorov hasilnya yang terbaik. Adapun hasil hitungan analisis frekuensi untuk
mendapatkan hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dari masing – masing distribusi
disajikan pada Tabel 3.11.
Di daerah dimana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka
dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik dari DAS. Dalam studi ini
digunakan beberapa metode untuk menentukan HSS diantaranya metode Gama 1, metode
Nakayasu, metode Snyder, dan metode SCS. Berikut hasil analisis HSS dari masing – masing
metode yang digunakan.
a. Metode GAMA 1
Hidrograf satuan sintesis Gama 1 dikembangkan oleh Sri Harto (1993, 2000) berdasarkan
perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. HSS Gama 1 terdiri dari 3 bagian pokok yaitu sisi
naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi turun/ resesi (recession limb). Parameter karakteristik
DAS Celeng yang digunakan untuk menentukan HSS Gama 1 disajikan pada Tabel 3.12.
Beberapa parameter pada Tabel di atas, didapatkan dari Gambar 3.7, Gambar 3.8, Gambar
3.9, dan Gambar 3.10. Dengan data tersebut selanjutnya dihitung beberapa parameter berikut.
L
TR 0, 43 1, 0665 SIM 1, 2775
100SF
13, 010
0, 43 1, 0665 x0,884 1, 2775 2, 229 jam
100 x0, 481
Gambar 3.7 DAS Celeng dan penentuan pangsa sungai parameter Gama 1
2. Debit puncak banjir (QP)
QP 0,1836 A0,5886TR0,4008 JN 0,2381
7,990 m3 / s
6. Besarnya indek
4
6 13 A
indeks 10, 4903 3,859 x10 A 1, 6985 x10
2
SN
4
6 13 25, 226
10, 4903 3,859 x10 x25, 226 1,6985 x10
2
0,513
10, 488 mm / jam
Parameter hidrograf satuan Gama 1 tersebut digunakan untuk menghitung ordinat hidrograf
pada beberapa waktu yang ditetapkan (t = 0, 1, 2, ...., n) seperti dijelaskan sebagai berikut.
Hasil analisis hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah dilakukan koreksi karena kedalaman
hujan tidak sama dengan satu, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.13 dan bentuk dari HSS
Gama 1 asli dan koreksi dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
Qt Q p 2, 233
T 2, 025
p
t (jam) Q (m3/d)
0 0
1 0,411
2 2,168
2,025 2,233
t (jam) Q (m3/d)
3 1,404
4 0,872
4,555 0,670
c. Pada kurva turun (Tp + T0,3 = 4,555< t < Tp + T0,3 + 1,5T0,3 = 8,351)
t Tp 0,5T0,3 1,5T0,3 t 2,025 0,5 x 2,531 1,5 x 2,531
Qr Qp x0,3
2, 233x0,3
t (jam) Q (m3/d)
5 0,582
6 0,424
7 0,309
8,000 0,225
8,351 0,201
13 0,067 26 0,003
14 0,052 27 0,002
15 0,041 28 0,002
16 0,033 29 0,001
17 0,026 30 0,001
18 0,020 31 0,001
19 0,016 32 0,001
20 0,013 33 0,001
21 0,010 34 0,000
Hitungan hidrograf satuan sintetis terkoreksi dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
metode Gama 1, dan hasilnya seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.15 dan Gambar 3.12.
30 0,001 0,001
31 0,001 0,001
32 0,001 0,001
33 0,001 0,001
34 0,000 0,000
Jumlah 7,206 7,007
HE 1,028 1,000
Hidrograf satuan sintetis ini dikembangkan oleh Snyder dari Amerika Serikat pada tahun
1938 yang memanfaatkan parameter DAS dari sejumlah DAS yang berada di dataran tinggi
Appalachian. Parameter DAS Celeng yang digunakan untuk menentukan HSS Snyder disajikan
pada Tabel 3.16.
Tabel 3.16 Parameter DAS yang digunakan untuk mencari HSS Snyder
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
tp 4,047
tr 0,736 jam
5,5 5,5
C p .A 0,17.25, 226
Qp 1, 060 m3 / s
tp 4, 047
Snyder hanya membuat model untuk menghitung debit puncak dan waktu yang diperlukan
untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung
hidrografnya memerlukan waktu untuk menghitung parameter-parameternya. Untuk
mempercepat digunakan rumus Alexejev, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya
sebagaimana disajikan sebagai berikut.
Q f (t )
Q t
Y dan X
Qp Tp
a
1 x 2
Y 10 x
dengan a diperoleh dari persamaan berikut:
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik Snyder yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.11 dan Gambar 3.11.
SCS menggunakan hidrograf tak berdimensi yang dikembangkan dari analisis sejumlah
besar hidrograf satuan dari data lapangan dengan berbagai ukuran DAS dan lokasi berbeda.
Parameter DAS Celeng yang digunakan sama dengan metode sebelumnya sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.16. Ordinat hidrograf satuan untuk periode waktu berbeda dapata
diperoleh dari tabel berikut, dengan nilai (Gupta, 1989):
tp
tr 0,981 jam
5,5
tr 0,981
pr tp 5,397 5,887 jam
2 2
0, 208. A 0, 208.25, 226
Qp 0,891 m3 / s
pr 5,887
Tabel 3.18 Hidrograf satuan metode SCS
t/pr Q/Qp t/pr Q/Qp t/pr Q/Qp
0 0 1 1 2,4 0,18
0,1 0,015 1,1 0,98 2,6 0,13
0,2 0,075 1,2 0,92 2,8 0,098
0,3 0,16 1,3 0,84 3 0,075
0,4 0,28 1,4 0,75 3,5 0,036
0,5 0,43 1,5 0,66 4 0,018
0,6 0,6 1,6 0,56 4,5 0,009
0,7 0,77 1,8 0,42 5 0,004
0,8 0,89 2 0,32 0
0,9 0,97 2,2 0,24
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik SCS yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.19 dan Gambar 3.14.
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang
didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman (hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan
rancangan ke dalam besaran hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola
distribusi hujan jam-jaman. Model distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini adalah
Alternaint Block Method (ABM), dengan sebelumnya dilakukan perhitungan intensitas hujan
dengan menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut.
Rt 24
n
ITt 24
24 t
Dengan:
Penentuan durasi hujan diperoleh dari stasiun hujan otomatis. Data hujan yang digunakan
adalah yang mempunyai kedalaman hujan di atas 50 mm, yang diperkirakan setara dengan
periode ulang satu tahunan. Dalam studi ini digunakan data hujan dari stasiun hujan otomatis di
kelima stasiun hujan dari tahun 2008 – 2017. Selanjutnya dibuat frekuensi kejadian dalam
bentuk mawar angin menggunakan software WRPlot sebagaimana disajikan pada Gambar 3.15.
Berdasarkan pengamatan data hujan kemudian ditetapkan durasi hujan 4 jam sebagai durasi
yang mewakili kondisi hujan yang sering terjadi di lokasi penelitian.
Berikut disajikan contoh perhitungan intensitas hujan dan distribusi hujan dengan ABM
untuk mendapatkan hujan rancangan pada kala ulang T = 50 tahun dengan durasi lama hujan
sebesar 4 jam, sebagaimana rata-rata durasi hujan di wilayah studi.
Adapun hasil hitungan hytograph dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang T tahun
dapat dilihat pada Tabel 3.21 dan Gambar 3.15.
Tabel 3.21 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Gambar 3.15 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Hujan efektif adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan efektif
ini adalah sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurang dengan kehilangan
air. Salah satu cara untuk mencari kehilangan air guna menghitung aliran langsung adalah
dengan menggunakan metode indeks. Nilai indeks adalah laju kehilangan air rerata yang
disebabkan karena infiltrasi, tampungan permukaan dan penguapan. Besarnya Nilai indeks
dilakukan dengan pendekatan Gama 1, sebagaimana dijelaskan berikut:
4
6 13 A
indeks 10, 4903 3,859 x10 A 1, 6985 x10
2
SN
4
6 13 25, 226
10, 4903 3,859 x10 x25, 226 1,6985 x10
2
0,513
10, 488 mm / jam
Selanjutnya nilai indeks di atas akan mengurangi total hujan rancangan dari analisis
sebelumnya untuk mendapatkan kedalaman limpasan. Sebagai contoh diberikan grafik
perhitungan hujan efektif pada kala ulang T = 50 tahun.
Gambar 3.16 Perhitungan hujan efektif dengan indeks pada kala ulang T = 50 tahun
Adapun hasil hitungan hujan efektif dengan indeks dengan berbagai kala ulang T tahun
dapat dilihat pada Tabel 3.22 dan Gambar 3.17.
Tabel 3.22 Hasil hitungan hujan efektif dengan berbagai kala ulang
Perhitungan debit rancangan banjir dilakukan dengan cara mengalikan hasil unit hidrograf
satuan sintetis HSS Gama 1, HSS Nakayasu, HSS Snyder, dan HSS SCS dengan intensitas hujan
efektif dengan berbagai kala ulang. Dari hasil analisis didapatkan nilai debit rancangan banjir
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.23.
Tabel 3.23 Hasil hitungan debit rancangan banjir dengan berbagai kala ulang
Q (m3/s)
T
Gama 1 Nakayasu Snyder SCS
2 61,993 91,565 51,508 44,324
5 127,860 186,976 109,624 93,732
10 172,470 251,442 150,117 128,623
Berdasarkan Tabel 3.16, ditentukan debit banjir rancangan banjir menggunakan HSS Gama
1 dengan alasan yang relatif sesuai dengan kondisi di lapangan untuk keperluan penelusuran
banjir, yaitu debit banjir kala ulang 25 tahun (Q25) sebesar 228,836 m3/s, debit banjir kala ulang
50 tahun (Q50) sebesar 270,651 m3/s, debit banjir kala ulang 100 tahun (Q100) sebesar 312,158
m3/s. Berikut disajikan pula hidrograf banjir dengan berbagai kala ulang dari beberapa metode
yang digunakan dalam studi ini.
Dalam perencanaan sistem hidrologi, data hujan merupakan data yang penting. Data hujan
yang digunakan dari Stasiun Hujan Gedangan yang merupakan stasiun terdekat dengan DAS
Embung Bolodukuh, dengan ketersediaan data antara tahun 2000 hingga 2017. Lokasi stasiun
hujan dari DAS Embung Bolodukuh dapat dilihat pada Gambar 3.1. Dalam perencanaan debit
banjir rancangan, data hujan yang diperlukan adalah data hujan harian maksimum setiap
tahunnya, untuk selanjutnya dilakukan analisis frekuensi data hujan maksimum. Hasil analisis
frekuensi data hujan maksimum digunakan untuk memperkirakan hujan rencana dengan kala
ulang tertentu.
Ketersedian data hujan pada stasiun tersebut dari tahun 2000 hingga 2017. Hujan harian
maksimum tahunan pada DAS Embung Bolodukuh dari tahun 2000 seperti ditunjukkan pada
Tabel 3.1. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk analisis frekuensi.
Hujan
Tahun
(mm)
2000 60,00
2001 115,00
2002 86,30
2003 80,20
2004 91,00
2005 64,50
2006 142,00
2007 74,50
2008 95,00
2009 85,50
2010 80,50
2011 88,00
2012 83,00
2013 97,50
2014 90,00
2015 69,00
2016 87,00
2017 127,40
Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data pengamatan dilakukan dengan
mencocokkan parameter statistik dengan syarat masing – masing jenis distribusi sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.3.
Dari analisis kecocokan jenis distribusi menunjukkan bahwa tidak ada yang sesuai untuk
distribusi normal, log normal, dan Gumbel. Namun mengingat perbedaan antara parameter
statistik hasil hitungan dan nilai persyaratan tidak begitu besar, maka selanjutnya dilakukan
penggambaran pada kerta probabilitas berdasarkan data kedalaman dan probabilitas dari masing-
masing distribusi untuk mendapatkan jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva
teoritis, seperti diberikan berikut ini.
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui bahwa pemilihan distribusi hujan rancangan
yang paling tepat dari beberapa pola distribusi yang ada. Ada 2 macam uji kecocokan yaitu
dengan Uji Chi-Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji Chi-Kuadrat hanya efektif bila jumlah data pengamatan besar, karena sebelum dilakukan
pengujian, data pengamatan harus dikelompokkan terlebih dahulu. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Tabel berikut ini.
Hasil uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dicari dari jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva teoritis. Pengujian dapat diterima apabila jarak penyimpangan terbesar (∆maks)
harus lebih kecil dari ∆kritik. Distribusi terbaik adalah yang memberikan nilai ∆maks terkecil. Uji
Smirnov-Kolmogorov untuk DAS Embung Bolodukuh disajikan pada Tabel 3.8. Menurut Uji
Smirnov-Kolmogorov distribusi yang terbaik adalah distribusi Gumbel dengan nilai ∆kritik =
0,310 dan ∆maks = 0,099.
Dari 2 uji kecocokan yang lakukan maka dipilih hujan rancangan dengan distribusi Gumbel
karena dari 2 uji kecocokan tersebut kedua-duanya dapat diterima dan untuk Uji Smirnov -
Kolmogorov hasilnya yang terbaik. Adapun hasil hitungan analisis frekuensi untuk mendapatkan
hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dari masing – masing distribusi disajikan pada Tabel
3.9.
Di daerah dimana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka
dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik dari DAS. Dalam studi ini
digunakan beberapa metode untuk menentukan HSS diantaranya metode Gama 1, metode
Nakayasu, metode Snyder, dan metode SCS. Berikut hasil analisis HSS dari masing – masing
metode yang digunakan.
e. Metode GAMA 1
Hidrograf satuan sintesis Gama 1 dikembangkan oleh Sri Harto (1993, 2000) berdasarkan
perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. HSS Gama 1 terdiri dari 3 bagian pokok yaitu sisi
naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi turun/ resesi (recession limb). Parameter karakteristik
DAS Embung Bolodukuh yang digunakan untuk menentukan HSS Gama 1 disajikan pada Tabel
3.10.
Beberapa parameter pada Tabel di atas, didapatkan dari Gambar 3.5, Gambar 3.6, Gambar
3.7, dan Gambar 3.8. Dengan data tersebut selanjutnya dihitung beberapa parameter berikut.
L
TR 0, 43 1, 0665 SIM 1, 2775
100SF
8,123
0, 43 1, 0665 x1, 610 1, 2775 2,995 jam
100 x0, 757
Gambar 3.5 DAS Embung Bolodukuh dan penentuan pangsa sungai parameter Gama 1
8. Debit puncak banjir (QP)
QP 0,1836 A0,5886TR0,4008 JN 0,2381
2,182
4, 271 m3 / s
12. Besarnya indek
4
6 13 A
indeks 10, 4903 3,859 x10 A 1, 6985 x10
2
SN
4
17,688
10, 4903 3,859 x106 x17,6882 1,6985x1013
0,526
10, 489 mm / jam
Parameter hidrograf satuan Gama 1 tersebut digunakan untuk menghitung ordinat hidrograf
pada beberapa waktu yang ditetapkan (t = 0, 1, 2, ...., n) seperti dijelaskan sebagai berikut.
Hasil analisis hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah dilakukan koreksi karena kedalaman
hujan tidak sama dengan satu, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.11 dan bentuk dari HSS
Gama 1 asli dan koreksi dapat dilihat pada Gambar 3.9.
f. Metode Nakayasu
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
Qt Q p 2,177
T 1, 456
p
t (jam) Q (m3/d)
0 0
1 0,884
1,456 2,177
t T T
Qr Qp x0,3 p 0,3 2,177 x0,3t 1,456 1,820
t (jam) Q (m3/d)
2 1,519
3 0,784
3,276 0,653
g. Pada kurva turun (Tp + T0,3 = 3,276< t < Tp + T0,3 + 1,5T0,3 = 6,006)
t Tp 0,5T0,3 1,5T0,3 t 1,456 0,5 x1,820 1,5 x1,820
Qr Qp x0,3
2,177 x0,3
t (jam) Q (m3/d)
4 0,475
5 0,305
6 0,196
6,006 0,196
Hitungan hidrograf satuan sintetis terkoreksi dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
metode Gama 1, dan hasilnya seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.13 dan Gambar 3.10.
5 0,305 0,219
6 0,196 0,141
7 0,141 0,101
8 0,101 0,073
9 0,073 0,052
10 0,052 0,038
11 0,038 0,027
12 0,027 0,019
13 0,019 0,014
14 0,014 0,010
15 0,010 0,007
16 0,007 0,005
17 0,005 0,004
18 0,004 0,003
19 0,003 0,002
20 0,002 0,001
21 0,001 0,001
22 0,001 0,001
23 0,001 0,001
24 0,001 0,000
25 0,000 0,000
Jumlah 6,840 4,913
HE 1,392 1,000
Hidrograf satuan sintetis ini dikembangkan oleh Snyder dari Amerika Serikat pada tahun
1938 yang memanfaatkan parameter DAS dari sejumlah DAS yang berada di dataran tinggi
Appalachian. Parameter DAS Embung Bolodukuh yang digunakan untuk menentukan HSS
Snyder disajikan pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Parameter DAS yang digunakan untuk mencari HSS Snyder
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
tp 3,321
tr 0,604 jam
5,5 5,5
C p .A 0,17.177, 688
Qp 0,905 m3 / s
tp 3,321
Snyder hanya membuat model untuk menghitung debit puncak dan waktu yang diperlukan
untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung
hidrografnya memerlukan waktu untuk menghitung parameter-parameternya. Untuk
mempercepat digunakan rumus Alexejev, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya
sebagaimana disajikan sebagai berikut.
Q f (t )
Q t
Y dan X
Qp Tp
a
1 x 2
Y 10 x
dengan a diperoleh dari persamaan berikut:
Qp .Tp 0,905x3,321x3,6
0,612
h. A 1x17,688
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik Snyder yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.15 dan Gambar 3.11.
SCS menggunakan hidrograf tak berdimensi yang dikembangkan dari analisis sejumlah
besar hidrograf satuan dari data lapangan dengan berbagai ukuran DAS dan lokasi berbeda.
Parameter DAS Embung Bolodukuh yang digunakan sama dengan metode sebelumnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.16. Ordinat hidrograf satuan untuk periode waktu berbeda
dapata diperoleh dari tabel berikut, dengan nilai (Gupta, 1989):
tp
tr 0,805 jam
5,5
tr 0,805
pr tp 4, 428 4,830 jam
2 2
0, 208. A 0, 208.17, 688
Qp 0, 762 m3 / s
pr 4,830
0 0 1 1 2,4 0,18
0,1 0,015 1,1 0,98 2,6 0,13
0,2 0,075 1,2 0,92 2,8 0,098
0,3 0,16 1,3 0,84 3 0,075
0,4 0,28 1,4 0,75 3,5 0,036
0,5 0,43 1,5 0,66 4 0,018
0,6 0,6 1,6 0,56 4,5 0,009
0,7 0,77 1,8 0,42 5 0,004
0,8 0,89 2 0,32 0
0,9 0,97 2,2 0,24
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik SCS yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.17 dan Gambar 3.12.
HE 1,169 1,000
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang
didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman (hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan
rancangan ke dalam besaran hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola
distribusi hujan jam-jaman. Model distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini adalah
Alternaint Block Method (ABM), dengan sebelumnya dilakukan perhitungan intensitas hujan
dengan menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut.
R t 24
n
ITt 24
24 t
Dengan:
Berikut disajikan contoh perhitungan intensitas hujan dan distribusi hujan dengan ABM
untuk mendapatkan hujan rancangan pada kala ulang T = 50 tahun dengan durasi lama hujan
sebesar 6 jam, sebagaimana rata-rata durasi hujan di wilayah studi.
Adapun hasil hitungan hytograph dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang T tahun
dapat dilihat pada Tabel 3.19 dan Gambar 3.13.
Tabel 3.19 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Gambar 3.13 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Hujan efektif adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan efektif
ini adalah sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurang dengan kehilangan
air. Salah satu cara untuk mencari kehilangan air guna menghitung aliran langsung adalah
dengan menggunakan metode indeks. Nilai indeks adalah laju kehilangan air rerata yang
disebabkan karena infiltrasi, tampungan permukaan dan penguapan. Besarnya Nilai indeks
dilakukan dengan pendekatan Gama 1, sebagaimana dijelaskan berikut:
4
A
indeks 10, 4903 3,859 x106 A2 1, 6985 x1013
SN
4
6 13 17, 688
10, 4903 3,859 x10 x17, 688 1, 6985x10
2
0,526
10, 489 mm / jam
Selanjutnya nilai indeks di atas akan mengurangi total hujan rancangan dari analisis
sebelumnya untuk mendapatkan kedalaman limpasan. Adapun hasil hitungan hujan efektif
dengan indeks dengan berbagai kala ulang T tahun dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20 Hasil hitungan hujan efektif dengan berbagai kala ulang
Perhitungan debit rancangan banjir dilakukan dengan cara mengalikan hasil unit hidrograf
satuan sintetis HSS Gama 1, HSS Nakayasu, HSS Snyder, dan HSS SCS dengan intensitas hujan
efektif dengan berbagai kala ulang. Dari hasil analisis didapatkan nilai debit rancangan banjir
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.21.
Tabel 3.21 Hasil hitungan debit rancangan banjir dengan berbagai kala ulang
Q (m3/s)
T
Gama 1 Nakayasu Snyder SCS
2 44,747 63,405 33,888 29,523
5 57,990 80,878 43,556 37,710
10 67,551 93,762 50,830 43,869
25 79,681 110,040 60,059 51,694
50 89,275 122,117 67,350 58,008
100 98,798 134,104 74,587 64,275
Berdasarkan Tabel 3.21, ditentukan debit banjir rancangan banjir menggunakan HSS Gama
1 dengan alasan yang relatif sesuai dengan kondisi di lapangan untuk keperluan penelusuran
banjir, yaitu debit banjir kala ulang 25 tahun (Q25) sebesar 79,681 m3/s, debit banjir kala ulang
Detail Desain Embung/Telaga Wilayah Sungai Progo Opak Serang IV - 56
ANALISIS HIDROLOGI
50 tahun (Q50) sebesar 89,275 m3/s, debit banjir kala ulang 100 tahun (Q100) sebesar 98,798 m3/s.
Berikut disajikan pula hidrograf banjir dengan berbagai kala ulang dari beberapa metode yang
digunakan dalam studi ini.
Ketersediaan air DAS umumnya dinyatakan dalam debit andalan (dependable flow), yaitu
debit sungai dengan probabilitas terlampaui sebesar 80% (Q80). Penetapan Q80 memerlukan
input data debit aliran yang panjang (minimal 15 tahun). Jika data debit tidak cukup atau bahkan
tidak tersedia, maka dapat digunakan simulasi hujan-aliran untuk estimasi nilai debit rerata
bulanan atau setengah bulanan. Model simulasi hujan-aliran yang digunakan dalam studi ini
adalah model MOCK. Model Mock ini adalah cara perhitungan aliran sungai dari data curah
hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi DAS untuk menaksir ketersediaan air, jika
ketersediaan data debit minimum, atau bahkan tidak ada.
Prinsip pemodelan dari model ini adalah pengalihragaman hujan menjadi aliran (limpasan)
dengan memperhitungkan neraca air di setiap zona tinjauan (surface, sub-surface dan akuifer).
Proses hidrologi yang dimodelkan meliputi: evapotranspirasi, pengisian lengas tanah
permukaan, limpasan langsung (direct runoff), infiltrasi, perubahan tampungan air di zona
akuifer (groundwater storage) dan aliran dasar (base flow).
Sebelum digunakan untuk simulasi dalam hitungan perkiraan debit aliran rerata DAS, model
MOCK harus dikalibrasi untuk menetapkan nilai parameter DAS berikut: Koefisien infiltrasi
musim basah (WIC), Koefisien infiltrasi musim kemarau (DIC), Initial Soil Moisture (ISM),
Soil Moisture Capacity (SMC), Initial Groundwater Storage (IGWS), dan Groundwater
Recession Constant (K). Berikut merupakan parameter DAS yang digunakan dari hasil kalibrasi
parameter DAS.
Ketelitian hasil kalibrasi didasarkan pada nilai koefisien korelasi (R) = 0,983 dan selisih
volume aliran tahunan (ΔV) antara debit rerata terhitung dan terukur < 5%. Perbandingan antara
debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Perbandingan antara debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi
Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui debit dari data hujan setengah bulanan
dari tahun 2000 hingga 2017. Berikut merupakan grafik hasil simulasi dengan model Mock
hingga tahun 2017 dan detail perhitungan disajikan pada Lampiran.
Gambar 3.17 Hasil simulasi debit tengah bulanan dengan model Mock
Berdasarkan hasil simulasi selanjutnya dapat ditentukan debit andalan Q80 dan Q90 setengah
bulanan dan debit andalan tunggal, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.18 dan Gambar 3.19.
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock
Data hujan yang digunakan dari Stasiun Hujan Kaliangkrik yang merupakan stasiun terdekat
dengan DAS Embung Ngawonggo. Lokasi stasiun hujan dari DAS Embung Ngawonggo dapat
dilihat pada Gambar 3.1. Dalam perencanaan debit banjir rancangan, data hujan yang diperlukan
adalah data hujan harian maksimum setiap tahunnya, untuk selanjutnya dilakukan analisis
frekuensi data hujan maksimum. Hasil analisis frekuensi data hujan maksimum digunakan untuk
memperkirakan hujan rencana dengan kala ulang tertentu.
Ketersedian data hujan pada stasiun tersebut dari tahun 2007 hingga 2018. Hujan harian
maksimum tahunan pada DAS Embung Ngawonggo dari tahun 2000 seperti ditunjukkan pada
Tabel 3.1. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk analisis frekuensi.
Hujan
Tahun
(mm)
2007 91
2008 96
2009 84
2010 95
2011 148
2012 101
2013 169
2014 140
2015 149
2016 97
2017 120
2018 135
Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data pengamatan dilakukan dengan
penggambaran pada kerta probabilitas berdasarkan data kedalaman dan probabilitas dari masing-
masing distribusi untuk mendapatkan jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva
teoritis, seperti diberikan berikut ini.
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui bahwa pemilihan distribusi hujan rancangan
yang paling tepat dari beberapa pola distribusi yang ada. Ada 2 macam uji kecocokan yaitu
dengan Uji Chi-Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji Chi-Kuadrat hanya efektif bila jumlah data pengamatan besar, karena sebelum dilakukan
pengujian, data pengamatan harus dikelompokkan terlebih dahulu. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Tabel berikut ini.
Hasil uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dicari dari jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva teoritis. Pengujian dapat diterima apabila jarak penyimpangan terbesar (∆maks)
harus lebih kecil dari ∆kritik. Distribusi terbaik adalah yang memberikan nilai ∆maks terkecil. Uji
Smirnov-Kolmogorov untuk DAS Embung Ngawonggo disajikan pada Tabel 3.8. Menurut Uji
Smirnov-Kolmogorov distribusi yang terbaik adalah distribusi Log Pearson III dengan nilai
∆kritik = 0,380 dan ∆maks = 0,171.
Dari 2 uji kecocokan yang lakukan maka dipilih hujan rancangan dengan distribusi Log
Pearson III karena dari 2 uji kecocokan tersebut kedua-duanya dapat diterima dan untuk Uji
Smirnov - Kolmogorov hasilnya yang terbaik. Adapun hasil hitungan analisis frekuensi untuk
mendapatkan hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dari masing – masing distribusi
disajikan pada Tabel 3.9.
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang
didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman (hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan
rancangan ke dalam besaran hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola
distribusi hujan jam-jaman. Model distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini adalah
Alternaint Block Method (ABM), dengan sebelumnya dilakukan perhitungan intensitas hujan
dengan menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut.
Rt 24
n
I 24
t
T
24 t
Dengan:
Berikut disajikan contoh perhitungan intensitas hujan dan distribusi hujan dengan ABM
untuk mendapatkan hujan rancangan pada kala ulang T = 50 tahun dengan durasi lama hujan
sebesar 6 jam, sebagaimana rata-rata durasi hujan di wilayah studi.
Adapun hasil hitungan hytograph dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang T tahun
dapat dilihat pada Tabel 3.11 dan Gambar 3.6.
Tabel 3.11 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Gambar 3.6 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Hujan efektif adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan efektif
ini adalah sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurang dengan kehilangan
air. Salah satu cara untuk mencari kehilangan air guna menghitung aliran langsung adalah
dengan menggunakan metode indeks. Nilai indeks adalah laju kehilangan air rerata yang
disebabkan karena infiltrasi, tampungan permukaan dan penguapan. Besarnya Nilai indeks
dilakukan dengan pendekatan Gama 1, sebagaimana dijelaskan berikut:
4
A
indeks 10, 4903 3,859 x106 A2 1, 6985 x1013
SN
4
6 13 6,158
10, 4903 3,859 x10 x6,158 1, 6985 x10
2
0,552
10, 490 mm / jam
Selanjutnya nilai indeks di atas akan mengurangi total hujan rancangan dari analisis
sebelumnya untuk mendapatkan kedalaman limpasan. Adapun hasil hitungan hujan efektif
dengan indeks dengan berbagai kala ulang T tahun dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Hasil hitungan hujan efektif dengan berbagai kala ulang
Dalam perhitungan debit rancangan banjir dilakukan dengan cara menjumlahkan debit
rancangan banjir pada catchment 1 dan catchment 2. Pada analisis debit banjir rancangan
catchment 1 digunakan metode rasional. Metode ini banyak digunakan untuk memperkirakan
debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. Beberapa
ahli memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5 km2 dapat dianggap sebagai DAS kecil.
Metode rasional didasarkan pada persamaan berikut:
Q 0, 278 CIA
Dengan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi
tertentu (m3/s)
I : intensitas hujan (mm/jam)
Dalam menentukan nilai koefisien aliran digunakan peta tata guna lahan sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.13 dan Gambar 3.7, selanjutnya didapatkan nilai koefisien aliran (C)
komposit yang digunakan untuk mencari debit banjir rancangan.
Gambar 3.7 Peta penggunaan lahan untuk menentukan koefisien pengaliran (C)
Langkah selanjutnya adalah mencari intensitas hujan dengan berbagai kala ulang
menggunakan rumus mononobe, sehingga didapatkan kurva Intensitas – Durasi – Frekuensi
(IDF), sebagaimana disajikan pada Tabel 3.14 dan Gambar 3.8. Kurva ini digunakan untuk
memperkirakan debit puncak di daerah tangkapan kecil sesuai dengan waktu konsentrasi yang
ditinjau pada titik kontrol.
Detail Desain Embung/Telaga Wilayah Sungai Progo Opak Serang IV - 71
ANALISIS HIDROLOGI
Untuk menentukan nilai intensitas hujan pada lokasi perencanaan, dicari terlebih dahulu
nilai waktu konsentrasi (tc) selanjutnya nilai tersebut diplot pada kurva IDF sehingga didapatkan
nilai intensitas hujan (I) pada arah sumbu verikal atau bisa juga dengan menggunakan secara
langsung rumus mononobe. Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan persamaan yang
diberikan oleh Kirpich, yang berlaku untuk luas daerah tangkapan kurang dari 80 hektar,
sebagaimana berikut:
0, 06628L0,77
tc
S 0,385
Dimana:
tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km)
S : kemiringan lahan antara elevasi maksimum dan minimum
Hasil perhitungan waktu konsentrasi (tc) dan intensitas hujan (I) selanjutnya digunakan
untuk menentukan debit rancangan banjir pada catchment 1 dengan berbagai kala ulang,
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.15.
Pada analisis debit banjir rancangan catchment 2 digunakan metode hidrograf satuan sintetis.
Metode ini cocok digunakan di daerah dimana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan
hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik dari
DAS. Dalam studi ini digunakan beberapa metode untuk menentukan HSS diantaranya metode
Gama 1, metode Nakayasu, metode Snyder, dan metode SCS. Berikut hasil analisis HSS dari
masing – masing metode yang digunakan.
i. Metode GAMA 1
Hidrograf satuan sintesis Gama 1 dikembangkan oleh Sri Harto (1993, 2000) berdasarkan
perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. HSS Gama 1 terdiri dari 3 bagian pokok yaitu sisi
naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi turun/ resesi (recession limb). Parameter karakteristik
DAS Embung Ngawonggo yang digunakan untuk menentukan HSS Gama 1 disajikan pada
Tabel 3.16.
Beberapa parameter pada Tabel di atas, didapatkan dari Gambar 3.9, Gambar 3.10, Gambar
3.11, dan Gambar 3.12. Dengan data tersebut selanjutnya dihitung beberapa parameter berikut.
L
TR 0, 43 1, 0665 SIM 1, 2775
100SF
8, 678
0, 43 1, 0665 x0, 689 1, 2775 2, 014 jam
100 x0, 609
Gambar 3.9 DAS Embung Ngawonggo dan penentuan pangsa sungai parameter Gama 1
14. Debit puncak banjir (QP)
QP 0,1836 A0,5886TR0,4008 JN 0,2381
6, 211 m3 / s
18. Besarnya indek
4
6 13 A
indeks 10, 4903 3,859 x10 A 1, 6985 x10
2
SN
4
6 13 6,158
10, 4903 3,859 x10 x6,158 1,6985 x10
2
0,552
10, 490 mm / jam
Parameter hidrograf satuan Gama 1 tersebut digunakan untuk menghitung ordinat hidrograf
pada beberapa waktu yang ditetapkan (t = 0, 1, 2, ...., n) seperti dijelaskan sebagai berikut.
Hasil analisis hidrograf satuan sintetik Gama 1 setelah dilakukan koreksi karena kedalaman
hujan tidak sama dengan satu, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.17 dan bentuk dari HSS
Gama 1 asli dan koreksi dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
1 ARe 1 6,158 x1
Qp 0, 724 m3 / s
3, 6 0,3Tp T0,3 3, 6 0,3 x1,525 1,906
Qt Q p 0, 724
T 1,525
p
t (jam) Q (m3/d)
0 0
1 0,263
1,525 0,724
t (jam) Q (m3/d)
2 0,536
3 0,285
3,431 0,217
k. Pada kurva turun (Tp + T0,3 = 3,431< t < Tp + T0,3 + 1,5T0,3 = 6,290)
t Tp 0,5T0,3 1,5T0,3 t 1,525 0,5 x1,906 1,5 x1,906
Qr Qp x0,3
0, 724 x0,3
t (jam) Q (m3/d)
4 0,171
5 0,112
6 0,074
6,290 0,065
9 0,028 18 0,002
10 0,020 19 0,001
11 0,015 20 0,001
12 0,011 21 0,001
13 0,008 22 0,000
14 0,006 23 0,000
15 0,004 24 0,000
Hitungan hidrograf satuan sintetis terkoreksi dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
metode Gama 1, dan hasilnya seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.19 dan Gambar 3.14.
Hidrograf satuan sintetis ini dikembangkan oleh Snyder dari Amerika Serikat pada tahun
1938 yang memanfaatkan parameter DAS dari sejumlah DAS yang berada di dataran tinggi
Appalachian. Parameter DAS Embung Ngawonggo yang digunakan untuk menentukan HSS
Snyder disajikan pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20 Parameter DAS yang digunakan untuk mencari HSS Snyder
Dari beberapa parameter data seperti diberikan pada Tabel diatas dihitung beberapa
parameter berikut ini.
tp 3,629
tr 0,660 jam
5,5 5,5
C p .A 0,17.6,158
Qp 0, 289 m3 / s
tp 3, 629
Snyder hanya membuat model untuk menghitung debit puncak dan waktu yang diperlukan
untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung
hidrografnya memerlukan waktu untuk menghitung parameter-parameternya. Untuk
mempercepat digunakan rumus Alexejev, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya
sebagaimana disajikan sebagai berikut.
Q f (t )
Q t
Y dan X
Qp Tp
a
1 x 2
Y 10 x
dengan a diperoleh dari persamaan berikut:
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik Snyder yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.21 dan Gambar 3.15.
SCS menggunakan hidrograf tak berdimensi yang dikembangkan dari analisis sejumlah
besar hidrograf satuan dari data lapangan dengan berbagai ukuran DAS dan lokasi berbeda.
Parameter DAS Embung Ngawonggo yang digunakan sama dengan metode sebelumnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.16. Ordinat hidrograf satuan untuk periode waktu berbeda
dapata diperoleh dari tabel berikut, dengan nilai (Gupta, 1989):
tp
tr 0,880 jam
5,5
tr 0,880
pr tp 4,838 5, 278 jam
2 2
0, 208. A 0, 208.6,158
Qp 0, 243 m3 / s
pr 5, 278
Detail Desain Embung/Telaga Wilayah Sungai Progo Opak Serang IV - 84
ANALISIS HIDROLOGI
Hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik SCS yang sudah sekaligus dikoreksi disajikan
pada Tabel 3.23 dan Gambar 3.16.
Perhitungan debit rancangan banjir pada catchment 2 dilakukan dengan cara mengalikan
hasil unit hidrograf satuan sintetis HSS Gama 1, HSS Nakayasu, HSS Snyder, dan HSS SCS
dengan intensitas hujan efektif dengan berbagai kala ulang. Dari hasil analisis didapatkan nilai
debit rancangan banjir sebagaimana disajikan pada Tabel 3.24.
Berikut disajikan pula hidrograf banjir dengan berbagai kala ulang dari beberapa metode
yang digunakan dalam studi ini.
Gambar 3.17 Hidrograf banjir dengan berbagai kala ulang pada catchment 2
Debit banjir rancangan total didapatkan dengan menjumlahkan debit puncak hasil analisis
pada catchment 1 dan catchment 2, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.25.
Tabel 3.25 Hasil hitungan debit banjir rancangan total dengan berbagai kala ulang
Q (m3/s)
T
Gama 1 Nakayasu Snyder SCS
2 35,587 37,881 23,260 21,160
5 45,183 47,694 28,952 26,151
10 51,539 54,005 32,748 29,519
. Berdasarkan Tabel 3.25, untuk perencanaan dipilih debit banjir rancangan banjir
menggunakan HSS Gama 1 dengan alasan yang relatif sesuai dengan kondisi di Pulau Jawa
untuk keperluan penelusuran banjir, yaitu debit banjir kala ulang 25 tahun (Q25) sebesar 59,590
m3/s, debit banjir kala ulang 50 tahun (Q50) sebesar 65,507 m3/s, debit banjir kala ulang 100
tahun (Q100) sebesar 71,379 m3/s.
Ketersediaan air DAS umumnya dinyatakan dalam debit andalan (dependable flow), yaitu
debit sungai dengan probabilitas terlampaui sebesar 80% (Q80). Penetapan Q80 memerlukan
input data debit aliran yang panjang (minimal 15 tahun). Jika data debit tidak cukup atau bahkan
tidak tersedia, maka dapat digunakan simulasi hujan-aliran untuk estimasi nilai debit rerata
bulanan atau setengah bulanan. Model simulasi hujan-aliran yang digunakan dalam studi ini
adalah model MOCK. Model Mock ini adalah cara perhitungan aliran sungai dari data curah
hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi DAS untuk menaksir ketersediaan air, jika
ketersediaan data debit minimum, atau bahkan tidak ada.
Sebelum digunakan untuk simulasi dalam hitungan perkiraan debit aliran rerata DAS, model
MOCK harus dikalibrasi untuk menetapkan nilai parameter DAS berikut: Koefisien infiltrasi
musim basah (WIC), Koefisien infiltrasi musim kemarau (DIC), Initial Soil Moisture (ISM),
Soil Moisture Capacity (SMC), Initial Groundwater Storage (IGWS), dan Groundwater
Recession Constant (K). Berikut merupakan parameter DAS yang digunakan dari hasil kalibrasi
parameter DAS.
Ketelitian hasil kalibrasi didasarkan pada nilai koefisien korelasi (R) = 0,794 dan selisih
volume aliran tahunan (ΔV) antara debit rerata terhitung dan terukur < 5%. Perbandingan antara
debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Perbandingan antara debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi
Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui debit dari data hujan setengah bulanan
dari tahun 2007 hingga 2018. Berikut merupakan grafik hasil simulasi dengan model Mock
hingga tahun 2018 dan detail perhitungan disajikan pada Lampiran.
Gambar 3.17 Hasil simulasi debit tengah bulanan dengan model Mock
Berdasarkan hasil simulasi selanjutnya dapat ditentukan debit andalan Q80 dan Q90 setengah
bulanan dan debit andalan tunggal, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.18 dan Gambar 3.19.
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock
Data hujan yang digunakan dari Stasiun Hujan Ngablak yang merupakan stasiun terdekat
dengan DAS Embung Pagergunung. Lokasi stasiun hujan dari DAS Embung Pagergunung dapat
dilihat pada Gambar 3.1. Dalam perencanaan debit banjir rancangan, data hujan yang diperlukan
adalah data hujan harian maksimum setiap tahunnya, untuk selanjutnya dilakukan analisis
frekuensi data hujan maksimum. Hasil analisis frekuensi data hujan maksimum digunakan untuk
memperkirakan hujan rencana dengan kala ulang tertentu.
Ketersedian data hujan pada stasiun tersebut dari tahun 2007 hingga 2018. Hujan harian
maksimum tahunan pada DAS Embung Pagergunung dari tahun 2000 seperti ditunjukkan pada
Tabel 3.1. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk analisis frekuensi.
Hujan
Tahun
(mm)
2007 193
2008 93
2009 109
2010 121
2011 67
2012 133
2013 88
2014 117
2015 113
2016 69
2017 109
2018 87
Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data pengamatan dilakukan dengan
penggambaran pada kerta probabilitas berdasarkan data kedalaman dan probabilitas dari masing-
masing distribusi untuk mendapatkan jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva
teoritis, seperti diberikan berikut ini.
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui bahwa pemilihan distribusi hujan rancangan
yang paling tepat dari beberapa pola distribusi yang ada. Ada 2 macam uji kecocokan yaitu
dengan Uji Chi-Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji Chi-Kuadrat hanya efektif bila jumlah data pengamatan besar, karena sebelum dilakukan
pengujian, data pengamatan harus dikelompokkan terlebih dahulu. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Tabel berikut ini.
Hasil uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov dicari dari jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva teoritis. Pengujian dapat diterima apabila jarak penyimpangan terbesar (∆maks)
harus lebih kecil dari ∆kritik. Distribusi terbaik adalah yang memberikan nilai ∆maks terkecil. Uji
Smirnov-Kolmogorov untuk DAS Embung Pagergunung disajikan pada Tabel 3.8. Menurut Uji
Smirnov-Kolmogorov distribusi yang terbaik adalah distribusi Log Normal dengan nilai ∆kritik =
0,380 dan ∆maks = 0,102.
Dari 2 uji kecocokan yang lakukan maka dipilih hujan rancangan dengan distribusi Log
Normal karena dari 2 uji kecocokan tersebut kedua-duanya dapat diterima dan untuk Uji
Smirnov - Kolmogorov hasilnya yang terbaik. Adapun hasil hitungan analisis frekuensi untuk
mendapatkan hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dari masing – masing distribusi
disajikan pada Tabel 3.9.
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan berupa hujan rancangan yang
didistribusikan ke dalam hujan jam-jaman (hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan
rancangan ke dalam besaran hujan jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola
distribusi hujan jam-jaman. Model distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini adalah
Alternaint Block Method (ABM), dengan sebelumnya dilakukan perhitungan intensitas hujan
dengan menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut.
Rt 24
n
I 24
t
T
24 t
Dengan:
Berikut disajikan contoh perhitungan intensitas hujan dan distribusi hujan dengan ABM
untuk mendapatkan hujan rancangan pada kala ulang T = 50 tahun dengan durasi lama hujan
sebesar 6 jam, sebagaimana rata-rata durasi hujan di wilayah studi.
Adapun hasil hitungan hytograph dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang T tahun
dapat dilihat pada Tabel 3.11 dan Gambar 3.6.
Tabel 3.11 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Gambar 3.6 Distribusi hujan dengan metode ABM dengan berbagai kala ulang
Hujan efektif adalah bagian dari hujan yang menjadi aliran langsung di sungai. Hujan efektif
ini adalah sama dengan hujan total yang jatuh di permukaan tanah dikurang dengan kehilangan
air. Salah satu cara untuk mencari kehilangan air guna menghitung aliran langsung adalah
dengan menggunakan metode indeks. Nilai indeks adalah laju kehilangan air rerata yang
disebabkan karena infiltrasi, tampungan permukaan dan penguapan. Besarnya Nilai indeks
dilakukan dengan pendekatan Gama 1, sebagaimana dijelaskan berikut:
4
A
indeks 10, 4903 3,859 x106 A2 1, 6985 x1013
SN
4
6 13 1, 705
10, 4903 3,859 x10 x1, 705 1, 6985 x10
2
0, 600
10, 490 mm / jam
Selanjutnya nilai indeks di atas akan mengurangi total hujan rancangan dari analisis
sebelumnya untuk mendapatkan kedalaman limpasan. Adapun hasil hitungan hujan efektif
dengan indeks dengan berbagai kala ulang T tahun dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Hasil hitungan hujan efektif dengan berbagai kala ulang
Dalam perhitungan debit rancangan banjir dilakukan dengan cara menjumlahkan debit
rancangan banjir pada catchment 1 dan catchment 2. Pada analisis debit banjir rancangan
catchment 1 dan catchment 2 digunakan metode rasional. Metode ini banyak digunakan untuk
memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada daerah tangkapan (DAS)
kecil. Beberapa ahli memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5 km 2 dapat dianggap sebagai
DAS kecil. Metode rasional didasarkan pada persamaan berikut:
Q 0, 278 CIA
Dengan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi
tertentu (m3/s)
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah tangkapan (km2)
C : koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan.
Adapun parameter yang digunakan untuk mencari debit banjir rancangan banjir dengan
metode rasional pada Embung Pagergunung, disajikan pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Parameter DAS untuk analisis debit banjir dengan metode rasional
Jenis Catchment
No. Parameter
I II
1 Luas DAS/Catchment (A), km2 0,0287 1,7354
2 Panjang Sungai Utama (L), km 0,4708 2,9
3 Kemiringan Rerata Saluran (S) 0,00944 0,1509
Langkah pertama adalah mencari intensitas hujan dengan berbagai kala ulang menggunakan
rumus mononobe, sehingga didapatkan kurva Intensitas – Durasi – Frekuensi (IDF),
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.14 dan Gambar 3.9. Kurva ini digunakan untuk
memperkirakan debit puncak di daerah tangkapan kecil sesuai dengan waktu konsentrasi yang
ditinjau pada titik kontrol.
Untuk menentukan nilai intensitas hujan pada lokasi perencanaan, dicari terlebih dahulu
nilai waktu konsentrasi (tc) selanjutnya nilai tersebut diplot pada kurva IDF sehingga didapatkan
nilai intensitas hujan (I) pada arah sumbu verikal atau bisa juga dengan menggunakan secara
langsung rumus mononobe. Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan persamaan yang
diberikan oleh Kirpich, yang berlaku untuk luas daerah tangkapan kurang dari 80 hektar,
sebagaimana berikut:
0, 06628L0,77
tc
S 0,385
Dimana:
tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km)
S : kemiringan lahan antara elevasi maksimum dan minimum
Hasil analisis nilai waktu konsentrasi (tc) menggunakan persamaan Kirpich pada Embung
Pagergunung disajikan pada Tabel 3.15.
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai koefisien pengaliran (C). Dalam menentukan
nilai koefisien aliran digunakan peta tata guna lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.16,
Tabel 3.17, dan Gambar 3.10, selanjutnya didapatkan nilai koefisien aliran (C) komposit yang
digunakan untuk mencari debit banjir rancangan.
Gambar 3.7 Peta penggunaan lahan untuk menentukan koefisien pengaliran (C)
Hasil perhitungan waktu konsentrasi (tc), intensitas hujan (I), dan koefisien pengaliran (C)
selanjutnya digunakan untuk menentukan debit rancangan pada catchment 1 dan catchment 2
dengan berbagai kala ulang, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.18 dan Tabel 3.19.
Debit banjir rancangan total didapatkan dengan menjumlahkan debit puncak hasil analisis
pada catchment 1 dan catchment 2, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20 Hasil hitungan debit banjir rancangan total dengan berbagai kala ulang
T Q (m3/s)
2 5,839
5 7,453
10 8,467
25 9,701
50 10,592
100 11,463
. Berdasarkan Tabel 3.25, untuk keperluan penelusuran banjir dipilih debit banjir dengan
kala ulang 25 tahun (Q25) sebesar 9,701 m3/s, debit banjir kala ulang 50 tahun (Q50) sebesar
10,592 m3/s, debit banjir kala ulang 100 tahun (Q100) sebesar 11,463 m3/s.
Ketersediaan air DAS umumnya dinyatakan dalam debit andalan (dependable flow), yaitu
debit sungai dengan probabilitas terlampaui sebesar 80% (Q80). Penetapan Q80 memerlukan
input data debit aliran yang panjang (minimal 15 tahun). Jika data debit tidak cukup atau bahkan
tidak tersedia, maka dapat digunakan simulasi hujan-aliran untuk estimasi nilai debit rerata
bulanan atau setengah bulanan. Model simulasi hujan-aliran yang digunakan dalam studi ini
adalah model MOCK. Model Mock ini adalah cara perhitungan aliran sungai dari data curah
hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi DAS untuk menaksir ketersediaan air, jika
ketersediaan data debit minimum, atau bahkan tidak ada.
Sebelum digunakan untuk simulasi dalam hitungan perkiraan debit aliran rerata DAS, model
MOCK harus dikalibrasi untuk menetapkan nilai parameter DAS berikut: Koefisien infiltrasi
musim basah (WIC), Koefisien infiltrasi musim kemarau (DIC), Initial Soil Moisture (ISM),
Soil Moisture Capacity (SMC), Initial Groundwater Storage (IGWS), dan Groundwater
Recession Constant (K). Berikut merupakan parameter DAS yang digunakan dari hasil kalibrasi
parameter DAS.
Ketelitian hasil kalibrasi didasarkan pada nilai koefisien korelasi (R) = 0,693 dan selisih
volume aliran tahunan (ΔV) antara debit rerata terhitung dan terukur < 5%. Perbandingan antara
debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Perbandingan antara debit terukur dengan debit rerata hasil simulasi
Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui debit dari data hujan setengah bulanan
dari tahun 2007 hingga 2018. Berikut merupakan grafik hasil simulasi dengan model Mock
hingga tahun 2018 dan detail perhitungan disajikan pada Lampiran.
Gambar 3.17 Hasil simulasi debit tengah bulanan dengan model Mock
Berdasarkan hasil simulasi selanjutnya dapat ditentukan debit andalan Q80 dan Q90 setengah
bulanan dan debit andalan tunggal, sebagaimana disajikan pada Gambar 3.18 dan Gambar 3.19.
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock
Gambar 3.17 Penentuan debit andalan tengah bulanan dengan model Mock